Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MAKALAH KELOMPOK MATA KULIAH PENERIMAAN NEGARA

TOPIK BAHASAN: HIBAH TERENCANA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4 KELAS 9 PPPN PRODI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK TA 2022/2023,
dengan anggota:

No Nama Pas Foto No Urut Daftar Paraf


Mahasiswa Hadir

1 Raja 13
Pengestu

2 Rossa Kurnia 21
Sasongko

3 Sigit Lutvian 22
Topik : Penerimaan Hibah Luar Negeri
Isu: Mekanisme Penerimaan Hibah Luar Negeri untuk Pemerintah Daerah

Latar Belakang
Keuangan Negara merupakan unsur yang sangat penting bagi suatu negara, karena hal
ini memiliki kaitan yang erat antara tujuan suatu negara dan bagaimana kas yang dimiliki
oleh negara tersebut yang salah satunya berasal dari uang rakyat dikelola untuk dapat
menjalankan roda pemerintahan dan juga mencapai tujuan pembangunan. Jika keuangan
negara tidak dapat dikelola dengan benar, hal ini akan mengakibatkan tidak tercapainya
tujuan negara yang telah ditetapkan. Dengan pengelolaan keuangan negara yang baik akan
membantu tercapainya tujuan negara yang secara khusus pada pembangunan dan juga
menyukseskan penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi yang terjadi pada pengelolaan
keuangan negara meliputi seluruh aspek pengelolaan keuangan, yaitu penyusunan anggaran,
pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan anggaran.

Jika pemerintah pusat memiliki APBN sebagai perwujudan pengelolaan keuangan,


pemerintah daerah memiliki APBD sebagai bentuk perwujudan pengelolaan keuangan
daerah. Terdapat hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan juga pemerintahan daerah,
yaitu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan kewajiban keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara adil, transparan,
akuntabel,dan selaras berdasarkan undang-undang. Pengelolaan keuangan sendiri berarti
keseluruhan kegiatan di mana meliputi kegiatan perencanaan, kegiatan pelaksanaan, kegiatan
penatausahaan, kegiatan pelaporan, kegiatan pertanggungjawaban, dan kegiatan pengawasan
keuangan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah dan juga anggaran daerah dalam hal keuangan negara
merupakan salah satu hal yang juga memerlukan regulasi secara tepat. APBD sebagai
instrumen kebijakan merupakan dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan penerimaan
dan pengeluaran daerah. Di dalam anggaran dijabarkan secara jelas program dan kegiatan
yang akan dilakukan setiap tahunnya dengan terperinci berdasarkan jenis pendapatan, jenis
belanja, dan jenis pembiayaan.

Dalam komponen pendapatan daerah, terdapat komponen pendapatan lain yang sah
berupa hibah, dana darurat, dan lain-lain yang sah. Dana hibah daerah pada pendapatan lain
yang sah merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri
atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk
tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah yang diberikan kepada
daerah merupakan salah satu bentuk yang menggambarkan hubungan keuangan antara
pemerintah dan daerah untuk mendukung pelaksanaan kegaitan daerah. Penerimaan dana
hibah daerah ini bersifat tidak mengikat karena tidak harus dibayar kembali oleh daerah.

Dengan penerimaan hibah tersebut, sumber penerimaan daerah menjadi bertambah


guna mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam
kerangka hubungan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah. Hibah yang diterima
oleh pemerintah daerah dapat diteruskan oleh pemerintah daerah kepada Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD). Hibah daerah tersebut diprioritaskan oleh daerah dalam menyelenggarakan
pelayanan publik sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga
dalam pengelolaan hibah, pemerintah daerah harus melaksanakannya sesuai dengan asas
pengelolaan keuangan daerah. Daerah yang akan menerima hibah ditentukan melalui
berbagai pertimbangan, seperti kapasitas fiskal daerah, daerah yang ditentukan oleh pemberi
hibah luar negeri, daerah yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait, dan/atau daerah tertentu yang ditetapkan
oleh pemerintah.

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah


Daerah yang mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada
Daerah, terdapat perubahan terkait dengan penerima hibah serta beberapa perubahan lain.
Penyaluran hibah yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk uang yang
bersumber dari penerimaan dalam negeri dilakukan dengan melalui mekanisme
pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke dalam Rekening Kas Umum
Daerah (RKUD). Sedangkan untuk penyaluran hibah dalam bentuk uang yang bersumber dari
hibah luar negeri dilakukan melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD, pembayaran
langsung, rekening khusus, letter of credit (L/C), atau pembiayaan pendahuluan.

Dengan hubungan baik yang dimiliki oleh Negara Indonesia dengan Negara lainnya
di dunia, membuat Indonesia memiliki kesempatan untuk memperoleh hibah yang bersumber
dari luar negeri. Namun kerap kali dalam penerimaan hibah luar negeri, masih memiliki
penafsiran yang berbeda ketika hibah luar negeri tersebut ditujukan oleh negara pemberi
hibah secara khusus kepada daerah tertentu. Terdapat kemungkinan bahwa hibah tersebut
langsung diterima oleh pemerintah daerah yang dituju tanpa melalui pemerintah pusat
terlebih dahulu, utamanya Kementerian Keuangan. Hal ini lah yang menjadi latar belakang
penulisan makalah ini yang bertujuan untuk membahas lebih lanjut mengenai ketentuan yang
menjadi pedoman dalam proses penerimaan hibah luar negeri yang ditujukan pada
pemerintah daerah tertentu, agar dapat meminimalisir kesalahan atau penyalahgunaan
kewenangan dalam penerimaan hibah luar negeri.

Permasalahan
Undang-Undang 1945 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah daerah dan kepentingan masyarakat setempat. Namun dalam hal penerimaan
hibah dari luar negeri, tidak dapat mengambil keputusan secara langsung dalam hal
penerimaan dana hibah tersebut. Terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dilalui,
penyaluran hibah dalam bentuk uang yang bersumber dari hibah luar negeri dilakukan
melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD, pembayaran langsung, rekening khusus,
letter of credit (L/C), atau pembiayaan pendahuluan. Beberapa waktu belakangan ini, ramai
pemberitaan mengenai polemik hibah asing kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang
diduga menerima hibah dari Vital Strategies, organisasi nirlaba afiliasi Bloomberg
Philantropies dalam menerbitkan Seruan Gubernur 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan
Dilarang Merokok. Selain itu juga, Pemerintah Kota Solo mendapat dana hibah senilai
sebesar USD 15 juta atau setara Rp 236 miliar dari Uni Emirat Arab (UEA). Dana tersebut
bakal digunakan untuk pengentasan kawasan kumuh dan penyelesaian proyek terbengkalai di
Kota Solo. Berdasarkan penjabaran fenomena dan kondisi terkait tata kelola dan
perkembangan penerimaan hibah luar negeri yang ditujukan pada pemerintah daerah, penulis
mendapati permasalahan bahwa terdapat beberapa pemerintah daerah kurang memahami
bagaimana mekanisme penerimaan hibah dari luar negeri.

Pembahasan
Pengelolaan Dana Hibah Daerah
Persoalan pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah merupakan salah satu
aspek yang harus diatur secara hati-hati. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah
Daerah. Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran daerah digunakan
sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu
pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa
yang akan datang, sumber pengeluaran ukuran-ukuran standar dan evaluasi kinerja, alat untuk
memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.
Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran daerah hendaknya
difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan aktivitas atau program yang menjadi
prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan.

Urusan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, tidaklah statis,
tetapi berkembang dan berubah. Hal ini terutama adalah disebabkan oleh keadaan yang
timbul dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Dalam pelaksanaan program
pemerintah di daerah yang sifatnya otonom, proses pelaksanaannya harus sejalan dengan
aspirasi masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi dari peta wilayah suatu daerah.
Mengatur dan mengurus rumah tangga daerah memerlukan biaya. Makin luas isi dari
otonomi suatu daerah, makin besar pengeluaran biayanya. Untuk itu daerah perlu mempunyai
wewenang dan kemampuan mengusahakan uang guna membiayai pengeluaran-pengeluaran
akibat dari tugasnya mengurus rumah tangga daerah itu begitu juga tugas-tugas pembantuan.
Pemerintah pusat untuk pemerintahan negara seluruhnya mempunyai sumber-sumber
keuangan dan berwenang menggunakannya, dimana penggunaan sumber-sumber keuangan
itu termasuk pula pengeluaran-pengeluaran untuk daerah-daerah yang mengurus rumah
tangga daerah yang secara keseluruhan merupakan pengeluaran nasional.

Pemerintah daerah dalam rangka mengatasi kerentanan sosial permasalahan yang ada
di masyarakat salah satu cara yang diberikan adalah dengan menganggarkan belanja daerah
dalam bentuk hibah dan bantuan sosial sebagaimana terdapat dalam jenis belanja daerah.
Belanja hibah dan bantuan sosial merupakan dua kode rekening yang saat ini menjadi banyak
perhatian publik. Kedua rekening tersebut memiliki kepentingan yang perlu diakomodir yaitu
membantu tugas pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
menanggulangi penyakit sosial akibat resiko sosial masyarakat serta juga memuat
kepentingan politik dalam arti luas. Dalam perjalanan pengelolaannya, hibah dan bantuan
sosial telah mengalami berbagai permasalahan baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban serta penatausahaannya. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) menunjukkan terdapat banyak temuan pengendalian dan kepatuhan dalam pengelolaan
hibah dan bantuan sosial. Dalam hal ini, tidak sedikit juga permasalahan pengelolaan hibah
dan bantuan sosial tersebut membawa Kepala Daerah dan pengelolanya ke dalam
permasalahan hukum.

Dalam rangka mendorong perbaikan pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial,
berbagai pengaturan pengelolaan hibah dan bantuan sosial telah mengalami perubahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP No.
58 Tahun 2005) mengatur secara umum ketentuan pengelolaan keuangan daerah terkait hibah
dan bantuan sosial. Sejalan dengan ditetapkannya PP No. 58 Tahun 2005, saat ini juga telah
terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (Permendagri No. 13 Tahun 2006) yang memuat secara komprehensif
pengaturan tentang perencanaan dan penganggaran, penatausahaan, pengakuntansian,
pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang diselaraskan dengan pengelolaan
keuangan negara. Pada tanggal 27 Juli 2011, Mendagri berdasarkan kewenangannya dalam
pembinaan pengelolaan keuangan daerah,14 menetapkan Permendagri No. 21 Tahun 2011
dan Permendagri No. 32 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Permendagri No. 14 Tahun 2016. Tata cara pemberian hibah dan bantuan sosial.

Tinjauan Mekanisme Hibah Daerah

Hibah digunakan untuk mendukung program pembangunan nasional dan atau


mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan. Hibah menurut
sumbernya terdiri atas hibah dalam negeri dan hibah luar negeri. Hibah harus dituangkan
dalam perjanjian Hibah. Pemerintah daerah dapat menerima Hibah yang bersumber dari:

a. Pemerintah
b. badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau
c. kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 tahun 2012 disebutkan bahwa
penerimaan hibah oleh pemerintah daerah yang berasal dari Pemerintah bersumber dari
APBN. Sementara itu Pemerintah Republik Indonesia dapat menerima Hibah yang bersumber
dari:

a. penerimaan dalam negeri


b. hibah luar negeri
c. pinjaman luar negeri.
Hubungan baik yang dimiliki oleh tokoh-tokoh politik Indonesia dengan Pemerintah
atau tokoh-tokoh dari negara lain dapat membuka pintu penerimaan negara melalui Hibah.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah sosok Walikota Solo, Gibran Rakabuming yang
menjalin hubungan baik dengan Pemerintah Uni Emirate Arab (UAE) sehingga menghasilkan
beberapa kerjasama untuk pembangunan Kota Solo. Dilansir dari berbagai sumber berita,
dengan kapasitas sebagai walikota Solo, Gibran mampu memperoleh dana Hibah dengan
jumlah mencapai 15 juta USD yang ditujukan untuk pembangunan infrastruktur di Kota Solo.

Ditinjau dari aspek kebermanfaatannya, tujuan Hibah sebagai pembangunan


infrastruktur seharusnya dilakukan konsolidasi dengan Kementerian Bappenas dan program
pembangunan prioritas yang dimiliki oleh Kota Solo. Meskipun pembangunan infrastruktur
ditujukan demi kemakmuran rakyat namun perlu dikaji lebih lanjut tentang urgensi dari
pembangunan tersebut dan analisis biaya manfaatnya meskipun dana yang digunakan
merupakan dana hibah.

Ditinjau dari aspek mekanisme hibah yang dilakukan. Hibah dari UAE tersebut akan
tetap mengikuti mekanisme yang ada yaitu melalui Kementerian Keuangan c.q DJPPR dan
akan ditetapkan sebagai APBN terlebih dahulu sebelum nantinya akan dihibahkan sebagai
APBD Kota Solo. Mekanisme hibah yang direncanakan tersebut sudah sesuai dengan PP No,
2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah dimana Pemerintah daerah dapat memperoleh Hibah dari
Pemerintah yang bersumber dari APBN. Namun dari proses penerimaan hibah tersebut
terlihat jelas bahwa pada hakikatnya hibah yang dilaksanakan merupakan perjanjian dari
pihak luar negeri dalam hal ini UAE dengan pemerintah kota Solo. Dimulai dari bagaimana
hibah tersebut diperoleh yaitu atas dasar permintaan dari Walikota Solo yang kemudian
dikabulkan oleh UAE.

Untuk itu, seharusnya ada mekanisme pengawasan untuk penerimaan hibah yang
lebih komprehensif terutama untuk pemerintah daerah. Hal tersebut diperlukan untuk
menghindari terjadinya konflik kepentingan atau hal-hal kontingensi lain yang belum dapat
terlihat saat ini. Uang tunai senilai 15 juta USD bukanlah nilai yang sedikit untuk dapat
dikatakan harga wajar sebuah hubungan baik. Perlu adanya mekanisme pengawasan dan
pemeriksaan agar tidak ada kesewenang-wenangan Pemerintah Daerah dalam menerima dan
mengelola dana hibah salah satunya melalui peran Kementerian Keuangan dalam hal ini
sudah ada dalam mekanisme yang ada. Sehingga Kementerian Keuangan c.q DJPPR tidak
hanya sekedar menjadi perantara dalam aliran dana hibah dari luar negeri ke pemerintah
daerah.

Kesimpulan
Dalam rangka peningkatan transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah, maka
mekanisme prosedur penganggaran untuk pemberian hibah dan bantuan sosial harus
memperhatikan asas manfaat, keadilan dan kepatutan. Meningkatkan akuntabilitas dalam
pengelolaan belanja hibah dan belanja bantuan sosial, dilakukan dengan menyusun kembali
peraturan yang digunakan, sebagai pedoman oleh pemerintah daerah dalam mengelola
belanja hibah dan belanja bantuan sosial. Untuk merealisasikan pengaturan dana hibah dan
bantuan sosial, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut,
pengaplikasian akuntansi sektor publik sangat mendesak dilakukan sebagai alat untuk
melakukan transparansi dalam mewujudkan akuntabilitas publik untuk mencapai good
governance. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah,
penyaluran hibah dalam bentuk uang yang bersumber dari hibah luar negeri dilakukan
melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD, pembayaran langsung, rekening khusus,
letter of credit (L/C), atau pembiayaan pendahuluan.

Untuk mengatasi potensi permasalahan yang terjadi, beberapa area yang perlu
menjadi perhatian pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Melakukan sosialisasi, edukasi dan juga pendampingan kepada pemerintah


daerah terkait penerimaan hibah luar negeri agar tidak ada pemerintah daerah
yang mengambil keputusan secara langsung terkait penerimaan hibah luar negeri.
2. Pemberian sanksi yang tegas kepada pemerintah daerah yang melanggar regulasi
terkait penerimaan hibah luar negeri sebagai pembelajaran bagi pemerintah
daerah yang lain untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.
3. Melakukan monitoring dan evaluasi terkait pengelolaan dana hibah luar negeri
pada penerima pemerintah daerah untuk memastikan bahwa dana hibah tersebut
digunakan untuk mencapai tujuan semestinya, tidak hanya untuk operasional saja.
Daftar Pustaka

Kementerian Keuangan. (2015). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


84/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri

Kementerian Keuangan. (2011). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang


Mekanisme Pengelolaan Hibah. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 763.

Kementerian Keuangan. (2011). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman d

Kementerian PPN/Bappenas. (2011). Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan


Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tanggal 24
Oktober 2011 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan, dan
Evaluasi Kegiatan yang dibiayai dan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah. Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 761.

Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5202.

Sianturi, H. (2017). Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Pengelolaan Dana Hibah Dan Bantuan
Sosial Berdasarkan Perspektif Keuangan Negara. Jurnal Wawasan Yuridika, 1(1), 86-105.

Anda mungkin juga menyukai