Anda di halaman 1dari 4

Arti Sebuah Persahabatan

Sunyi. Sepi. Lara. Itulah yang dialami Dinda semenjak ditinggal pergi Ayah dan Ibu tercinta untuk
selamanya. Ya, mereka sudah meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan saat bepergian ke
luar kota. Dinda sangat syok ketika perawat RSUD Advent memberi khabar bahwa kedua
orangtuanya berada di rumah sakit. Yang lebih membuat gadis kecil itu terpukul adalah saat
perawat itu bilang Ayah dan Ibunya sudah tiada.

Walau pun sekuat hati ia berusaha untuk melupakan kejadian itu, tetap saja peristiwa mengenaskan
yang menimpa kedua orangtuanya masih membekas di hati. Dinda trauma. Ia berharap ada seorang
teman yang bisa menghibur hari-harinya. Dan sampai saat ini ia belum mendapatkan sahabat yang
diimpikan itu.

'Tok..tok..tok. Non, ada surat untuk Non !' Bi Ratna mengetuk pintu sambil memanggil Dinda yang
sedang terbaring di kamar.

'Ada apa sih, Bi?' sahut Dinda dari dalam kamar.

'Ini, ada surat untuk Non,' jawab Bi Ratna.

'Oh, ya..selipin di bawah pintu saja suratnya Bi,' ujar Dinda.

'Baik Non,' sahut Bi Ratna kembali.

Tak lama berselang Dinda bangun dari tidurnya, dan membuka pintu kamar untuk mengambil surat
yang diberikan Bi Ratna tadi. Betapa terkejutnya saat ia membaca surat itu. Ternyata surat itu
dikirim oleh seseorang yang tidak dikenalnya. Lebih mengejutkan lagi, orang itu bilang kalau dia
ingin menjadi sahabat penanya. Hatinya sangat senang saat membaca surat yang dikirim oleh
seseorang yang ternyata bernama Nova. Sahabat barunya itu tinggal di Sukadana.

Dari sinilah mereka akhirnya sering mengirim curhat lewat surat. Jalinan persahabatan mereka pun
semakin akrab dan harmonis.

Kini, hidup Dinda tidak seperti yang dulu lagi. Ia tidak merasa hidup sendiri dan kesepian lagi.
Semua itu sudah lebih baik dari kehidupan yang ia rasakan dulu. Ia berharap Nova akan menjadi
sahabat sejati untuk selamanya.

Pada suatu hari ketika Dinda hendak mengirim surat buat Nova, ia mengabarkan, 'Nova, kalau tak
keberatan, aku ingin kamu menyertakan fotomu di dalam surat yang nanti hendak kamu kirim balik
kepadaku.'

Dan tak berapa lama surat balasan dari Nova pun datang. Ternyata ia menyelipkan foto dirinya di
dalam surat itu. Dengan perasaan suka cita dibukanyalah surat itu.
'Din, ini adalah fotoku, semoga kamu senang melihatnya,' tulis Nova.

'Ooo…. jadi ini ya wajah Nova. Cantik sekali,' ucap Dinda dalam hati tersenyum gembira.

Dinda pun kembali membalas surat yang di kirim Nova tadi. Ditulisnya kata-kata di atas kertas
berwarna pink bergambar Snow White.

'Nov, makasih ya udah ngirimin foto kamu. Kapan-kapan bisa nggak kita ketemuan ya?'

Tetapi setelah beberapa hari menunggu, surat balasan dari Nova tak kunjung tiba.

'Tok..tok..tok.! Non, ada surat dari kawannya Non !' panggil Bi Ratna mengetuk pintu kamar Dinda.

'Haahh..??!! Itu pasti surat dari Nova!' ucapnya dalam hati. Dinda pun segera beranjak dari tempat
tidurnya dan langsung menemui Bi Ratna.

'Bi, mana surat yang tadi Bibi mau kasih ke aku?' tanya Dinda tak sabaran.

'Ini dia Non suratnya !' jawab Bi Ratna sembari memberi surat itu kepada Dinda.

Dugaan Dinda ternyata benar. Tapi ada yang aneh saat ia membaca surat dari Nova kali ini. Dalam
suratnya Nova bercerita, 'Dinda sahabatku, nampaknya persahabatan kita harus berakhir sampai di
sini. Aku tidak dapat mengirim surat lagi sama kamu. Karena aku harus pergi selamanya dari dunia
ini. Jika kamu ingin menjengukku, kamu pergi saja ke Rumah Sakit Agoes Djam. Kamu tidak perlu
informasi banyak dariku. Kamu akan tahu sendiri nanti. Kalau kamu tak mau terlalu bersedih
nantinya, sebaiknya kamu pergi sekarang juga ke rumah sakit itu. Salam Persahabatan!'

Dind bingung dengan apa yang disampaikan Nova di dalam surat itu. Ia heran, mengapa rumah
sakit yang di sebutkan Nova tadi sama seperti rumah sakit tempat Ayah dan Ibunya sempat dirawat
dulu.

Dengan rasa penasaran, Dinda pun segera pergi ke rumah sakit yang disebutkan Nova di dalam
surat tadi. Sesampainya di sana, Ratih langsung mencari informasi dan bertanya kepada perawat
jaga.

'Siang Suster, apa ada pasien di rumah sakit ini yang bernama Nova Amelia dari Waylaga ? Dia
baru masuk kemarin malam,' tanya Dinda kepada perawat tersebut.

'Oh ya …pasien yang bernama Nova Amelia memang sedang dirawat di rumah sakit ini,' jawab
sang perawat lagi.

'Dia berada di ruang mana ya, Sus?' tanya Dinda kembali.


'Dia dirawat di Ruang Melati 4. Kalau memang adik ingin menjenguknya, lebih baik segera ke
sana,' ucap si perawat dengan raut wajah serius.

'Memangnya kenapa, Sus?' tanya Dinda heran.

'Sakitnya parah. Menurut dokter, hidupnya diperkirakan tinggal beberapa waktu lagi,' kata sang
perawat.

'Haahh??!! Apa ? Memangnya dia menderita penyakit apa, Sus?' Dinda gelisah. Wajahnya
memucat.

'Anak itu menderita tumor ganas di dalam otaknya. Kasihan sekali gadis itu.' ucap perawat itu.

Tanpa basa-basi dan permisi, ia segera pergi menuju ke ruang tempat Nova di rawat. Ia berjalan
setengah berlari sambil meneteskan air mata.
Akhirnya Dinda sampai di depan ruang di mana Nova dirawat. Dia segera masuk ke dalam kamar
tersebut.

Dinda tak kuasa menahan air matanya lagi, ketika melihat sahabat penanya yang ia sayangi tergolek
di atas ranjang putih. Diam tak berdaya dengan selang infus menempel di hidung dan tangan. Di
ruangan juga ada kedua orangtua Nova, kakak dan adiknya. Mereka bersedih.

Dinda menanyakan hal tersebut kepada Mama Nova. Mama Nova menjelaskan bahwa Nova
mengidap penyakit ini sudah sejak lama. Saat mengetahui penyakit yang diidapnya, Nova merasa
syok dan tak mau bermain dengan teman-teman seusianya. Ia merasa minder. Sejak itulah Nova
sangat merasa kesepian dan terasing.

Dari situlah akhirnya Dinda mengerti mengapa Nova sampai-sampai mengirim surat kepadanya.
Niatnya hanya satu, ingin berteman.

Dinda mendekati Nova, lalu memegang tangan Nova sambil berkata, 'Nov, walau pun kita tidak
pernah bertemu selama ini, dan kita hanya dapat bertukar cerita lewat kata-kata , tapi kita tetap
menjadi sahabat sejati.'

Dinda menangis sesunggukkan di hadapan Nova.

Nova hanya bisa diam tak bersuara di atas tempat tidurnya. Melihat Nova yang tergeletak tak
berdaya, air mata Ratih mengalir semakin deras.
Tak lama kemudian tangan Nova mulai bergerak perlahan-lahan dan ia juga dapat mengeluarkan
kata-kata pelan. Melihat kejadian itu, mama Nova segera memanggil perawat yang lewat di depan
kamarnya. Dan perawat itupun memanggil dokter.

Setelah Nova di periksa dokter, dokter menyatakan bahwa Nova sudah bebas dari masa kritisnya.
Setelah melewati beberapa tahap pemeriksaan, dokter berkata bahwa kondisi Nova sudah mulai
membaik. Walau belum seratus persen pulih. Paling tidak ia dapat melewati masa kritis. Semua itu
kuasa Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang, sehingga Vira dapat bertahan. Allah-lah yang
mengatur semua kehidupan kita. Hidup atau pun mati.

Dinda sangat bersyukur kepada Allah, karena sahabatnya Nova telah diberi kesempatan untuk
hidup, juga diselamatkan dari penyakit maut. Dinda pun berterima kasih kepada Allah karena telah
memberikan pengalaman hidup yang berharga bagi dirinya.

Mega trisna oliviana


XI MIPA 3

Anda mungkin juga menyukai