Anda di halaman 1dari 18

Disclaimer: Studi kasus ini dirancang untuk kepentingan pembelajaran dalam mata kuliah

Pembiyaan Pemerintah di lingkungan Politeknik Keuangan Negara STAN. Tidak diperkenan


menggandakan, mengambil sebagian, dan/atau mereproduksi materi studi kasus untuk
kepentingan apapun tanpa consent dan ijin dari ICIDES PKN STAN. Hak Cipta dilindungi
oleh Undang-Undang. Semua korespondensi dapat dilakukan melalui email
icides@pknstan.ac.id.

DINAMIKA PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBIYAAN KERETA BANDARA


INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA

Tentang Proyek
Nama Proyek : Kereta Api Bandara Internasional Soekarno Hatta

Pemilik Proyek : Kementerian Perhubungan

Peran Swasta Yang : § Engineering design


Dimungkinkan § Pekerjaan sipil antara lain pekerjaan tanah, struktur, spur,
pasokan tenaga listrik, persinyalan, stasiun, power station,
depo dan balai yasa
§ Rolling stock
§ Pendanaan berupa Biaya Modal (Capital Expenditure/
Capex)
§ Operasional dan pemeliharaan selama masa konsesi

Estimasi Biaya Modal : ± USD2 miliar (before financing cost)

Nilai Tukar USD 1 ≈ IDR 11.500 (2014)

Masa Konsesi : 30 tahun setelah Tanggal Operasional Proyek (Commercial


Operation Date)

Sumber: PT SMI, 20141

Latar Belakang Proyek


Bandara di berbagai ibukota negara di dunia secara bertahap mulai menerapkan multi access
transportation di mana masyarakatnya dapat mengakses bandara dengan berbagai moda transportasi.
Dengan beragamnya moda transportasi, masyarakat memiliki alternatif pilihan untuk menuju bandara.
Dengan adanya pilihan, maka masyarakat pengguna tidak hanya bergantung pada satu moda
transportasi yang pada akhirnya akan meningkatkan beban di moda transportasi tertentu.

Soekarno – Hatta International Airport (SHIA) merupakan bandara yang berlokasi di dekat
Jakarta, ibukota negara Republik Indonesia, sehingga merupakan pintu gerbang masuk yang

1
Perkembangan Penyiapan Proyek Showcase KPS KA Bandara, PT SMI, Maret 2014
menghubungkan Indonesia dengan negara-negara luar. Pertumbuhan penumpang di SHIA diperkirakan
akan terus meningkat. Melihat data penumpang tahunan pada tahun 2012 yang lebih dari 50 juta,
menjadikan SHIA salah satu dari sepuluh bandara tersibuk di dunia2. Proyeksi terbaru yang dilakukan
atas nama operator bandara menunjukkan bahwa permintaan akan SHIA dapat mencapai 90-100 juta
penumpang per tahun pada tahun 20303. SHIA berperan besar dalam keluar masuknya investasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, serta aspek penting lainnya bagi Indonesia. Sayangnya,
sebagai bandara yang memiliki peran penting bagi Indonesia, SHIA belum dapat dikatakan ideal dari
segi akses transportasi. Untuk dapat mengakses SHIA, hanya tersedia moda transportasi darat di mana
kondisi lalu lintas darat di Jakarta pun tidak mendukung. Perjalanan darat menuju SHIA terbatas oleh
rute utama yang tersedia, belum lagi insiden seperti kecelakaan dan banjir dapat menyebabkan
keterlambatan. Hal tersebut dapat menjadi lebih buruk dengan adanya prediksi bahwa wilayah pusat
kota metropolitan Jakarta akan mengalami kemacetan total pada awal tahun 2014 dengan kemacetan
parah sudah sering terjadi4. Bahkan, selama 8 tahun terakhir kecepatan kendaraan di jalan telah
berkurang 25% dari nilai rata-rata 26 km/jam menjadi kurang dari 20 km/jam5.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada tahun 2007 Pemerintah memutuskan untuk
mengadakan infrastruktur Kereta Api Bandara (KA Bandara) yang menghubungkan SHIA dari dan ke
pusat kota Jakarta. Keputusan tersebut diharapkan dapat mengurangi beban transportasi darat sebagai
satu-satunya akses ke SHIA. Pengadaan KA Bandara ini dilakukan melalui penugasan kepada PT.
Railink dengan skema business to business6. PT. Railink ini merupakan anak perusahaan dari PT.
Kereta Api Indonesia (PT. KAI) dan PT. Angkasa Pura II (PT. AP II) yang bertugas menghadirkan
layanan transportasi publik berbasis “railway” bernama Kereta Api Bandara Soekarno Hatta (KA
BSH)7.
Pada tahun 2008 sampai dengan 2009, Kementerian Perhubungan melakukan prakualifikasi
proyek KA BSH yang diulang dua kali. Di akhir proses, didapatkan tiga peserta yang lulus
prakualifikasi di mana ketiga peserta tersebut menyatakan bahwa proyek KA BSH membutuhkan
dukungan Pemerintah. Atas dasar hal tersebut, Pemerintah menganggarkan dana pengadaan lahan untuk
proyek KA BSH sebesar Rp450 miliar pada APBN TA 20118.
Selain KA BSH, Kementerian Perhubungan juga menugaskan PT. Railink untuk membangun
KA Bandara Kualanamu. Dalam pelaksanaannya, PT. Railink diberi waktu sampai tahun 2009 untuk
menyiapkan KA BSH dan KA Bandara Kualanamu. Namun, sampai batas waktu yang diberikan, PT.

2
Soekarno – Hatta International Airport Rail Link PPP Project Final Report, PT SMI, Juni 2014
3
Soekarno – Hatta International Airport Rail Link PPP Project Final Report, PT SMI, Juni 2014
4
Soekarno – Hatta International Airport Rail Link PPP Project Final Report, PT SMI, Juni 2014
5
Soekarno – Hatta International Airport Rail Link PPP Project Final Report, PT SMI, Juni 2014
6
Lampiran KMK No. 126 Tahun 2011
7
https://www.railink.co.id/index.php/profile/id
8
Lampiran KMK No. 126 Tahun 2011
Railink tidak mampu menyelesaikan studi kelayakan untuk KA BSH. Hal tersebut dikarenakan
penyiapan yang dilakukan oleh PT. Railink ini menemui beberapa persoalan, seperti:

1. Belum jelasnya status PT. Railink yang telah menyusun studi kelayakan.
2. Belum jelasnya status penetapan tiga shortlist bidders yang telah lulus proses prakualifikasi
terdahulu.
3. Pemberian dana dukungan pengadaan tanah dari Kementerian Keuangan kepada Kementerian
Perhubungan hanya dapat dilakukan jika proyek KA BSH dilakukan melalui skema KPBU (KPS).
4. Pemberian hak kepada BUMN untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana perkeretaapian
masih memerlukan kajian hukum (UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, PP No. 56
Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, dan Perpres No. 67 Tahun 2007 jo. Perpres
No. 13 Tahun 2010 tentang KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur)9.

Menindaklanjuti hal tersebut, pada awal 2010 Kementerian Perhubungan selaku regulator
mengambil alih pengadaan proyek KA BSH. Dengan terbitnya UU No. 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian dan Perpres No. 67 Tahun 2005 sebagaimana yang diubah menjadi Perpres No. 13
Tahun 2010 tentang KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur, Kementerian Perhubungan memutuskan
untuk meneruskan pembangunan KA BSH dengan skema KPBU. Selain itu, diputuskan juga
Kementerian Perhubungan selaku PJPK umum dan Dirjen Perkeretaapian (Ditjen KA) selaku PJPK
teknis. Akhirnya secara resmi proyek KA BSH ini digulirkan oleh Kementerian Perhubungan menjadi
proyek KPBU.
Dalam upaya membangun KA BSH dengan skema KPBU, Kementerian Perhubungan
menerima hibah berupa penyiapan proyek dari Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA
membantu Kementerian Perhubungan dalam menyusun dokumen kelayakan proyek. Selain mulai
melakukan penyiapan, Kementerian Perhubungan juga menindaklanjuti penetapan KA BSH sebagai
proyek KPBU dengan mengadakan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Bappenas, serta BKPM.
Momen diresmikannya proyek KPBU KA BSH bertepatan dengan euforia pemerintah dalam
menggencarkan pembangunan berbagai proyek infrastruktur dengan skema KPBU. Pemerintah
menetapkan lima dari sekian banyak proyek untuk dijadikan PPP project showcase. PPP project
showcase ini merupakan Proyek Infrastruktur yang menjadi pilot projects di awal implementasi skema
KPBU, terdiri atas proyek Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi Toll Road Sumatera Utara, Umbulan
Water Spring Project Jawa Timur, 2x1000 MW Coal Fired Power Plant Jawa Tengah, Tanah Ampo
Cruise Terminal Bali, dan Soekarno Hatta Airport Manggarai Railway Development DKI Jakarta10.
KA BSH menjadi satu dari lima proyek KPBU yang masuk ke dalam PPP Project Showcase.

9
Lampiran KMK No. 126 Tahun 2011
10
Tantangan dan Praktik Baik dalam Membangun Integritas Pelayanan Perizinan (Case: Penyediaan
Infrastruktur Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha/KPBU), BKPM, 2016, Jakarta
Komitmen Pemerintah untuk menggunakan skema KPBU dalam pembangunan infrastruktur
dibuktikan dengan rapat lintas kementerian yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Kepala Bappenas
dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menghasilkan nota kesepahaman
mengenai pembahasan implementasi proyek KPBU (pada waktu itu disebut Proyek Kerjasama
Pemerintah Swasta atau KPS) pada pertengahan Agustus 2010. Tujuan nota kesepahaman tersebut
untuk mengkoordinasikan fasilitas dan pemberian dukungan terhadap proyek KPBU di bidang
infrastruktur agar siap ditawarkan dan dapat direalisasikan. Dalam nota kesepahaman tersebut
dihasilkan kesepakatan berupa Kementerian Keuangan bertugas untuk memfasilitasi penyiapan proyek
KPBU mulai dari tahap pelaksanaan (executing) melalui PT. SMI.

Rapat koordinasi di level kementerian tersebut ditindaklanjuti di dalam forum yang lebih tinggi
dan strategis yaitu di Forum Rapat Wakil Presiden (Forum Wapres) yang diselenggarakan pada bulan
Desember 2010. Forum Wapres ini membahas lima proyek infrastruktur (showcase project) untuk
selanjutnya dipilih dua proyek yang termasuk proyek prioritas dan memiliki peluang lebih besar untuk
sukses (success rate yang tinggi). Dua proyek tersebut nantinya akan diberikan bantuan penyiapan
proyek oleh pemerintah untuk memastikan bahwa proyek berjalan sampai finansial close. Forum
Wapres ini kemudian menghasilkan kesepakatan berupa dipilihnya proyek KA BSH dan Proyek Sistem
Penyediaan Air Minum Umbulan Jawa Timur (SPAM Umbulan) sebagai proyek yang mendapat
bantuan penyiapan proyek dari pemerintah. Atas keputusan tersebut, Menteri Keuangan mendapatkan
tugas untuk melaksanakan penyiapan proyek (Project Development Facility atau PDF) KA BSH dan
SPAM Umbulan.

Menindaklanjuti penugasan tersebut, Menteri Keuangan menyusun payung hukum untuk


pelaksanaan penyiapan proyek KA BSH dan SPAM Umbulan dengan menunjuk Badan Kebijakan
Fiskal sebagai koordinator pembahasan Proyek KPBU, wakil dari Kementerian Keuangan. Sedangkan
dari Kementerian Perhubungan selaku pemilik proyek ditugaskan untuk menjadi Penanggung Jawab
Proyek Kerjasama (PJPK) dalam Proyek KA BSH. Menindaklanjuti penugasan tersebut, Menteri
Perhubungan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk segera melakukan penyiapan proyek.
Menteri Perhubungan meminta kejelasan terkait rencana penugasan PT. SMI untuk pelaksanaan studi
kelayakan KA BSH mengingat Bappenas telah menandatangani record of discussion dengan JICA
untuk bantuan teknis penyusunan studi kelayakan Proyek KA Bandara11. Menteri Keuangan kemudian
memutuskan untuk memberikan fasilitas penyiapan proyek KA BSH melalui PT SMI. Sebagai payung
hukum, mengingat penugasan penyiapan proyek sudah secara spesifik menyebutkan proyek yang akan
menerima PDF, maka Kementerian Keuangan mengeluarkan produk hukum berupa Keputusan Menteri
Keuangan (KMK).

11
Tindak Lanjut Proyek KPS Perkeretaapian Bandara Soekarno – Hatta, Jakarta, Desember 2014
Di tengah pembahasan terkait rencana penyiapan proyek KPBU KA BSH, PT. Railink yang
semula ditugaskan untuk membangun KA BSH pada tahun 2009 namun gagal, ternyata tetap terus
mencoba untuk melakukan penyiapan proyek KA BSH. Bahkan, PT. Railink justru memperlihatkan
progress yang cukup baik. Namun, meskipun PT Railink menunjukkan hasil positif, Menteri
Perhubungan selaku Pimpinan PJPK saat itu, memiliki keputusan politis bahwa PT. Railink sudah
dinyatakan gagal dan saat ini proyek KA BSH telah ditetapkan secara resmi menjadi proyek KPBU.
Komitmen pimpinan PJPK tersebut diterjemahkan dengan dukungan tim teknis yang ikut mendukung
pembangunan KA BSH dengan skema KPBU.

Pada tanggal 2 Mei 2011, Kementerian Keuangan mengeluarkan KMK No. 126 Tahun 2011
sebagai dasar hukum penugasan kepada PT SMI untuk fasilitas penyiapan proyek KPBU KA Soekarno-
Hatta–Manggarai dan proyek KPBU SPAM Umbulan. Dengan keluarnya KMK No. 126 Tahun 2011
menandakan berakhirnya penyiapan proyek yang dilakukan oleh JICA dan penyiapan digantikan oleh
PT. SMI. Beberapa poin penting terkait KA BSH yang tercantum pada KMK No. 126 Tahun 2011
berupa:

1. PDF yang diberikan PT. SMI atas proyek KA BSH meliputi kegiatan pendampingan kepada PJPK
dalam melaksanakan penyiapan proyek, penyusunan pra-studi kelayakan, penjajakan minat
investor, penyiapan dokumen pelelangan, asistensi pelaksanaan pelelangan, dan mendukung
tercapainya perolehan pembiayaan (financial close).
2. Penugasan PDF dituangkan dalam Perjanjian Pelaksanaan Penugasan yang ditandatangani Kepala
BKF atas nama Menteri Keuangan dan Direktur Utama PT SMI.
3. Jangka waktu penugasan dua tahun sejak KMK No. 126 Tahun 2011 ditetapkan. Waktu dua tahun
tersebut didasarkan pada international best practice untuk proyek perkerataapian bandara.
4. Pelaksanaan penugasan dievaluasi setiap dua bulan sekali oleh BKF selaku wakil Kementerian
Keuangan c.q. Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal.
5. PT. SMI wajib melaporkan pelaksanaan penugasan ke Menteri Keuangan c.q. Kepala BKF
(salinan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Ketua BKPM, Lembaga Keuangan) pada
minggu pertama setiap bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan;
6. PT. SMI berhak menerima penggantian biaya yang telah dikeluarkan dan margin yang wajar yang
akan dibebankan pada APBN.

Sebagai tindak lanjut dari KMK penugasan tersebut, disusun Perjanjian Fasilitasi Penyiapan
Proyek KPS KA Bandara Soekarno Hatta – Manggarai antara Kementerian Perhubungan (Ditjen
Perkeretaapian) dengan PT. SMI dan Perjanjian Pelaksanaan Penugasan PDF antara Kementerian
Keuangan dengan PT. SMI (November 2011). Dalam perjanjian-perjanjian tersebut disepakati keluaran
(output) dari pelaksanan fasilitas penyiapan proyek KA BSH berupa (1) penyediaan konsultan
penyiapan dan/atau transaksi proyek KA BSH, (2) laporan uji tuntas proyek BSH, (3) kajian jalur
proyek BSH, (4) dokumen pra-studi kelayakan, (5) penyampaian permintaan dukungan Pemerintah
untuk penjaminan infrastruktur, (6) penjajakan minat pasar (market sounding), (7) pengumuman hasil
prakualifikasi proyek BSH beserta analisis mengenai potensi kompetisi dari shortlist bidders, (8)
pembentukan data room, (9) dokumen pelelangan awal termasuk rancangan Perjanjian KPS, dan (10)
financial close. Urutan output dalam konsep perjanjian tersebut juga menjadi tahapan stop or go dalam
penyiapan proyek, yang berarti untuk bisa melanjutkan ke output berikutnya, output sebelumnya harus
sudah selesai dan tuntas.
Dalam melaksanakan penyiapan proyek KA BSH, PT. SMI dibantu PT. AECOM Indonesia
(AECOM), PT. KPMG Siddharta Advisory (KPMG) dan Hogan Lovells International LLP (HL).
AECOM selaku lead consultant bertugas melaksanakan penyiapan teknis proyek, KPMG melaksanakan
penyiapan di bidang keuangan, dan HL melaksanakan tinjauan hukum atas penyiapan proyek KA BSH.
Penugasan penyiapan Proyek KA Bandara dilakukan dengan melalui tahapan uji tuntas pelelangan,
kajian jalur, dan laporan prastudi kelayakan proyek.
Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan hasil uji tuntas yang dilakukan (output 2)
termasuk di dalamnya adalah melakukan kajian atas status penugasan pembangunan KA BSH kepada
PT. Railink, PT. SMI merekomendasikan untuk melanjutkan penyiapan ke tahap berikutnya yaitu Tahap
Kajian Jalur. Kementerian Perhubungan menyatakan laporan uji tuntas KA BSH diterima dan dapat
dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu tahap kajian jalur (April 2012). Pada tahap penyiapan jalur,
konsultan proyek mempertimbangkan lima opsi jalur KA BSH yang tertuang dalam Studi Trase: Laporan
Evaluasi Alternatif dan Rekomendasi, sebagai berikut:

1. Opsi 1: Rumija Rel Kereta Api (Railroad Right of Way). Opsi ini mengikuti trase horizontal yang
sama dengan studi sebelumnya, yaitu mengikuti jalan tol Bandara dan Jalan Pluit Selatan Raya
menuju ke Daerah Sentra Bisnis (CBD) Pluit, dan kemudian terhubung dengan Rumija jalan kereta
api sebelah utara Angke ke Manggarai, kecuali bahwa (untuk semua opsi di bawah ini), rute
diperpanjang ke Halim.
2. Opsi 2: Rumija Kanal (Canal Right of Way). Opsi ini mirip dengan Opsi 1, kecuali dari Pluit, jalur
ini mengikuti Sungai Banjir Kanal Barat sampai bergabung dengan jalur kereta eksisting antara
Duri dan Tanah Abang.
3. Opsi 3: Rumija Jalan Tol Lingkar Dalam (Inner Ring Road Right of Way). Trase ini mengikuti jalan
tol eksisting, jalan tol Bandara dan jalan tol lingkar dalam, dari BISH ke Halim.
4. Opsi 4: Rumija JORR-1 (JORR-1 Right of Way). Opsi ini mirip dengan Opsi 3, tapi dengan Trase
yang berbeda dari sebelah timur BISH ke Tomang, setelah jalan tol lingkar luar pertama dan jalan
tol Jakarta-Merak.
5. Opsi 5: Rumija Rel Kereta Api Tangerang (Tangerang Railroad Right of Way) Tangerang. Opsi ini
sama dengan Opsi 1 dari Halim ke utara Tanah Abang, dimana kemudian trase mengarah ke barat
pada koridor kereta Tangerang eksisting sampai ke titik dimana rel kereta akan berbelok ke utara
untuk terhubung ke sisi timur BISH.

PT. SMI melakukan penilaian atas kelima opsi jalur tersebut dengan mempertimbangkan tiga
aspek, yaitu evaluasi multi-kriteria (12 kriteria evaluasi dengan jumlah nilai tertimbang), proyeksi
penumpang berdasarkan proyeksi permintaan tahun 2020, dan perkiraan indikatif biaya konstruksi
(biaya indikatif 2012 tidak termasuk pembebasan lahan, detil teknik dan pengawasan, pembiayaan dan
penyesuaian harga, dan pajak). Hasilnya, opsi 2 memiliki bobot paling tinggi dan konsultan
merekomendasikan bahwa jalur opsi 2 – Rumija Kanal (Canal Right of Way) sebagai jalur yang
terpilih12.

Meskipun proyek ini awalnya disusun untuk memperpanjang dari SHIA ke Manggarai, tetapi
terdapat beberapa pertimbangan untuk memperpanjang jalur dari Manggarai ke Halim, yaitu:

1. Perkiraan permintaan awal menunjukkan bahwa sekitar 30% dari total permintaan penggunaan KA
Bandara akan menggunakan Stasiun Halim, lebih dari stasiun lain.
2. Halim menyediakan stasiun terminal dengan akses jalan yang mudah dari selatan dan timur Jakarta.
3. Stasiun dapat berfungsi sebagai katalis potensial untuk transit oriented development sekitar Halim,
sehingga dapat merevitalisasi kawan tersebut.
4. Meskipun lokasi depo akan dipelajari lebih lanjut pada tahap Prastudi Kelayakan, Halim
menghadirkan situs potensial menarik untuk menempatkan depo SRL, yang khususnya
mendatangkan kesulitan dalam mengamankan lahan di SHIA atau Manggarai, atau situs lain yang
layak, untuk lokasi depo.
5. Pilihan ini akan memfasilitasi bandara sehingga mudah menuju sambungan bandara, jika Bandara
Halim di masa depan direkonstruksi untuk penerbangan komersial.
6. Pilihan ini juga akan memfasilitasi kemungkinan perpanjangan dari layanan KA Bandara di masa
depan, ke barat atau selatan kota, jika dianggap layak di masa depan. Sehingga, sangat disarankan
untuk jumlah optimal dan lokasi stasiun-stasiun ditetapkan pada tahap Prastudi Kelayakan
pengkajian jalur Opsi 2, termasuk mempelajari kelayakan dari perpanjangan Manggarai-Halim.

Menindaklanjuti hasil evaluasi atas jalur KA BSH, PT. SMI dan PJPK Kementerian
Perhubungan (Dirjen KA) mengadakan Workshop Opsi Trase pada bulan September 2012 untuk
menyosialisasikan dan menerima umpan balik dari para pemangku kepentingan13. Selanjutnya
diputuskan, Kementerian Perhubungan menyetujui laporan kajian jalur di mana telah terpilih opsi 2:
Rumija Kanal sebagai jalur terbaik Proyek KA BSH.

12
Studi Trase: Laporan Survei Permintaan Angkutan, PT SMI, Juli 2012
13
Studi Trase: Laporan Survei Permintaan Angkutan, PT SMI, Juli 2012
Pada pertengahan Desember 2012, Kementerian Perhubungan menyetujui untuk melanjutkan
studi ke tahap Prastudi Kelayakan. Atas rekomendasi dan arahan tindak lanjut tersebut, PT. SMI dan
Kementerian Perhubungan telah berkoordinasi dan membahas penyesuaian rekomendasi jalur tersebut
dengan terminologi proyek (“Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai”) yang
tercantum dalam KMK No. 126 Tahun 2011 dan Perjanjian Kerjasama antara PT. SMI dan Kementerian
Perhubungan. Berdasarkan koordinasi tersebut, disimpulkan bahwa diperlukan perubahan terminologi
“Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai” dalam rangka merefleksikan rekomendasi
jalur terbaik.
Melihat perkembangan pelaksanaan penyiapan proyek serta hasil koordinasi antara PT SMI
dan PJPK Kementerian Perhubungan, diketahui bahwa penyelesaian penugasan penyiapan proyek
Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai, membutuhkan waktu yang lebih lama dari jangka
waktu penugasan yang ditetapkan dalam KMK No. 126 Tahun 2011.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada Januari 2013 PT. SMI menyampaikan usulan amandemen
Perjanjian Penugasan kepada Kepala BKF. Dalam usulan tersebut terdapat dua pokok alasan perlunya
amandemen Perjanjian Penugasan, yaitu PT. SMI meminta pertimbangan Kepala BKF untuk dapat
melakukan perubahan Perjanjian terutama mengenai perpanjangan jangka waktu berakhirnya
Perjanjian dan perubahan terminologi “Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai”.
Menurut PT. SMI, Kementerian Keuangan perlu memperpanjang jangka waktu penugasan sebagaimana
dimaksud dalam KMK No. 126 Tahun 2011 dari sebelumnya berakhir pada Mei 2013 menjadi berakhir
pada Desember 2014. Selain itu, terkait Laporan Kajian Jalur dan dalam rangka merefleksikan
rekomendasi opsi 2 sebagai jalur terbaik, Kementerian Keuangan perlu menyesuaikan terminologi
“Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai” menjadi “Proyek Kereta Api Bandara
Soekarno Hatta”.
Kementerian Keuangan menindaklanjuti usulan PT. SMI dengan mengeluarkan KMK No. 137
Tahun 2013 yang memuat beberapa ketentuan, antara lain jangka waktu penugasan adalah 3 tahun 7
bulan terhitung sejak ditetapkannya KMK No. 126 Tahun 2011 dan dapat diperpanjang sesuai dengan
tujuan pencapaian, serta penggantian terminologi “Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai”
sebagaimana tercantum dalam KMK No. 126 Tahun 2011 diubah menjadi “Proyek Kereta Bandara
Soekarno Hatta”. Jalur opsi 2 juga ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. KP.1264
tahun 2013 tanggal 12 Desember 2013, di mana jalur yang dimaksud mulai dari Halim dan masuk ke
Bandara Soekarno Hatta melalui terminal 3 dan terakhir berhenti di terminal 2.
Dalam perjalanannya, penyiapan proyek oleh PT. SMI ini menghasilkan dokumen yang highly
qualified di mana proyek KA BSH dipersiapkan menyerupai KA Bandara di negara-negara maju
dengan kualitas konstruksi berstandar internasional (first quality in the world). Contohnya berupa depo
KA yang didesain menggunakan teknologi paling canggih dan jalur (railway) untuk KA BSH didesain
dengan membangun rel baru (tidak menggunakan existing rail). Jalur yang dibangun sebagian besar
berupa jalan layang dan jalur khusus yang tidak bercampur dengan jalur kereta komuter yang ada14. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan waktu tempuh dari Halim Perdana Kusuma menuju
SHIA kurang dari 30 menit. Namun, konsekuensinya project cost untuk pembangunan KA BSH
menjadi jauh lebih besar. Project cost yang mahal ini ternyata tidak diimbangi oleh kemampuan
masyarakat untuk membayar. Berdasarkan Laporan Survei Permintaan Angkutan yang dibuat oleh
konsultan PT SMI, menunjukkan bahwa pada opsi 2, tarif tiket kereta bandara pada tahun 2020
diasumsikan sebesar Rp60 – 70 ribu akan memberikan pendapatan yang maksimum15. Angka tersebut
jauh melebihi ability to pay masyarakat yang hanya sekitar Rp27 ribu, terlebih jika dilihat dari
willingness to pay yang hanya sekitar Rp15 ribu.
Meskipun begitu, berdasarkan analisis manfaat biaya ekonomi dan sosial diketahui bahwa
dengan adanya KA BSH akan memberikan pengembalian ekonomi positif. Total present value dari
proyek setidaknya Rp21 triliun atau sekitar USD1,8 miliar. Ini lebih besar dari biaya bersih sekarang
(net present cost) yang sebesar IDR18,6 triliun. Dengan demikian proyek ini akan memberikan net
present value sekurang-kurangnya Rp2,4 triliun16. Melihat manfaat yang lebih tinggi daripada biaya,
PJPK optimis untuk tetap menjalankan proyek KA BSH. Oleh karena itu, untuk menjadikan proyek KA
BSH layak sebagai KPBU, Pemerintah perlu memberikan dukungan kelayakan.
Studi komprehensif tentang peluang pengembangan komersial potensial telah dilakukan yang
pada akhirnya menghasilkan estimasi kebutuhan untuk VGF mulai dari Rp21,9 triliun (secara nominal)
atau 78,1% dari biaya konstruksi dapat ditekan turun menjadi Rp16,6 triliun (64,1%). Proporsi ini masih
belum sesuai dengan persyaratan PMK No. 223 Tahun 2012 bahwa jumlah VGF tidak boleh
“mendominasi” biaya konstruksi. Oleh karena itu, konsultan menyusun kembali skenario untuk
mendapatkan dukungan VGF terendah dengan mengasumsikan peningkatan kapasitas SHIA menjadi
87 juta penumpang per tahun melalui landasan pacu ketiga dan terminal tambahan. Namun, skenario
tersebut tidak akan berarti jika bidders memiliki asumsi yang berbeda dan karenanya memiliki
persyaratan berbeda untuk VGF.
Para konsultan sebenarnya juga telah mempertimbangkan skenario VGF yang memenuhi syarat
(tidak mendominasi biaya konstruksi) yang akan menghasilkan persyaratan VGF sebesar Rp12,3 triliun
atau 49,8% dari biaya konstruksi. Namun, terdapat kecemasan bahwa penerapan skema tersebut akan
berdampak pada tawaran akhir peserta lelang dan adanya risiko kegagalan tender. Untuk mengurangi
risiko ini, konsultan merekomendasikan agar Pemerintah memberikan sebanyak mungkin dukungan
kepada proyek, baik secara langsung maupun tidak langsung dan memastikan lingkungan penawaran
yang sangat kompetitif yang akan menarik berbagai penawar internasional berpengalaman.
Mengingat skenario utama yang diuraikan di atas menunjukkan tingkat VGF yang terlalu
“mendominasi” biaya konstruksi, konsultan kemudian mempertimbangkan beberapa pendanaan

14
Studi Trase: Laporan Survei Permintaan Angkutan, PT SMI, Juli 2012
15
Studi Trase: Laporan Survei Permintaan Angkutan, PT SMI, Juli 2012
16
Soekarno – Hatta International Airport Rail Link PPP Project Final Draft
alternatif dan struktur komersial yang memungkinkan VGF berada pada tingkat yang dapat diterima
berdasarkan peraturan VGF. Beberapa hal yang dirancang konsultan untuk dapat menekan VGF, antara
lain:

1. Penggunaan VGF hanya untuk mengisi kesenjangan pendanaan sehingga dirasa perlu mengadakan
amandemen terhadap PMK VGF. Pembenaran atas hal tersebut berupa potensi keuntungan sesuai
dengan prosedur yang ada.
2. Kementerian Perhubungan membayar service fee ke badan usaha. Pertimbangan ini juga berlaku
untuk penggabungan VGF dengan service fee dari Kementerian Perhubungan.
3. Kombinasi VGF dengan kontribusi modal pihak ketiga, tetapi ada risiko pihak ketiga tidak akan
tertarik dengan aturan ini.
4. Membebankan retribusi sekitar Rp13.600 untuk setiap penumpang yang menggunakan SHIA selain
untuk transit (yaitu penumpang yang berangkat dan yang tiba)17.

Untuk mengatasi gap tersebut, PJPK mengirimkan surat usulan pengajuan dukungan kelayakan
(VGF) kepada Kementerian Keuangan. Namun, Kementerian Keuangan menganggap proyek KA BSH
tidak cukup layak untuk mendapatkan dukungan kelayakan (VGF). Hal tersebut didasarkan atas sasaran
proyek KA BSH merupakan penumpang yang memiliki kebutuhan akan akses ke SHIA yang notabene
mampu untuk mengadakan perjalanan dengan pesawat terbang. Bahkan setelah melalui perhitungan
ulang, project cost tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Di tengah upaya PT. SMI untuk mengatasi besarnya project cost, terjadi pergantian pimpinan
di PJPK. E.E. Mangindaan dilantik menjadi Menteri Perhubungan menggantikan Freddy Numberi. Di
bawah kepemimpinannya, E.E. Mangindaan memiliki kebijakan yang berbeda dengan pimpinan PJPK
sebelumnya. Menteri E.E. Mangindaan tidak memiliki kecenderungan mendukung PT. SMI maupun
PT. Railink dalam urusannya terkait penyiapan proyek KA BSH. Pimpinan PJPK cenderung
membiarkan PT. SMI dan PT. Railink menyiapkan proyek secara paralel. Komitmen top level
management di Kementerian Perhubungan yang awalnya secara penuh mendukung penyiapan oleh PT.
SMI bergeser menjadi lebih tidak menegaskan dukungan. Hal tersebut ternyata cukup mempengaruhi
lingkungan kerja tim teknis.
Setelah ditetapkannya KMK No. 137 Tahun 2013 menggantikan KMK No. 126 Tahun 2011,
Kementerian Keuangan memutuskan untuk mengeluarkan KMK No. 228 Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua atas KMK No. 126 Tahun 2011 pada 10 Juni 2014. Dalam KMK tersebut diatur
beberapa ketentuan, antara lain jangka waktu pelaksanaan penugasan adalah 5 tahun dan 7 bulan
terhitung sejak ditetapkannya KMK No. 126 Tahun 2011, BKF mengevaluasi pelaksanaan penugasan
setiap dua bulan, dan PT. SMI melaporkan pelaksanaan penugasan kepada Kementerian Keuangan c.q.
BKF pada minggu pertama setiap bulan atau sewaktu-waktu setiap diperlukan. Terkait dengan terbitnya

17
Soekarno – Hatta International Airport Rail Link PPP Project Final Draft
KMK No. 228 Tahun 2014, pada 16 Oktober 2014 Kementerian Keuangan dan PT. SMI juga
melakukan amandemen kedua Perjanjian Pelaksanaan untuk Fasilitasi Penyiapan Proyek KPBU
Bandara Soekarno – Hatta.
PJPK juga mengajukan permohonan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk
menjadikan proyek KA BSH sebagai salah satu Proyek Prioritas Nasional. Kemudian hal tersebut
ditindaklanjuti melalui Rapat KPPIP pada bulan Desember 2014 yang dipimpin oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman,
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Keuangan. Pada akhirnya
ditetapkan bahwa Proyek KPBU KA BSH termasuk dalam 20 Proyek Prioritas Nasional sebagai Proyek
potensi KPBU dengan Dukungan Pemerintah.
Pergantian rezim yang terjadi di tubuh PJPK kembali terjadi selama masa penyiapan proyek
KA BSH. Pada 20 Oktober 2014, Ignasius Jonan dilantik menjadi Menteri Perhubungan mengggantikan
E.E. Mangindaan. Pada 5 April 2015, Menteri Perhubungan mengajukan usulan kepada Menteri
Keuangan untuk mengikutsertakan PT. KAI dalam proyek KA BSH. Hal tersebut didasari oleh
terbatasnya kapasitas Direktorat Jenderal Perkeretaapian sebagai penanggungjawab proyek KA
Bandara mengingat masih banyak pekerjaan pembangunan sarana dan prasarana kereta api di luar Jawa
yang juga sedang dikerjakan. Usulan untuk mengikutsertakatan PT KAI juga berkaitan dengan jabatan
Ignasius Jonan sebelumnya sebagai Direktur Utama PT. KAI di mana sudah memahami dengan baik
kemajuan penyiapan KA BSH yang dilakukan PT Railink (anak perusahaan PT KAI dan PT AP II).
Menteri Perhubungan juga mengusulkan PT. SMI untuk mengikutsertakan PT. KAI sebagai sponsor
dan operator sehingga dapat terjalin interkoneksi antara KA BSH dengan KRL. Dengan kata lain, PT.
KAI bertindak sebagai executing agency dan Kementerian Perhubungan bertindak sebagai supervisi.
Menindaklanjuti hal tersebut, dilakukan rapat koordinasi pada pertengahan April 2015 antara
PT. SMI dengan PT. KAI yang membahas kemungkinan Proyek KA BSH dan Proyek KA Komuter
dapat dibuat menjadi komplementer satu sama lain. Untuk melihat kemungkinan hal tersebut, PT. KAI
perlu memperlajari dokumen prastudi kelayakan terlebih dahulu. Lebih lanjut, diadakan kembali rapat
koordinasi yang dihadiri oleh Direktur Pengembangan Usaha PT. KAI, Direktur Penyiapan Proyek PT.
SMI, Direktur Utama PT. PII, perwakilan Kementerian Perhubungan dan perwakilan Direktorat
PDPPI18. Dalam rapat tersebut disimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. PT. SMI mengusulkan struktur keterlibatan PT. KAI dengan opsi (1) sebagai contracting agency
(full sebagai PJPK) dan opsi (2) sebagai standby partner (non bid portion).
2. PT. KAI menyampaikan membutuhkan data prastudi kelayakan dan akan melakukan kajian hukum
untuk melihat sinkronisasi perundangan terkait dengan rencana penugasan PT. KAI di proyek KA

18
Direktorat PDPPI adalah eselon 2 di bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko,
Kementerian Keuangan, yang merupakan eselon baru hasil reorganisasi dari Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
yang semula berada di bawah BKF.
Bandara. Selain itu PT. KAI juga masih mempertanyakan konsep KA BSH yang bersinggungan
langsung dengan KA Bandara PT. KAI (Perpres 83).
3. Kementerian Perhubungan menyampaikan data prastudi kelayakan bisa disampaikan ke PT. KAI,
lebih lanjut disampaikan terkait dengan kajian hukum memang perlu penyelarasan antara UU No.
23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian dan PP No. 56 Tahun 2009 dengan konsep penugasan PT.
KAI di kereta bandara ekspres (pendelegasian wewenang PJPK berikut hak dan kewajiban yang
melekat di dalamnya).
4. Direktorat PDPPI menyampaikan sesuai arahan Menteri Perhubungan dan Menteri Keuangan,
proyek KPBU KA BSH tetap harus berjalan dengan melibatkan PT. KAI.

Di tengah pembahasan keterlibatan PT. KAI dalam proyek KPBU KA BSH, Kementerian
Keuangan berupaya mengklarifikasikan hal tersebut kepada Menteri Perhubungan. Pada akhir Juli 2015
Menteri Keuangan meminta keputusan struktur proyek KPBU KA BSH. Menanggapi hal tersebut, pada
pertengahan September 2015 Menteri Perhubungan melakukan rapat koordinasi di kantor Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian yang dipimpin oleh Sekretaris KPPIP. Selanjutnya pada Oktober
2015 Menteri Perhubungan merespon Menteri Keuangan dengan mengirimkan surat yang intinya
sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil studi PT. SMI terdapat nilai VGF yang dianggap terlalu besar.
2. Kementerian Perhubungan akan melakukan kajian terkait:
a. Integrasi jalur KA eksisting dan jalur LRT Jabodetabek dengan adanya perubahan lebar sepur.
b. Jalur yang semula Halim Perdana Kusuma – Manggarai – Dukuh Atas – Tanah Abang – Pluit
– Bandara Soekarno Hatta diubah menjadi Gambir – Kota/Kampung Bandan – Pluit – Bandara
Soekarno Hatta, agar menggunakan aset jalur KA disamping jalur KA eksisting sehingga dapat
lebih efisien.
3. Kegiatan penyiapan proyek hingga pembangunan prasarana akan dilaksanakan oleh Kementerian
Perhubungan.
4. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penugasan PT. SMI untuk kegiatan fasilitas penyiapan
Proyek KPBU KA BSH tidak lagi dibutuhkan.

Dengan demikian proyek penyiapan Proyek KPBU KA BSH oleh PT. SMI secara resmi
dihentikan pada 24 Oktober 2015 dan penyiapan dan pembangunan proyek KA Bandara dilanjutkan
oleh PT KAI.
Timeline Proyek KA BSH

2 Mei 2011 KMK 2 Mei 2013 Amandemen Mei – Juni 2013


126/2011 Penugasan I Perjanjian Fasilitasi (bagian dari PraFS) Pre
PDF PT SMI Kemenhub - SMI Market Sounding

12 April 2013
10 November 2011 12 Desember 2013
Perjanjian PDF KMK 137/2013 Penetapan Trase oleh
Kemenhub – SMI Penugasan PDF PT SMI Menhub
(perubahan pertama)

11 Desember 2012 10 Juni 2014 KMK


19 Maret 2012 Kontrak Arahan Dirjen KA untuk 228/2014 Penugasan
Konsultan Pra FS melanjutkan ke tahap PDF PT SMI (perubahan
Pra-FS kedua)

29 Juni 2012 16 Oktober 2014 25 Oktober 2015


Penyampaian Laporan 25 September 2012 Amandemen II Perjanjian
Uji Tuntas Oleh DJKA ke Laporan Kajian Jalur Fasilitasi Kemenhub - proyek KPBU KA BSH
BKPM SMI resmi dihentikan

--o0o--
Lampiran:

Gambar 1. Opsi Jalur KA Bandara Internasional Soekarno Hatta

Sumber: PT SMI (2014)


Gambar 2. Potensi Permintaan Penumpang (Demand Passanger) KA Bandara Internasional
Soekarno Hatta.

Sumber: PT SMI (2014)


Gambar 3. Rencana Pembangunan Jalan Tol Di DKI Jakarta.

Sumber: Dinas Tata Ruang DKI Jakarta


Gambar 4. Jumlah Penumpang KA Bandara Kota-Kota Lainnya di Dunia

Sumber: PT SMI (2014)

Gambar 5. Kapasitas Bandara Internasional Soekarno Hatta (2012)

Sumber: PT SMI (2014)


Gambar 6.a Perbandingan Tarif KA Bandara Ekspress dan Reguler Per Km

Gambar 6.b Perbandingan Rasio Tarif KA Bandara Ekspress dan Reguler dengan Taksi

Gambar 6.c Perbandingan Rasio Tarif KA Bandara Ekspress dan Reguler dengan Bis

Sumber: PT SMI (2014)

Anda mungkin juga menyukai