Anda di halaman 1dari 12

BAB ?

“Wih, penganten baru udah LDR-an aja.” Goda teman


Dirga saat yang ditanya baru saja kembali dari misi
rahasianya.
“Minggu lalu lo kemana? Gue kesini lo nggak di
tempat.”
“Ada. Gue ngasih seminar pas lo tiba di sini. Pas gue
selesai, lo udah berangkat. Ngomong-ngomong bini lo nggak
lo ajak kesini?”
“Masih pendidikan spesialis di Semarang kan.”
“Oh iya, ambil spesialis forensik ya. Rumah Sakit
Bhayangkara siap-siap berebut nih. Kurang berapa lama?”
“Bentar lagi. Tinggal ujian-ujian.”
“Mau lo ajak kesini apa gimana?”
“Dia ada ikatan dinas sama Rumah Sakit di Semarang.”
“Nggak enak tau Bro LDR. Gue kaget waktu komandan
ngasih tau lo bersedia berangkat minggu lalu. Pernikahan lo
baru dua hari. Bini lo nggak ngambek?”
Dirga hanya tertawa. Dan ponselnya bergetar. Dari
ibunya. “Ya Ma?... Iya, barusan aku aktifin. Baru turun
dinas… Nggak. Dari kapan dan sampai kapan?... Ya belom

1
sempet lihat hp. Bener-bener baru balik. Ya udah, aku
pulang, bersih-bersih dulu… Iya.”
“Mau pulang? Nggak ke asrama?”
“Istri gue di Jakarta dari kemaren. Gue balik.”
“Oke.”
Dirga pulang ke rumah yang biasa ditempati untuk
singgah orang tua maupun kakaknya ketika di Jakarta.
“Kamu pulang le?”
“Iya Mbok. Istri saya bilang nggak pulangnya jam
berapa?”
“Loh, mbak Sandra di Jakarta le?”
“Semalem nggak tidur sini?”
“Enggak.”
Sandra
Kamu di Jakarta nginep dimana?

Butuh beberapa menit Sandra membalas pesan Dirga.

Sandra
Hotel.
Kamu udah turun dinas?
Iya.
Sekarang dimana?
Di RSCM

2
Ketemu temen
Selesai jam berapa?
Aku jemput
Nggak usah
Hotelku deket. Kamu juga baru aja turun dinas
Besok pesawat jam berapa?
Jam 8
Kok pagi banget?
Aku ada acara
Aku telfonin mbak Diana
Ngapain?
Nggak ada hubungannya sama mbak Diana
Aku ada acara
Ya udah
Besok pagi aku jemput kamu di hotel
Hotel biasanya kan?
Iya

“Kamu mau makan?”


“Nggak Mbok.”
“Mbak Sandra nggak mampir sini le? Baru nikah
langsung kamu tinggal dinas. Satu di Semarang, satu di
Jakarta. Giliran sama-sama di Jakarta, masa ndak
ketemuan?”

3
“Aku capek Mbok. Tak mandi, terus tidur dulu.”

4
BAB ?
?

“Kamu mau ke mbak Sandra?” tanya si Mbok ketika


Dirga sudah siap pergi. “Sudah jam setengah sembilan, tak
angetin bentar ya sayurnya.”
“Iya Mbok.”
“Tadi ibu nanyain mbak Sandra sama kamu. Mbok
jawab aja kamu mau istirahat dulu sebelum ke hotelnya
mbak Sandra.”
“Iya.”
Sambil menyuguhkan makanannya, si Mbok berucap.
“Wajar kalau mamamu khawatir. Kamu sama mbak Sandra
kan nikahnya memang dijodohkan. Kenal juga baru berapa
lama sih. Tapi kenapa kamu mau menerima perjodohan ini?”
Dirga melihat asisten rumah tangganya yang sudah
dikenalnya sejak kecil itu. “Mama, papa, dan keluarganya
mbak Diana suka sama dia.”
“Kamu nggak suka sama dia?”
“Kalau dia bisa membuat keluargaku menyukainya,
berarti dia bisa membuatku menyukainya.”
“Terus gimana sama mbak Nanda?”
“Aku udah pernah bilang kan Mbok, kalo keluargaku
tidak merestuiku, aku tidak akan melanjutkan hubungan

5
dengannya. Sudah waktunya menutup lembaran itu Mbok.”
Dirga menghabiskan makannya dengan cepat.
“Ya sudah, sana kamu ke mbak Sandra. Sudah tambah
malam.”

“Malam Ndan, nyari bu dokter?” sapa pihak hotel tempat


Sandra menginap.
“Kamar berapa? Minta kuncinya sekalian.”
“Sebentar Ndan.” Laki-laki itu berjalan ke belakang meja
resepsionis, lalu membawakan card lock kepada anak pemilik
hotel itu. “Kok malem banget Ndan? Udah jam sepuluh.”
“Iya. Baru turun dinas. Saya naik dulu.”
“Siap.”
Dirga berjalan menuju kamar dimana Sandra berada dan
membukanya. Si empunya sudah tertidur nyenyak di
kasurnya. Dia mendekat, melihatnya lama. Dia sama
sepertinya. Sama-sama dijodohkan dengan orang yang tidak
dicintainya.
“Oh, kirain siapa.” Sandra membuka matanya, lalu
memunggunginya, lalu tidur lagi.

6
BAB ?
?

Saat Sandra membuka mata, Dirga masih tertidur di


sampingnya. Dia kemudian masuk ke kamar mandi.
“Sholat bareng yuk!” ajar Dirga ketika Sandra keluar
kamar mandi. “Aku wudhu bentar.”
Mereka berdua sholat, khusyu’.
“Aku mandi bentar. Kamu siap-siap, bawa semua
barang-barang kamu, nanti kita sarapan di bawah, terus aku
anter kamu ke Bandara.”
“Iya.”

“Pagi Ndan.”
“Pagi. Saya nitip koper istri saya ya.”
“Siap. Bu dokter mau balik hari ini ya Ndan?”
“Iya. Biasanya extend Ndan.”
“Sibuk dia. Ada janji di Semarang.”
“Wah, LDR lagi dong Ndang.”
“Nasib Boss.” Dirga bergabung dengan Sandra yang
sudah mengambil sarapannya.
“Kamu nggak sarapan?” tanya Sandra ketika Dirga
malah duduk di depannya. Dia melihat jam di tangannya.
“Masih bisa agak santai. Mau aku ambilin apa?”

7
“Kopi, omelet sama sayur buah aja.”
“Oke.” Sandra meletakkan sendoknya, lalu beranjak
memesan omelet dan mengambilkan sayur dan buah. Dia
memberikannya pada Dirga dan membawakan air putih.
“Bentar aku ambilin kopinya.”
“Makasih.”
Ponsel Sandra di meja bergetar. Ada nama ‘Mama
Mertua’ di sana. Dirga mengambil dan mengangkat telfonnya.
Ternyata video call.
“Ya Ma.”
“Wih, pagi-pagi kamu yang ngangkat. Mama nelfon
Simbok katanya kamu nggak pulang, bilangnya nyusul
Sandra di hotel. Mana Sandra?”
“Bikinin aku kopi.”
“Enak ya ada yang nyiapin kamu sarapan sama kopi?”
“Ma.”
“Hai.”
Dirga menyerahkan ponsel Sandra pada pemiliknya.
“Baca wa mama ya Nak.”
“Iya Ma.”
“Ya udah, selamat sarapan. Nanti sebelum landing,
kabarin mama.”
“Iya Ma.” Sandra melanjutkan makannya.

8
“Kapan pengumuman kelulusannya?” Dirga membuka
suara.
“Minggu depan.”
“Kabarin aku ya kapan wisudanya. Kalo bisa aku mau
datang. Aku pengen datang, meskipun aku nggak bisa janji.”
Sandra melihat Dirga, lalu mengangguk.
“Kamu nanti setibanya di Semarang dijemput siapa?”
“Aku turun Surabaya. Dijemput sama bapak ibu. Mau
mampir bentar ke Mojokerto. Malemnya nginep Klaten dulu.
Besoknya baru ke Semarang.”
“Aku ikut.”
“Mas.”
“Nggak boleh ya?”
“Kamu nggak bisa ninggalin kerjaanmu. Aku udah sama
bapak ibu kok.”
“Aku nggak ngijinin kamu. Aku telfon bapak.” Dirga
menelfon mertuanya. “Ngapunten Pak, saya tidak
mengijinkan Sandra kesana… Nggih… Nggih… Ngapunten.”
Sandra menunggu Dirga bicara lagi. Dirga menelfon
seseorang.
“Bro, cariin penerbangan ke Surabaya pagi ini jam
delapan… Penting… Please… Thanks.”
Dirga lanjut menelfon seseorang. “Ndan.”
“Mas.”

9
“Kamu lanjutin makanmu!” Dirga berjalan menjauh. Dia
berbicara cukup lama akhirnya kembali duduk diam sambil
menghabiskan makannya dengan cepat dan kopinya. “Ayo!”
“Mas, kamu serius mau ikut ke Surabaya?”
“Aku jelasin di jalan aja.” Dirga menggandeng Sandra
keluar dari resto dan mengambil kopernya. “Aku nggak
ngijinin kamu kesana tanpa aku. Daripada aku kepikiran.
Sama aku aja sekalian.”

10
BAB ?

“Tolong bikinin teh panas sama minta obat, kepalaku

agak pusing.”

“Mas mandi dulu aja, nanti aku siapin baju sama teh

panas dan obatnya.”

“Iya.”

“Suamimu balik Jakarta kapan Nduk?”

“Rencananya sih besok Pak, cuma ini tadi kok bilangnya

agak sakit kepala. Baru turun dinas kemarin, lanjut kesini.

Biar istirahat dulu.”

“Iya.”

“Suamimu nggak marah kan kamu nemuin keluarga

Bagas?”

“Nggak kok Bu. Cuma kalau bisa pas kesana lagi harus
ngajak dia.”

11
“Ya memang harusnya gitu. Sekarang kan kamu sudah
punya suami lagi. Kamu harus nurut sama suamimu
sekarang.”
“Iya Pak.”
“Dek.”
“Apa?” tanya Sandra ketika masuk ke kamar.
“Aku udah selesai.”
“Bentar. Airnya masih dipanasin. Kamu tiduran dulu aja.”
“Nggak pa-pa ya aku nggak nemenin bapak ibu?”
“Nggak pa-pa. Mereka tau kamu capek. Ini obatnya, ini
air putihnya. Bentar tak ambilkan teh panasnya.”
“Makasih.”
“Masih pusing?” tanya Sandra ketika Dirga gerak-gerak
di tidurnya.
“Hm.”
“Hadep sana biar tak pijet!”
“Leher tadi enak.”

12

Anda mungkin juga menyukai