Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN LITERASI NOVEL

I. Identitas
Judul novel : Sad Girls, Dusta & Kepedihan
Pengarang : Lang Leav
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2017
Tebal buku : 312 halaman

II. Rangkuman
Audrey disergap oleh gangguan kecemasan ketika usianya delapan belas tahun.
Kecemasan itu muncul dalam wujud serangan panik yang datang tanpa peringatan seperti petir
di siang hari. Hal ini pasti berkaitan dengan dusta itu. Sampai sekarang, Audrey tidak tahu
mengapa kebohongan mengerikan tersebut sampai terlontar dari mulutnya. Semua orang tahu
detail dusta karangannya yang dengan buta diterima sebagai kebenaran. Ana, gadis yang tidak
bahagia, menjadi korban penipuan Audrey, ditemukan meninggal dunia dalam bak putih
dikamar mandi dengan darah yang mengalir dari kedua pergelangan tangannya. Pada malam
yang sama, Audrey mengalami serangan paniknya. Upacara pemakaman Ana diadakan di Holy
Trinity, gereja di daerahnya. Setelah eulogi Ana dibacakan, setiap orang mendapatkan
sekuntum mawar putih dan meletakkannya di peti mati yang terbuka. “Maafkan aku,” Audrey
berbisik sembari meletakkan mawar diantara permohonan maaf lainnya. Saat resepsi setelah
acara, suasananya masih muram. Audrey pergi ke teras belakang dengan berpegangan pada
besi tempa susuran pagar, napasnya berat dan memburu. Kejadiannya begitu cepat sehingga
Audrey tidak memikirkan konsekuensinya. sekarang sudah terlambat untuk waktu berputar
lagi. “Kau baik-baik saja Audrey?” Terdengar suara anak perempuan berbicara kepadanya. Itu
adalah Candela, teman baik Audrey. Candela merangkul bahu Audrey sambil mengusap-usap
punggungnya. Baru beberapa saat kemudian ia merasa tenang.
Hari itu mendung dan suram, Audrey pergi ke halte bus untuk memenuhi janji temu
pertamanya dengan seorang psikolog sebelum tengah hari. Merasa canggung, Audrey
menyadari betapa gelisah dirinya. Sementara bus melaju, Audrey sibuk merogoh saku celana
lalu mengambil selembar kertas kusut berwarna kuning terang yang bertuliskan nama beserta
alamat (Ida Summers, 24 Jalan Senitel Cremorne). Audrey tiba di klinik dua puluh menit lebih
awal sebelum waktu janji temunya. “Audrey?” seseorang memanggil namanya saat ia sedang
membaca-baca majalah. Ida, psikolog yang akan menemani sesi Audrey selama satu jam.
Menceritakan secara detail tentang semua masalah yang mulai muncul awal-awal ini. “Rasanya
seolah benakku ditarik dari tubuh” jelasnya. Ida mengeluarkan toples kaca kecil berisi
tumpukan karet gelang. Membuka tutupnya, mengambil satu karet, dan mengulurkan karet
gelang kepada Audrey. Ida meminta Audrey untuk memakai karet gelang tersebut. Tanpa
peringatan, ia menarik karet gelang itu dengan ibu jari lalu melepaskannya. “Setiap kali kau
mulai masuk dalam siklus kecemasan, sengatan tajam itu akan menarikmu keluar dari
kepalamu sendiri dan akan membuatmu tersadar kembali kedunia nyata. Ketika mulai merasa
gelisah, tarik karet ini dan jentikkan tanganmu.”
Ujian sekolah sudah dimulai, dan Audrey tak sanggup menelan apapun sewaktu sarapan.
Tubuhnya menegang, Ia merasa sangat gugup. Apalagi ini adalah ujian penentu untuk masuk
universitas nantinya. Tidak seperti biasanya, suasana begitu tenang ketika para guru
membariskan murid-murid dan mengarahkan mereka ke aula. Audrey berjalan melewati
deretan meja dan kursi yang disusun rapi. Jantungnya berdebar kencang. Salah seorang guru
berdiri dan membacakan peraturan, sementara guru lain membantu meletakkan selembar kertas
soal dalam posisi terbalik disetiap mejanya. Saat Audrey menatap lembar itu, ia merasakan
gelombang panik. Dengan putus asa, ia berusaha menjentikkan karet dipergelangan tangannya,
tetapi rasanya seperti melemparkan satu ember air dikobaran api yang mengamuk. Napasnya
mulai memburu dan tidak teratur. Audrey buru-buru berdiri dan kursinya berderit memecah
keheningan di aula. Dapat dirasakan, ratusan pasang mata menatap Audrey dan ia tak tahan
menjadi pusat perhatian. Entah bagaimana, Audrey berhasil keluar dan berdiri mencengkram
pagar logam, mati-matian menghirup udara. Tadi Audrey begitu panik sehingga tanpa sadar ia
mencakari pergelangan tangannya. Hal itulah yang biasa Audrey lakukan ketika cara karet
gelang gagal, tapi kali ini tangannya sampai terluka. Audrey dijemput dan kembali kerumah
tanpa mengikuti ujiannya. Ia masih gemetar ketika naik ke kamar tidur. Ibu nya membawakan
teh chamomile. Audrey mengambilnya dengan penuh syukur dan meminum cairan hangat itu,
membiarkannya mengalir keseluruh tubuh dan mengembalikan dirinya ke kenyataan.
Kelulusan datang dan pergi tanpa banyak keributan. Tawa dan gelegaaan menyebar di
udara. Orang-orang saling menandatangani baju kaus dengan spidol dan menggoreskan
kutipan-kutipan bermakna dibuku tahunan satu sama lain. Di lapangan olahraga, teman-teman
sekelasnya mulai membakar buku sekolah mereka dalam kaleng-kaleng sampah. Ini adalah
sebuah tradisi yang berlanjut setiap tahun. Setelah sekolah berakhir, pergantian hari terasa
seperti mengabur. Audrey merasa tidak punya aturan, tujuan, dan tak punya alasan untuk
bangun pagi. Ia baru tidur pada saat larut malam, dan selama berjam-jam kerjaannya hanya
membaca novel. Suatu pagi, ponselnya berdering keras, membangunkan Audrey dari tidurnya
yang tidak nyenyak. Ia memegangi pinggir tempat tidur dan mengambilnya. “Halo?” suara
Angie terdengar dari telepon itu. Angie, rekan pembuat artikel, majalah beserta tulisan-tulisan
selama sekolah. Ia ingin menawarkan Audrey posisi pekerja magang di See! Sydney, sebuah
kantor penerbitan. Tanpa pikir panjang, tentu saja Audrey langsung menerimanya. Hal itu
sudah menjadi impian seorang Audrey, menulis buku sebagai jalan karir. “Bagus. Pukul dua
belas jangan lupa datang ke kantor kami” sahut Angie.
Audrey tiba disebuah bangunan abu-abu yang tidak mencolok setengah jam sebelum
waktu pertemuannya. Ia duduk dikedai kopi lantai bawah dan mengambil koran hari ini. Ada
anggota pekerja magang lain yang memandu menyusuri koridor sempit dan melewati pintu
kaca dengan tulisan “See! Sydney” yang tercetak dalam huruf hitam tebal. Terdapat kantor
kecil berkonsep terbuka dengan sejumlah meja bertebaran dengan berkas-berkas jurnal.
Sampai di ruang pertemuan, Audrey mengikuti Sam ke mejanya. Ia langsung bersiap siap untuk
melakukan wawancara kerja. Ia diminta untuk menceritakan tentang dirinya beserta ambisinya.
“Aku senang menulis, Kurasa tujuan terbesarku adalah suatu hari menulis sebuah buku” sahut
Audrey. Setelah wawancara selesai, Sam, editor See! Sydney memujinya. “Aku jelas melihat
potensi dalam dirimu, ku kira dengan sedikit bimbingan, tak lama lagi kau akan cemerlang”.
Besok paginya, Audrey mendapatkan tugas menulis artikel dan mewawancarai sang penulis.
Sam mempromosikan Audrey sebagai jurnalis senior, posisi yang diiringi tanggung jawab
untuk mewawancarai beberapa pengarang terkenal. Sepertinya Audrey benar-benar menyukai
pekerjaanya sekarang ini.
Hari demi hari berlalu, entah darimana datangnya ide ini, Audrey merasa dirinya harus
pergi ke Colorado untuk belanjutkan bakat dan karirnya disana. Sam merasa sangat sedih
mendengarkan kabar tersebut. Audrey berkembang sangat pesat sejak kedatangannya ke See!
Sydney, dan sekarang menjadi penulis terbaik disana. Jadi Sam tidak mungkin membiarkan
posisinya kosong begitu saja. Tapi disisi lain, Sam juga harus mengerti ini demi kebaikan
Audrey sendiri. Memulai kebiasan dan hidup baru di Colorado, menulis cerita sembari
menikmati pemandangan yang menakjubkan di Colorado dengan pai gooseberry. Dan benar
saja, hasil tulisan-tulisan yang dibuat Audrey memiliki alur yang kuat. Salah satu pekerja Annie
Otto menawarkan Audrey untuk menjadikannya perwakilan. Annie Otto adalah salah satu agen
sastra terbaik di dunia. Produser besar di Hollywood juga jatuh cinta dengan alur kisah yang
dibuat oleh Audrey dan ingin mengembangkannya menjadi film juga bekerja sama dengan
penulis sukses lainnya. Setelah perjalanan panjang di Colorado, Audrey berpindah ke Los
Angeles untuk mewujudkan mimpinya.

No. Unsur Ekstrisik Kutipan Novel


1. Sosial Aku menjatuhkan koin ke tas gitar si-pengamen yang
terbuka dan terus berjalan.
2. Agama Suasana murung menyebar di udara saat kami berjalan
menaiki undakan gereja Holy Trinity.
3. Budaya Semua orang berpakaian warna hitam karena sudah menjadi
tradisi kami.
4. Politik “Aku bisa mencari tunjangan pemerintah selama magang.”
5. Pendidikan “Dia meraih nilai tinggi dalam ujian SAT, dan ditawari
beasiswa ke Stanford.”

Anda mungkin juga menyukai