Anda di halaman 1dari 5

SOLIDARITAS ANAK PERBATASAN

Seorang anak dari seorang janda miskin yang ingin mengenyam pendidikan seperti teman-
temannya yang lain. Namun kondisi ekonomi memaksanya untuk sering tidak masuk sekolah
demi membantu ibunya sebagai pekerja rumput laut. Dia hampir tidak pernah jajan di kantin
seperti teman-temannya. Di kelas dia sering termenung, mengantuk, dan merasa minder. Guru
walinya yang tidak tau kondisi anak tersebut merasa geram dan memarahi anak tersebut.

Guru :”Nardi! Bisa-bisanya kamu tertidur di jam belajar” sambil memukul meja.

Nardi : “Maaf bu” sambil mengangkat kepala dan memperbaiki posisi duduknya.

Guru : “Maaf maaf, kamu ini paling malas dari teman-temanmu. Di kelas kerjanya tidur, malas-
malasan, tugas tidak dikerjakan, jarang masuk. Nilai kamu anjlok. Dengar ya, kamu tidak
akan bisa naik kelas kalau seperti ini terus. Sekarang ibu tanya, kalau malam kamu
ngapain?” tanya ibu guru dengan nada tinggi.

Handi : “huuuuu paling main game bu.”

David : “Iya buuuu, memang betul kerjanya cuma main game sampai subuh.” Mengejek sambil
tertawa bersama Handi.

Guru :”Betul itu Nardi? Kamu main game sampai subuh?”

Nardi : “Maaf bu, tidak bu” jawabnya sambil tertunduk.

Handi : “Hallah, mana ada maling mengaku maling”

Guru : “Sudah-sudah....” Ibu guru menenangkan suasana. “Sekarang ibu mau tanya, kamu mau
naik kelas ndak?”

Nardi :”Mau bu” jawabnya pelan.

Guru : “jawab yang tegas! Mau naik kelas apa ndak?” tanya ibu guru dengan nada tinggi

Nardi : “Mau bu”

Guru : ”Kalau begitu, kamu berjanji sama ibu di depan teman-temanmu bahwa tidak akan bolos
sekolah lagi! Boleh?”

Nardi : “Baik bu.” (Sambi berdiri).


Guru : “Ok, ucapkan sekarang janjimu dengan suara lantang!”

Nardi : “Saya berjanji tidak akan bolos sekolah lagi!”

Guru : “Ibu pegang janji kamu ya!” (pulang sekolah).

Sepulang sekolah, Nardi bertemu penagih hutang di rumahnya karena sudah dua bulan
menunggak sewa rumah.

Pemilik rumah : “Pokoknya sy tidak mau tau harus lunasi sekarang juga, kalau tidak tolong
tinggalkan rumah ini!” katanya dengan tegas.

Ibu Nardi : “Tolong pak, tolong mengerti keadaan kami. Saya akan usahakan secepatnya”

Pemilik rumah : “Kurang mengerti apa saya sampai 2 bulan begini?”

Nardi : “Maaf pak, tolonglah beri waktu lagi”

Pemilik rumah :”Apa? Saya sudah terlalu lama menunggu, sekarang kamu minta waktu lagi.
Enak sekali”

Nardi :”Tolonglah pak, uang segitu tidak mudah untuk kami. Saya janji, kami pasti melunasi
hutang kami dalam waktu dekat ini”

Pemilik rumah : “Baiklah! Saya tunggu secepatnya!” (sambil berjalan pulang meninggalkan
Nardi dan Ibunya).

Keesokan harinya Nardi melanggar janjinya. Ia tidak masuk sekolah lagi.

Guru : “Nardi bolos lagi padahal kemarin sudah berjanji tidak bolos lagi.” (menarik nafas
panjang).

Handi : “Begadang main game buuu!” teriaknya mengejek.

Hendrik : Hendrik berdiri lalu berkata “Handi, kamu jagan asal tuduh. Kita belum tau
keadaannya. Mungkin dia sedang ada masalah.”

Handi : “Masalah apa coba?”

Guru : “Sudah-sudah! Alasan apapun itu, Nardi sudah keterlaluan. Ibu akan memberikan SP
kepada Nardi. Siapa yang tau alamatnya?
Hendrik, Yuslin, dan Gilang bersamaan mengangkat tangan.

Guru : “Baiklah, sore nanti tolong antarkan surat panggilan orang tua Nardi”

******

Sore hari, Hendrik bersama temannya menuju ke rumah Nardi. Namun Nardi tidak ada di rumah.
Mereka bertanya kepada tetangga Nardi dimana keberadaan Nardi dan Ibunya.

Yuslin : “Permisi ibu” Sapa Yuslin dengan sopan.

Tetangga Nardi : “Iya nak.”

Yuslin : “Nardi sama Ibunya dimana ya bu?”

Tatangga Nardi : “Owh, kalau jam segini memang mereka tidak ada di rumah nak. Mereka di
sana, di tempat penjemuran rumput laut.” Kata ibu itu sambil menunjuk ke arah
penjemuran rumput laut.

Gilang : “Mereka ngapain disana bu?” Tanya gilang.

Tetangga Nardi : “Kalau ibunya itu setiap hari bantu orang ikat bibit rumput laut nak, kadang
juga menjemur rumput laut punya orang. Kalau Nardi ya bantu-bantu ibunya kadang
juga ikut panen rumput laut.”

Hendrik : “Ikut panen rumput laut? Maksudnya panen di laut bu?”

Tetangga Nardi : “Iya nak. Kasian. Untuk makan saja susah. Kemarin mereka ditagih uang sewa
rumah. Makanya mereka kerja keras supaya tidak diusir.”

Yuslin : “Baiklah bu. Kami permisi dulu. Terima kasih informasinya bu.”

Mereka bertiga menuju ke tempat penjemuran rumput laut yang dimaksud. Dari kejauhan
mereka melihat Nardi sedang membantu orang-orang menaikkan rumput laut dari perahu ke
penjemuran. Langkah mereka terhenti. Tak jauh dari tempat Nardi berdiri, mereka melihat
ibunya sedang membolak balik rumput laut yang sedang di jemur. Rasa iba semakin menusuk
hati mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak menyampaikan surat panggilan tersebut.
Mereka duduk melingkar lalu berdiskusi mencari jalan keluar untuk membantu Nardi.

Akhirnya mereka memutuskan untuk membuat masker wajah dari rumput laut lalu dijual.
Hasilnya akan digunakan untuk membantu Nardi dan ibunya. Namun ditengah diskusi mereka,
Handi dan David lewat dan mendengarkan diskusi mereka. Handi dan David pesimis akan hasil
rencana Hendrik dan teman-teman. Mereka mengejek Hendrik dan teman-teman lalu pergi.

Namun Hendrik, Yuslin, dan Gilang tetap optimis untuk melanjutkan rencana mereka.

**************

Keesokan harinya mereka bertiga menghadap ibu Putri. Mereka meminta maaf karena tidak
melaksanakan tugas mereka. Mereka menceritakan kepada Ibu Putri tentang masalah yang
dihadapi Nardi. Mereka juga menceritakan rencana untuk membantu Nardi dan Ibu Putri
menyetujui rencana tersebut. Dengan gerak cepat mereka segera membuat masker wajah dari
rumput laut dan mempromosikan via online dan ofline. Tak disangka-sangka masker wajah hasil
olahan mereka laris manis. Handi dan David yang melihat hal itu tersentuh akan solidaritas
teman-temannya.

Setelah mereka dapat mengumpulkan sejumlah uang, bersama Ibu Putri mereka menuju
ke rumah Nardi. Sesampainya disana, mereka melihat sang pemilik rumah sednag marah-marah
karena uang sewa rumah yang dijanjikan belum cukup.

Pemilik rumah : “Apa-apaan ini? Ha? Kamu sudah janji melunasi tapi ini jauh dari setengah.”

Hendrik dan teman-teman segera berlari mendekat. Dengan cepat mereka mengeluarkan amplop
berisi sejumlah uang dan memberikannya kepada pemilik rumah. Pemilik rumah membuka
amplop tersebut dan menghitungnya.
pemilik rumah : “Apa ini? masih tidak cukup!” Katanya dengan nada tinggi. “saya ndak mau
tau, hari ini harus lunas. Kalau tidak saya tidak mau lagi lihat kalian disini!”

Tiba-tiba seseorang menyodorkan amplop kepada pemilik rumah.


Handi : “Mungkin ini cukup untuk menambah kekurangannya!” kata Handi dengan gagahnya.

Hendrik dan teman-teman kaget bukan kepalang dengan kehadiran Handi dan David.

Handi : “Cukup kan pak?” tanya Handi kepada pemilik rumah.

Pemilik rumah : “i... iya dek. Cukup. Sampai bulan depan juga cukup.”

Pemilik rumah lalu pergi.

Ibu Putri : “Dari mana uang itu Handi?”

Handi : “Maaf bu, uang ini hasil sumbangan teman-teman sekelas dan di tambahkan oleh orang
tua saya. Maaf bu kami mengumpulkan sumbangan dari teman-teman tanpa izin ibu.”
Ibu Putri : “Iya ndakpapa nak. Ibu bangga sama kamu!”

Randi : “Terima kasih teman-teman. Terima kasih banyak. Kami ndak akan bisa membalas
semua ini.”

Handi : “Kamu tidak perlu membalas ini. Aku juga minta maaf karena selalu mengejek
kamu.”(menjabat tangan dan merangkul Randi).

Yuslin : “Berpelukaaaaaaaaan!” seru Yuslin sambil mendorong teman-temannya untuk ikut


memeluk Randi dan Handi.

Anda mungkin juga menyukai