Anda di halaman 1dari 7

"Foto yuk!

"

Hari ini adalah hari kelulusan Nindi sebagai siswi SMA, begitupun dengan orang orang yang
menduduki bangku kelas SMA akhir. Kelulusan ini dirayakan oleh seluruh kelas satu angkatan,
mereka berkumpul di satu titik yaitu lapangan sekolah.

"Ikutan dong! Sebelum bajunya di corat coret." Hanin menghampiri Nindi yang tadinya sedang
berfoto bersama Arga.

Mereka sibuk berfoto sambil menunggu acara hari ini dimulai, harusnya sih sudah . . mungkin
hanya keterlambatan beberapa menit. Setelah beberapa saat . .

"Perhatian kepada seluruh siswa dan siswi, acara kelulusan kita hari ini akan segera dimulai, saya
mengucapkan terimakasih kepada yang sudah datang, dan untuk yang tidak datang . . saya ucapkan
semoga diberi azab."

Semuanya tertawa mendengar lelucon orang yang berada di atas podium sekarang, itu ketua Osis
sekolahnya, orangnya memang begitu, selalu saja bisa membuat orang orang tertawa.

"Bercanda ya, Saya selaku ketua Osis sekaligus panitia di dalam acara ini, menyatakan jika acara
hari ini dimulai! Happy graduation all!"

Suara semua siswa dan siswi mulau bergemuruh berteriak dengan riang, menikmati kerasnya
dentuman musik yang di putar begitu saja. Suasana lapang mulai memanas disertai dengan matahari
siang. Asap warna menutupi senyuman mereka diatasnya.

Nindi menikmatinya bersama Arga dan Hanin. Mereka tertawa besama, terseyum, dan berbahagia
di hari kelulusan ini bersama sama. Pergerakan Nindi terhenti, dia melihat seseorang yang dia kenal
juga ikut menikmati melodi musik yang mengalun dengan meriah.

"Hanin! Gue nyamperin Dani dulu ya."

Nindi langsung pergi menghampiri Dani, meninggalkan Hanin dengan Arga yang sudah
memaklumi sifat sahabatnya itu.

"Yeaayy, akhirnya kita lulus!" Nindi merangkul lengan Dani lalu bersandar pasa bahunya.

"Apaan sih nin." Dani malah menepis rangkulan Nindi. Dia menjawab Nindi dengan ketus.

Nindi hanya tersenyum seakan terbiasa dengan sikap Dani yang berubah sudah lama. Dia tidak tau
mengapa Dani bisa seperti ini sekarang. Semua perhatian yang Dani beri padanya, sekarang hanya
tinggal kenangan.

"Mmmm, sayang  . . abis ini kamu mau kemana?" Tanya Nindi penuh harap , dia ingin seperti yang
lain. Meluangkan waktu kelulusannya bersama Dani.

"Mau jalan nih sama temen temen, emang kenapa?"

"Ikut dong!"

"Jangan sekarang deh, tar malem aja ya . . aku jemput kamu."


Senyuman Nindi memudar, sebenarnya dia sudah tau jika dani akan menolaknya. Dia hanya
mencoba, ya sesuai ekspetasi nya, gagal . .

Nindi tetap berusaha untuk tersenyum pada Dani, meski kenyataan yang memang nyata nya lebih
pahit. Kekesalan terlukis di wajahnya.

"Aku cabut duluan ya . . " Dani pergi begitu saja dari hadapan Nindi. Tak peduli dengan perasaan
Nindi yang sampai sekarang masih kesal padanya.

Nindi memperhatikan kepergian kekasihnya, jauh semakin jauh . . ternyata seorang perempuan
menghampiri Dani. Itu adalah Gadis, teman satu kelas Nindi.

Rasa demi rasa tercampur aduk di dalam hatinya. Tak sadar jika dirinya terlalu lama
memperhatikan Dani yang sedang bergurau dengan Gadis.

"Dor!"

Tubuhnya tersentak, Hanin megejutkannya. Dia menoleh kebelakang, disana ada Arga dan juga
Hanin.

"Nindi, cabut yuk . . gue laper."

"Ayok deh, gue juga laper nih." Nindi masih berusaha tersenyum dihadapan kedua sahabatnya. Dia
meng iyakan ajakan Hanin yang mengaku lapar. Sedangkan Nindi, jangankan lapar, nafsu makan
saja dia tak punya.

"Sebelah aja ya . . biar gak jauh jauh naik motor." Ide bagus dari Arga muncul, memang di sebelah
SMA ada sebuah tempat makan, jadi mereka tak payah jauh jauh untuk kesana kemari.

"Gimana?" Hanin menatap Nindi, meminta persetujuannya.

"Ayo." Nindi tak mau menolak, dia tak mau mood kedua sabahatnya menjadi buruk karena nya.

Nindi menarik tangan Hanin dan Arga untuk pergi dari sana, mereka mulai berjalan melalui
gerbang untuk pergi ke tempat makan yang di maksud.

Pergerakannya terhenti, secara tiba tiba dia melihat Dani berboncengan dengan Gadis. Mood nya
semakin memburuk, dia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, dia takut jika air matanya tiba
tiba turun dan membuat Arga dan Hanin khawatir.

"Ga, Nin, gue pulang duluan ya . . bye." Nindi berpamitan kepada dua sahabatnya, lalu pergi begitu
saja. Tak peduli jika Hanin dan Arga memanggilnya berulang kali.

"Yahh, gimana dong ga?" Hanin mengusak rambutnya kasar, dia faham apa yang terjadi pada
Nindi. Tadinya Arga dan dia mengajak Nindi makan hanya untuk mengalihkan perhatiannya dari
Dani.
"Ya gimana lagi . . mungkin dia butuh waktu sendiri, udahlah kita makan aja ayok." Bukannya Arga
tak peduli, dia tahu betul bagaimana karakter Nindi.

"Yaudah yuk." Akhirnya mereka hanya pergi berdua, tanpa Nindi.


Sementara itu, di sisi lain. Nindi melamun, memikirkan bagaimana dia akan melanjutkan
hubungannya yang renggang dengan Dani. Dia melentangkan dirinya diatas kasur. Menutupi
wajahnya menggunakan bantal, lalu menangis semaunya. Entah selama apa dia akan terus begini.

Tak sadarkan diri, Nindi terlelap begitu saja diatas kasurnya. Mungkin dia lelah. Sementara itu . .

"Ga, Nindi gimana ya . . gue khawatir sama dia."

Hanin dan Arga berjalan pulang, ternyata Hanin masih memikirkan Nindi yang sedari tadi tak ada
kabar, bahkan chat Hanin yang tadi saja belum dibalasnya.

"Udah Nin, gapapa kok . . kan lo tau dia ga selemah itu. Mungkin dia butuh waktu sendiri." Ucap
Arga meyakinkan Hanin

"Iya juga ya, semoga deh . . "

Nindi mengerutkan alisnya, dia terbangun secara tiba tiba. Nindi mengecek hp nya untuk melihat
jam.

Gawat! Dia terlambat, Nindi cepat cepat bangkit dari kasurnya. Dia teringat jika Dani membuat
janji dengannya malam ini, dia harus segera bersiap siap.

Nindi menyisiri rambutnya, memberi beberapa sentuhan make up, meraih tas nya. Hp nya sudah
berdering, tertampang nama Dani di layarnya. Nindi tak mengangkat, Dani pasti sudah di depan
rumahnya.

Nindi keluar dari rumahnya. "Hai."

"Hai, ayo naik."

Nindi melakukan apa yang Dani pinta, tanpa lama Dani langsung meluncurkan motornya.

Saat sampai di tempat makan.

"Bisa saya bantu kak?"

"Sayang, mau pesen apa?"

"Apa aja." Jawab Dani masih sibuk dengan handphone nya.

"Minum aja deh ya, teh tarik nya satu, milo nya satu. Itu aja mas."
"Baik, ditunggu ya kak."

Pelayan pergi untuk membuatkan pesanan Nindi.

"Sayang, jadinya kamu mau kuliah dimana?"

"Belum tau."
Nindi cemberut dengan jawaban Dani, dia merasa semakin renggang dengannya. Hening kembali
menyerang suasana mereka berdua.

"Eumm, sayang? Besok kan kita anniv, kamu mau kado apa?"

"Kado? Kalo aku kasih tau, kan bukan kado namanya." Jawab Dani sekejap menatap hanin dengan
raut wajah yang tidak seharusnya.

"Iya juga sih, kalau akuuu pengen . . besok besok kita bisa jalan terus." Seru Nindi berusaha
tersenyum.

"Besok aku gabisa." Dengan cepat Dani memotongnya.

Nindi kembali cemberut, tiba tiba dia melihat Dani beranjak dari tempat duduknya lalu
menghampiri seseorang yang sedang berjalan diluar.

Nindi menoleh dengan benar ke arah orang tersebut,


Gadis . .
Lagi . .

Nindi mengerutkan alisnya, Dani sibuk mengobrol dengan Gadis, padahal di samping gadis ada
Varo, kekasihnya Gadis.

Gadis tersenyum dan melambai kepada Nindi, tapi Nindi tak peduli. Dia mengalihkan perhatiannya
dari Dani dan Gadis yang masih mengobrol.

Lama Nindi menunggu sambil memainkan hp nya, rasa nya benar benar tercampur aduk. Deja vu
dari rasa sedih, perih, marah, selalu tercampur ketika ia bersama Dani.

Dani menghampiri Nindi kembali.

"Maaf ya lama." Katanya sambil menarik kursi yang akan dia duduki kembali.

Nindi tiba tiba beranjak lalu pergi meninggalkan Dani di tempat itu. Masa bodoh dia meneriaki
namanya, atau bahkan seluruh orang orang memerhatikannya.

Nindi memutuskan untuk berjalan pulang dari tempat tadi. Dia tak bisa merasakan lelahnya
bagaimana dia berjalan, yang dia fikirkan adalah bagaimana cara dia untuk menyembunyikan
kepedihannya di hadapan teman temannya nanti. Sepanjang jalan dia berusaha untuk tetap tegar dan
tidak meneteskan satu titik air mata pun.

-
"Yaudah lo pulang duluan, gue ikutin Nindi."

"Maksud lo?? Ga mungkin ya, masa cowok yang pergi gila?"

"Pu.Lang. Yang ada Nindi malah gamau ngomong kalau ada lo."

Sedari tadi, Arga dan Hanin mengikuti Nindi. Hanya saja mereka tak masuk ke tempat yang Nindi
dan Dani kunjungi, takut tertangkap basah oleh mereka berdua.

"Ck, iya deh. Yaudah gue cabut ya, bye."


"Bye."

Hanin cepat cepat berlari mengikuti langkah Nindi yang cepat, dia malah menghabiskan waktu
untuk berdebat dengan Arga siapa yang akan ikut.

Nindi masuk kedalam rumahnya dengan lesu, dia terduduk di sebuah kursi ruang tengah. Dia
membuka tas kecilnya, mengambil sebuah alat kecil untuk mendengarkan musik,
menyambungkannya dengan hp, lalu dia pasangkan pada telinga nya, dia memejamkan matanya.
Termenung, melamun, menangis. Itu yang Nindi lakukan sekarang.

Seseorang mendekati nya, Nindi tak terusik. Suara earphone nya begitu kencang sehingga bisa
terdengar dari luar.

Insting Nindi yang kuat membuatnya membuka mata kembali, dia melihat Hanin yang duduk di
sebelahnya. Nindi malah mengalihkan pandangannya. Melihat ke arah manapun dengan tatapan
kosong.

Tiba tiba Nindi berujar, "Gue gatau harus gimana lagi."

Hanin menatapnya dengan tatapan iba, lalu dia berucap.

"Lo harus temuin dia . . buat selesain semuanya. Lo gabisa kayak gini terus, lo harus jujur sama
perasaan lo sendiri."

Hanin membuka lengannya, memberi ruang untuk Nindi agar bisa memeluknya. Nindi tersenyum
lalu memeluk Hanin dengan air mata nya yang masih bercucuran.

Nindi terlebih dahulu melepaskan pelukannya, dia membuka hp nya lalu mencari kontak Dani, dia
menelfon nya.

"Temuin gue di tempat kemaren besok siang."

Telfon yang baru saja diangkat oleh Dani lalu Nindi tak memberinya kesempatan mengobrol pun di
tutup secara sepihak oleh Nindi.

Esok hari, dimana Nindi sudah meminta Dani untuk datang pun tiba. Jika Dani tak datang, dia
tinggal hanya tinggal memutuskan hubungannya dengan Dani, karena sudah terbukti, jika urusan
lain lebih penting dari pada dirinya.

Nindi duduk dengan gelisah, menunggu dani datang atau tidak.

Telfon nya berdering, itu adalah Hanin.

"Nindi, lo udh disana kan?

"Stengah jam lalu, dan dia belom dateng. Ni minuman gue tinggal sisa gelasnya."
"Tunggu bbrp saat lagi, kalau dia ga dateng dateng. Lo balik dan besok lo tinggal putusin dia."

"Eung." Nindi hanya bergumam menjawab perintah Hanin.

Beberapa saat kemudian.

"Hai nin, udh nunggu lama?"

Dani sudah sampai, terlambat dalam satu jam dengan wajahnya yang tampak seperti tak membuat
kesalahan.

"Enggak kok sayang, baru sampai tadi juga." Katanya memaksakan tersenyum, sudah jelas jelas
Nindi disini lama, apa Dani tak lihat gelasnya yang sudah kosong itu?

"Oh iya, nih." Nindi memberikan hadiah anniversary nya yang dibungkus oleh sebuah kertas
mengelilinginya.

"Aku juga ada, bentar."

Dani sibuk merogoh rogoh sakunya mencari benda yang akan ia beri pada Nindi.

"Nih buat kamu, sini aku pakein." Dani menunjukkan sebuah gelang pada nindi.

Nindi hanya tersenyum dan mengulurkan lengannya ke hadapan Dani, membuat topeng bahagia di
sisi hatinya yang sekarang sedang bimbang dan gelisah.

"Itu hadiah terakhir aku buat kamu." Bicara Nindi setelah Dani selesai memasangkan Gelang di
pergelangan tangannya.

"Maksudnya?" Dani mengerutkan alisnya, tak mengerti apa yang Nindi maksud.

"Aku pengen kamu jujur, sebenernya kamu ada hubungan apa sama Gadis?."

Dani menghela nafasnya, "Gatau kenapa, aku bosen banget sama kamu . . "

Nindi yang mendengar itu bergeming , hanya merotasikan bola matanya.

". . kalau boleh jujur, aku suka dia udah lama." Dani menjeda perkataannya, menggenggam tangan
Nindi di atas meja.

"Tapi kalau harus milih, aku gatau harus milih siapa."

Mendengar perkataan Dani, nindi menepis genggaman Dani, dia berdiri lalu pergi dari tempat itu.

Dani mengusak rambutnya kasar, dia hanya menatap kepergian Nindi. Tak berniat untuk
mengejarnya, tapi jika memang Nindi meninggalkannya bukan berati dia memutuskan
hubungannya dengan Dani? Bagus, jadi Dani tak payah memutuskan siapa yang akan dia pilih.
Dengan Gadis pun cukup. Fikirnya.

-
Nindi berjalan dan menangis, tidak ada yang harus dia tahan selain menopang tubuhnya untuk
berjalan tegar di sisi jalanan. Dia menangis tersedu sedu. Tak peduli berapa banyak orang yang
memerhatikannya. Dia hanya ingin menangis, itu saja. Akhirnya tubuhnya melemah, dia duduk di
tepi, di depan sebuah toko yang tutup.

Sebuah bunyi motor terdengar di telinga Nindi, suaranya berhenti di hadapannya. Nindi
mendongkakkan wajahnya, menatap orang yang berdiri di hadapannya. Dia berdiri, berusaha
menghilangkan jejak air matanya, dia tak mau orang ini tau.

"Percuma lo hapus, gue liat semuanya."

Arga yang mengerti perasaan nindi, merengkuh tubuh nindi di pelukannya. Nindi ikut melingkarkan
lengannya di pinggang Arga, air matanya semakin deras tak karuan.

Setelah tangis Nindi mulai mereda, Arga melepas pelukannya. Dia menangkup wajah nindi
menggunakan kedua tangannya, memerhatikan wajah nindi yang penuh dengan air mata.

"Pffttt, jelek!" Arga malah menertawai Nindi.

Nindi tak bisa berkata kata pada kelakuan Arga padanya. Setelah sadar, dia mendumal.

"iiihh Arga! Brengsek lo ah elah, sini ga lo?." Nindi berniat untuk memberikan Arga sebuah hadiah.
Berupa cubitan nya yang terkenal sangat sakit.

"Wlee ga kena!" Arga dan Nindi berlari kesana kemari, saling menghindari satu sama lain.

Disitulah Arga lega, melihat kebahagiaan yang tertulis di wajah Nindi. Dia mulai tertawa
dengannya.

"Stoooppp! Capek gue gila hahahaha." Nindi berhenti berlari, dia terengah engah karena kelelahan,
setidaknya dia tertawa.

Dani mendekat kearah Nindi. Menatap Nindi dengan tulus.

"Refreshing yuk? Mau pantai? Atau puncak?"

Nindi hanya tersenyum menanggapi Arga.

- to be continued

Anda mungkin juga menyukai