Anda di halaman 1dari 5

Obligasi Daerah Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan Daerah

Pemerintah Indonesia telah memberikan penegasan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya ke dalam pengeluaran yang menganut asas kebutuhan, kepatuhan dan kemampuan daerah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 105/2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 22/1999. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menentukan arah kebijakan umum dan prioritas anggaran terlebih daehulu sebagai panduan dalam pengalokasian sumberdaya dalam APBD. Dalam pengalokasian belanja modal, pengelolaan keuangan daerah sengat erat berkaitan dengan segi pemeliharaan asset tetap yag didapat dari belanja modal tersebut. Menurut konsep multi-term expenditure framework (MTEF), bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang (Allen dan Tommasi, 2001). Belanja modal ini ditujukan untuk mendapatkan asset tetap Pemerintah Daerah seperti infrastruktur dan sebagainya. Pemerintah Daerah ataupun pusat biasanya mendapatkan asset tetap dengan cara membangun sendiri atau membeli. Namun, yang menjadi masalah sekarang adalah terbatasnya sumber dana yang dimiliki Pemerintah Daerah. Hal ini menjadi dilemma karena di satu sisi Pemerintah Daerah memiliki sumber dana yang terbatas, namun di sisi lain aset tetap adalah hal yang sanagt dibutuhkan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah dituntut untuk mencari sumber dana lain dalam pembangunan aset tetap, salah satunya dengan menerbitkan Obligasi Daerah. A. Apa itu Obligasi Daerah?

Obligasi Daerah adalah surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Obligasi ini tidak mendapatkan jaminan dari pemerintah pusat, sehingga segala bentuk resiko dan kerugian yang timbul menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah secara langsung. Penerbitan surat utang ini sebagai bukti bahwa Pemerintah Daerah telah melakukan pinjaman kepada pemegang surat utang tersebut. Pembayaran pinjaman akan dilakukan dengan waktu dan tata cara yang telah disepakati antara pemegang surat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah memiliki kewajiban membayar bunga secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dan pada saat jatuh tempo, Pemerintah Daerah berkewajiban membayar pokok pinjaman. Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2005, tujuan penerbitan Obligasi Daerah adalah murni untuk membiayai kegiatan investasi aset tetap sektor publik, bukan untuk menutup kekurangan kas daerah. Karakteristik Obligasi Daerah

1. Merupakan pinjaman jangka panjang yang diperoleh dari masyarakat (lebih dari satu tahun). Di Indonesia, obligasi memiliki jangka waktu lebih dari 5 tahun. 2. Diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri; 3. Dikeluarkan dalam mata uang rupiah; 4. Hasil penjualan digunakan untuk membiayai investasi aset tetap sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan manfaat bagi masyarakat; dan 5. Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan. Kegiatan Pemerintah Daerah yang dapat dibiayai dengan Obligasi Daerah di antaranya: a. pelayanan air minum; b. penanganan limbah dan persampahan; c. transportasi; d. rumah sakit; e. pasar tradisional; f. tempat perbelanjaan; B. Obligasi Daerah sebagai Alternatif g. pusat hiburan; h. wilayah wisata dan pelestarian alam; i. terminal dan sub terminal; j. perumahan dan rumah susun; k. pelabuhan lokal dan regional.

UU No. 22 tahun 1999 pasal 79 sudah memberi ruang kepada daerah untuk melakukan pinjaman daerah dan di dalam pasal 81 UU yang sama serta pasal 11 dan 12 UU No: 25 tahun 1999 memungkinkan Pemerintah Daerah untuk menggunakan beberapa instumen keuangan dalam mencari pinjaman yang dapat juga berupa penerbitan Obligasi Daerah. Obligasi telah digunakan sektor swasta sebagai alternatif modal selain surat berharga seperti saham dan pengajuan pinjaman pada bank. Terdapat dua kemungkinan yang bisa dilakukan dalam mengeluarkan Municipal Bond (Obligasi Daerah) yaitu, yang dikeluarkan langsung oleh Pemerintah Daerah berupa obligasi umum(General Bond) yang dijamin langsung oleh Pemerintah Daerah atau obligasi penghasilan(Revenue Bond) yaitu obligasi yang dikeluarkan untuk membiayai proyekproyek secara langsung dan dijamin oleh proyek yang didanai. Ada dua unsur utama yang penting diperhatikan dalam menerbitkan Obligasi Daerah. Unsur yang pertama berkaitan dengan kapasitas fiskal Pemerintah Daerah dalam

menerbitkan Obligasi Daerah, sehingga setiap pemerintha daerah yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Persyaratan kapasitas fiskal tersebut antara lain: 1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; 2. Rasio proyeksi kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5; 3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah; dan 4. Mendapatkan persetujuan DPRD. Unsur yang kedua adalah penawaran umum Obligasi Daerah yang dilakukan melalui pasar modal. Pemerintah Daerah yang akan menerbitkan dan menawarkan Obligasi Daerah kepada masyarakat, harus terlebih dahulu menyampaikan Pernyataan Pendaftaran Kepada Bapepam-LK. Setelah proses penawaran umum selesai, maka Obligasi Daerah tersebut akan dicatatkan di bursa efek. Mekanisme penawaran umum dan perdagangan Obligasi Daerah tersebut wajib mengikuti ketentuan yang berlaku di pasar modal baik berupa Peraturan Bapepam-LK maupun peraturan pasar modal lainnya. Pemerintah Daerah akan mendapatkan banyak keuntungan dan manfaat dari penerbitan Obligasi Daerah dengan mekanisme tersebut, sebab mekanisme yang berlaku di pasar modal akan memungkinkan lebih banyak lagi pihak yang terlibat untuk memberikan pinjaman dalam bentuk obligasi. Selain itu melalui Obligasi Daerah, pemeritah akan dimungkinkan mendapatkan pinjaman dari investor asing, mengingat pinjaman secara langsung tidak diperbolehkan bagi Pemerintah Daerah. Namun, untuk menarik minat dari para investor untuk memberikan pinjaman mereka, Pemerintah Daerah harus benar-benar berani menjamin bahwa dana yang dipinjamkan dibayar benar pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, kembali lagi ke tujuan awal penerbitan Obligasi Daerah, Pemerintah Daerah harus menggunakan dana dari penerbitan Obligasi Daerah untuk proyek yang menghasilkan manfaat serta matang dalam perencanaannya. C. Obligasi Daerah sebagai Tantangan

Banyak tantangan yang harus dihadapi Pemerntah Daerah sebelum menerbitan Obligasi Daerah. Pertama, ketersediaan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Pemerintah Daerah harus menyiapakan Sumber Daya Manusia yang memiliki pengtahuan yang luas akan obligasi dan segala seluk beluknya. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan mensyaratkan adanya suatu divisi khusus yang menanganis masalah penerbitan Obligasi Daerah.

Kedua, Obligasi Daerah hanya boleh dipergunakan untuk pembiayaan proyek daerah, bukan untuk menutupi deficit kas daerah. Pemerintah Daerah harus menyiapkan dan membuat daftar proyek-proyek yang akan dibiayai melalui Obligasi Daerah serta perhitungan cash-flow nya, sehingga mudah dianalisa dan dipertanggungjawabkan. Hal ini menjadi sangat penting bagi investor untuk mngetahui dan memahami bagaimana prospek dari proyek itu sendiri, apakah mampu menghasilkan revenue yang cukup utuk membayar kewajiban berjalan. Proyek yang akan dibiayai melalui Obligasi Daerah sendiri hendaknya merupakan proyek yang memberikan multiplier effects kepada pembangunan daerah secara keseluruhan, contohnya pembangunan infrastruktur jalan tol yang dapat memperlancar arus lalu lintas barang dan jasa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan dibangunnnya jalan tol, pemerintah daerah bukan saja dapat memungut retribusi pengguna jalan tol itu sendiri, namun juga dari pajak sektor lain yang meningkat aktivitasnya akibat dampak pembangunan jalan tol. Terakhir, Obligasi Daerah menuntut Pemerintah Daerah untuk jujur dan bertanggungjawab. Penerbitan Obligasi Daerah memiliki konsekuensi berupa tuntutan dari para investor kepada Pemerintah Daerah sebagai peminjam. Investor akan selalu memantau kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola dana yang mereka pinjamkan untuk pembangunan. Investor juga menuntut adanya pelaporan yang jelas akan penggunaan dana serta pembayaran kewajiban berjalan. Oleh karena itu semua, Pemerintah Daerah diharapkan dapat meninggalkan gaya birokrasi lama yang cenderung tidak jelas dalam pemanfaatan waktu dan biaya. Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas organisasinya serta meningkatkan pengawasan internal organisasi. Dinar Dwi Prasetyo Staff Fungsional LOGOWA FISIP UI

Bibliografi Buku Allen, Richard & Daniel Tommasi. 2001. Managing Public Expenditure: A Reference Book for Transition Countries. Paris: SIGMA-OECD. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2007. Panduan Penerbitan Obligasi Daerah. Jakarta: Departemen Keuangan RI.

Internet Rizal Hasibuan.,M.Si. Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan.http://www.larispa.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1 25:obligasi-daerah-sebagai-alternatif-pembiayaan-&catid=42:berita&Itemid=88 (diakses tanggal 29 Januari 2012, pukul 14.32 WIB) Muhammad Yusril. Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan. http://www.yarsi.ac.id/berita/49-smart-stories/216-obligasi-daerahalternatif-modal-pembangunan.html (diakses tanggal 29 Januari 2012, pukul 14.35 WIB)

Anda mungkin juga menyukai