Anda di halaman 1dari 4

Angan Kerinduan

Karya : Adhita Ikra Wardana

Aku menatap lalu lalang kendaraan dihadapanku dengan sendu, sudah satu bulan
sejak kepergiannya nemun masih saja kenangan bersamanya terlintas dalam benakku. Aku
sering berangan-angan jika saja dia tidak pergi bagaimana kehidupanku saat ini. Oh ya, aku
lupa memperkenalkan diriku. Namaku Carina yang berarti “Yang dicintai, rasi bintang” , tapi
sekarang aku tak pernah merasa dicintai lagi tak seperti saat....

“Carin ayo, kok ngelamun sih” seru Danis dari kejauhan.

Ah iya, aku lupa aku sedang menunggu kekasihku tadi. Aku menatap lelaki diatas
motor matic hitam dengan kesal.

“Kok tumben jemputnya lama, kamu habis dari mana?” tanyaku saat Danis memakaikanku
helm.

“Aku tadi habis rapat untuk acara pementasan bulan depan, agak lama taddi nunggu yang lain
selesai kelas. Jadi pulangnya agak telat, maaf ya”jelas Danis yang melihat aku terlihat kesal,
sungguh aku tak bisa membohongi diriku tatapan teduhnya membuatku terbuai.

“Terus sekarang kita jadi ke gramed?” aku kembali bertanya kala Danis melajukan motornya.

‘Ah maaf Rin, aku tadi disuruh ibu untuk cepat-cepat pulang. Kita ke gramednya hari Minggu
aja ya” ucap Danis yang membuatku sedikit kecewa, ingat ya hanya sedikit! Tapi yah, mau
bagaimana lagi mana bisa aku melanggar titah ibu mertua yang ada nanti aku tak diterima
jadi menantu hehe.

“Ya, gapapa kok” ucapku dengan senyum kecil sembari menatap Danis lewat kaca spion

‘Nah, sudah sampai” Danis mamberhentiakn motornya didepan rumah berpagar hitam. Aku
turun dari motor dan memberikan helm yang sudah ku lepas kepada Danis.

‘Makasih ya, kamu hati-hati jangan ngebut. Salam buat ibu” ucapku pada Danis, pasalnya
aku tau kekasihku ini selalu terburu-buru apabila disuruh ibunya.

‘Siap tuan putri, aku pulang ya kamu jangan nakal. Dadah, love you more” pamit Danis
sembari melajukan motor miliknya dari depan rumahku.

‘Dadah” aku menatap laju motor yang menjauh, rasanya ada yang mengganjal tapi apa ya?
Ah sudahlah, mungkin aku melupakan sesuatu.

Aku segera menghilangkan pemikiran negatifku dan bergegas memasuki rumah, ah


rasanya lelah sekali hari ini. Entah apa yang akan terjadi dihari esok, aku harap itu hal baik.
Rasanya aku ingin bergegas mandi dan rebahan di kasur tercintaku.

“Assalamualaikum, Carin pulang” salamku ketika memasuki rumah.


Rumah yang ku tempati adalah peninggalan ayahku, sejak kecil aku tak pernah
mengenal sosok ibu. Entah kemana ibu pergi setelah melahirkan ku, kalau kata ayah ibu pergi
meninggalkan aku dan ayah karena keterbatasan ekonomi. Mungkin ibu tidak sanggup hidup
susah bersama kami, tapi yasudah lah. Aku bergegas pergi mandi, setelah selesai
membersihkan diri aku melihal ponselku. 20 panggilan tak terjawab dari nomor ibunya Danis
tumben,tidak biasany ibu begini. Aku mencoba menghubungi ibu kembali

‘Assalamualaikum bu, ada apa?” tanyaku ketika panggilan telah terhubung, tapi anehnya ada
suara tangis terdengar

“Waalaikumsalam Rin, kamu yang sabar ya” ucap ibu membuatku heran. Sabar kenapa?

“Sabar kenapa bu? Perasaan Carin ga kalah undian lotre deh” gurauku mencoba mencairkan
suasana, namun tangis ibu malah semakin mengeras. Ya tuhan ada apa ini, perasaanku
semakin tak karuan

“Danis Rin Danis kecelakaan dan meninggal ditempat karena benturan dikepala” ucap ibu
yang membuat aku terkejut

“Ibu jangan bercanda deh, tadi Danis masih bisa naik motor kok. Dia juga tadi jemput aku,
ibu ngeprank nih” ucapku tak percaya.

Tanpa sadar air mataku menetes, padahal tadi Danis masih baik-baik saja aku masih
ingat tatapannya yang menatap ku denganteduh. Senyumnya kala berpamitan juga masih
sama, tapi memang perkataannya terasa janggal ditelingaku.

‘Demi Allah Rin, buat apa ibu bercamda perihal nyawa” ujar ibu membuatku menangis
tersedu

‘Ibu sekarang Danis dimana Carin mau ketemu Danis bu” ucapku tergesa

“Danis sudah dibawa ke rumah,nak” ucap ibu

“Yaudah, Carin kesana sekarang. Assalamualaikum” aku segera menutup telpon dan bersiap
pergi menuju rumah Danis, aku berlari keluar rumah dan manuju pangkalan ojek di pertigaan
dekat rumahku.

Persetan dengan kaki ku yang akan sakit setelah berlari, yang aku ingin kini hanyalah
bertemu Danis. Hampir lima tahun aku mengenalnya, namun hal yang tak pernah ku
bayangkan terjadi. Kenapa Danis Tuhan? Kenapa? Rasanya sama seperti ketika ayah pergi
begitu sakit, tapi dulu ada Danis. Tapi sekarang? Siapa yang akan menguatkanku kalau kamu
pergi Dan? Siapa?.

‘Bang ojek, perumahan renjana ya. Cepat bang, saya buru-buru” ucapku kepada sang ojek

Abang ojek meljukan motornya dengan cepat, ketika aku sampai di kediaman Danis
sudah banyak pelayat. Aku membayar ongkos ojek dan bergegas masuk ke dalam. Aku
melihat ibu yang menangis disisi tempat tidur, disana aku melihat Danis yang menutup
matanya dengan begitu damai. Aku berlari menghampiri jenazah Danis dan memeluk tubuh
kaku itu dengan tangis yang semakin mengeras.

“Hei, kok kamu tidur sih? Bangun dong, jangan ngeprank aku begini Danis, kasian loh ibu
cape nangis. Danis bangun! Bangun atau aku marah, ayo bangun! Kenapa? Kenapa harus
kamu, kalau ga ada kamu aku sama siapa? Aku takut sendirian,siapa yang temenin aku kalau
ada angin kencang? Siapa yang temenin aku ziarah ke makam ayah? Ayo bangun, DANIS
BANGUN!!!!” ujarku sembari menangis memeluk tubuh kaku kekasihku. Aku menatap ibu
yang tengah menangis

“Ibu ayo suruh Danis bangun, dia nakal bu. Dia ninggalin aku” ucapku

“Sudahlah nak, kamu harus ikhlas” ucap ibi yang membuatku semakin menangis

Aku mulai mengingat kembali pertemuanku dengan Danis sewaktu SMA, kala itu aku
dan dia satu kelas hanya saja kami tak terlalu dekat karena sifat Danis yang terbilang cuek.
Namun entah mengapa dia mulai mendekatiku, hingga pada saat kenaikan kelas Danis
menyatakan perasaannya padaku. Dan hubunngan kami berlanjut hingga sekarang, Danis
hampir 7 tahun aku mengenalmu. Takkan ku lupa bagaimana tawamu, tatap matamu yang
teduh, tutur katamu yang syahdu bak bait puisi melayu dan semua kenangan-kenangan kita
yang akan selalu ku simpan dalam benakku. Tunggu aku pulang dan kita akan kembali
bersama Danis, karena aku dan kau adalah lirik puisi pujangga yang saling melengkapi dan
akan ku pastikan namamu selalu terukir dalam hati ini.

“Bu, sudah waktunya” ucap salah satu warga disana

Pemakaman berlangsung haru, ibu yang tak sanggup melihat putra semata wayangnya
dimasukkan ke liang lahat pun pingsan. Rekan-rekan Danis di kampus pun menunduk sedih
bahkan banyak dari mereka yang menangis. Lihatlah Danis kepergianmu yang tak pernah
kami nantikan membuat kami hancur. Kamu orang baik, semoga Tuhan memberimu tempat
terbaik disisi-Nya. Pemakaman selesai dengan hikmat, para pelayat pun pergi satu persatu.
Aku menghampiri makam kekasihku dan bersimpuh menangis memeluk nisan yang
bertuliskan nama orang yang ku cintai setelah ayah.

“Hai sayang, kenapa kamu yang harus pergi Dan. Aku ga punya siapa-siapa lagi selain kamu,
curang ya kamu. Pamitnya mau pulang ke rumah ibu, tapi malah niggalin aku sejauh ini.
Kamu ingat ga? Dulu kita pernah janji kalau kita ga boleh saling meninggalkan, tapi sekarang
kamu malah ninggalin aku duluan. Terimakasih Danis, sosokmu akan terus menjadi bagian
dari setiap perjalanan hidupku. Kamu telah mengajarkan ku banyak hal, terimakasih atas
berjuta kenangan yang kamu ciptakan untuk mengisi kekosongan hidup ini. Kalau tak ada
kamu entah seperti apa hidupku waktu itu dan sekarang entah bagaimana pula aku hidup
tanpamu. Kamu pasti tau aku tak bisa tanpamu jadi tolong, bawalah aku bersamamu” ucapmu
sembari menangis, pelukanku pada nisan semakin mengendur seiring dengan pandanganku
yang menggelap.
“Mba, mba” panggil seorang pria paruh baya membuatku tersadar. Ah aku melamun lagi,
sudah berapa kali aku melamun dan berangan tentang dia yang tak mungkin kembali selama
sebulan ini

‘Ah iya pak, atas nama Carina ya?” tanyaku

‘Iya mba, ke TPU Mekar Jaya ya?’ tanya ojol tersebut

“Iya pak” aku menaiki motor dan melaju menuju tempat peristirahan kekasihku, sebulan dia
pergi dan sebulan pula hariku terus berjalan bak mayat hidup.

Aku menatap hiruk pikuk jalanan yang padat sembari mengingat kenangan bersama
Danis. Tak terasa aku sampai di pemakaman, aku memberi ongkos ojek dan masuk kedalam
pemakaman tak lupa aku bembeli bunga dan air mawar. Aku berjalan menju makam Danis
yang sangat aku ingat, aku bersimpuh di sisi makam menaburkan bunga dan air mawar.

‘Hai, aku rindu. Kamu rindu juga gak sama aku? Kalau dulu kamu bilang,’ jangan rindu
biarkan aku saja yang tersiksa akan rasa itu dan kamu harus tau aku selalu bersamamu.’
Dasar pujangga haha. Dan, ini baru sebulan tapi rasanya aku tak tahan, sering kali ku
berangan bahwa kepergianmu hanya bualan namun nyatanya aku lah yang membual pada
diriku sendiri bahwa kamu masih berada disini bersamaku. Kapan kamu membawaku pergi
bersamamu, dunia ini semakin kejam kepadaku yang tak tau kemana harusmya aku
melangkah. Dan, aku lelah biarkan aku tertidur dalam dekapmu sebentar saja” monolog ku
sembari memeluk gundukan tanah dan seiring waktu aku merasakan kenyamanan yang
familiar ini seperti dekapan Danis dikala aku lelah dna ketakutan karena kencangnya angin,
mataku memberat entah tertidur atau pergi bersama Danis aku tak perduli yang penting aku
tak kehilangan kenyamanan dari dekapan ini meski hanya angan ku akan kerinduan padanya.

Anda mungkin juga menyukai