Anda di halaman 1dari 3

BRIGITTA LYSTIA AJI XII MIPA 1 ABSEN 6

KERANGKA RANCANGAN NOVEL


Tema : Persahabatan, Cinta semasa SMA
Abstrak : Nindy, gadis ramah, baik hati, mudah bergaul dan tentunya disukai semua orang. Ya gadis
pengidap kanker leukemia itu memilih untuk pergi ke sekolah, dibandingkan pergi ke rumah sakit untuk
menjalani perawatan kemoterapinya.
Disamping itu, Dito ialah seorang laki-laki yang cuek dan dingin, sewaktu kecil ia menjadi korban
kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuanya. Selain itu, ia juga menderita beberapa hilang
ingatan karena kecelakaan itu.
Siapa yang tahu jika takdir telah menyatukan mereka, namun sayangnya takdir itulah yang juga
memisahkan mereka.

Orientasi : SMA Permata Bangsa menjadi saksi kisah kasih antara Dito dan Nindy yang cukup berlika-
liku. Di sinilah Nindy bertemu dengan Dito, kakak kelas yang ia dambakan sejak ia masuk sekolah. Ia
menyukai Dito. Sangat-sangat menyukainya. Namun tidak dengan Dito, ia risih akan keberadaan Nindy
di dekatnya.

Komplikasi : Seiring berjalannya waktu, Nindy teringat bahwa Dito adalah teman masa kecilnya di
rumah sakit. Dito merupakan sosok yang menghabiskan waktu bersamanya ketika keduanya dirawat di
rumah sakit yang sama. Nindy yang mengetahui hal tersebut lebih dulu, semakin senang karena bertemu
teman lamanya itu. Di samping itu, Dito masih belum mengenali siapa Nindy sebenarnya. Ia hanya risih
dan muak akan keberadaan Nindy di dekatnya.

Klimaks : Rasa suka Nindy terhadap Dito semakin besar dari hari ke hari. Tiada hari tanpa Nindy
memikirkan pria itu. Namun di sisi lain, tidak dengan Dito. Ia semakin risih dan muak akan keberadaan
Nindy yang selalu mengikuti dan memperhatikannya. Hingga akhirnya Dito melakukan sebuah
kesalahan yang fatal. Kata-kata jahat dan menyayat hati keluar dari mulutnya. Ia berkata bahwa
Nindy membuatnya muak dan kesal. Hal tersebut membuat hati Nindy sesak.

Resolusi : Kini Nindy mulai menyerah akan perasaanya. Kondisi kesehatannya semakin kritis. Hari – hari
menjadi suram dan ia menjadi tidak seriang yang dulu. Karena kondisi kesehatannya, Nindy kembali
menjalani kemoterapi di rumah sakit. Bak dunia terbalik, disaat Nindy menyerah akan perasaanya, Dito
mulai merasa kehilangan sosok Nindy yang selalu hadir di hidupnya.

Koda : Waktu terus berlalu, kondisi Nindy yang semakin kritis membuat teman-teman, dan keluarganya
berada di ambang kekhawatiran. Tiba-tiba sebuah kabar duka datangi. Semua masih tidak menyangka,
Nindy sosok yang kuat dan ceria yang selama ini mereka kenal, telah meninggalkan mereka semua.
Terlebih Dito, ia menyesal telah memperlakukan Nindy dengan tidak baik. Kini ia hanya bisa memendam
perasaanya. Ia menangisi kepergian Nindy, teman sekaligus cinta pertamanya.
TUGAS HALAMAN 129 – GAMBARAN NOVEL
Waktu Yang Salah
Suara meja dan kursi yang berderit karena tergeser oleh anak-anak kelas, hebohnya anak laki-
laki yang sedang bermain bersama dan suara nyaring dari anak-anak perempuan yang sedang bergosip di
belakang kelas, membuat sekolah tidak pernah membosankan. Pagi hari itu, seorang gadis memasuki
ruang kelas dan berseru, ”Yo, turun semua yo. Upacara wes mulai. Ayo turun!”, seru gadis medog
bernama Nindy itu.

Nindy Sanyoto, seorang gadis ramah, pintar, dan mudah bergaul serta disukai semua orang
tentunya. Gadis pengidap kanker leukemia itu kini tengah menempuh pendidikannya di kelas X. Ya,
kanker leukemia yang dideritanya, didapatkan karena adanya kelainan genetik dalam dirinya.

Meski seharusnya, ia belum boleh bersekolah, dan harus fokus pada pengobatannya, namun ia
bersikeras ingin bersekolah. “Penyakitku, bukan penghalangku.” begitulah ucap Nindy dalam hatinya
selalu. Nindy selalu tampak ceria, dan selalu menghibur orang lain dibalik rasa sakit yang dideritanya.

“Buk!” suara 2 bahu yang terbentur satu sama lain membuat buku-buku yang dibawa Nindy
berjatuhan di lorong kelas. “Duh..jatoh semua deh, huft,” seru Nindy perlahan yang menahan sakit
lututnya yang berdarah. “Eh, sorry. Aku buru-buru.” jawab orang tak dikenal itu.

“Ya tapi kan seharusnya bisa hati-hati, toh ya... Lain kali jangan sampai menabrak orang seperti
ini!” tegur Nindy. “Iya-i-iya.. Maaf sekali lagi.. kebetulan aku punya saputangan, Ini dipakai dulu yaa.
Aku buru-buru, maaf sekali lagi!”

“Ya sudahlah, tidak apa-apa, terimaka---“ ucapan Nindy terputus disaat seketika ia tak sengaja
membaca nametag dan melihat sedikit bekas luka jahitan di dahi pria itu.

“Humm..Ardito? Seperti aku pernah dengar? Sepertinya aku pernah melihat luka itu. Entahlah,
lumayan juga orang itu, baik pula…Hihhihi.” pikir Nindy. Dito, kakak kelas XII, kakak OSIS, yang tenar
akan sikapnya yang galak, dingin, tak kenal ampun, dan kurang suka bersosialiasi? Namun, Nindy sangat
menyukai kakak itu. Semenjak insiden kecil di lorong yang mengembalikan memori masa lalunya,
membuat Nindy ingin mendapatkan hati kakak itu. Hah? Memori masa lalu? Ya betul ternyata Nindy dan
Dito telah bertemu bahkan jauh sebelum Nindy pindah ke sekolah ini. Belum lama ini Nindy baru saja
mengingat hal yang mengejutkan.

Mereka berdua merupakan sesama pasien yang dirawat di Rumah Sakit Mitra Kebumen. Dito
merupakan pasien kecelakaan yang sempat mengalami pendarahan otak dan Nindy adalah pasien
kemoterapi di rumah sakit itu. Dahulu ternyata keduanya mengenal satu sama lain dan bahkan bisa
dibilang cukup dekat.

Namun seiring berjalannya waktu dan keadaan, mereka terpisahkan oleh jarak dan entah bisa
dibilang takdir atau bukan, mereka dipertemukan kembali di sekolah yang sama. Namun kini berbeda,
Nindy mengingat semua memori masa lalunya, tetapi Dito berbeda. Ia sama sekali tidak mengenali
Nindy. Belum lagi akibat kecelakaan yang membuat ingatan Dito sedikit bermasalah, membuatnya
melupakan siapa Nindy sebenarnya. Nindy tentunya sedih dan kecewa.

Waktu terus berjalan, namun tampaknya diantara Dito dan Nindy masih belum ada
perkembangan. Pada akhirnya Nindy mulai menyerah akan perasaanya. Bak dunia terbalik, disaat Nindy
menyerah akan perasaanya, Dito mulai merasa kehilangan sosok Nindy yang sering hadir di hidupnya.

Belakangan ini Nindy kembali masuk ke rumah sakit untuk menjalankan kemoterapinya
dikarenakan kondisi kesehatannya yang memburuk kian hari. Hari demi hari berjalan, dan kini Dito sudah
mengingat siapa Nindy sebenarnya. Ini semua berkat sebuah foto polaroid kecil yang tersimpan di kado
ulang tahun Dito yang Nindy berikan. Dito belum sempat membukanya. Foto itu menunjukkan bahwa
Nindy adalah gadis yang selalu bersamanya ketika ia dirawat di rumah sakit dulu. Hati Dito sesak. Sangat
sesak. Ia benci dirinya sendiri.

Jumat pagi, langit seharusnya cerah, ditemani matahari dan awan putih yang berdampingan.
Namun tidak untuk hari ini, langit mendung, awan terlihat murung dan mulai meneteskan air hujan.
Keluarga Nindy sedang diambang kekhawatiran. Nindy sedang dalam kondisi kritis.

Selang beberapa waktu, ruang tunggu dipenuhi tangis yang pecah menanggapi kabar duka itu.
Semua masih tidak menyangka, Nindy sosok yang kuat dan ceria yang selama ini mereka kenal, telah
meninggalkan mereka semua. Terlebih Dito, ia menyesal telah memperlakukan Nindy dengan tidak baik.
Kini ia hanya bisa memendam rasanya. Ia pergi ke makam Nindy setiap hari Jumat. Satu pun hari Jumat
tak pernah ada yang ia lewatkan untuk berkunjung ke makam Nindy. Dito mengelus nisan Nindy, sembari
menahan tangisnya.

“Aku tak pernah menyesal bertemu denganmu, Nin,”

“Jika ada satu hal yang harusku sesali ialah... aku yang terlambat mengenalimu.” ucap Dito
menangisi kepergian Nindy, teman kecilnya, dan cinta pertamanya.

Anda mungkin juga menyukai