Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

1.1. Latar Belakang Penelitian.........................................................................3

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................13

1.3. Tujuan Penelitian.....................................................................................13

1.4. Kegunaan Penelitian................................................................................14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................15

2.1. Kajian Teori.............................................................................................15

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)...................................................15

2.2. Pengelolaan Keuangan Daerah................................................................16

2.3. Kinerja Keuangan Bank..........................................................................17

2.4. Pengertian Bank Pembangunan Daerah..................................................19

2.5. Penelitian Terdahulu................................................................................21

BAB III METODOLOGI.......................................................................................24

3.1. Lokasi Penelitian.....................................................................................24

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian...........................................................24

3.3. Metoda Analisis Data..............................................................................24

3.4. Rasio keuangan........................................................................................25

3.4.1 Rasio Profitabilitas...........................................................................26


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Otonomi Daerah telah memberikan kesempatan seluas-luasnya

bagi daerah untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi yang ada di

daerah. Perubahan yang cukup fundamental terjadi di dalam mekanisme

penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan konsep otonomi daerah yang

tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Situasi ini tentunya secara langsung mempengaruhi segala aspek

kehidupan di daerah yang mempunyai Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Melalui Otonomi Daerah ini seluruh perangkat daerah termasuk di

dalamnya pengelola keuangan mempunyai peran dalam mendukung

kegiatan yang ada, dalam rangka menggerakkan perekonomian daerah.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001

tentang Pemerintahan Daerah, maka pemberian otonomi secara utuh

ditujukan Pada daerah kabupaten dan kota. Guna mendukung

penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata,

dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah yang secara

proporsional, diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan


pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan

daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas

pembantuan. Sedangkan sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi

terdiri atas PMP, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain

penerimaan daerah yang sah. Sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah

(PMP) seperti tersebut di atas, merupakan sumber keuangan daerah yang

digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian, sumber

penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PMP) akan menjadi tulang

punggung pembiayaan pembangunan di daerah. Untuk itu, pemerintah

daerah harus benar-benar mengupayakan secara optimal untuk menggali

semua potensi yang dimiliki dan meningkatkan penerimaan PMPnya.

Dalam era Otonomi Daerah, penerimaan laba dari perusahaan daerah

merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PMP) yang cukup

potensial untuk dikembang, terutama keberadaan Bank Papua sebagai

salah satu BUMD milik pemerintah daerah. Untuk dapat memberdayakan

Bank Papua di Provinsi Papua yang perlu mendapat perhatian adalah

masalah keuangan, personalia dan pengawasan.

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua merupakan suatu

kesatuan yang tidak terlepas dengan perekonomian daerah. Hubungan ini

terlihat dari nama daerah asal yang selalu melekat pada tempat BPD

didirikan. Lahirnya BPD Papua difungsikan sebagai agen pendorong

pembangunan di daerah (regional agent of development). BPD Papua

diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM,


pertanian, dan kegiatan ekonomi lainnya melalui aktivitasnya sebagai

lembaga intermediasi dalam rangka pembangunan daerah. BPD Papua

dituntut tetap memainkan peran dalam memberikan fasilitas dana

pembangunan daerah, baik proyek investasi maupun modal kerja. Namun,

di sisi lain, sebagai bagian dari kebijakan perbankan nasional, BPD Papua

juga wajib mengikuti regulasi yang ditentukan Bank Indonesia (BI).

Keberadaan BPD yang didirikan di daerah-daerah tingkat I (satu) memiliki

relasi yang sangat erat dengan pemerintah daerah (PEMDA) relasi ini

terkait fungsinya sebagai “kasir” untuk mencairkan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD). Sehingga, BPD memiliki ciri khusus yang

membedakannya dengan kelompok bank lainnya, dimana sebagian besar

dana pihak ketiga merupakan dana milik pemda berupa giro pemerintah.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan Dana PEMDA yang ada di bank

papua maka dapat dilihat dalam APBD yang terdiri atas 3 bagian yaitu

Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah.

Bank Papua merupakan bank umum yang hanya bergerak dalam

perbankan konvensional, dengan memiliki 3 (tiga) kegiatan operasi utama,

yaitu penghimpunan dana, penyaluran dana, serta jasa dan layanan

lainnya. Bank Papua senantiasa melakukan inovasi guna memenuhi

kebutuhan nasabah dengan menitikberatkan pada kualitas layanan, daya

saing produk, jasa perbankan yang mengikuti perkembangan produk

inovatif yang berbasis teknologi. Hal ini bertujuan untuk memberikan

solusi kepada nasabah dalam memperoleh layanan keuangan yang sesuai


dengan kebutuhannya. Penghimpunan Dana Penghimpunan Dana yang

dilakukan oleh Bank Papua, dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu

penghimpunan dana yang berasal dari masyarakat (Non Bank) dan

penghimpunan dana berasal dari bank lain. Dana Pihak Ketiga diperoleh

dari masyarakat, baik sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah

tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah atau

valuta asing. Bank Papua menghimpun dana pihak ketiga melalui produk

yang terdiri dari Tabungan, Giro dan Deposito.

Berikut ini disajikan kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga

Non Bank di tahun 2021, 2020 dan 2019 sebagai perbandingan

Selama tahun 2021 total DPK yang berhasil dihimpun oleh bank

Papua adalah sebesar Rp20.784.617 juta mengalami kenaikan 2,12% dari

tahun sebelumnya Rp20.353.759 juta. pertumbuhan yang signifikan

terlihat pada produk tabungan dengan kenaikan mencapai 8,14%.

Perkembangan selama tiga tahun terakhir dapat terlihat pada grafik berikut
Giro merupakan simpanan yang dapat ditarik sewaktu-waktu

menggunakan surat berharga berupa cek/ bilyet giro/surat pembayaran

lainnya, serta dapat melakukan pemindahbukuan, dan uang yang terdapat

dalam giro dapat berupa mata uang asing. Produk ini merupakan simpanan

Dana Pihak Ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro dan sarana perintah pembayaran lainnya

sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Berikut disampaikan kinerja

penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Papua melalui produk Giro di

tahun 2021 dan perbandingannya. Jumlah dana giro yang berhasil

dihimpun pada tahun 2021 sebesar Rp9.028.754 juta, turun 2,30%

dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar Rp9.241.367 juta. penurunan ini

diakibatkan oleh adanya kebutuhan konsumtif, pencairan dana untuk biaya

operasional atau adanya pemotongan kredit nasabah.


Kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari produk Giro tak

lepas dari pergerakan jumlah nasabah pada produk ini, yang terdiri dari

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Swasta, Pemerintah

Lainnya, serta nasabah Lainnya

Sebagaimana produk simpanan nasabah, Giro Bank Papua juga

memberikan suku bunga yang menarik. Tingkat suku bunga untuk

beberapa jenis produk Giro yang berlaku pada tahun 2021 sebagaimana

tersaji dibawah ini :


Tujuan penyertaan modal daerah Pemerintah Provinsi pada PT.

Bank Pembangunan Daerah Papua dimaksudkan untuk memperkuat

struktur permodalan dari bank yang merupakan Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD) sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara sehat

sehingga mampu menopang laju percepatan pertumbuhan ekonomi,

meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan, mendukung

pembangunan ekonomi kerakyatan serta dalam rangka mewujudkan

masyarakat yang semakin sejahtera. Peraturan Daerah tentang Penyertaan

Modal Daerah mencakup antara lain terkait dengan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua yang diatur dalam bentuk

alokasi anggaran dalam kurun waktu tertentu guna pemenuhan setoran

modal pada Bank dan perkembangan penyertaan modal daerah yang

dilaporkan setiap tahun dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Berdasarkan pertimbangan di atas dan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan maka diperlukan Peraturan Daerah yang menjadi

dasar hukum pelaksanaan penyertaan modal daerah. Hal ini tercantum

dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 22 Tahun 2013 Tentang ;


PENYERTAAN MODAL DAERAH PEMERINTAH PROVINSI PAPUA KEPADA PT. BANK
PEMBANGUNAN DAERAH PAPUA. Dengan Peraturan Daerah ini Pemerintah

Provinsi melakukan penyertaan modal kepada Bank dalam undang-

undang Pasal 3 yaitu tentang :

1) Penyertaan modal Pemerintah Provinsi sebanyak 51% (lima puluh

satu perseratus) dari modal dasar sebesar Rp.4.000.000.000.000,00

(empat trilyun rupiah) atau sebesar Rp.2.040.000.000.000,00 (dua

trilyun empat puluh milyar rupiah) yang berupa saham seri A.

2) Penyertaan modal Pemerintah Provinsi Papua sebesar 75% (tujuh

puluh lima perseratus) dari Rp.2.040.000.000.000,00 (dua trilyun

empat puluh milyar rupiah) atau sebesar Rp.1.530.000.000.000,00

(satu trilyun lima ratus tiga puluh milyar rupiah).

3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa

uang tunai, yang bersumber dari APBD.

Dalam Pasal 4 ayat ;


1) Jumlah penyertaan modal Pemerintah Provinsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah ditempatkan sampai

dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 168.605.000.000,-

(seratus enam puluh delapan milyar enam ratus lima juta rupiah).

2) Jumlah kekurangan penyertaan modal Pemerintah Provinsi sebesar

Rp. 1.871.395.000.000,- (satu triliun delapan ratus tujuh puluh satu

milyar tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah) disisihkan dari

APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah atau sesuai

keputusan RUPS.
3) Pemenuhan penyertaan modal Pemerintah Provinsi Papua

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan

kemampuan keuangan daerah.

4) Pelaksanaan penyertaan modal Pemerintah Provinsi kepada PT.

Bank Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap tahun

diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pemegang Saham adalah individu atau badan hukum secara sah

tercatat sebagai pemilik saham dalam Daftar Pemegang Saham

Perusahaan. Sebagai pemilik modal, pemegang saham melaksanakan hak

dan tanggung jawabnya atas dasar prinsip kewajaran (fairness) sesuai

Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Provinsi

Papua bertindak sebagai pemegang saham utama dari Bank Papua dengan

kepemilikan 21,10% saham atau 107.721 lembar saham. Sedangkan 42

pemerintah kabupaten atau kota se -Tanah Papua memiliki besaran saham

beragam, yang totalnya 59,77%. Sebagai Bank Pembangunan Daerah

(BPD), saham Bank Papua terbagi ke dalam 2 (dua) jenis saham yaitu:
Selain itu fenomena Pandemi Covid - 19 tidak terlalu berpengaruh

signifikan terhadap kinerja Bank Papua. Berdasarkan fenomena yang ada

di atas maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul

“ANALISIS PENGELOLAAN DANA PEMERINTAH DAERAH

DAN KINERJA KEUANGAN PT BANK PAPUA”


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah Pada PT Bank Papua?

2. Bagaimana Kinerja Keuangan PT Bank Papua?

3. Bagaimana Kontribusi Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah terhadap

Kinerja PT Bank Papua?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan suatu hal yang akan dicapai dalam suatu

kegiatan, dan setiap penelitian haruslah memiliki arah dan tujuan yang

jelas. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah Pada PT Bank Papua

2. Menganalisis Kinerja Keuangan PT Bank Papua

3. Menganalisis Kontribusi dari Pengelolaan Dana Pemerintah Daerah

terhadap Kinerja Keuangan PT Bank Papua


1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dengan dilakukannya penelitian

ini adalah:

1. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi pemikiran

yang positif dan membangun bagi pemecahan masalah praktis yang

berkaitan dengan judul penelitian.

2. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta

memperluas wawasan penulis dalam masalah yang ada.

3. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan

pemikiran bagi pengembangan pengelolaan dana pemerintah dan kinerja

keuangan bank papua maupun bank pembangunan daerahm lainnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)  

Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi

muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain

(agent) untuk melakukan suatu kegiatan dan kemudian mendelegasikan 

wewenang pengembalian keputusan tersebut kepada agen tersebut. Dalam

hubungan prinsipal (masyarakat) dan Agen (manajemen Perbankan) pada

perusahaan perbankan dipengaruhi dengan keberadaan regulator yaitu

pemerintah melalui BI. Hal tersebut menjadi besar bahwa prinsipal memberikan

tanggungjawab kepada agen sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakti

sesuai dengan kebijakan yang disahkan oleh regulator dalam hal ini BI. Dengan

adaanya struktur modal yang kompleks didalam perbankan maka paling sedikit

ada tiga hubungan keagenan yang dapat menimbulkan asimetri informasi yaitu :

(1) Hubungan antara deposan, Bank dan regulator, (2) Hubungan pemilik,

manjer dan regulator, (3) Hubungan antara peminjam (borrowers), manajer dan

regulator. 

Dalam teori keagenan terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan

atau kontrak, yakin pihak yang memberikan kewenangan yang disebut pricipal

dan pihak yang menerima kewenangan yang disebut agent (Meckling, 1976).

Hubungan nasabah dengan Pihak bank dapat dikatakan sebagai hubungan


keagenan, yaitu hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan

oleh nasabah (principal) yang mengunakan pihak bank (agent) untuk

menyediakan jasa yang menjadi kepentingan nasabah. 

2.2. Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban

dan pengawasan keuangan daerah (Adisasmita, 2011). Pengelolaan keuangan

daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan

dalam anggaran daerah yang disebut APBK, yakni rencana keuangan tahunan

pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah

daerah dan DPRK, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah terdiri dari tiga tahap yakni: Perencanaan,

merupakan proses untuk menentukan apa yang akan dilaksanakan dan target

kinerja yang akan dicapai dalam program dan kegiatan yang dijabarkan

secara rinci dalam bentuk anggaran; pelaksanaan adalah proses

penyelenggaraan atas semua rencana yang telah ditetapkan dan

pembiayaannya telah dirinci dalam dokumen anggaran, termasuk didalamnya

pencatatan dan pertanggungjawaban atas semua aktifitas yang telah

dilaksanakan; dan pengawasan/pengendalian adalah proses penilaian, koreksi

dan evaluasi atas semua pelaksanaan yang sedang dan telah berlangsung

(Mahmudi, 2009). Menurut (Adisasmita, 2011), keuangan daerah dikelola


dengan menggunakan empat prinsip, yaitu prinsip kemandirian, prioritas,

efisiensi, efektivitas dan ekonomis, dan disiplin anggaran.

2.3. Kinerja Keuangan Bank

Penilaian kinerja terhadap pengelolaan keuangan suatu usaha perbankan

dapat diukur dengan beberapa cara, yang salah satunya adalah dengan

menggunakan metode analisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan

merupakan suatu studi terhadap saling hubungan dari rekening-rekening

didalam laporan keuangan baik hubungan structural maupun

kecenderungannya terhadap laporan keuangan bank.

Analisis Kinerja Keuangan Bank didasarkan pada data-data yang berasal

dari laporan keuangan yang disusun dengan menggunakan alat analisa..

Analisa rasio digunakan untuk mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas,

rentabilitas, profitabilitas, dan efisiensi bank. Pada hakekatnya laporan

keuangan menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar

pengambilan keputusan ekonomis bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Agar

dapat membantu proses pengambilan keputusan tersebut, laporan keuangan

perlu dianalisis dan diinterpretasikan.

Pengertian analisis laporan keuangan menurut (Bernstein, 1989) adalah

sebagai berikut: “ Financial Statement Analysis is the judgement process which

aims to evaluate the curven tan the past position and the results of operation of

an Enterprise, with the primary objective of determining the best possible

estimate and prediction about future conditions and performance.”


Menurut pengertian ini, analisis laporan keuangan merupakan suatu

proses untuk menilai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa

sekarang dan masa lampau, dengan tujuan untuk menaksir dan meramalkan

kondisi dan kinerja perusahaan di masa datang. Jadi, pada dasarnya analisis

laporan keuangan adalah menghubungkan angka-angka yang terdapat dalam

laporan keuangan dengan angka lain atau menjelaskan perubahan-

perubahan/trend yang terjadi.

Berdasarkan pernyatan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa

analisis laporan keuangan bank merupakan penelaahan atas hubungan-

hubungan angka-angka dalam laporan keuangan dengan angka lain dan

perubahan-perubahannya untuk menentukan keadaan atau posisi keuangan dan

hasil. Perkembangan bank yang bersangkutan. Agar hasil analisis laporan

keuangan dapat memberikan informasi yang optimal dan diperoleh prosedur

kerja yang efisien dan terarah, amka sebelum melakukan analisis laporan

keuangan terlebih dahulu harus ditentukan tujuan yang akan dicapai dari

analisis tersebut.

Kinerja bank pada umumnya diukur dengan menggunakan indicator


tingkat kesehatan bank sebagai ukuran kinerja (Lukviarman, 2008). Dalam hal
ini kinerja suatu bank diukur dengan menggunakan lima indicator penilaian
mencakup Capital, Assets, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to
Risk Market yang lebih dikenal sebagai analisis CAMELS. Empat
dari enam aspek tersebut yaitu Capital, Assets, Earnings, Liquidity
menggunakan rasio-rasio keuangan tradisional untuk mengukur kinerja dan
kesehatan bank. Penggunaan analisis CAMELS tersebut tidak lepas dari Bank
Indonesia selaku regulator yang telah mengeluarkan ketentuan tentang
penilaian tingkat kesehatan bank melalui Surat Edaran BI Nomor
26/BPPP/1993 tanggal 23 Mei 1993.
Pendekatan lain untuk mengukur kinerja bank adalah dengan

menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan bila bank yang

bersangkutan telah menjual sahamnya di pasar modal dapat dilengkapi dengan

Market Value Added (MVA). EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa

(residual income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi.

Sedangkan MVA adalah selisih antara Market Value of Capital. Sehingga

dapat dikatakan sebagai total economic surplus perusahaan (Siagian, 2006)

Penelitian ini tidak menggunakan analisis CAMELS dan EVA maupun MVA

sebagai alat pengukuran kinerja, sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya. Hal ini dikarenakan CAMELS menilai kinerja perbankan dengan

pendekatan kesehatan bank dan EVA maupun MVA dengan pendekatan nilai

tambah ekonomi, sementara penelitian ini menggunakan pendekatan efisiensi

dengan

2.4. Pengertian Bank Pembangunan Daerah

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai

peranan penting dalam perekonomian suatu negara, yaitu sebagai lembaga

intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus) dengan

pihak yang kekurangan dana (deficit). Fungsi bank sebagai intermediasi ini

merupakan mata rantai dalam melakukan bisnis yang berkaitan dengan

penyediaan dana sebagai investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis

dalam melaksanakan fungsi produksi. Di Indonesia, perbankan mempunyai


pangsa pasar sebesar 80% dari keseluruhan system keuangan yang ada.

Besarnya peranan perbankan di Indonesia maka perlu dilakukan evaluasi

kinerja yang memadai (Abidin, 2007).

Kinerja perbankan nasional di Indonesia sampai saat ini menunjukkan

perkembangan yang positif, namun indikator yang menandakan efisiensi bank

dalam kegiatan operasionalnnya masih menunjukkan angka yang cukup

tinggi. Salah satu rasio yang mencerminkan tingkat kinerja bank di tunjukkan

oleh rasio Biaya Operasional dibandingkan Beban Operasional (BOPO).

Rasio ideal BOPO berkisar antara 70%-80% sementara rasio BOPO

perbankan di Indonesia masih menunjukkan angka diatas 80% yang berarti

bahwa perbankan di Indonesia belum efisien. Keadaan ini menempatkan

efisiensi sebagai isu penting dalam dunia perbankan di Indonesia. Sebagai

lembaa intermediasi, dunia perbankan harus bertindak rasional dan efisiensi

merupakan salah satu kata kunci yang harus selalu diprhatikan (Wardana,

2013).

Bank pembangunan Daerah (BPD) merupakan salah satu kelompok

lembaga keuangan yang turut berperan dalam menggerakkan perekonomian

daerah dengan mendukung pembiayaan pembangunan di daerah. Dalam

rangka mendukung pembiayaan pembangunan daerah serta memperkuat

fungsinya sebagai lembaga intermediasi, BPD harus dapat meningkatkan

efisiensi dalam melakukan operasionalnya. Oleh karena itu, analisis efisiensi

Bank Pembangunan Daerah perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat

efisiensi serta selanjutnya mengambil tindakan perbaikan agar BPD dapat


menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dengan teknik DEA

sebagai ukuran kinerja perbankan di Indonesia.

2.5. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka penulis

mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu ini

dimaksud untuk menggali dan menambah informasi tentang Pengelolaan

Dana Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan Kinerja Keuangan Bank

Daerah. Adapun Penelitian terdahulu yang penulis jabarkan dalam tabel

dibawah ini :

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian


Hasil analisis data disimpulkan bahwa
faktor internal berpengaruh positif
I B Nyoman signifikan terhadap kinerja keuangan dan
Analisis Faktor
Kesumay negatif signifikan terhadap factor risiko.
Internal Dan
uda, Faktor eksternal dan faktor risiko
Eksternal Yang
Made berpengaruh negatif signifikan terhadap
Mempengaruhi
1 Suyana kinerja keuangan. Faktor eksternal
Kinerja Keuangan
Utama2, berpengaruh positif signifikan terhadap
Bank Pembangunan
Purbadha faktor risiko bank, serta ada pengaruh
Daerah Di Indonesia
rmaja3, tidak langsung faktor internal dan faktor
Periode 2010 – 2013.
(2016). eksternal bank terhadap kinerja keuangan
BPD di Indonesia melalui mediasi faktor
risiko bank.
2 Herna Maulizar, Pengaruh Penyertaan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
M. Modal Pemerintah diambil kesimpulan sebagai berikut ; 1.
Rasyidin Daerah Terhadap Pengujian secara parsial menunjukkan
dan Sri Kinerja Keuangan bahwa Penyertaan Modal Pemerintah
Wahyuni Bank Aceh Daerah memiliki pengaruh signifikan dan
(2017) positif terhadap kinerja keuangan PT Bank
Aceh. 2. Pengujian secara parsial
menunjukkan bahwa Return On Asset
(ROA) mempunyai pengaruh Pengaruh
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Terhadap Kinerja Keuangan Bank Aceh
signifikan dan positif terhadap kinerja
keuangan PT Bank Aceh. 3. Pengujian
secara parsial menunjukkan bahwa Return
On Equity (ROE) mempunyai pengaruh
signifikan dan positif terhadap
pengalokasian kinerja keuangan PT Bank
Aceh. 4. Penyertaan Modal Pemerintah
(PMP) Daerah, Return On Asset (ROA)
dan Return On Equity (ROE) secara
simultan berpengaruh signifikan dan
positif terhadap pengalokasian kinerja
keuangan, dengan koefisien determinasi
69,7% dan selebihnya 30,3% dipengaruhi
oleh faktor lain diluar model penelitian
ini.
Dalam Penelitian ini Penyertaan Modal
Pemerintah Daerah pada PT Bank Sulut
yakni: saham Bank Sulut. Pemkab/Pemkot
di Sulut 15,20%, Pemkab/Pemkot di
Gorontalo 17,30%, Koperasi Karyawan
5,54%, dan PT Mega Corpora 24,99%.
Modal disetor pemegang saham bisa
mencapai Rp. 550 miliar hingga Rp. 600
miliar pada akhir tahun ini. 2. Fungsi dan
Peran Prinsip Good Corperate
Governance (GCG) di dalam PT Bank
Sulut, meliputi Prinsip Keterbukaan;
Kajian Yuridis Prinsip Akuntabilitas; Prinsip Tanggung
Penyertaan Modal jawab; Prinsip Independensi; dan Prinsip
Erlangga C. J.
PemerintahAJIAN Kewajaran; sangat tepat apabila di
3 Poluan2
Pemerintah Daerah terapkan dalam industri perbankan.
(2015)
Pada PT Bank Sulut Falsafah perbankan harus dapat menjaga
GO1 keserasian antara prinsip pengelolaan bank
dan kepentingan berbagai pihak yang di
landasi prinsip pengelolaan perbankan;
prinsip kewajiban perbankan; prinsip etika
perbankan. 3. Kegiatan PT Bank Sulut di
dalam Pengelolaan kegiatan perbankan
selain menghimpun dana dari masyarakat
luas dalam bentuk simpanan dapat pula
berbentuk penyaluran kredit. Kegiatan PT
Bank Sulut pada dasarnya dapat
meningkatkan kesejahteraan di dalam
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
daerah.
Konsistensi Hasil dari penelitian adalah kewenangan
Tessar Pahlevi
Pengaturan Batas dalam mengatur dan mengawasi lembaga
Nugroho,
Maksimal keuangan termasuk perbankan merupakan
Siti
Penyertaan Modal kewenangan yang dimiliki oleh OJK.
Hamidah
Pada Bank Sehingga POJK adalah bentuk lex
, Amelia
Pembangunan spesialis dari PP BUMD sebagai lex
Sri
Daerah (BPD) generalis. Dengan adanya dominasi
Kusumad
Sebagai Perseroan kepemilikan bank oleh satu pihak
ewi
Daerah Oleh berkaitan erat dan berhubungan negative
(2021).
Pemerintah Daerah. dengan tata kelola perbankan.
Sekertariat Penyertaan Dan Hibah pemerintah pusat yang kemudian
menjadi Barang Milik Daerah dengan
bentuk Jaringan Induk Distribusi
Kapasitas Sedang Satker Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum akan
kompatibel untuk dioperasionalisasikan
oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta
Baluran Kabupaten Situbondo, sehingga
diperlukan peralihan status dari kekayaan
Penambahan
daerah yang tidak dipisahkan menjadi
Penyertaan Modal
Daerah kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
Pada Perusahaan
Kabupate menjadi modal Perusahaan Umum Daerah
Umum Daerah Air
n Air Minum Tirta Baluran Kabupaten
Minum (PDAM)
Situbond Situbondo. 2. Mengingat modal BUMD
Tirta Baluran
o (2020) merupakan kekayaan daerah yang
Kabupaten
dipisahkan, maka mekanisme penyertaan
Situbondo.
modal merupakan salah satu pilihan paling
rasional atas perubahan status barang
milik daerah yang didapatkan dari hibah
pemerintah pusat untuk dijadikan modal
pada Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Tirta Baluran Kabupaten
Situbondo, dengan penetapannya melalui
peraturan daerah.
Dian Yudo
Palupi, Analisis Peluang
Dari keseluruhan analisis dapat
Farida Penyertaan Modal
disimpulkan bahwa penanaman investasi
Ratna Pemerintah Daerah
4 jangka panjang maupun jangka pendek
Dewi, R. Kota XYZ pada PT
layak dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Dikky Bank Jawa Barat dan
Kota XYZ.
Indrawan Banten (Bank BJB).
(2011)
Pengaruh Penyertaan Hasil penelitian menunjukkan (1)
Modal Daerah, penyertaan modal derah tidak berpengaruh
Produk Domestik signifikan terhadap pendapatan asli
Regional Bruto, Dan daerah; (2) produk domestik regional
Henrikus
Jumlah Penduduk bruto berpengaruh positif dan signifikan
5 Triyanto
Usia Produktif terhadap pendapatan asli daerah; (3)
(2016)
Terhadap Pendapatan jumlah penduduk usia produktif
Asli Daerah Pada berpengaruh positif dan signifikan
Kabupaten/Kota Di terhadap pendapatan asli daerah pada
Kalimantan Barat kabupaten/kota di Kalimantan Barat
Tinjauan Hukum
Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari
Penyertaan Modal
penelitian ini adalah:
Daerah Pada BUMD
Pemerintah berkedudukan sebagai
Wahyu Maizal dalam meningkatkan
6 pemegang saham dalam permodalan
(2014) Pendapatan Asli
BUMD, Pemerintah Daerah memiliki
Daerah (PAD)
kewenangan dan kekuasaan dalam
Daerah Kabupaten
menetapkan kebijakan BUMD.
Luwu Timur
BAB III
METODOLOGI

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Bank Papua Kantor Pusat Cabang Utama

Jayapura yang berlokasi di Jl. A. Yani No. 5-7, Jayapura Provinsi Papua.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang sudah dipublikasi berupa laporan keuangan yang tertuang dalam

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan Bank Papua

setiap tahunnya dibulan April/Mei.

3.3. Metoda Analisis Data

Pendekatan yang digunakan yakni terdiri dari dua bagian yakni analisis

deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif merupakan penelitian

terhadap masalah keuangan daerah yang berupa fakta-fakta terkini dari

laporan keuangan yang ada. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan

yang berkaitan dengan current status dari subjek yang diteliti.

Untuk menjawab pengelolaan dana pemerintah daerah dengan

menggunakan analisis kuantitatif yakni dengan pendekatan rasio. Analisis

selanjutnya yakni dengan menggunakan pendekatan induksi dan deduksi.

Pendekatan induksi dengan melihat fakta yang ada kemudian melakukan


analisis dengan dukungan teori yang ada untuk menguraikan dan

mengambil kesimpulan dari argumentasi yang diberikan. Sedangkan,

pendekatan deduksi melihat dari argumentasi yang diberikan untuk

mendapat suatu rumusan dan rancangan program strategi pengelolaan dana

pemerintah daerah dan kinerja Bank Papua. Selanjutnya untuk

mendapatkan fakta kinerja keuangan Bank Papua yakni dengan

menggunakan rasio – rasio untuk mengukur kinerja keuangan Bank Papua.

3.4. Rasio keuangan

Analisis rasio keuangan merupakan aktivitas untuk menganalisis

analisis untuk Rasio Keuangan yang digunakan oleh Bank Papua unutk

menganalisis laporan keuangan dengan cara membandingkan satu akun

dengan akun yang lainnya yang ada dalam laporan keuangan,

perbandingan tersebut bisa antar akun dalam laporan keuangan neraca

maupun rugi laba. Analisis rasio keuangan ini dimaksudkan untuk

mengetahui hubungan diantara akun-akun dalam laporan keuangan, baik

dalam neraca maupun dalam laporan laba rugi. Analisis rasio keuangan

menggambarkan suatu hubungan dan perbandingan antara jumlah satu

akun dengan jumlah akun yang lain dalam laporan keuangan.

Dengan menggunakan metode analisis seperti berupa rasio ini akan

dapat menjelaskan atau memberikan gambaran tentang baik buruknya

keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan (Sujarweni, 2017:109). b.

Bentuk-bentuk Rasio Keuangan Berdasarkan Sumbernya Bentuk-bentuk


rasio keuangan berdasarkan sumbernya, maka rasio-rasio dapat

digolongkan dalam 3 golongan, yaitu :

1) Rasio-rasio neraca, yaitu rasio-rasio yang bersumber dari akun

akun neraca.

2) Rasio-rasio laporan laba-rugi, yaitu rasio-rasio yang bersumber

dari Income Statement.

3) Rasio-rasio antar laporan, yaitu rasio-rasio yang berasal baik

bersumber dari Income Statement / Laporan laba rugi (Sujarweni,

2017:110).

3.4.1 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau

aktiva, mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh

laba dalam hubungan dengan penjualan aktiva maupun laba dan modal

sendiri. Rentabilitas rasio terdiri dari :

a) Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor), merupakan rasio

yang digunakan untuk mengukur perbandingan antar penjualan

bersih dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan dengan tingkat

penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai

dari jumlah Nilai standar tingkat kesehatan bank menurut BI untuk

GPM yaitu (Endah Tri Lestari, 2013 : 06).


Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :

b) Net Profit Margin (Margin Laba Bersih), merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu

dibandingkan dengan volume penjualan. Menurut ketentuan PBI

No.15/7/PBI/2013 berlaku sejak 1 Oktober 2013 tingkat penilaian

kesehatan Rasio Rentabilitas bank pada NPM yaitu dengan score

minimal 3,92% (Afriyeni, Mila Mirza, 2018 : 07).

Rasio laba bersih ini semakin besar akan semakin baik, tapi hal ini

belum dapat dijadikan sebagai dasar ukuran yang baik, sebab laba

yang diperoleh tersebut juga harus dibandingkan dengan besarnya

jumlah dana yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut

(Afriyeni, Mila Mirza, 2018 : 08). Rasio ini dapat dihitung dengan

rumus yaitu:
c) Rate of Return an Total Assets/ROA, merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang

diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan

keuntungan netto. Nilai standar tingkat kesehatan bank menurut BI

untuk ROA yaitu (Endah Tri Lestari, 2013 : 06).

Menurut ketentuan PBI No.15/7/PBI/2013 berlaku sejak 1 Oktober

2013 tingkat penilaian kesehatan Rasio Rentabilitas bank pada

ROA yaitu dengan score minimal 5,08% (Afriyeni, Mila Mirza,

2018 : 04). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :

d) Rate or Return for the Owners (Rate of Return on Net Worth)


merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari

modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh

pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Nilai

standar tingkat kesehatan bank menurut BI untuk ROE yaitu

(Endah Tri Lestari, 2013 : 06).

Menurut ketentuan PBI No.15/7/PBI/2013 berlaku sejak 1

Oktober 2013 tingkat penilaian kesehatan Rasio Rentabilitas bank

pada ROE yaitu dengan score minimal 8,32% (Afriyeni, Mila

Mirza, 2018 : 06). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

e) Return On Sales Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk

menampilkan tingkat keuntungan perusahaan setelah pembayaran

biaya -biaya variabel produksi. Rasio ini menunjukkan presentase

besarnya penjualan untuk memperoleh keuntungan. Rasio profit

margin sangat menentukan keberhasilan usaha dan ditentukan oleh

kondisi industri dan langsung mempengaruhi laba usaha (efisiensi


usaha) (Wahyu Ramadhani Watimena, Azhari : 2006 :79). Rasio

ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

f) Return On Capital Employed Ratio merupakan rasio yang

digunakan dalam bidang keuangan, penilaian dan akuntansi. Rasio

ini dihitung dengan membagi laba usaha setelah pajak (NOPAT)

dengan nilai buku dari modal yang diinvestasikan. Return On

Capital Employed menunjukkan efektifitas usaha selama periode.

Semakin tinggi ROCE berarti semakin baik efektifitas usaha bisnis

itu. (Wahyu Ramadhani Watimena, Azhari : 2006 :79). Rasio ini

dapat dihitung dengan rumus yaitu :


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2007). Kinerja Efisiensi Pada Bank Umum. 2.

Adisasmita, R. (2011). Pengelolaan Pendapatan & Anggaran Daerah.

Bernstein, L. A. (1989). Pengertian Analisis Laporan Keuangan.

https://www.coursehero.com/

Kasmir. (2008). Analisis Laporan Keuangan PT. Rajagrafindo Persada,

Jakarta.

Lukviarman, V. R. P. N. (2008). Pengukuran Kinerja Bank Komersial

Dengan Pendekatan Efisiensi : Studi Terhadap Perbankan Go-Public Di

Indonesia. 12.

Mahmudi. (2009). Reformasi Keuangan Negara dan Daerah Di Era

Otonomi.

Meckling, M. J. W. (1976). Theory of the firm : Managerial behavior,

agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3,

305–360.

Pratama, W. P. (2020). Ini 3 Risiko Perbankan Akibat Pandemi Covid-19.

https://finansial.bisnis.com/read/20200610/90/1250751/ini-3-risiko-

perbankan-akibat-pandemi-covid-19
Siagian, M. S. (2006). Analisis Kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta

dengan Metode EVA dan MVA terhadap Return Saham. Jurnal Akuntansi,

6, 97–104.

Wardana. (2013). Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan Dengan

Pendekatan Non Parametik Data Envelopment Analysis (DEA).

http://repository.ub.ac.id/id/eprint/106659

Wilopo, R. (2001). Prediksi Kebangkrutan Bank. 4, 184–198.

http://eprints.perbanas.ac.id/id/eprint/2826

Anda mungkin juga menyukai