Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Otonomi Daerah telah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi daerah untuk


mengoptimalkan pengelolaan potensi yang ada di daerah. Perubahan yang cukup fundamental
terjadi di dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan konsep otonomi
daerah yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang Nomor 25 Tahun
1999 jo Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Situasi ini tentunya secara langsung mempengaruhi segala
aspek kehidupan di daerah yang mempunyai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui
Otonomi Daerah ini seluruh perangkat daerah termasuk di dalamnya pengelola keuangan
mempunyai peran dalam mendukung kegiatan yang ada, dalam rangka menggerakkan
perekonomian daerah.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemerintahan
Daerah, maka pemberian otonomi secara utuh ditujukan Pada daerah kabupaten dan kota.
Guna mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata,
dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah yang secara proporsional, diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Sedangkan sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri atas PMP,
dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan daerah yang sah. Sumber
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PMP) seperti tersebut di atas, merupakan sumber
keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian,
sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PMP) akan menjadi tulang punggung
pembiayaan pembangunan di daerah. Untuk itu, pemerintah daerah harus benar-benar
mengupayakan secara optimal untuk menggali semua potensi yang dimiliki dan
meningkatkan penerimaan PMPnya. Dalam era Otonomi Daerah, penerimaan laba dari
perusahaan daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PMP) yang cukup
potensial untuk dikembang, terutama keberadaan Bank Papua sebagai salah satu BUMD
milik pemerintah daerah. Untuk dapat memberdayakan Bank Papua di Provinsi Papua yang
perlu mendapat perhatian adalah masalah keuangan, personalia dan pengawasan.
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua merupakan suatu kesatuan yang tidak
terlepas dengan perekonomian daerah. Hubungan ini terlihat dari nama daerah asal yang
selalu melekat pada tempat BPD didirikan. Lahirnya BPD Papua difungsikan sebagai agen
pendorong pembangunan di daerah (regional agent of development). BPD Papua diarahkan
untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian, dan kegiatan ekonomi
lainnya melalui aktivitasnya sebagai lembaga intermediasi dalam rangka pembangunan
daerah. BPD Papua dituntut tetap memainkan peran dalam memberikan fasilitas dana
pembangunan daerah, baik proyek investasi maupun modal kerja. Namun, di sisi lain, sebagai
bagian dari kebijakan perbankan nasional, BPD Papua juga wajib mengikuti regulasi yang
ditentukan Bank Indonesia (BI). Keberadaan BPD yang didirikan di daerah-daerah tingkat I
(satu) memiliki relasi yang sangat erat dengan pemerintah daerah (PEMDA) relasi ini terkait
fungsinya sebagai “kasir” untuk mencairkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Sehingga, BPD memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan kelompok bank
lainnya, dimana sebagian besar dana pihak ketiga merupakan dana milik pemda berupa giro
pemerintah. Dalam kaitannya dengan pengelolaan Dana PEMDA yang ada di bank papua
maka dapat dilihat dalam APBD yang terdiri atas 3 bagian yaitu Pendapatan Daerah, Belanja
Daerah dan Pembiayaan Daerah.
Bank Papua merupakan bank umum yang hanya bergerak dalam perbankan
konvensional, dengan memiliki 3 (tiga) kegiatan operasi utama, yaitu penghimpunan dana,
penyaluran dana, serta jasa dan layanan lainnya. Bank Papua senantiasa melakukan inovasi
guna memenuhi kebutuhan nasabah dengan menitikberatkan pada kualitas layanan, daya
saing produk, jasa perbankan yang mengikuti perkembangan produk inovatif yang berbasis
teknologi. Hal ini bertujuan untuk memberikan solusi kepada nasabah dalam memperoleh
layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhannya. Penghimpunan Dana Penghimpunan
Dana yang dilakukan oleh Bank Papua, dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu penghimpunan
dana yang berasal dari masyarakat (Non Bank) dan penghimpunan dana berasal dari bank
lain. Dana Pihak Ketiga diperoleh dari masyarakat, baik sebagai individu, perusahaan,
pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah atau
valuta asing. Bank Papua menghimpun dana pihak ketiga melalui produk yang terdiri dari
Tabungan, Giro dan Deposito.
Berikut ini disajikan kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga Non Bank di tahun
2021, 2020 dan 2019 sebagai perbandingan

Selama tahun 2021 total DPK yang berhasil dihimpun oleh bank Papua adalah sebesar
Rp20.784.617 juta mengalami kenaikan 2,12% dari tahun sebelumnya Rp20.353.759 juta.
pertumbuhan yang signifikan terlihat pada produk tabungan dengan kenaikan mencapai
8,14%. Perkembangan selama tiga tahun terakhir dapat terlihat pada grafik berikut

Giro merupakan simpanan yang dapat ditarik sewaktu-waktu menggunakan surat


berharga berupa cek/ bilyet giro/surat pembayaran lainnya, serta dapat melakukan
pemindahbukuan, dan uang yang terdapat dalam giro dapat berupa mata uang asing. Produk
ini merupakan simpanan Dana Pihak Ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro dan sarana perintah pembayaran lainnya sesuai
ketentuan yang telah ditetapkan. Berikut disampaikan kinerja penghimpunan Dana Pihak
Ketiga Bank Papua melalui produk Giro di tahun 2021 dan perbandingannya. Jumlah dana
giro yang berhasil dihimpun pada tahun 2021 sebesar Rp9.028.754 juta, turun 2,30%
dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar Rp9.241.367 juta. penurunan ini diakibatkan oleh
adanya kebutuhan konsumtif, pencairan dana untuk biaya operasional atau adanya
pemotongan kredit nasabah.
Kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari produk Giro tak lepas dari pergerakan
jumlah nasabah pada produk ini, yang terdiri dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, Swasta, Pemerintah Lainnya, serta nasabah Lainnya

Sebagaimana produk simpanan nasabah, Giro Bank Papua juga memberikan suku
bunga yang menarik. Tingkat suku bunga untuk beberapa jenis produk Giro yang berlaku
pada tahun 2021 sebagaimana tersaji dibawah ini :
Tujuan penyertaan modal daerah Pemerintah Provinsi pada PT. Bank Pembangunan
Daerah Papua dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan dari bank yang
merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sehingga dapat tumbuh dan berkembang
secara sehat sehingga mampu menopang laju percepatan pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan, mendukung pembangunan ekonomi
kerakyatan serta dalam rangka mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera. Peraturan
Daerah tentang Penyertaan Modal Daerah mencakup antara lain terkait dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua yang diatur dalam bentuk alokasi
anggaran dalam kurun waktu tertentu guna pemenuhan setoran modal pada Bank dan
perkembangan penyertaan modal daerah yang dilaporkan setiap tahun dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Berdasarkan pertimbangan di atas dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan maka diperlukan Peraturan Daerah yang menjadi dasar
hukum pelaksanaan penyertaan modal daerah. Hal ini tercantum dalam Peraturan Daerah
Provinsi Papua Nomor 22 Tahun 2013 Tentang ; PENYERTAAN MODAL DAERAH PEMERINTAH

PROVINSI PAPUA KEPADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH PAPUA. Dengan Peraturan Daerah ini
Pemerintah Provinsi melakukan penyertaan modal kepada Bank dalam undang- undang Pasal
3 yaitu tentang :
(1) Penyertaan modal Pemerintah Provinsi sebanyak 51% (lima puluh satu perseratus)
dari modal dasar sebesar Rp.4.000.000.000.000,00 (empat trilyun rupiah) atau
sebesar Rp.2.040.000.000.000,00 (dua trilyun empat puluh milyar rupiah) yang
berupa saham seri A.
(2) Penyertaan modal Pemerintah Provinsi Papua sebesar 75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari Rp.2.040.000.000.000,00 (dua trilyun empat puluh milyar rupiah)
atau sebesar Rp.1.530.000.000.000,00 (satu trilyun lima ratus tiga puluh milyar
rupiah).
(3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunai, yang
bersumber dari APBD.

Dalam Pasal 4 ayat ;


(1) Jumlah penyertaan modal Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) yang telah ditempatkan sampai dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp.
168.605.000.000,- (seratus enam puluh delapan milyar enam ratus lima juta rupiah).
(2) Jumlah kekurangan penyertaan modal Pemerintah Provinsi sebesar Rp.
1.871.395.000.000,- (satu triliun delapan ratus tujuh puluh satu milyar tiga ratus
sembilan puluh lima juta rupiah) disisihkan dari APBD sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah atau sesuai keputusan RUPS.
(3) Pemenuhan penyertaan modal Pemerintah Provinsi Papua sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(4) Pelaksanaan penyertaan modal Pemerintah Provinsi kepada PT. Bank Papua
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap tahun diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pemegang Saham adalah individu atau badan hukum secara sah tercatat
sebagai pemilik saham dalam Daftar Pemegang Saham Perusahaan. Sebagai pemilik
modal, pemegang saham melaksanakan hak dan tanggung jawabnya atas dasar prinsip
kewajaran (fairness) sesuai Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Provinsi Papua bertindak sebagai pemegang saham utama dari Bank Papua
dengan kepemilikan 21,10% saham atau 107.721 lembar saham. Sedangkan 42
pemerintah kabupaten atau kota se -Tanah Papua memiliki besaran saham beragam, yang
totalnya 59,77%. Sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD), saham Bank Papua terbagi
ke dalam 2 (dua) jenis saham yaitu:
Selain itu fenomena Pandemi Covid - 19 tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap
kinerja Bank Papua. Berdasarkan fenomena yang ada di atas maka penulis mencoba untuk
melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGELOLAAN DANA
PEMERINTAH DAERAH DAN KINERJA KEUANGAN PT BANK PAPUA”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah Pada PT Bank Papua?
2. Bagaimana Kinerja Keuangan PT Bank Papua?
3. Bagaimana Kontribusi Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah terhadap Kinerja PT
Bank Papua?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu hal yang akan dicapai dalam suatu kegiatan,
dan setiap penelitian haruslah memiliki arah dan tujuan yang jelas. Adapun tujuan dalam
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah Pada PT Bank Papua
2. Menganalisis Kinerja Keuangan PT Bank Papua
3. Menganalisis Kontribusi dari Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah
terhadap Kinerja Keuangan PT Bank Papua

1.1 Kegunaan Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan penulis dengan dilakukannya penelitian ini
adalah:
1. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi pemikiran yang positif
dan membangun bagi pemecahan masalah praktis yang berkaitan dengan judul
penelitian.

2. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta memperluas
wawasan penulis dalam masalah yang ada.

3. Secara Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi
pengembangan pengelolaan dana pemerintah dan kinerja keuangan bank papua
maupun bank pembangunan daerahm lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)  

Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi


muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain
(agent) untuk melakukan suatu kegiatan dan kemudian mendelegasikan 
wewenang pengembalian keputusan tersebut kepada agen tersebut. Dalam
hubungan prinsipal (masyarakat) dan Agen (manajemen Perbankan) pada
perusahaan perbankan dipengaruhi dengan keberadaan regulator yaitu
pemerintah melalui BI. Hal tersebut menjadi besar bahwa prinsipal
memberikan tanggungjawab kepada agen sesuai dengan kontrak kerja yang
telah disepakti sesuai dengan kebijakan yang disahkan oleh regulator dalam
hal ini BI. Dengan adaanya struktur modal yang kompleks didalam perbankan
maka paling sedikit ada tiga hubungan keagenan yang dapat menimbulkan
asimetri informasi yaitu : (1) Hubungan antara deposan, Bank dan regulator,
(2) Hubungan pemilik, manjer dan regulator, (3) Hubungan antara peminjam
(borrowers), manajer dan regulator. 

Dalam teori keagenan terdapat dua pihak yang melakukan


kesepakatan atau kontrak, yakin pihak yang memberikan kewenangan yang
disebut pricipal dan pihak yang menerima kewenangan yang disebut agent
(Meckling, 1976). Hubungan nasabah dengan Pihak bank dapat dikatakan
sebagai hubungan keagenan, yaitu hubungan yang timbul karena adanya
kontrak yang ditetapkan oleh nasabah (principal) yang mengunakan pihak
bank (agent) untuk menyediakan jasa yang menjadi kepentingan nasabah. 
2.2. Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi


perencanaaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan daerah (Adisasmita, 2011). Pengelolaan keuangan daerah
dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam anggaran
daerah yang disebut APBK, yakni rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRK, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah terdiri dari tiga tahap yakni: Perencanaan,
merupakan proses untuk menentukan apa yang akan dilaksanakan dan target kinerja
yang akan dicapai dalam program dan kegiatan yang dijabarkan secara rinci dalam
bentuk anggaran; pelaksanaan adalah proses penyelenggaraan atas semua rencana
yang telah ditetapkan dan pembiayaannya telah dirinci dalam dokumen anggaran,
termasuk didalamnya pencatatan dan pertanggungjawaban atas semua aktifitas yang
telah dilaksanakan; dan pengawasan/pengendalian adalah proses penilaian, koreksi
dan evaluasi atas semua pelaksanaan yang sedang dan telah berlangsung (Mahmudi,
2009). Menurut (Adisasmita, 2011), keuangan daerah dikelola dengan menggunakan
empat prinsip, yaitu prinsip kemandirian, prioritas, efisiensi, efektivitas dan
ekonomis, dan disiplin anggaran.

2.3. Kinerja Keuangan Bank


Penilaian kinerja terhadap pengelolaan keuangan suatu usaha perbankan
dapat diukur dengan beberapa cara, yang salah satunya adalah dengan
menggunakan metode analisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan
merupakan suatu studi terhadap saling hubungan dari rekening-rekening didalam
laporan keuangan baik hubungan structural maupun kecenderungannya terhadap
laporan keuangan bank.
Analisis Kinerja Keuangan Bank didasarkan pada data-data yang berasal
dari laporan keuangan yang disusun dengan menggunakan alat analisa.. Analisa
rasio digunakan untuk mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas, rentabilitas,
profitabilitas, dan efisiensi bank. Pada hakekatnya laporan keuangan menyediakan
informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomis
bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Agar dapat membantu proses pengambilan
keputusan tersebut, laporan keuangan perlu dianalisis dan diinterpretasikan.
Pengertian analisis laporan keuangan menurut (Bernstein, 1989) adalah
sebagai berikut: “ Financial Statement Analysis is the judgement
process which aims to evaluate the curven tan the past position and the results of
operation of an Enterprise, with the primary objective of determining the best
possible estimate and prediction about future conditions and performance.”
Menurut pengertian ini, analisis laporan keuangan merupakan suatu proses
untuk menilai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang
dan masa lampau, dengan tujuan untuk menaksir dan meramalkan kondisi dan
kinerja perusahaan di masa datang. Jadi, pada dasarnya analisis laporan keuangan
adalah menghubungkan angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan
dengan angka lain atau menjelaskan perubahan- perubahan/trend yang terjadi.
Berdasarkan pernyatan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa
analisis laporan keuangan bank merupakan penelaahan atas hubungan-hubungan
angka-angka dalam laporan keuangan dengan angka lain dan perubahan-
perubahannya untuk menentukan keadaan atau posisi keuangan dan hasil.
Perkembangan bank yang bersangkutan. Agar hasil analisis laporan keuangan
dapat memberikan informasi yang optimal dan diperoleh prosedur kerja yang
efisien dan terarah, amka sebelum melakukan analisis laporan keuangan terlebih
dahulu harus ditentukan tujuan yang akan dicapai dari analisis tersebut.
Kinerja bank pada umumnya diukur dengan menggunakan indikator
tingkat kesehatan bank sebagai ukuran kinerja (Lukviarman, 2008).
Dalam hal ini kinerja suatu bank diukur dengan menggunakan lima indikator
penilaian mencakup Capital, Assets, Management, Earnings, Liquidity, dan
Sensitivity to Risk Market yang lebih dikenal sebagai analisis CAMELS. Empat
dari enam aspek tersebut yaitu Capital, Assets, Earnings, Liquidity menggunakan
rasio-rasio keuangan tradisional untuk mengukur kinerja dan kesehatan bank.
Penggunaan analisis CAMELS tersebut tidak lepas dari Bank Indonesia selaku
regulator yang telah mengeluarkan ketentuan tentang penilaian tingkat kesehatan
bank melalui Surat Edaran BI Nomor 26/BPPP/1993 tanggal 23 Mei 1993.
Pendekatan lain untuk mengukur kinerja bank adalah dengan
menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan bila bank yang
bersangkutan telah menjual sahamnya di pasar modal dapat dilengkapi dengan
Market Value Added (MVA). EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa
(residual income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi.
Sedangkan MVA adalah selisih antara Market Value of Capital. Sehingga dapat
dikatakan sebagai total economic surplus perusahaan (Siagian, 2006)
Penelitian ini tidak menggunakan analisis CAMELS dan EVA maupun MVA
sebagai alat pengukuran kinerja, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Hal ini dikarenakan CAMELS menilai kinerja perbankan dengan pendekatan
kesehatan bank dan EVA maupun MVA dengan pendekatan nilai tambah
ekonomi, sementara penelitian ini menggunakan pendekatan efisiensi dengan

2.4. Pengertian Bank Pembangunan Daerah


Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan
penting dalam perekonomian suatu negara, yaitu sebagai lembaga intermediasi
antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus) dengan pihak yang
kekurangan dana (deficit). Fungsi bank sebagai intermediasi ini merupakan mata
rantai dalam melakukan bisnis yang berkaitan dengan penyediaan dana sebagai
investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis dalam melaksanakan fungsi
produksi. Di Indonesia, perbankan mempunyai pangsa pasar sebesar 80% dari
keseluruhan system keuangan yang ada. Besarnya peranan perbankan di Indonesia
maka perlu dilakukan evaluasi kinerja yang memadai (Abidin, 2007).
Kinerja perbankan nasional di Indonesia sampai saat ini menunjukkan
perkembangan yang positif, namun indikator yang menandakan efisiensi bank
dalam kegiatan operasionalnnya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi.U
Salah satu rasio yang mencerminkan tingkat kinerja bank di tunjukkan oleh rasio
Biaya Operasional dibandingkan Beban Operasional (BOPO). Rasio ideal BOPO
beerkisar antara 70%-80% sementara rasio BOPO perbankan di Indonesia maih
menunjukkan angka diatas 80% yang berarti bahwa perbankan di Indonesia belm
efisien. Keadaan ini menempatkan efisiensi sebagai isu penting dalam dunia
perbankan di Indonesia. Sebagai lembaa intermediasi, dunia perbankan harus
bertindak rasional dan efisiensi merupakan salah satu kata kunci yang harus selalu
diprhatikan (Wardana, 2013).
Bank pembangunan Daerah (BPD) merupakan salah satu kelompok
lembaga keuangan yang turut berperan dalam menggerakkan perekonomian
daerah dengan mendukung pembiayaan pembangunan di daerah. Dalam rangka
mendukung pembiayaan pembangunan daerah serta memperkuat fungsinya
sebagai lembaga intermediasi, BPD harus dapat meningkatkan efisiensi dalam
melakukan operasionalnya. Oleh karena itu, analisis efisiensi Bank Pembangunan
Daerah perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi serta selanjutnya
mengambil tindakan perbaikan agar BPD dapat menjalankan fungsinya sebagai
lembaga intermediasi dengan teknik DEA sebagai ukuran kinerja perbankan di
Indonesia.

2.1 Penelitian Terdahulu


Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka penulis mencantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu ini dimaksud untuk menggali
dan menambah informasi tentang Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah yang
berhubungan dengan Kinerja Keuangan Bank Daerah. Adapun Penelitian terdahulu yang
penulis jabarkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian

I B Nyoman Kesumayuda, Analisis Faktor Internal Dan Hasil analisis data disimpulkan
1. Made Suyana Utama2, Eksternal Yang bahwa faktor internal
Purbadharmaja3, (2016). berpengaruh positif signifikan
Mempengaruhi Kinerja
terhadap kinerja keuangan dan
Keuangan Bank negatif signifikan terhadap
Pembangunan Daerah Di factor risiko. Faktor eksternal
dan faktor risiko berpengaruh
Indonesia Periode 2010 –
negatif signifikan terhadap
2013. kinerja keuangan. Faktor
eksternal berpengaruh positif
signifikan terhadap faktor risiko
bank, serta ada pengaruh tidak
langsung faktor internal dan
faktor eksternal bank terhadap
kinerja keuangan BPD di
Indonesia melalui mediasi faktor
risiko bank.
2. Herna Maulizar, M. Pengaruh Penyertaan Modal Berdasarkan hasil penelitian
Rasyidin dan Sri Wahyuni Pemerintah Daerah Terhadap maka dapat diambil kesimpulan
(2017) Kinerja Keuangan Bank sebagai berikut ; 1. Pengujian
Aceh secara parsial menunjukkan
bahwa Penyertaan Modal
Pemerintah Daerah memiliki
pengaruh signifikan dan positif
terhadap kinerja keuangan PT
Bank Aceh. 2. Pengujian secara
parsial menunjukkan bahwa
Return On Asset (ROA)
mempunyai pengaruh Pengaruh
Penyertaan Modal Pemerintah
Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan Bank Aceh signifikan
dan positif terhadap kinerja
keuangan PT Bank Aceh. 3.
Pengujian secara parsial
menunjukkan bahwa Return On
Equity (ROE) mempunyai
pengaruh signifikan dan positif
terhadap pengalokasian kinerja
keuangan PT Bank Aceh. 4.
Penyertaan Modal Pemerintah
(PMP) Daerah, Return On Asset
(ROA) dan Return On Equity
(ROE) secara simultan
berpengaruh signifikan dan
positif terhadap pengalokasian
kinerja keuangan, dengan
koefisien determinasi 69,7% dan
selebihnya 30,3% dipengaruhi
oleh faktor lain diluar model
penelitian ini.

3 Erlangga C. J. Poluan2 Kajian Yuridis Penyertaan Penyertaan


Dalam Penelitian ini
(2015) Modal PemerintahAJIAN Modal Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah Pada PT pada PT Bank Sulut yakni:
Bank Sulut GO1 saham Bank Sulut.
Pemkab/Pemkot di Sulut
15,20%, Pemkab/Pemkot di
Gorontalo 17,30%, Koperasi
Karyawan 5,54%, dan PT
Mega Corpora 24,99%.
Modal disetor pemegang
saham bisa mencapai Rp. 550
miliar hingga Rp. 600 miliar
pada akhir tahun ini. 2.
Fungsi dan Peran Prinsip
Good Corperate Governance
(GCG) di dalam PT Bank
Sulut, meliputi Prinsip
Keterbukaan; Prinsip
Akuntabilitas; Prinsip
Tanggung jawab; Prinsip
Independensi; dan Prinsip
Kewajaran; sangat tepat
apabila di terapkan dalam
industri perbankan. Falsafah
perbankan harus dapat
menjaga keserasian antara
prinsip pengelolaan bank dan
kepentingan berbagai pihak
yang di landasi prinsip
pengelolaan perbankan;
prinsip kewajiban perbankan;
prinsip etika perbankan. 3.
Kegiatan PT Bank Sulut di
dalam Pengelolaan kegiatan
perbankan selain
menghimpun dana dari
masyarakat luas dalam bentuk
simpanan dapat pula
berbentuk penyaluran kredit.
Kegiatan PT Bank Sulut pada
dasarnya dapat meningkatkan
kesejahteraan di dalam
pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan daerah.

4 Tessar Pahlevi Nugroho, Konsistensi Pengaturan Batas Hasil dari penelitian adalah
Siti Hamidah , Amelia Sri Maksimal Penyertaan Modal kewenangan dalam mengatur
Kusumadewi (2021). Pada Bank Pembangunan dan mengawasi lembaga
Daerah (BPD) Sebagai keuangan termasuk perbankan
Perseroan Daerah Oleh merupakan kewenangan yang
Pemerintah Daerah. dimiliki oleh OJK. Sehingga
POJK adalah bentuk lex
spesialis dari PP BUMD sebagai
lex generalis. Dengan adanya
dominasi kepemilikan bank oleh
satu pihak berkaitan erat dan
berhubungan negative dengan
tata kelola perbankan.

5 Sekertariat Daerah Penyertaan Dan Penambahan Hibah pemerintah pusat yang


Kabupaten Situbondo Penyertaan Modal Pada kemudian menjadi Barang Milik
(2020) Perusahaan Umum Daerah Daerah dengan bentuk Jaringan
Air Minum (PDAM) Tirta Induk Distribusi Kapasitas
Baluran Kabupaten Sedang Satker Pengembangan
Situbondo. Sistem Penyediaan Air Minum
akan kompatibel untuk
dioperasionalisasikan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum
Tirta Baluran Kabupaten
Situbondo, sehingga diperlukan
peralihan status dari kekayaan
daerah yang tidak dipisahkan
menjadi kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan menjadi modal
Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Tirta Baluran Kabupaten
Situbondo. 2. Mengingat modal
BUMD merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan, maka
mekanisme penyertaan modal
merupakan salah satu pilihan
paling rasional atas perubahan
status barang milik daerah yang
didapatkan dari hibah
pemerintah pusat untuk
dijadikan modal pada
Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Tirta Baluran Kabupaten
Situbondo, dengan
penetapannya melalui peraturan
daerah.

6 Dian Yudo Palupi, Farida Analisis Peluang Penyertaan Dari keseluruhan analisis dapat
Ratna Dewi, R. Dikky Modal Pemerintah Daerah disimpulkan bahwa penanaman
Indrawan (2011) Kota XYZ pada PT Bank investasi jangka panjang
Jawa Barat dan Banten (Bank maupun jangka pendek layak
BJB). dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kota XYZ.

7 Henrikus Triyanto (2016) Pengaruh Penyertaan Modal Hasil penelitian menunjukkan


Daerah, Produk Domestik (1) penyertaan modal derah
Regional Bruto, Dan Jumlah tidak berpengaruh signifikan
Penduduk Usia Produktif terhadap pendapatan asli daerah;
Terhadap Pendapatan Asli (2) produk domestik regional
Daerah Pada Kabupaten/Kota bruto berpengaruh positif dan
Di Kalimantan Barat signifikan terhadap pendapatan
asli daerah; (3) jumlah
penduduk usia produktif
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pendapatan
asli daerah pada kabupaten/kota
di Kalimantan Barat

8 Wahyu Maizal (2014) Tinjauan Hukum Penyertaan Kesimpulan yang dapat penulis
Modal Daerah Pada BUMD ambil dari penelitian ini adalah:
dalam meningkatkan Pemerintah berkedudukan
Pendapatan Asli Daerah sebagai pemegang saham dalam
(PAD) Daerah Kabupaten permodalan
Luwu Timur BUMD, Pemerintah Daerah
memiliki kewenangan dan
kekuasaan dalam
menetapkan kebijakan BUMD.
BAB III
METODOLOGI

3.1. Lokasi Penelitian


Penelitian ini bertempat di Bank Papua Kantor Pusat Cabang Utama
Jayapura yang berlokasi di Jl. A. Yani No. 5-7, Jayapura Provinsi Papua.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian


. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
sudah dipublikasi berupa laporan keuangan yang tertuang dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan Bank Papua setiap tahunnya dibulan
April/Mei.

3.3. Metoda Analisis Data


Pendekatan yang digunakan yakni terdiri dari dua bagian yakni analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif merupakan penelitian terhadap
masalah keuangan daerah yang berupa fakta-fakta terkini dari laporan keuangan yang
ada. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current
status dari subjek yang diteliti.
Untuk menjawab pengelolaan dana pemerintah daerah dengan menggunakan
analisis kuantitatif yakni dengan pendekatan rasio. Analisis selanjutnya yakni dengan
menggunakan pendekatan induksi dan deduksi. Pendekatan induksi dengan melihat
fakta yang ada kemudian melakukan analisis dengan dukungan teori yang ada untuk
menguraikan dan mengambil kesimpulan dari argumentasi yang diberikan.
Sedangkan, pendekatan deduksi melihat dari argumentasi yang diberikan untuk
mendapat suatu rumusan dan rancangan program strategi pengelolaan dana
pemerintah daerah dan kinerja Bank Papua. Selanjutnya untuk mendapatkan fakta
kinerja keuangan Bank Papua yakni dengan menggunakan rasio – rasio untuk
mengukur kinerja keuangan Bank Papua.
3.1. Rasio keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan aktivitas untuk menganalisis
analisis untuk Rasio Keuangan yang digunakan oleh Bank Papua unutk
menganalisis laporan keuangan dengan cara membandingkan satu akun
dengan akun yang lainnya yang ada dalam laporan keuangan, perbandingan
tersebut bisa antar akun dalam laporan keuangan neraca maupun rugi laba.
Analisis rasio keuangan ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan
diantara akun-akun dalam laporan keuangan, baik dalam neraca maupun
dalam laporan laba rugi. Analisis rasio keuangan menggambarkan suatu
hubungan dan perbandingan antara jumlah satu akun dengan jumlah akun
yang lain dalam laporan keuangan.
Dengan menggunakan metode analisis seperti berupa rasio ini akan
dapat menjelaskan atau memberikan gambaran tentang baik buruknya
keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan (Sujarweni, 2017:109). b.
Bentuk-bentuk Rasio Keuangan Berdasarkan Sumbernya Bentuk-bentuk
rasio keuangan berdasarkan sumbernya, maka rasio-rasio dapat
digolongkan dalam 3 golongan, yaitu :
a) Rasio-rasio neraca, yaitu rasio-rasio yang bersumber dari akun akun
neraca.
b) Rasio-rasio laporan laba-rugi, yaitu rasio-rasio yang bersumber dari
Income Statement.
c) Rasio-rasio antar laporan, yaitu rasio-rasio yang berasal baik
bersumber dari Income Statement / Laporan laba rugi (Sujarweni,
2017:110).

3.1.2. Rasio Profitabilitas


Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva,
mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungan dengan penjualan aktiva maupun laba dan modal sendiri.
Rentabilitas rasio terdiri dari :

a. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor), merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur perbandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga
Pokok Penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba
kotor yang dapat dicapai dari jumlah Nilai standar tingkat kesehatan bank
menurut BI untuk GPM yaitu (Endah Tri Lestari, 2013 : 06).

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :

b. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih), merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume
penjualan. Menurut ketentuan PBI No.15/7/PBI/2013 berlaku sejak 1 Oktober
2013 tingkat penilaian kesehatan Rasio Rentabilitas bank pada NPM yaitu
dengan score minimal 3,92% (Afriyeni, Mila Mirza, 2018 : 07).
Rasio laba bersih ini semakin besar akan semakin baik, tapi hal ini
belum dapat dijadikan sebagai dasar ukuran yang baik, sebab laba yang
diperoleh tersebut juga harus dibandingkan dengan besarnya jumlah dana yang
digunakan untuk memperoleh laba tersebut (Afriyeni, Mila Mirza, 2018 : 08).
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:
c. Rate of Return an Total Assets/ROA, merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan
aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. Nilai standar tingkat kesehatan
bank menurut BI untuk ROA yaitu (Endah Tri Lestari, 2013 : 06).

Menurut ketentuan PBI No.15/7/PBI/2013 berlaku sejak 1 Oktober


2013 tingkat penilaian kesehatan Rasio Rentabilitas bank pada ROA yaitu
dengan score minimal 5,08% (Afriyeni, Mila Mirza, 2018 : 04). Rasio ini
dapat dihitung dengan rumus yaitu :

d. Rate or Return for the Owners (Rate of Return on Net Worth)


merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari
modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham,
baik saham biasa maupun saham preferen. Nilai standar tingkat kesehatan bank
menurut BI untuk ROE yaitu (Endah Tri Lestari, 2013 : 06).
Menurut ketentuan PBI No.15/7/PBI/2013 berlaku sejak 1 Oktober
2013 tingkat penilaian kesehatan Rasio Rentabilitas bank pada ROE
yaitu dengan score minimal 8,32% (Afriyeni, Mila Mirza, 2018 : 06).
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

e. Return On Sales Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk


menampilkan tingkat keuntungan perusahaan setelah pembayaran biaya -
biaya variabel produksi. Rasio ini menunjukkan presentase besarnya
penjualan untuk memperoleh keuntungan. Rasio profit margin sangat
menentukan keberhasilan usaha dan ditentukan oleh kondisi industri dan
langsung mempengaruhi laba usaha (efisiensi usaha) (Wahyu Ramadhani
Watimena, Azhari : 2006 :79). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus
yaitu:

f. Return On Capital Employed Ratio merupakan rasio yang digunakan


dalam bidang keuangan, penilaian dan akuntansi. Rasio ini dihitung
dengan membagi laba usaha setelah pajak (NOPAT) dengan nilai buku
dari modal yang diinvestasikan. Return On Capital Employed
menunjukkan efektifitas usaha selama periode. Semakin tinggi ROCE
berarti semakin baik efektifitas usaha bisnis itu. (Wahyu Ramadhani
Watimena, Azhari : 2006 :79). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus
yaitu :
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2007). Kinerja Efisiensi Pada Bank Umum. 2.

Adisasmita, R. (2011). Pengelolaan Pendapatan & Anggaran Daerah.

Bernstein, L. A. (1989). Pengertian Analisis Laporan Keuangan.

https://www.coursehero.com/

Kasmir. (2008). Analisis Laporan Keuangan PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Lukviarman, V. R. P. N. (2008). Pengukuran Kinerja Bank Komersial Dengan Pendekatan

Efisiensi : Studi Terhadap Perbankan Go-Public Di Indonesia. 12.

Mahmudi. (2009). Reformasi Keuangan Negara dan Daerah Di Era Otonomi.

Meckling, M. J. W. (1976). Theory of the firm : Managerial behavior, agency costs and

ownership structure. Journal of Financial Economics, 3, 305–360.

Pratama, W. P. (2020). Ini 3 Risiko Perbankan Akibat Pandemi Covid-19.

https://finansial.bisnis.com/read/20200610/90/1250751/ini-3-risiko-perbankan-akibat-

pandemi-covid-19

Siagian, M. S. (2006). Analisis Kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta dengan Metode

EVA dan MVA terhadap Return Saham. Jurnal Akuntansi, 6, 97–104.

Wardana. (2013). Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan Dengan Pendekatan Non Parametik

Data Envelopment Analysis (DEA). http://repository.ub.ac.id/id/eprint/106659

Wilopo, R. (2001). Prediksi Kebangkrutan Bank. 4, 184–198.

http://eprints.perbanas.ac.id/id/eprint/2826

Anda mungkin juga menyukai