Anda di halaman 1dari 36

Chapter 1

Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Artamedi mulai memandangi jam


dinding yang ada di rumahnya. Ia segera memasuki kamarnya dan mengambil handy
talky yang ada di atas meja. Ia menghubungi temannya satu persatu. Komunikasi
menggunakan handy talky di kampungnya saat ini memang lagi tren, maklum jaringan
telepon belum terjangkau. Jauh hari sebelumnya Artamedi dan teman-temannya sudah
merencanakan perjalanan ke sebuah gunung. Namun perjalanan kali ini beda dari
perjalanan sebelum-sebelumnya. Gunung yang akan mereka tuju punya mitos yang
membuat mereka sangat penasaran.
Tepat jam 7 malam, semua teman-temannya sudah berkumpul di rumah
Artamedi, ketua komunitas mereka.
"Terima kasih teman-teman sudah tepat waktu," ucap Artamedi memulai
pembicaraan.
Artamedi melanjutkan pembicaraannya dengan menjelaskan maksud dari
pertemuan mereka.
"Jadi gimana kesiapan teman-teman semua?" kata Artamedi lagi.
"Kalau saya sih...siap," jawab Elsahar penuh percaya diri.
"Aku kok masih ragu ya," ucap Krisdan seolah memikirkan sesuatu.
Keraguannya bukan tanpa alasan. Artamedi sudah menjelaskan semua seluk
beluk gunung yang akan mereka tuju. Kakeknya yang juga merupakan tetua di
kampungnya sudah menceritakan semua mitos-mitos tentang gunung tersebut, mitos
tentang keberadaan to Pembuni.
"Niat kita untuk mendaki kan baik, Kris," Artamedi menjawab keraguan
Krisdan.
"Iya, betul itu Ar," sahut Novi menguatkan jawaban Artamedi.
"Lagian kan saya juga sudah bicara sama kakek sekaligus minta izin," sambung
Artamedi lagi.
Pembicaraan mereka semakin serius. Ada yang sudah menyatakan kesiapannya
tapi ada juga yang masih ragu-ragu. Namun setelah penjelasan panjang lebar dari
Artamedi, mereka semua bisa satu suara dan siap untuk melakukan perjalanan. Malam
itu pun mereka membicarakan semua persiapan untuk keberangkatan.
"El, besok kamu ke rumah kepala desa urus izin," ucap Artamedi mengingatkan
Elsahar.
"Ok, siap pak," ledek Elsahar sambil hormat.
Artamedi memberikan masing-masing tugas kepada teman-temannya. Mereka
memutuskan bertemu di rumah Artamedi 2 hari lagi. Sudah menjadi kebiasaan dalam
komunitas mereka, sebelum berangkat ke suatu tempat, entah itu mendaki atau apa pun
pasti mereka selalu berkumpul untuk membahas persiapan-persiapan selama menempuh
perjalanan.
2 hari berlalu mereka kembali berkumpul di rumah Artamedi. Semua persiapan
sudah dibicarakan secara matang. Izin kepada tetua kampung dan pemerintah desa juga
sudah beres. Mereka sudah memutuskan akan berangkat minggu depan.
Pagi-pagi benar Artamedi sudah bangun dari tempat tidurnya. Dia melihat jam
di kamarnya baru menunjukkan pukul 5 pagi. Sambil mengusap-usap mata ia segera
berdiri menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya. Suara ayam berkokok masih
terdengar saling sahut-menyahut. Ibunya sudah bangun dari tadi. Ia sedang
mempersiapkan sarapan untuknya. Orang-orang di kampungnya sudah terbiasa bangun
pagi. Kebanyakan dari mereka adalah petani, jadi pagi-pagi sekali mereka sudah harus
berangkat ke sawah ataupun ke kebunnya.
"Ar, kopimu ada di meja ya," ucap Ibunya dari dapur yang sudah menyiapkan
kopi buat Artamedi.
Segera ia menuju meja makan dan mulai menikmati kopinya yang sudah tersaji
ditemani sepiring ubi yang sudah di goreng ibunya.
"Nak, sebentar ibu mau ke kebun. Ibu sudah siapkan sarapan. Ibu mungkin
pulang agak sore," pesan Ibunya.
Artamedi hanya mengangguk mengiyakan ucapan Ibunya karena sibuk
menikmati kopinya.
Setelah kopinya habis, ia segera beranjak dari meja makan menuju kamarnya.
Dia segera mengambil handy talkie di dekat tempat tidurnya.
"Elsahar monitor," ucapnya melalui HT memanggilnya temannya.
3 kali dia memanggil temannya tersebut masih tidak ada jawaban.
"Mungkin dia masih tidur," pikirnya.
Mereka sudah janjian pagi-pagi akan ke pasar membeli bahan makanan dan juga
perlengkapan lain yang akan dibawa nanti. Selang beberapa menit dia kembali
menghubungi temannya namun masih belum ada jawaban. Akhirnya ia memutuskan
pergi ke rumahnya yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Sesampai disana ia melihat ibu Elsahar sedang bersih-bersih di halaman
rumahnya.
"Pagi tante, Elsahar sudah bangun?" kata Artamedi sambil memasuki halaman
rumah Elsahar.
"Pagi nak, dia masih tidur di kamarnya. Kamu masuk aja bangunin dia," jawab
Ibu Elsahar sambil membukakan pintu rumah buat Artamedi.
Dia segera masuk dan menuju ke kamar Elsahar. Dia segera membangunkannya
dan mengingatkan kalau hari ini mereka akan pergi ke pasar.
Sepulang dari pasar Artamedi menyuruh Elsahar untuk menghubungi teman-
temannya.
"El, bentar kamu hubungi teman-teman ya, kita mau ngecek peralatan kita
masing-masing," kata Artamedi sebelum mereka berpisah.
"Kumpul dimana kita?" jawab Elsahar sambil memarkir motor di halaman
rumahnya.
"Kita kumpul di rumah aja, jam 5 sore," sahut Artamedi lagi sambil berlalu dari
hadapan Elsahar.
Sekitar jam 5 sore mereka semua sudah kumpul di rumah Artamedi, kecuali
Rianni.
"Rianni kok belum datang?" ucap Tihon mempertanyakan salah temannya yang
belum datang.
"Kamu nggak bareng, Nov?" tanya Artamedi.
"Nggak. Paling dia masih dandan," balas Novi sambil terus memainkan jari-
jemarinya di atas layar handphonenya.
Mereka memutuskan untuk menunggu Rianni sampai datang sambil menikmati
kopi yang sudah disajikan Ibu Artamedi. Tak lama kemudian Rianni datang.
"Maaf teman-teman, saya telat. Tadi disuruh Ibu ke warung beli gula," kata
Rianni merasa bersalah.
Mereka pun mulai mengecek persiapan masing-masing, mulai dari alat sampai
izin orang tua. Elsahar yang diberi kepercayaan mengecek peralatan segera
mengeluarkan catatan dari dalam tas kecilnya. Satu persatu ia mulai menanyai teman-
temannya. Setelah semuanya sudah ditanya, ia segera melihat catatannya kembali.
Ternyata masih ada alat yang kurang.
"Kita masih kekurangan tenda nih," kata Elsahar.
"Tenda yang dipakai 2 bulan lalu itu punya siapa?" tanya Artamedi.
"Itu tendaku Ar, tapi sudah ada yang robek. Sepertinya gak bisa dipake lagi."
kata Tihon.
"Jadi gimana solusinya gimana nih? Padahal kita sangat butuh loh," sahut
Artamedi mulai khawatir karena masih kekurangan satu peralatan.
"Aku ada solusi kalau kalian mau," sambung Elsahar.
Dia kemudian menjelaskan kalau di komunitas lain ada seorang temannya yang
kebetulan biasa menyewakan alat pendakian, termasuk tenda. Namun, itu pasti butuh
biaya lagi apalagi yang namanya nyewa, ditambah resiko lagi kalau terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan seperti hilang atau robek.
"Jadi gimana teman?" ucap Elsahar mengakhiri penjelasannya.
"Kalau menurut aku sih, lebih baik kita nyewa aja," jawab Rianni.
"Iya, aku juga setuju Ri," sambung Novi.
Akhirnya mereka memutuskan untuk menyewa tenda melengkapi alat yang
masih kurang. Elsahar diberi kepercayaan untuk mengurusnya.
Chapter 2

Pagi-pagi Artamedi sudah bangun. Dia segera bangkit dari tempat tidurnya
menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Hari itu adalah mereka akan berangkat ke
gunung Buntu Osim bersama teman-temannya. Sehabis dari kamar mandi ia kembali
memeriksa tas carrier yang akan dibawa untuk memastikan tidak yang ketinggalan.
Setelah memastikan tidak ada yang ketinggalan ia bergegas ke dapur untuk sarapan.
"Jadi berangkat hari ini Ar?" tanya Ibunya.
"Iya, Bu. Rencana hari ini kami mau berangkat," jawab Artamedi.
"Ingat semua pesan Kakek ya," ucap Ibunya mengingatkan lagi.
Artamedi hanya mengangguk sambil terus menikmati sarapannya.
Ia segera kembali ke kamarnya sehabis sarapan dan mulai menghubungi semua
temannya melalui handy talkienya. Jam 9 pagi mereka semua sudah berkumpul di
rumah Artamedi, kecuali satu orang lagi, Rianni.
"Nov, Rianni kemana lagi? Kerjaannya kok telat terus," kata Krisdan.
"Tadi saya mampir di rumahnya terus disuruh duluan sama mamanya. Katanya
masih mandi," jawab Novi.
15 menit kemudian Rianni datang dengan nafas terengah-engah seperti dikejar
sesuatu. Saat dia mulai mengatakan sesuatu, Elsahar langsung mendahuluinya.
"Namamu bukan lagi Rianni, tapi tulet," kata Elsahar sambil tertawa.
"Tutet apaan El?" jawab Rianni bingung.
"Tukang telat,huuuhh," sambung Elsahar dengan nada ejekan.
"Tadi aku sebenarnya udah jalan kesini, tapi di tengah jalan lupa sesuatu jadi
balik lagi ke rumah," ucap Rianni merasa malu dan bersalah.
"Masih mudah udah pikun," ucap Krisdan sambil tertawa diikuti temannya yang
lain.
Sekitar jam 10 mereka pun berangkat bersama-sama. Matahari mulai sedikit
terasa panas. Sesekali terdengar candaan dari mereka untuk mengurangi rasa lelah
sepanjang perjalanan. Beberapa bukit kecil dan juga area kebun para petani sudah
dilewati seiring bertambahnya terik matahari. Percakapan sudah mulai jarang terdengar.
Hanya suara nafas yang terdengar sahut-menyahut. Tanpa terasa mereka sudah sampai
di pos yang pertama. Mereka segera beristirahat untuk mengurangi rasa lelah. Kicauan
suara burung terdengar dan mulai mengobati rasa lelah, selain minuman dan snack yang
sementara diniikmati.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Sepertinya jarak ke gunung yang akan
dituju masih lumayan jauh. Jalanan semakin sempit ketika melewati sebuah sungai
kecil. Matahari mulai condong ke barat, perjalanan masih terasa panjang. Beberapa dari
mereka sudah mulai menunjukkan wajah-wajah kelelahan. Suara nafas mulai sahut-
menyahut lagi ketika menaiki sebuah tanjakan kecil. Tidak ada satupun yang berani
mengeluarkan suara sampai tiba tanjakan itu terlewati.
"Bentar lagi kita sampai," kata Yasa memecah keheningan.
Teman-temannya hanya memandanginya dengan wajah kelelahan. Perjalanan
kembali dilanjutkan. Jalanan sudah mulai sedikit ekstrim. Sudah 3 pos dilewati, itu
menandakan mereka sudah hampir sampai ke Buntu Osim. Setelah berjam-jam
perjalanan akhirnya mereka sampai juga. Dicarinya tempat yang pas untuk mendirikan
tenda. Setelah beristirahat sejenak mereka mereka mulai membongkar tas carrier
masing-masing untuk mengambil semua peralatan untuk mendirikan tenda.
"Sudah jam 5 lewat nih, ayo cepat dirikan tendanya. Ntar keburu malam, kita
gak bisa ngapa-ngapain," kata Artamedi mulai memerintah teman-temannya.
"Bagi tugas aja Ar, biar cepat selesai," ucap Yasa memberitahu Artamedi.
Dia kemudian membagi tugas kepada semua temannya. Ada yang mendirikan tenda ada
pula yang mencari kayu bakar untuk perapian di malam hari.
Hari mulai gelap, suara binatang malam mulai terdengar. Novi dan Rianni masih sibuk
mempersiapkan makan malam.
"Masak apa Nov, baunya harum," kata Tihon yang sedang membuat tempat
untuk makan malam bersama.
"Rahasia dong, ntar juga tau kalau makan," jawab Novi sambil terus mengaduk-
ngaduk sesuatu di atas wajan.
Rianni mulai menyiapkan sajian makan malam mereka di tempat yang sudah
dibuat oleh Tihon tadi.
"Teman-teman, ayo sini. Semua sudah siap nih!" panggil Rianni dari balik
tempat dia masak.
Mereka segera bergegas ke arah suara yang memanggil. Rasa lapar sudah
dirasakan dari tadi tapi mereka masih menahannya. Dinikmatinya masakan yang yang
sudah disediakan itu dengan lahap oleh mereka. Sesekali ada candaan, sambil terus
menikmati lezatnya makan di tengah hutan belantara. Makanan apa pun memang sangat
nikmat kalau makannya di dalam hutan.
Malam semakin larut, cuaca sudah mulai terasa dingin. Mereka duduk
mengelilingi perapian untuk mengurangi rasa dingin sambil bercerita secara bergantian.
Elsahar dan Reksi mulai bertingkah, mereka masuk ke dalam tendanya memutar musik
di handphonenya sambil menyanyi mengikuti alunan music yang diputarnya.
Mendengar tingkah mereka berdua, Artamedi segera menegurnya.
“El, Rek...jangan teriak-teriak di tengah hutan, apalagi sudah malam. Saya kan
sudah tekankan berkali-kali sebelum berangkat, niat kita kesini bukan mau buat semau
kita,” kata Artamedi yang sedikit kesal melihat tingkah kedua temannya tersebut.
“Ingat pesan para tetua loh, dan bedakan ketika kalian di rumah dengan di dalam
hutan,” sambung Yasa yang juga merasa tidak enak mendengar apa yang dilakukan
Elsahar dan Reksi.
Mereka kemudian akhirnya minta maaf atas apa yang dilakukannya. Tetua
kampung yang juga kakek Artamedi sudah berpesan kepada mereka untuk membuat
suara-suara yang aneh atau suara berisik apalagi ketika malam hari karena itu bisa
membuat penghuni hutan akan marah.
“Benar gak sih apa yang di cerita kakekmu tempo hari Ar?” tanya Krisdan yang
penasaran akan cerita kakek Artamedi.
“Memang cerita apa Kris? Balas Novi yang sedikit mulai takut namun penasaran
akan cerita tersebut.
“Ih…jangan cerita yang aneh-aneh dong, saya jadi merinding nih,” jawab Rianni
yang sudah mulai merasa takut.
Artamedi pun mulai menceritakan apa yang pernah dialami kakeknya ketika dia dan
beberapa temannya masuk ke hutan.
Kakeknya bersama 3 orang temannya pergi ke hutan untuk mengambil rotan
yang biasa mereka jual di pasar. Waktu itu mereka harus bermalam karena jumlah rotan
yang diambil masih sangat sedikit. Ketika malamnya, salah seorang temannya mulai
bercerita yang aneh-aneh dan mulai mengatakan bahwa ia tidak percaya yang namanya
makhluk penghuni hutan. Kakek Artamedi sudah memperingatkan temannya tersebut
namun tidak diindahkan, bahkan ia mulai bertaruh kalau ada penghuni hutan tersebut
dia akan berbincang-bincang dengannya. Belum selesai bercerita, Rianni segera
memotong pembicaraan Artamedi.
“Sudah dong Ar, saya jadi takut nih,” potong Rianni yang sudah mulai
berkeringat dingin mendengar cerita Artamedi.
“Cerita yang lain aja teman-teman,” sambung Novi sambil memeluk Rianni
untuk menenangkannya.
Melihat Rianni yang sudah keringat dingin, Artamedi segera mengalihkan
pembicaraannya.
“Yas, apa rencana kita besok?” ucap Artamedi yang mulai membicarakan hal
lain.
“Besok kita buka jalur ke puncak Passakesam,” jawab Yasa singkat.
“Kalau begitu kita istirahat aja dulu, besok banyak yang akan kita kerjakan,”
sambung Artamedi lagi.

Teman-temannya mengiyakan karena mereka juga sudah mulai merasa lelah dan
ingin segera beristirahat. Yasa segera mengambil 3 buah kayu yang cukup besar dan
dimasukkan ke dalam api, menjaga supaya apinya tidak padam sampai pagi. Malam itu
mereka pun beristirahat di tenda masing-masing. Sekitar pukul 5 pagi Artamedi sudah
bangun mendahului teman-temannya. Ia segera membangunkan Yasa yang ada di
sampingnya.
“Yas, bangun, udah pagi nih. Giliran kita yang mau siapkan sarapan,” bisik
Artamedi sambil bangkit dari tempat tidurnya.
Yasa segera menyusul bangun untuk membantu Artamedi menyiapkan sarapan.
“Jam berapa Ar? Kok masih gelap ya. Jangan-jangan kita bangun kepagian,”
ucap Yasa yang melihat sekitarnya masih gelap.
“Hahaha…Artamedi tertawa menjawab pertanyaan Yasa. Kamu seperti orang
ngigo Yas. Yang namanya hutan pasti lama baru kelihatan udah siang, kan tertutup
kabut sama pepohonan Yas,” ucap Artamedi.
Lagi asik masak Rianni dan Novi juga sudah bangun. Mereka sepertinya
mencium bau-bau yang membuat mereka segera bangun. Mereka berdua hanya duduk
di pintu tenda memandangi kedua temannya yang sedang memasak.
“Gimana tidurnya Ri?” Tanya Artamedi sedikit mengejek Rianni.
Tidak ada jawaban dari Rianni. Dia hanya menyelimuti tubuhnya yang kelihatan
kedinginan. Setelah semuanya sudah siap, Yasa segera membangunkan teman-temannya
yang lain. Mereka sarapan bersama-sama sambil bercengkrama, ada yang menceritakan
mimpinya sambil yang lain sok mengartikannya. Selesai sarapan mereka merapikan
tenda masing-masing dan mulai mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk
membuka jalur pendakian ke puncak Passakesam. Artamedi mulai membagi 2
kelompok, 1 kelompok bertugas untuk membuka jalur pendakian dan 1 kelompok lagi
tinggal di camp untuk jaga tenda sekaligus mempersiapkan makan siang.
“El, semua peralatan udah siap ya?” Tanya Artamedi.
“Semuanya sudah siap, Ar,” jawab Elsahar singkat.
Mereka segera berangkat menyusuri jalur yang akan mereka buka ke puncak
Passakesam. Yasa berada di depan untuk memimpin teman-temannya. Sebenarnya jalur
yang akan mereka buka jalan lama yang biasa digunakan pencari rotan, namun sudah
lama tidak dilalui sehingga jalannya sudah mulai tertutup tanaman lebat. Mereka pun
harus menyingkirkannya kembali.
Chapter 3

Setelah membuka jalur baru yang lumayan menguras tenaga, akhirnya mereka
sampai di puncak Passakesam. Teriknya matahari membuat mereka harus beristirahat
sejenak melepas lelah. Keringat mulai bercucuran merembes ke wajah-wajah kelelahan
itu. Air minum menjadi pengobat lelah ditemani pemandangan yang begitu menawan.
Misi pertama hari itu hampir selesai, tinggal memasang papan nama tempat mereka
berpijak saat itu, puncak Passakesam. Setelah papan nama dipasang tak lupa mereka
mengabadikan momen langka tersebut dengan berfoto bersama. Rasa lelah yang tadi
dirasakan berganti dengan rasa lega yang tampak di wajah Artamedi dan teman-
temannya.
Matahari kembali mulai condong ke barat, mereka segera bergegas untuk
kembali ke camp sebelum keburu gelap. Setibanya di camp mereka segera berganti
pakaian dan merapikan kembali peralatan masing-masing sambil menunggu temannya
selesai masak. Seperti malam sebelumnya dengan kompak makan malam bersama
sambil mengelilingi perapian yang susah menyala sedari tadi. Selesai makan Rianni
buru-buru segera masuk ke dalam tendanya, dia sepertinya trauma cerita Artamedi
semalam. Ia memanggil teman satu tendanya, Novi untuk menemaninya. Rianni
memang tidak suka cerita yang berbau horor.
"Ar, lanjutkan cerita semalam dong, saya penasaran, kan belum selesai.
Mumpung Rianni udah tidur," ucap Kridan yang masih penasaran dengan cerita
Artamedi.
"Ri,Nov !!!" panggil Artamedi memastikan keduanya sudah tidur.
Setelah dirasa mereka sudah tidur karena tidak ada jawaban, Artamedi lalu
melanjutkan ceritanya semalam yang belum selesai. Dia mulai bercerita. Malam harinya
ketika mereka tidur, salah satu temannya masih terjaga. Dia sangat gelisah dan tidak
bisa memejamkan matanya. Didengarnya suara-suara aneh di sekitar tempat mereka.
Karena penasaran ia segera keluar dan melihat sekitarnya menggunakan senter yang
lampunya sudah mulai redup. Tanpa disadari matanya langsung tertuju pada suatu sosok
yang samar-samar dia lihat. Dia seperti berdiri menghadapnya, tidak jelas dia lihat
karena senternya yang redup ditambah kabut tebal yang menyelimuti daerah sekitarnya.
Disenternya lagi sosok tersebut namun tiba-tiba sudah menghilang. Dia merasa bulu
kuduknya mulai merinding, segera ia berlari masuk ke dalam tendanya dan
membangunkan kakek bersama temannya yang lain.
Temannya tersebut segera menceritakan apa yang barusan dilihatnya.
Mendengar itu, kakek Artamedi mengatakan kepada temannya bahwa masih untung dia
cuma melihat sesuatu. Yang parah kalau sampai penghuni hutan tersebut membawanya
pergi. Artamedi segera menyudahi ceritanya.
"Ih seram juga ceritanya,Ar," ucap Krisdan yang sangat serius mendengar cerita
itu.
"Katanya sih itu belum seberapa, dulu kakek buyut pernah dibawa pergi sama
penghuninya," kata Artamedi.
Malam semakin larut, mereka semakin mendekatkan diri ke perapian karena
malam semakin dingin. Kabut pun mulai menyelimuti lokasi camp. Beberapa temannya
menyusul Rianni dan Novi untuk tidur karena sudah tidak bisa menahan rasa kantuknya
lagi. Tinggal Artamedi, Yasa, dan Krisdan yang masih duduk dekat perapian. Mereka
masih asyik bercerita.
"Yas, pernah gak mengalami hal-hal aneh kalau ke hutan," kata Krisdan yang
mulai lagi bertanya. Dia seperti seorang reporter yang sedang menggali berita.
"Gak ada sih, paling cuma dengar suara-suara binatang hutan," jawab Yasa.
Diantara mereka, Yasa memang terkenal sudah menguasai hampir semua hutan
yang ada di sekitar situ.
"Besok kita ada rencana apa lagi, Yas?" tanya Artamedi.
"Gimana kalau kita bersihin waduk kecil yang ada di lembah Mokallam," jawab
Yasa.
Di lembah Mokallam yang tidak terlalu jauh dari perkemahan mereka memang
ada sebuah waduk kecil. Pemandangannya sangat indah, namun sudah dijangkau karena
akses jalan dan lokasi sekitar waduk mulai ditumbuhi rumput liar.
"Saya jaga camp aja, lokasinya kan gak terlalu jauh, biar Rianni dan Novi juga
bisa ikut," kata Krisdan.
"Ide bagus, Kris. Kasian juga mereka gak sempat nikmati alam disini," timpal
Artamedi.
"Suruh si Reksi temani kamu, Kris," sambung Yasa.
"Besok pagi aku yang ngomong ke Reksi," kata Artamedi lagi.
Karena malam semakin larut, akhirnya mereka memutuskan untuk segera
beristirahat. Yasa kembali mengambil tiga batang kayu besar untuk dimasukkan ke
dalam perapian, menjaga api tetap menyala selama mereka tidur. Mereka segera
memasuki tenda masing-masing. Suara binatang malam menemani tidur mereka.
Chapter 4

Segera setelah sarapan mereka bergegas mempersiapkan peralatan masing-


masing. Kali ini Rianni dan Novi juga ikut. Lokasinya memang tidak terlalu jauh, kira-
kira hanya memerlukan waktu 30 menit perjalanan.
"Rin,Nov, udah siap?" tanya Artamedi.
"Iya, Ar, kami udah siap kok," jawab mereka bareng.
Artamedi segera menyuruh Yasa memimpin mereka ke tempat yang akan
ditujuh. Jalanan yang mereka lalui ternyata tidak semudah yang dibayangkannya.
Banyak batu-batu yang sudah dipenuhi lumut sehingga sangat licin.
"Hati-hati jalan ya, batunya sangat licin," kata Yasa memberitahu teman-
temannya.
"Masih jauh…"belum sempat selesai bicara, Rianni terpeleset jatuh.
Bruk…Rianni seperti menghantam sesuatu. Yasa segera berbalik mendengar
suara itu. Begitu pun teman-temannya yang lain.
" Teman-teman, tolong !" teriak Novi yang berada di belakang Rianni.
Mereka segera ke tempat Rianni terjatuh. Dia merintih kesakitan.
"Rin, kamu gak apa-apa?" tanya Artamedi sambil menghampiri Rianni.
Temannya tersebut tidak menjawab. Dia hanya merintih kesakitan. Artamedi
bersama Yasa yang berada dekat Rianni berniat untuk membangunkan Rianni tapi
sepertinya dia tidak kuat untuk bangun.
"Jangan dipaksa,Ar. Dia kayaknya gak kuat bangun," kata Novi yang masih
gemetar melihat temannya jatuh terpeleset. Artamedi segera menyuruh Yasa untuk
membuat tandu karena kondisi jalan tidak memungkinkan kalau harus membopong
Rianni ke tenda. Yasa segera mencari kayu yang agak kuat yang akan dijadikan tandu.
Setelah tandunya jadi mereka segera mengangkat Rianni ke tandu dan membawanya ke
tenda. Krisdan dan Reksi yang ada di tenda kaget melihat teman-temannya sudah balik,
ditemani tandu yang dibawa.
"Siapa itu,Ar? Dia kenapa?" tanya Krisdan mulai panik.
"Rianni, Kris. Dia tadi jatuh kepeleset," jawab Artamedi.
Novi segera mendahului rekan-rekannya, ia membersihkan tenda dan membuka
tendanya supaya teman-temannya gampang memasukkan Rianni ke dalam. Yasa berlari
ke dalam tendanya mengambil kotak P3K dan segera melakukan pertolongan pertama
pada Rianni. Lukanya diperban, dia juga menyuruh Novi untuk memberinya air minum.
Setelah mendapatkan pertolongan pertama dari teman-temannya Rianni pun beristirahat.
Rasa sakit masih sedikit dirasakan tapi tidak sesakit seperti ketika dia baru jatuh.
Malam itu Rianni tidak bisa tidur. Rupanya luka di kakinya terus mengeluarkan
darah. Novi jadi panik dan memanggil temannya yang lain.
"Gimana nih, kaki Rianni terus berdarah dari tadi," kata Novi cemas.
Melihat kaki Rianni yang terus mengeluarkan darah, Artamedi dan teman-
temannya segera mengambil tindakan.
"Yas, kasa pembalut luka masih ada kan?" tanya Artamedi.
"Tinggal sedikit, Ar. Kalau darahnya terus keluar kita bisa kehabisan kasa,"
jawab Yasa.
"Yang saya takutkan jangan sampai darahnya tercium penghuni hutan ini," bisik
Tihon kepada temannya yang lain. Mereka mulai khawatir karena menurut cerita orang
tua, penghuni hutan bisa mencium bau darah dari jarak yang sangat jauh dan konon
katanya bisa membuat orang yang berdarah di malam hari bisa mati kehabisan darah.
Artamedi sendiri juga masih ragu dengan mitos itu, namun ia tidak mau mengambil
resiko kalau sampai temannya kenapa-kenapa. Ia segera memanggil Yasa.
"Yas, kamu tau kan tanaman cincau hitam?" tanya Artamedi.
"Ia, Ar, emang kenapa?" tanya Yasa kembali.
"Ajak Tihon dan Krisdan sekarang. Kalian pergi cari malam ini. Kita tidak bisa
membiarkan kaki Rianni terus berdarah," kata Artamedi.
Daun cincau hitam memang dikenal ampuh menghentikan pendarahan. Tanaman
itu sudah sering digunakan orang-orang di kampung Artamedi. Yasa, Tihon, dan
Krisdan segera pergi mengikuti instruksi Artamedi. Sementara yang lain masih di tenda
terus berusaha menghentikan darah yang terus keluar dari kaki Rianni yang terluka.
"El, terus nyalakan api, jangan sampai apinya kecil atau padam. Buat lagi 1
perapian dekat tenda Rianni!" kata Artamedi.
Elsahar segera mengikuti apa yang dikatakan Artamedi. Api memang salah satu
penangkal makhluk-makhluk jahat yang biasa mengganggu orang-orang di hutan.
Semakin besar api, semakin kecil kemungkinan mereka akan diganggu makhluk jahat
yang ada di hutan.
Malam kian larut, Yasa dan kedua temannya sudah datang. Ia segera
memberikan daun cincau hitam kepada Artamedi. Ditumbuknya daun itu di sebuah kayu
kecil lalu dioleskan di kaki Rianni yang mengeluarkan darah, dan terbukti daun itu
segera menghentikan pendaharan pada luka Rianni.
Malam itu mereka bergantian berjaga untuk menjaga Rianni sampai pagi tiba.
Hari itu, hari ketiga mereka berada di gunung Buntu Osim. Artamedi bersama teman-
temannya bangun kesiangan. Semalaman mereka kurang tidur karena harus bergantian
untuk berjaga di camp. Rasa kantuk masih dirasakan. Secara bergantian mereka pergi ke
tenda Rianni untuk melihat keadaanya.
"Nov, gimana keadaan Rianni?" tanya Artamedi.
"Udah mendingan, Ar. Luka di kakinya gak mengeluarkan darah lagi," jawab
Novi.
Rianni masih terlihat tertidur lelap. Teman-temannya merasa kasian melihat
kondisinya. Untung tidak terlalu parah. Selesai sarapan, Artamedi mengumpulkan
teman-temannya. Mereka beruding membicarakan rencana apa yang akan dilakukan.
Apakah tetap pada rencana awal ataukah mereka harus balik lebih mengingat kondisi
salah satu temannya.
"Kita gak bisa prediksi hal apa yang akan terjadi ketika kita muncak teman-
teman." Artamedi mulai menanggapi masukan dari teman-temannya.
Elsahar dan Reksi bertahan untuk tetap pada rencana awal, mereka tidak akan
sebelum waktu yang sudah ditentukan. Sementara yang lain menginginkan untuk pulang
lebih awal karena kondisi Rianni.
"Kita harus konsisten teman-teman, Rianni kan sudah mulai baikan," ucap
Elsahar yang diiyakan oleh Reksi.
"Bukan masalah konsisten atau tidak, El, kita juga harus pandai melihat situasi
dan kondisi," jawab Krisdan.
Perdebatan mereka terus berlangsung sampai sore, Elsahar dan Reksi tetap
mempertahankan pemdapatnya. Mendengar temannya yang terus berdebat, Rianni
merasa bersalah.
"Maaf teman-teman, gara-gara saya, kalian berdebat seperti ini," ucap Rianni
pelan sambil keluar dari tendanya.
"Jangan merasa bersalah, Ri. Saya sudah bilang tadi ke teman-teman kalau kita
tidak bisa prediksi kemungkinan yang bisa terjadi selama kita disini," kata Artamedi.
Hari sudah mulai gelap, mereka belum menemukan titik terang langkah
selanjutnya rencana yang akan dilakukan. Tampaknya perdebatan masih akan
berlangsung sampai malam, seperti sebuah sidang istimewa. Selesai makan malam,
Artamedi dan teman-temannya kembali melanjutkan diskusi mereka. Artamedi mulai
berpikir perdebatan itu tidak akan selesai kalau dia tidak mengambil keputusan.
"Kalau kita kayak gini terus, gak akan ada keputusan yang bisa kita ambil," kata
Artamedi.
Akhirnya dia memutuskan besok mereka akan pulang. Terlihat, Elsahar dan
Reksi merasa tidak puas dengan apa yang diputuskan. Mereka berdua segera memasuki
tendanya.
Chapter 5

Malam itu penyakit Elsahar kembali kumat. Ia dan Reksi kembali memutar
musik di handphonenya dan mulai menyanyi dengan suara keras mengikuti lagu yang
diputarnya. Mungkin itu bentuk protesnya karena tidak puas dengan keputusan teman-
temannya. Reksi hanya ikut-ikutan apa yang dilakukan Elsahar.
"El, dari kemarin kan udah saya bilang jangan bersuara keras kalau kita lagi di
hutan," kata Artamedi yang terlihat mulai kesal.
"Kamu seperti anak kecil aja, El, gak bisa dengar kalau dibilangin," timpal Yasa.
Ditegur seperti itu, Elsahar makin menjadi-jadi. Dia semakin mengeraskan
volume musiknya. Krisdan yang sudah mulai emosi segera menghampiri tenda Elsahar.
"Telingamu kau taruh simpan dimana!" teriak Krisdan yang emosinya sudah
tersulut melihat tingkah Elsahar.
"Ngomong gak usah ngegas, Kris!" Elsahar membalas teriakan Krisdan.
Adu mulut pun terjadi antara mereka berdua. Mereka hampir adu jotos
seandainya teman-temannya tidak segera meredakan emosinya masing-masing.
"Kalian berdua seperti anak kecil aja. Berantemnya di tengah hutan lagi. Ini
sudah malam, gak takut kalian dengan penghuni hutan?" kata Artamedi yang sudah
kehilangan kesabaran melihat tingkah kedua temannya yang sedang adu mulut. "Kita
lagi ada di hutan, bukan di pasar, bukan di rumah!" teriaknya lagi dengan tegas.
Krisdan hanya diam karena merasa bersalah dengan tindakan yang sudah
dilakukan.
"Penghuni hutan? Emang ada?" bisik Elsahar seperti menanggapi apa yang
dikatakan Artamedi.
"Jadi kamu gak percaya, El?" kata Artamedi. Dia sepertinya mendengar kata-
kata Elsahar yang setengah berbisik. "Saya gak tanggung kalau terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan nanti," sambungnya sambil pergi ke tendanya.
Teman-temannya yang lain pun segera meninggalkan tenda Elsahar. Novi dan
Rianni hanya melihat dari kejauhan, mereka tidak berani mendekat. Elsahar sudah
mematikan musiknya. Dia hanya berbaring dalam tendanya bersama Reksi sambil
memainkan HP yang ada di tangannya. Artamedi dan Yasa masih berbincang-bincang
dalam tendanya. Mereka masih membahas kejadian tadi. Pengalaman pertama terjadi
hal semacam itu selama mereka muncak dan melakukan perjalan lain. Belum pernah
ada kejadian seperti itu sebelumnya.
Elsahar belum bisa tidur, dari tadi dia sangat gelisah di dalam tendanya. Reksi
yang ada disebelahnya sudah terlelap. Sebenarnya Elsahar merasa bersalah atas
tindakan yang ia lakukan tadi, namun karena gengsi ia tidak mau untuk mengalah.
Malam sudah sangat larut, ia pun mencoba untuk memaksan diri tidur. Dengan bantuan
alunan musik yang sudah yang sudah ia kecilkan volumenya akhirnya ia pun tertidur.
Pagi hari seperti biasa,Artamedi sudah bangun mendahului teman-temannya. Ia segera
berinisiatif untuk membuat sarapan walaupun bukan gilirannya pagi itu. Tampak, Novi
juga sudah bangun. Setelah membereskan peralatan tidurnya ia menghampiri Artamedi
dan membantunya. Satu persatu temannya sudah mulai bangun. Reksi yang satu tenda
dengan Elsahar terlihat sudah bangun. Ia melihat sampingnya sudah tidak ada Elsahar.
"Tumben dia bangun pagi-pagi," gumamnya dalam hati.
Ia segera membereskan peralatan tidurnya dan keluar dari tenda. Setelah
semuanya sudah bangun dan sarapan juga sudah siap, Artamedi segera memnaggil
teman-temanya. Satu persatu mereka menghampiri Artamedi dan Novi yang sedari tadi
sudah menunggu. Semua sudah berkumpul di dekat perapian untuk sarapan, kecuali
Elsahar.
"Elsahar kemana Rek? Dia masih tidur ya?" tanya Yasa mencari-cari Elsahar
yang belum juga muncul.

"Loh, bukannya dari tadi dia sudah bangun?" Reksi balik bertanya karena
bingung.
"Kami belum melihatnya dari tadi, Rek, makanya kami tanya," kata Artamedi.
"Tadi pas bangun dia sudah tidak ada disamping saya," kata Reksi yang tampak
kebingungan mencari temannya tersebut.
"Mungkin dia ke sungai kali," ucap Novi mencoba mencairkan suasana. "Kita
makan aja dulu, bentar dia pasti muncul," sambungnya lagi.
Mereka pun sarapan bersama. Apa yang dikatakan Novi membuat mereka tidak
mencarinya lagi. Selesai sarapan, Elsahar belum juga muncul. Artamedi dan teman-
temannya mulai gelisah.
"Yas, coba kamu ajak Krisdan ke sungai, cari tahu Elsahar pergi ke sana atau
tidak," Artamedi menyuruh kedua temannya tersebut untuk memastikannya.
Sementara itu yang lainnya memeriksa sekitar area camp sambil memanggil-
manggil nama Elsahar. Hampir tengah hari, mereka belum juga menemukan Elsahar.
Yasa yang sudah dua kali bolak balik ke sungai belum melihat batang hidung Elsahar.
Jejaknya pun tidak kelihatan sama sekali. Artamedi dan teman-temanya mulai berpikir
kalau ada yang tidak beres. Tidak mungkin Elsahar mau mempermainkan mereka
seperti itu. Walaupun kemarin dia merasa tidak puas dengan hasil keputusan teman-
temannya tapi toh dia tidak akan sampai hati membuat mereka cemas.
Artamedi segera memanggil semua teman-temannya.
"Gimana pencarian kalian, Yas?" tanya Artamedi.
"Kami sudah dua kali bolak-balik ke sungai tapi gak ada jejak sama sekali, Ar,
jawab Yasa.
" Gimana nih kalau terjadi apa dengan Elsahar," kata Novi. Rasa cemas tampak
terlihat dari wajahnya.
"Tetap berpikir positif, Nov, kata Tihon mengingatkan Novi. Dia juga
sebenarnya sangat cemas namun dia tidak mau memperlihatkannya.
" Kita lanjutkan pencarian bentar kalau sudah makan. Kita istirahat dulu bentar,"
kata Artamedi.
Mereka menghentikan pencarian untuk sementara. Hari sudah semakin panas.
Artamedi tidak ingin memaksakan teman-temannya melakukan pencarian dalam kondisi
capek. Dia menyuruh mereka istirahat supaya bisa lebih leluasa melanjutkan pencarian
nanti. Disantapnya makanan yang sudah disiapkan Rianni dan Novi. Selesai makan,
mereka kembali menyiapkan semua peralatan untuk melanjutkan pencarian. Artamedi
segera membagi tim untuk mempermudah pencarian. Yasa, Krisdan, dan Tihon tim
pertama. Mereka akan menyusuri sekitar sungai dan waduk. Rianni dan Novi tetap di
camp, sisanya bersama Artamedi menyusuri jalur baru yang mereka buka sampai ke
puncak Passakesam.
"Tetap gunakan handy talkie masing-masing ya, supaya kita tetap bisa
komunikasi," Artamedi mengingatkan teman-temannya. "Kalau ada yang merasa sudah
tidak kuat, cepat kembali ke camp, jangan dipaksakan," sambung Artamedi.
Mereka mengiyakan apa yang dikatakan Artamedi. Mereka segera berpisah dan
menuju ke jalur pencarian yang sudah dijelaskan Artamedi tadi. Rianni danNovi hanya
memantau melalui handy talkie di sekitar camp.
"Tadi malam Elsahar tidur sekitar jam berapa, Rek?" tanya Artamedi dalam
perjalanan.
"Gak tau juga, Ar. Saya tidurnya cepat. Pas bangun pagi, Elsahar sudah gak ada
di sampingku. Saya kira dia sudah bangun," kata Reksi menjelaskan.
Sepanjang malam Artamedi tidak dapat menutup matanya. Pikiran terus
berkelana membuat memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Elsahar,
temannya. Walaupun ia juga tak sepenuhnya percaya dengan keberadaan mahluk dari
alam lain, tapi hilangnya Elsahar membuat dia berpikir dua kali, sebab di Elsahar
sebelumnya abai pada pesan orang tua dengan menyetel musik keras-keras. Selain itu,
sejak kedatangan mereka di sini temannya itu beberapa melanggar tata krama di hutan.
Apa yang dikatakan krisdan bisa saja benar. Namun, tidak menutup
kemungkinan juga salah. Mungkinkah Elsahar mengerjai mereka karena keputusan yang
tidak ia terima itu? Sekalipun Artamedi mencoba meyakinkan teman-temannya berpikir
positif tapi untuk saat ini ia sendiri belum bisa berpikir positif. Sebagai ketua yang baik,
sudah jadi tanggung jawabnya untuk menyembunyikan kegundahan hatinya dari teman-
teman.
"Tumben bangun kesiangan Ar, semalam jaga lilin ya?"Rianni menyapa
artamedi yang baru saja keluar dari tenda. Yang lain pun turut memalingkan wajah
melihat Artamedi berjalan sempoyongan, bermuka bantal serta rambut ikal yang awut-
awutan.
Semuanya sudah berkumpul sejak tadi, menunggu arahan dari sang ketua tapi
tak ada satupun dari mereka yang berani membangunkannya sehingga mereka lebih
memilih Menunggu. Bukan karena Artamedi yang etoriter sehingga ditakuti tapi teman
temannya merasa kasihan padanya. Mereka yakin si Artamedi sedang kecapean dan
juga memikirkan banyak Elsahar. Jika mereka gagal menemukan Elsahar, yang akan
disalahkan dan yang pertama akan mendapat teguran tetua pastilah dirinya dirinya
sebagai ketua.Teman-teman tak tegah dengan itu semua.
Artamedi mempercepat langkahnya untuk berbaur bersama mereka,"Kok tau aku
jaga lilin?"jawabnya."ngomomg-ngomong hari ini kita harus lanjut cari Elsahar, Ya."
"Oke, sepertinya cuma itu jalan dan solusi satu-satunya, tetapi yang gimana cara
menemukannya ya?"tanya Yasa. Ia pun sudah curiga jika si elsahar menghilangnya tak
seperti seseorang tersesat biasa.
Krisdan dari seberang Artamedi menimpali, "Benar, Ar. Andai dia tersesat pasti
kita ketemu jejaknya bukan?"
Memdenngar penuturan krisdan, yang lain pun turut mungut-mungut setuju, tak
terkecuali Artamedi. Meskipun begitu, Artamedi sampai detik ini pun tak tahu menahu
perihal tata cara mengembalikan seseorang yang menghilang di tengah hutan ini. Ia
menyesal tak menanyakannya terlebih dahulu pada tetua sebelum berangkat.
"Aku tidak tahu apakah Elsahar tersesat atau bagaimana, satu yang pasti kita
harus segera menemukannya,"ucap Artamedi. Setelah itu ia menyuruh teman-temannya
untuk sarapan terlebih dahulu sebelum mereka melanjutkan pencarian seperti kemarin.
Sembari menikmati sarapan, mereka berbincang soal to Pembuni. Mahluk yang
entah keberadaannya benar atau mitos belaka. Artamedi sengaja memancing teman-
temannya untuk bercerita, kali aja ia menemukan sesuatu dari mereka secara cerita
mereka.
"Apakah kita harus mempersembahkan seserahan agar to pembuni luluh?"Lagi-
lagi krisdan bertanya. Sejak tadi ia lebih banyak bertanya, sebab sikapnya yang cuek
tidak pernah sekalipun mendengar cerita itu sedari kecil.
Reksi sebagai orang yang paling dekat dengan Elsahar pun menimpali, "emang
mau lamaran?ya kali seserahan. Otak kamu mulai korslet, Kris"ucapnya diiringi tawa
yang lain.
"Yang aku dengar dari cerita, ya.
Kalo kita ngga menganggu, pasti kita ngga akan kena gangguan juga. Ibaratnya
kalo aku bertemu kerumah Artamedi, terus sampai disana tiba-tiba aku pukul pasti aku
di balas bukan? Mungkin kisah Elsahar juga begitu. Menurut aku kita harus minta maaf
nih, tetapi cara gimana ya."Yasa menjelaskan secara sesaksama.
Artamedi sangat setuju dengan apa yang dikatakan temannya itu, tiba-tiba
terlintas di benaknya akan satu hal, "Yasa benar. Keberadaan kita pasti mengganggu.
Kita harus minta maaf. Karena kita bukan tetua yang tau tata caranya, untuk saat ini kita
hanya perlu minta maaf dengan lisan, melangitkannya bersama doa kita pada Sang
Khalik.
Semua mengangguk setuju. Ucapan panjang lebar Artamedi sudah berakhir
bersamaan dengan selesainya sarapan mereka. Rianni dan Novi beberes-beres di sekitar
area pedapuran. Sementara yang lain pun mulai membereskan tenda. Sehabis itu,
mereka berkumpul kembali sebelum melanjutkan pencarian. Seperti yang dikatakan
Artamedi, semuanya duduk diam, lantas mulai berdoa bersama. Meminta pertolongan
yang kuasa, sang pencipta alam dan segala isinya. Yang Mencipta makhluk dan
mengenal ciptaannya melebihi manusia mengenal ciptaan lain.
Selepas berdoa, Artamedi merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Rasa damai
juga semangat yang membara untuk melanjutkan pencarian. Ketika melihat temannya,
ia pun tambah lega, semuanya terlihat lebih bersemangat dan optimis. Elsahar disana
pasti menunggu mereka.
"Kalian sudah siap?"
"Siap, Ar!"Kompak, mereka semua menjawab.
"Aturannya seperti kemarin ya, aku cuma ngingetin jangan lupakan untuk saling
komunikasi."
Hari kedua mereka melakukan pencarian seperti biasa, namun kali ini area
semakin diperluas. Bukan hanya sebatas tempat yang pernah didatangi, namun mereka
sudah memasuki area hutan yang semakin dalam. Persiapan pencarian juga tidak seperti
hari sebelumnya, kali ini mereka membawa peralatan lengkap juga bekal supaya mereka
tidak bolak balik lagi ke camp.Artamedi sudah menegaskan kepada teman-temannya
untuk memaksimalkan pencarian hari ini karena kondisi dan keadaan yang sudah tidak
memungkinkan mengingat persiapan mendaki hanya tinggal sehari.
"Ingat teman-teman, sebisa mungkin maksimalkan pencarian hari ini, kalau kita
belum mendapatkan hasil sampai sore terpaksa kita harus tunda pencarian dan
mempersiapkan rencana lain,"kata Artamedi mengingatkan teman-temannya.
Semuanya langsung mengiyakan apa yang dikatakan Artamedi. Hari itu mereka
lebih memfokuskan pencarian. Hutan demi hutan ditelusuri, mulai dari yang paling
dekat. Mereka tidak pernah melewatkan satu hutan pun. Untung saja Yasa kebanyakan
tahu wilayah hutan yang ada disana. Sudah setengah hari mereka mengelilingi sebagian
hutan terdekat, pencarian juga belum membuahkan hasil.
Artamedi yang kurang percaya adanya mitos to Pembuni, pikirannya mulai
melayang-layang. Dia sudah mulai berpikir ada sesuatu yang dia atau teman-temannya
lakukan yang membuat makhluk yang dianggapnya hanya mitos tersebut terganggu.
Pikiran lain juga menghantuinya kalau-kalau Elsahar belum bisa mereka temukan.
Entah apa yang mau dia katakan kepada orang tua Elsahar nanti. Tanggung jawab besar
ada di pundaknya.
Sampai sore mereka menemukan pencarian, hasilnya belum juga sesuai yang
diharapkan. Artamedi segera menghubungi teman-temannya untuk balik ke camp. Ia
sudah bulat memikirkan rencana cadangan yang harus dilakukannya. Walaupun
mungkin akan ada protes dari teman-temannya tapi dia pikir itu adalah salah satu solusi
terbaik. Mendengar arahan dari Artamedi semuanya langsung balik ke camp.
Sesampai di camp, Artamedi segera memberitahu rencananya.
"Sudah seharian kita melakukan pencarian dan juga hasilnya belum seperti yang
kita harapakan. Kalau seperti ini terus, kita bisa terjebak disini kehabisan persediaan
makanan,"Artamedi mulai pembicaraannya.
"Jadi apa rencana kita selanjutnya, Ar?"tanya Yasa yang penasaran langkah apa
yang akan dilakukan selanjutnya.
"Gimana kalau saya, Yasa, dan Krisdan tetap tinggal disini, teman-teman yang
lain duluan pulang dan menceritakan kejadian yang kita alami disini,"jawab Artamedi.
Artamedi bermaksud menyuruh pulang teman-temannya karena persediaan
bahan makanan sudah menipis. Dan juga lebih baik kejadian yang mereka alami
diceritakan ke orang tua Elsahar dan juga semua masyarakat di kampungnya supaya
mereka bisa bersama-sama mencari keberadaan Elsahar.
"Apa nggak beresiko, Ar, kalau kita memberitahu orang tua Elsahar?"ucap Novi.
"Iya bener, saya setuju dengan Novi, saran saya jangan dulu kita beritahu orang
tua Elsahar. Cukup para tetua dan orang-orang yang bisa membantu kita mencari
Elsahar,"sambung Rianni.
"Ini kan baru dua hari, nantilah kalau memang dalam satu minggu kita belum
mendapatkan hasil baru kita beritahu orang tua Elsahar,"Tihon ikut mendukung
pendapat dari Novi.
Melalui berbagai pertimbangan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dulu
dan memberitahu tetua dan orang-orang tertentu sesuai arahan dari para tetua nantinya.
Artamedi, Yasa, dan Krisdan masih tinggal untuk tetap melanjutkan pencarian.
Artamedi hanya berpesan setibanya di kampung, mereka segera bergerak supaya para
tetua juga bisa mengambil tindakan.
Malam kembali mulai menyelimuti, mereka masih serius melakukan
pembicaraan. Hanya satu inti dari apa yang mereka bicarakan, pencarian Elsahar. Ada
yang berpendapat kalau dia mungkin tersesat, ada juga yang berpendapat kalau to
Pembuni, mahkluk hutan yang diceritakan tetua mereka sudah mengambil Elsahar.
"Emang apa dasar kamu Kris, kalau to Pembuni yang sudah mengambil
Elsahar?"kata Reksi yang tidak sependapat dengan Krisdan.
"Waktu kita berangkat kan para tetua udah berpesan untuk tidak teriak-teriak di
hutan apalagi malam, tapi Elsahar malan itu stel musik keras-keras sambil teriak nyanyi
gak jelas. Kamu sendiri kan sama dia,"jawab Krisdan.
"Jangan terlalu yakin, Kris. Kita kan belum tau pasti!"ucap Reksi dengan nada
tinggi.
"Ini kan hanya pendapat saya, dan itu sesuai kenyataan,"ucap Krisdan lagi.
"Sudah! Kalian berdua kemana sih gak pernah akur setibanya disini. Harusnya
sekarang kita memikirkan solusi supaya teman kita bisa ditemukan, bukan kayak gini,
saling adu mulut,"ucap Artamedia yang mulai kesal melihat kedua temannya tersebut
berdebat.
Meraka berangkat sangat pagi menuju kampung, sesuai kesepakatan. Yang
tinggal hanya Artamedi, Yasa dan Krisdan. Perjalanan menuju ke kampung memang
lumayan memakan waktu, tapi untung barang bawaan mereka gak terlalu berat.
Sementara itu ketiga temannya yang masih tinggal mulai merencanakan apa yang akan
dilakukan hari itu. Kalaupun mereka harus melanjutkan pencarian tidak mungkin
membaginya jadi tim.
"Kita lanjutkan pencarian di titik yang belum kita datangi, Ar,"kata Yasa mulai
memasukkan usulnya.
"Titiknya lumayan jauh ya, Yas?"ucap Artamedi.
"Iya, lumayan jauh. Medannya juga lumayan menantang,"ucap Yasa lagi.
Medan yang akan mereka lalui memang lumayan menantang. Jurang dan tebing
ada di dimana-mana. Ditambah lagi bebatuan yang sangat besar. Sebenernya Yasa
sudah pernah melalui jalur itu tapi sudah lama sekali, dia juga sudah mulai lupa jalur-
jalurnya.
Setelah selesai mempersiapkan peralatan dan bekal yang akan dibawa, mereka
segera berangkat. Yasa memimpin kedua temannya sebagai penunjuk jalan bagi mereka.
"Ini jalur baru ya, Yas? Kok saya barusan lewat sini?"tanya Krisdan yang penasaran
jalur yang mereka lalui.
"Ini jalur lama kok, cuman jarang orang lewat sini karena jalurnya yang agak
menantang,"jawab Yasa.
"Jurang dan tebing ngeri abis,"ucap Krisdan melihat sekitarnya.
"Jangan liat kebawa, Kris,"kata Artamedi.
Sepanjang perjalanan mereka disuguhi pemandangan yang lumayan ekstrim.
Jurang dan tebing disamping kiri kanan, batu-batu besar dan juga jalanan yang agak
licin karena lumut. Mereka sangat hati-hati setiap melangkahkan kaki.
Setiap ada kesempatan pun mereka mulai berteriak memanggil nama Elsahar.
Pikir mereka mungkin saja dalam perjalanan selama pencarian Elsahar ada di sekitar
mereka jadi lebih baik teriak supaya dia mendengarnya.
Hampir tengah hari mereka sampai di titik yang sudah mereka tentukan. Mereka
kembali mulai melakukan pencarian disekitar titik itu. Titik terakhir yang mereka tandai
sebagai tempat pencarian. Yasa kembali memimpin teman-temannya melakukan
pencarian. Kali ini mereka tidak membagi kelompok tapi melakukannya bersama-sama,
maklum mereka hanya bertiga jadi tidak memungkinkan untuk membagi kelompok.
Sementara itu rombongan Rianni dan temanya yang lain sudah tiba di kampung.
Mereka bergegas ke rumah tetua yang ada di dekat rumah Artamedi. Sesampai disana,
Tihon mulai menceritakan semua kejadian yang menimpa mereka. Tetua yang juga
merupakan kakek Artamedi langsung kaget mendengarnya.
"Memang apa yang sudah kalian lakukan di sana sampai-sampai salah seorang
temanmu itu hilang tanpa jejak?"tanya tetua yang penasaran kenapa bisa terjadi seperti
itu.
"Elsahar waktu itu lagi dengar musik,Kek, tapi dia juga sambil menyanyi. Suara
keras amat, padahal itu lagi malam,"jawab Novi mendahului teman-temannya.
"Krisdan sampai adu mulut karena kesal liat tingkah Elsahar, Kek,"sambung
Rianni.
"Kakek kan sudah berpesan melalui Artamedi, setiba di tempat tujuan kalian
apalagi kalau sudah masuk di dalam area hutan jangan pernah teriak-teriak apalagi
malam,"kata kakek Artamedi.
"Maafkan kami, Kek. Artamedi sudah menjelaskan semuanya, tapi dasar Elsahar
yang keras kepala gak mau dengar apa kata kita,"jawab Tihon.
Tetua kampung menyuruh mereka menemui salah satu tetua juga yang ada di
kampung mereka. Dia berpesan agar mengumpulkan beberapa orang untuk segera
melakukan pencarian esok hari, membantu Artamedi dan yang lain.
"Jangan dulu ceritakan ke orang tua Elsahar sebelum tetua yang akan ikut kalian
menyuruh menceritakannya,"kata kakek Artamedi.
"Iya, Kek. Artamedi juga sudah mengatakan itu ke kami,"jawab Tihon.
Tihon dan teman-temannya pamit dan pergi menemui tetua lain yang ada di
ujung kampung. Semua rencana pencarian termasuk orang-orang yang akan ikut mereka
bicarakan disana.
Sampai larut malam pembicaraan terus dilakukan, orang-orang yang akan
melakukan pencarian pun semuanya sudah kumpul secara diam-diam di rumah tetua itu.
Sengaja mereka melakukan pertemuan secara diam-diam atas perintah kakek Artamedi.
Setelah sekian lama melakukan pembicaraan panjang lebar, akhirnya mereka
mengambil keputusan untuk berangkat pagi-pagi ke lokasi karena itu adalah waktu yang
baik menurut tetua. Rianni dan Novi tidak ikut lagi dalam. Kedua perempuan itu
disuruh tinggal dengan catatan tidak akan memberitahu siapa pun untuk sementara
kejadian yang menimpa salah satu temannya di hutan sampai mereka kembali.
Pagi hari Tihon dan tetua kampung bersama orang-orang yang dipilih untuk melakukan
pencarian berangkat ke Buntu Osim. Tadi malam mereka sudah mempersiapkan segala
sesuatunya. Sebenarnya tetua menyuruh Tihon dan teman-temannya tinggal saja di
kampung tetapi Tihon bersikeras untuk ikut dengan mereka, kecuali Rianni dan Novi
yang harus tinggal.
Hari ini merupakan hari ketiga Elsahar hilang tanpa jejak. Tapi mereka berharap
Elsahar masih bisa ditemukan. Para tetua kampung juga sudah melakukan pertemuan
khusus. Menurut pembicaraan mereka, Elsahar masih hidup dan berada di suatu tempat.
Memang sudah kebiasaan kalau ada hal seperti itu terjadi, tetua kampung punya ritual
khusus dan hanya mereka yang tahu keberadaan seseorang.
"Masih ada kemungkinan kan Pak, kalau Elsahar akan kita temukan?"tanya
Tihon kepada salah seorang tetua yang ikut dalam pencarian.
"Itu tergantung paiham kita bersama nak,"jawab tetua.
Tihon hanya mengangguk, entah dia paham maksud dari tetua atau tidak. Itu
merupakan bahasa tetua yang sulit dipahamai orang muda seperti Tihon dan teman-
temannya.
Sudah hampir tengah hari, mereka masih dalam perjalanan ditemani teriknya
matahari. Langkah kaki dari tetua dan orang-orang bersama Tihon dan temannya yang
lain membuat mereka kewalahan. Mereka tidak secepat itu.
"Hon, kau bersama temanmu pimpin kita di depan, biar kalian tidak ketinggalan
dibelakang mengejar kami,"ucap salah seorang dari mereka.
Tihon bersama temannya segera maju ke depan. Akhirnya mereka bisa mengatur
ritme perjalanan sehingga mereka tidak akan ketinggalan dibelakang lagi.
Tanpa terasa mereka sudah hampir sampai di puncak Buntu Osim. Tihon dan
temannya serasa tidak percaya kenapa mereka secepat itu. Padahal waktu dulu waktu
bersama dengan semua temannya perjalanan tidak secepat itu.
"Kok kita udah hampir sampai ya?"ucap Tihon penasaran.
"Kita kan jalannya cepat, Nak. Kita cuma sekali istirahat, itu pun hanya
sebentar,"jawab tetua.
Tihon tidak menyadarinya karena di dalam pikirannya hanya keberadaan
Elsahar. Bagaimana keadaan temannya itu sekarang, apakah dia baik-baik saja. Hanya
itu yang dia pikirkan sepanjang pekeberadaan
*paiham = bahasa tetua yang artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan
tindakan kita selama kita dalam suatu masalah dan merupakan penentu hasilnya nanti.
Artamedi dan teman-temannya sudah balik lagi dari pencariannya. Sudah
seharian mereka mencari tapi belum menemukan jejak Elsahar sama sekali. Pencarian
pun di hentikan dan mereka memutuskan untuk melanjutkannya esok hari.
Setibanya di camp, mereka tidak menduga kalau Tihon bersama tetua dan
rombongan sudah tiba. Perasaan lega bercampur senang tampak di wajah Artamedi dan
teman-temannya.
"Udah lama datangnya, Hon?"tanya Artamedi kepada temannya yang satu itu.
"Belum, Ar, kami juga baru nyampe,"jawab Tihon.
"Rianni dan Novi gak ikut ya?"Artamedi kembali menanyakan kedua temannya
yang tidak dia lihat di antara rombongan mereka.
"Kami suruh mereka untuk tinggal, Ar,"tetua menjawab pertanyaan dari
Artamedi.
"Kami sangat senang, apa lagi pak tetua sudah ada disini, kami semakin yakin
kalau Elsahar pasti kita temukan,"ucap Artamedi dengan penuh keyakinan.
Tihon bersama tetua dan rombongan segera mendirikan tenda dan mengatur
barang bawaan mereka.
Malam mulai menyelimuti mereka, perapian sudah dipersiapkan Yasa. Tihon
membantu Krisdan untuk mempersiapkan makan malam. Sementara itu Artamedi dan
Reksi mengambil kayu besar untuk persiapan kalau perapian sudah kekurangan kayu.
Tetua kampung dan rombongan sementara istirahat dalam tenda ketika Tihon mulai
manggil mereka untuk makan malam.
"Ternyata kalian jago-jago masaknya,"ucap salah seorang dari rombongan tetua.
"Udah bisa jadi chef, pak,"kata Yasa meledek temannya.
Sambil menikmati makan malam mereka sesekali bercanda untuk
menghilangkan rasa lelah yang ada. Kadang juga masing-masing dari mereka
menceritakan pengalaman-pengalaman pribadi yang pernah dialami.
Selesai makan malam, Krisdan dan Tihon segera membersihkan tempat mereka
makan di sekitar perapian. Begitu sudah bersih Tihon pergi menemui Artamedi
melaporkan semua persiapan untuk pertemuan bersama tetua dan rombongan sudah
disiapkan.
Malam itu mereka mulai berdiskusi tentang prncarian Elsahar. Artamedi mulai
menggambarkan hasil pencarian yang sudah dilakukan selama tiga hari. Belum ada hasil
apa pun yang didapatkan. Bahkan jejak Elsahar tak satupun mereka bisa lacak.
Artamedi juga mulai menceritakan kegelisahannya, jangan-jangan Elsahar terjebak di
alam lain sama seperti yang pernah di ceritakan kakeknya yang merupakan salah satu
tetua di kampungnya.
"Ar...Ar, bangun! udah pagi nih,"bisik yasa mulai membangunkan Artamedi.
"Udah jam berapa sih? Saya masih ngantuk."
"Jam 6 lewat, ayo cepat bangun! Tetua dari tadi udah bangun loh,"Yasa
mencoba membangunkannya lagi.
"Ayo bangun nak, sudah pagi!"Terdengar dari luar tenda tetua mulai
membangunkan Artamedi dan teman-temannya.
Mendengar itu Artamedi segera beranjak dari tidurnya. Ia dan Yasa yang ada di
sampingnya segera merapikan peralatan tidurnya dan keluar dari tenda.
Dengan mata masih kemerah-merahan karena masih ngantuk, Artamedi dan
Yasa menuju perapian untuk menghangatkan badannya yang masih kedinginan. Jaket
yang dipakainya masih tembus oleh dinginnya hutan pagi itu.
"Pagi, udah lama bangunnya, Pak?"sapa Artamedi.
"Iya, dari subuh kami sudah bangun, Ar,"jawab tetua. "Kami sudah siapkan
sarapan,"sambungnya lagi.
"Yas, bangunkan teman yang lain,"ucap Artamedi.
Setelah semua sudah bangun, mereka berkumpul dekat perapian menghangatkan
badan sambil menikmati sarapan yang sudah siap. Tak ada percakapan seperti biasa
waktu mereka makan, tidak seperti biasa. Artamedi dan temannya terlihat kaku untuk
berbicara saat sedang makan karena ada tetua di antara mereka.
Mereka baru bicara ketika sarapan sudah selesai. Artamedi menanyakan rencana
pencarian hari ini.
"Sebelum berangkat, kami para tetua kampung sudah berdiskusi dan
melaksanakan ritual khusus di rumah kakek Artamedi. Sudah ada petunjuk dimana kita
akan melakukan pencarian,"Tetua memulai pembicaraannya.
Artamedi dan teman-temannya mendengarkan apa yang dibicarakan oleh tetua.
Apapun yang diputuskan mereka ikut.
"Kemasi barang-barang dan kita berangkat pagi ini ke puncak Messila,"sambung
tetua mengakhiri pembicaraan.
Puncak Messila adalah gunung yang paling tinggi yang ada disana. Artamedi
dan teman-temannya belum pernah menginjakkan kaki di sana. Hanya orang tua yang
pernah ke gunung itu. Kata tetua perjalanan kesana memakan waktu dua hari perjalanan.
Perjalanan yang akan menjadi pengalaman pertama bagi Artamedi dan teman-temannya
menuju puncak Messila yang terkenal dengan sejumlah mitos. Mereka bersiap dan
mengemasi semua peralatan masing-masing, begitupun dengan tetua dan
rombongannya.
Mereka mulai melakukan perjalanan ke puncak Messila. Tetua memimpin jalan
karena hanya dan beberapa orang rombongannya yang tahu jalan ke sana. Jalanan sudah
mulai tertutup tanaman liar, sepertinya sudah jarang dilalui.
"Kalau kita bisa maksimalkan perjalanan, kemungkinan kita bisa sampai besok siang,"
tetua mulai menjelaskan.
"Jalanannya kayak udah jarang dilalui ya, Pak," timpal Artamedi.
"Kita sudah jarang pergi kesana."
Jalurnya tidak terlalu memberatkan, hanya tanaman liar yang kadang
menghalangi karna sudah jarang dibersihkan.
Teriknya matahari menemani sepanjang perjalanan. Mereka belum istirahat
sama sekali. Rasa lelah tidak tampak sama sekali di wajah mereka.
"Benar gak sih pak, kalau Messila itu punya banyak mitos?" tanya Artamedi
dalam perjalanan.
"Dari cerita para orang tua pendahulu, puncak Messila menyimpan banyak cerita
misteri. Kebanyakan yang diceritakan itu penghuninya, dan yang paling terkenal adalah
to Pembuni," jawab tetua.
"Kamu pasti pernah itu dari kakekmu."
"Pernah dengar sih, pak, namun hanya sebagian."

Sambil bertukar cerita mereka menyusuri jalanan yang sudah mulai menanjak.
Artamedi dan teman-temannya sudah mulai ngos-ngosan. Tetua yang melihat mereka
segera beerhenti.
"Kita istirahat sebentar, hari sudah mulai sore. Tempat untuk dirikan tenda juga
sudah dekat," kata tetua.
Puncak Messila sudah mulai terlihat namun masih belum jelas karena banyak
awan yang menutupi. Setelah dirasa istirahatnya sudah cukup, mereka kembali
melanjutkan perhalanan. Tanjakan semkin tajam. Sepertinya yang akan menjadi tempat
mereka mendirikan tenda untuk istirahat adalah sebuah gunung.
Akhirnya setelah hampir seharian melakukan perjalanan mereka tiba di sebuah
gunung yang yang memiliki pemandangan yang sangat indah.
"Ini gunung apa, pak?" tanya Tihon penasaran.
"Ini namanya Pakpahandangam."
"Orang tua kita dulu menamainya Pakpahandangam karena dari sini kita bisa
melihat pemandangan yang sangat indah," tetua kembali menjelaskan.
Gunung yang sangat pas dengan namanya. Mereka bisa melihat perkampungan
yang yang tertata rapi, begitupun dengan gunung lain yang sangat jauh juga terlihat
ditutupi oleh awan. Kata tetua kalau mau lihat pemandangan yang lebih indah, harus
bangun pagi-pagi.
Mereka pun segera memasang tenda dan beristirahat di gunung
Pakpahandangam.
Artamedi dan teman-temannya bangun pagi sekali. Mereka penasaran dengan
pemandangan dari puncak Pakpahandangan. Artamedi sampai terkagum-kagum ketika
melihat deretan gunung-gunung dari kejauhan yang ditutupi awan tebal. Bentuk
awannya pun seperti sebuah lapangan besar.
"Kita harus sering-sering datang kesini, Ar," Yasa sangat menikmati
pemandangan pagi itu.
"Iya, Yas, pemandangan yang sangat indah berada di tempat ini."
Tetua dan rombongannya sudah mendahului mereka bangun. Sengaja mereka
bangun lebih cepat karena perjalanan sampai ke Messila masih membutuhkan hampir
sehari perjalanan.

Setelah menikmati pemandangan walau hanya sebentar, Artamedi dan teman-


temannya bergegas sarapan, lalu kembali merapikan semua peralatan untuk bersiap
melanjutkan perjalanan.
Tetua menyuruh seorang dari rombongannya untuk memimpin perjalanan
mereka. Tak ada lagi pemandangan seperti sebelumnya yang terlihat, hanya ada pohon-
pohon besar di kanan kiri sepanjang perjalanan.
"Kakekmu dulu biasa kesini, Ar untuk cari rotan bersama temannya," kata tetua
mulai bercerita.
"Kakek pernah cerita, cuman gak pernah jelas dimana tematnya, Pak, dan
ternyata mereka cari rotan sekitar sini," kata Artamedi.
Mereka masih melihat ada beberapa rotan di sepanjang perjalanan, namun kata
tetua rotannya sudah tidak banyak lagi, tidak seperti dulu.
Sepanjang hari mereka melakukan perjalanan, mereka belum sekalipun istirahat.
Sengaja tetua dan rombongan tidak istirahat supaya tidak kemalaman sampai di Messila.
Menjelang sore, mereka pun sampai di puncak Messilla. Udaranya sangat
dingin. Lebih dingin dari tempat sebelumnya. Mereka segera mendirikan tenda dan
menyiapkan tempat perapian, kali ini agak besar mengingat udaranya sangat dingin.
Tidak butuh waktu lama semua tenda sudah berdiri. Artamedi dan temannya
buru-buru ke perapian menghangatkan diri sambil mebawa peralatan masak. Mereka
masak di dekat perapian.
Seusai makan malam, tetua mengumpulkan mereka. Dia mulai menjelaskan
rencana pencarian mereka besok. Tetua mulai menjelaskan panjang lebar apa yang
sudah diputuskan bersama para tetua di kampung.
Artamedi dan teman-temannya disuruh untuk segera beristirahat. Tetua masih
mengadakan sebuah ritual untuk pencarian besok. Itu semua untuk memperlancar proses
pencarian. Tetua-tetua kampung yakin bahwa to Pembuni lah yang membawa Elsahar
sesuai ritual yang dilakukan di kampung.
Pagi hari selesai sarapan bersama, Artamedi dan tetua segera melakukan
pencarian. Tetua memimpin mereka dalam pencarian itu. Semua petunjuk yang
diberikan oleh kakek Artamedi mereka lakukan.

Mereka mulai mencari di sekitar pohon-pohon yang besar. Hampir semua pohon di
sekitar tempat itu mereka sisir satu persatu. Tetua hanya berpesan untuk tetap bersama-
sama dan tidak meninggalkan satu sama lain.
"Tetap hati-hati, lumutnya licin. Awas kepeleset!" Tetua memperidunianya.
"Udah jam 11 tapi kok masih dingin ya?" tanya Artamedi.
"Matahari gak bisa tembus, Ar, banyak pohon yang menghalangi makanya
dingin terus," sahut tetua.
Mereka terus melakukan pencarian di sekitar pohon-pohon yang besar, namun
hasilnya masih nihil. Tetua mulai berpikir untuk melakukan pencarian di tempat lain.
"Sudah hampir semua pohon besar kita datangi tapi jejak Elsahar belum juga
kelihatan," ucap Tetua.
Artamedi dan teman-temannya hanya mengikuti instruksi dari tetua. Mereka
tidak berani mau mengambil keputusan sendiri.
Hampir setengah hari mereka sudah melakukan pencarian. Tetua menyuruh
untuk istirahat sebentar sambil memakan bekal masing-masing yang sidah dibawa.
"Emang pesan kakek apa, Pak?" tanya Artamedi ketika sedang makan.
Kebetulan dia duduk bersama tetua.
"Kakekmu mimpi didatangi seseorang, wajahnya tertutup. Dalam mimpinya
orang tersebut mengatakan kalau mereka telah mengambil seorang anak dan dibawa ke
alamnya."
"Ketika kakekmu bangun pikirannya langsung tertuju pada kalian yang sedang
ada di hutan. Dia sudah menduga salah seorang diantara kalian dibawa to Pembuni ke
dunianya," tetua mengakhiri ceritanya sebentar untuk lanjut makan.
Selesai makan dia melanjutkan mimpi dari kakek Artamedi panjang lebar.
"Kakekmu berpesan untuk mencari Elsahar di sekitar pohon besar atau gua
karena to Pembuni biasa bermukim di sana," tetua mengakhiri ceritanya.
Mendengar penjelasan tetua, Artamedi pun mulai paham kenapa mereka harus
mencari di sekitar pohon. Namun, sudah hampir semua pohon besar mereka temui dan
masih belum menemukan Elsahar.
Setelah beristirahat, mereka kembali melanjutkan pencarian. Hari sudah sore
ketika mereka menemukan sebuah gua yang besar. Sangat gelap terlihat ketika mereka
berada di mulut gua.
Mereka mengeluarkan senter masing-masing karena guanya yang sangat gelap.
Tetua mulai masuk diikuti rombongan bersama Artamedi dan teman-temannya.
"Tetap bersama-sama ya, jangan ada yang pisah!" tetua memberikan perintah.
Mereka mulai memasuki gua sambil menyorotkan senternya di setiap sudutnya.
Semakin mereka masuk semakin gelap.
Artamedi terpaku pada satu sosok, sorotan sentarnya semakin diarahkan ke
sosok tersebut. Dia semakin mendekat. Terlihat sekilas dia ingat warna sebuah baju
yang terakhir dipakai Elsahar.
"Elsahar disini!" Teriak Artamedi.
Mendengar teriakan itu, semuanya langsung menuju Artamedi. Dan benar apa
yang dikatakan, terlihat Elsahar dalam posisi duduk bersandar pada sebuah batu di gua
itu.
"El...El…!" Teriak Artamedi
Dia mulai menggoyang-goyangkan tubuh Elsahar. Tetua yang sudah datang
langsung memeriksa Elsahar. Ternyata dia masih hidup, namun dalam keadaan pingsan.
"Ambil air minum!" perintah tetua.
Artamedi segera mengeluarkan botol minumnya dan diberikan kepada Tetua.
Dia mulai mencelupkan air di sekitar bibir Elsahar.
"Dia masih pingsan, sangat sulit kalau kita disini, lebih baik kita bawa ke camp,"
kata tetua.
Dia segera memberi perintah untuk membuat sebuah tandu untuk membawa
Elsahar ke camp mereka.
Sesampai di camp tetua langsung mengobati Elsahar supaya cepat sadar. Selang
beberapa menit, Elsahar mulai siuman namun belum bisa berbicara. Tetua segera
memberikannya air untuk diminum.
Mereka membiarkan Elsahar untuk istirahat dulu. Tetua memberi perintah untuk
tidak mengganggunya selama istirahat.
"Kita biarkan dia istirahat dulu, nanti kalau perasaannya sudah baikan baru kita
tanya," ucap Tetua.
Sudah hampir malam, mereka harus mempersiapkan makanan. Artamedi dan
teman-temannya saling bantu untuk menyiapkan makan malam.

Setelah semua siap, mereka berkumpul dekat perapian yang sudah jadi. Dinikmatinya
makan malam itu sambil bercerita satu sama lain. Perasaan lega tampak di wajah
mereka karena Elsahar sudah ditemukan. Tapi mereka masih penasaran apa yang akan
diceritakan Elsahar ketika dia bangun nanti.
"Sepertinya kita harus tunggu sampai besok cerita dari Elsahar," kata Artamedi.
"Sabar aja, Ar, kalau Elsahar siuman kita semua akan dengar semua ceritanya,"
timpal Tihon yang disampingnya.
Pagi hari Elsahar sudah mulai siuman. Dia keluar dari tenda dan tampak sedikit
kebingungan. Artamedi yang melihat dia segera menghampirinya.
"El, kamu sudah siuman?"
"Kepalaku masih pusing, Ar."
"Kirain kamu sudah tidak kenal aku lagi." Artamedi merasa lega karena Elsahar
masih mengenalinya.
Dia segera mengambilkan segelas air putih untuk Elsahar. Sementara itu tetua
dan juga teman-temannya sudah mulai bangun. Ketika melihat Elsahar, mereka
menghampirinya.
"Kamu tidak apa-apa kan nak?" tanya tetua.
"Tidak, Pak. Cuman kepala aja yang sedikit pusing," jawab Elsahar.
"Saya kok bisa disini ya? Perasaan kemarin masih di sebuah pemukiman orang-
orang yang tidak saya kenal."
Mendengar Elsahar berkata demikian tetua semakin yakin kalau yang
dimaksudnya itu pasti to Pembuni. Dia pun menyuruh Elsahar untuk duduk sambil
menenangkan pikiran dan juga mengingat semua kejadian-kejadian yang dianggapnya
aneh. Krisdan membuatkannya kopi untuk diminum.
"Apa saja yang kamu ingat, El?" tetua mulai bertanya lagi.
Elsahar mulai berpikir dan mengingat-ingat lagi semua kejadian aneh yang
dialami. Dia mulai menceritakan, ketika ia tidur, Reksi ada di sampingnya. Pas bangun
dia sudah berada di tempat lain, sebuah pemukiman yang dihuni oleh lumayan banyak
orang.
Orang-orang di tempat itu sangat ramah, dia bisa lihat dari tutur kata yang keluar
dari mulut mereka ketika bicara. Mereka juga saling hormat menghormati. Yang mudah
selalu tunduk pada yang tua.
"Kehidupan mereka berbanding terbalik dengan kita," ucap Elsahar.
"Kamu nggak diapa-apain, El?" tanya Krisdan.
"Nggak lah, mereka semua baik-baik. Saya ingat waktu itu, di sebuah rumah
kecil yang sederhana, ada orang tua yang memberi saya nasehat," jawab Elsahar.
"Dia juga mengatakan tidak suka dengan kehidupan manusia yang penuh
kemunafikan dan kebohongan. Mereka juga tidak ingin ada yang mengganggu atau
mengusik keberadaan mereka, seperti yang saya lakukan malam itu, teriak-teriak gak
jelas," sambungnya dengan wajah yang tampak sangat menyesali apa yang telah dia
lakukan malam itu.
"Emang di sekitar sini ada pemukiman ya, Pak?" Krisdan yang penasaran
bertanya kepada tetua.
"To Pembuni itu adalah makhluk yang tidak bisa kita lihat secara kasat mata,
Nak. Tempatnya pun bisa dimana saja dan itu tidak bisa dilihat oleh manusia."
"Seperti apa sih mereka, El?" Tihon yang penasaran juga ingin tahu.
"Seperti kita pada umumnya, Hon. Mereka juga beraktivitas seperti manusia
pada umumnya," jawab Elsahar.

Anda mungkin juga menyukai