Anda di halaman 1dari 5

Hujan, Siang dan Kenangan

(Dadan Ramdani)

Hidup bagiku adalah sebuah perjalanan, perjalan yang pada akhirnya banyak menyisakan
kenangan. Banyak sekali kisah-kisah perjalanan yang kulalui, kadang menyedihkan kadang juga
menyenangkan. Menyikapi kenangan yang ada, tugas kita bukanlah meratapi dan menangisinya,
tugas kita ialah menjadikan kenangan itu berkesan baik itu menyenangkan ataupun
menyedihkan.

Siang ini, hujan deras membasahi pelataran mesjid agung dikota kelahiranku. Aku yang baru saja
selesai menunaikan shalat dzuhur berjama'ah keluar dari mesjid untuk lanjut mengerjakan tugas
di perpustakaan. Kulihat hujan deras tiba-tiba mengguyur pelataran mesjid.

Semua orang berlarian mencari tempat untuk berteduh, ada yang sambil menggait pasangannya,
menggendong anak-anaknya, dan yang paling membuat hati aku tergugah adalah seorang kaki
dengan kecepatannya terbatas sedang mendorong istrinya yang menggunakan kursi roda. melihat
pasangan kakek dan nenek itu, seketika aku langsung lari dari serambi mesjid untuk memberikan
bantuan pada sepasang kakek dan nenek itu.

"Kek, mau kemana? sini biar aku saja yang mendorong kursi rodanya." Tawarku pada si kakek
ini.

"Oiya mas, enggak usah biar saya saja yang mendorong gapapa." Jawab si kakek sambil terus
mendorong kursi roda istrinya.

"Hujannya makin deras kek, kasian si neneknya nanti malah basah kuyup, biar aku aja yang
mendorong kursi rodanya," ucapku.

"Oh yasudah mas, aku mau ke rumah saya di sebrang apotek depan itu." Jawab si kakek sambil
menunjuk apotek yang yang berada di depan.

"Baik kek, ayo kita jalan. hujannya keburu makin deras nanti." ucapku.

Setelah itu aku berjalan mendorong kursi roda si nenek menuju rumahnya. Dengan berjalan agak
sedikit cepat akhirnya kami sampai di depan rumah si kakek itu. Dan pas aku masuk pekarangan
kostan itu, hujan semakin deras serta disertai angin.
Sesampai di depan kostan, tiba-tiba datang seorang wanita lari menuju arah kami. Dia adalah
sahabat kecilku, dia sekarang kuliah di salah satu perguruan tinggi favorit di kota ini.

"Aris" Ucap Andini dengan napasnya yang sedikit tergesa-gesa saat menyapaku.

"Andini, kamu mau kemana?" Tanyaku padanya.

"Aku pulang kesini ris, dan mereka berdua adalah kakek dan nenekku," Jawabnya.

"Oalah ku kira siapa, kenapa kamu tadi gak jemput kakek dan nenek diluar?" Tanyaku.

"Enggak ris, tadi kakek ngechat aku, ia bilang mau keluar nyari udara segar katanya. Dan saat
keluar dari mesjid kulihat nenek kehujanan, aku mencoba mengejarnya dan ternyata ada kamu
yang lebih duluan menolongnya" jawab Andini.

"Ohh, begitu yasudah, silahkan masuk. Kasian si nenek kedinginan nanti. Aku izin pamit ya
Din." Ucapku mempersilahkan mereka masuk.

"Makasih banyak ya Mas Aris, sudah membantu. Kami ganti baju dulu ke dalam ya." Ucap si
kakek sambil berjalan menuju ruangan.

"Iya kek sama-sama" Jawabku.

Setelah itu, si kakek mendorong kursi roda istrinya kedalam rumah. Akupun pamit ke Andini
untuk kembali lagi ke mesjid.

“Hujannya deras Ris, tunggu disini aja dulu gapapa. Aku ambilin teh ya sebentar.” Ucap Andini.

Andini masuk ke dalam rumahnya untuk menyajikan teh hangat. Aku masih belum menyangka
ia masih mengingat minuman kesukaanku yakni teh.

“Nih,Ris teh spesial buat kamu, kutunggu ceritanya ya,” Ucap Andini sambil cengengesan.

“Wah makasih banyak loh Din tehnya,” Ucapku.

“Gimana kuliahmu Ris? Lancar gak?” Tanya Andini.

“Alhamdulillah lancar, bentar lagi selesai nih. Kamu sendiri gimana, lama sekali kamu
menghilangnya?” Ucapku.
“Alhamdulillah, aku sekarang kuliah sambil kerja dan keduanya lancar. Iya Ris, maafin Andini
yah, dulu aku menghilang karena kedua orang tuaku meninggal dan mengharuskanku untuk kerja
sebelum mulai kuliah,” cerita Andini.

“Yaa ampun Din, kenapa kamu gak nyerita waktu dulu, malahan kudengar kau pindah dari
rumahmu yang dulu,” ucapku.

“Ia Ris, aku dulu memutuskan untuk pindah ke rumah kakek, rumahku disana aku kontrakan
saja, kasiankan disini kakek dan nenek gak ada yang nemenin,” cerita Andini.

“Iya Din gapapa, semangat terus ya. Aku jadi inget Din, Dulu kalo hujan kaya gini kita sering
bercerita tentang mimpi-mimpi kita, semoga yaa satu persatu mimpi kita mulai terwujud Din,”
Ucapku.

“Entah kenapa, setelah kamu memutuskan untuk pergi, ketika hujan tiba aku selalu mengingatmu
Din” Sambungku.

“Iya Ris, aku juga sama, ketika hujan tiba aku selalu ingat tentangmu dan mimpi-mimpi kita
dulu. Sebenarnya aku ingin sekali sesekali pulang ke rumahku yang disana. Tapi waktunya itu
Ris, aku yang memiliki dua kesibukan kadang gak pernah memiliki waktu luang untuk pulang
kesana”.

“Iya Din, tahukah kamu Din, saat hujan turun dimalam hari, aku gak pernah bisa tidur karena
teringat memori saat aku melepasmu pergi, sahabat terbaikku,” Ucapku.

“Aku juga merasakan hal yang sama Ris, saat hujan datang aku selalu teringat saat harus
mengikhlaskan kepergian orang tuaku dan meninggalkan sahabatku.” Ucap Andini disertai
dengan air mata yang perlahan mengalir dipipinya.

“Iya Din, Alhamdulillah sekarang kita bisa bertemu lagi, meskipun kita sudah hidup dengan
mimpinya masing-masing, setidaknya dengan hujan kita selalu teringat masa-masa dulu,”
Ucapku coba menenangkan Andini.

“Kamu tahu gak Ris, pas aku nyiapin teh buatmu tadi, aku ingat betul waktu kau muntah-muntah
karena aku paksa minum cokelat dulu,” Kenang Andini.
“Haha iya yah, sampai sekarang aku belum bisa minum cokelat loh Din, entah kenapa ya padahal
kata orang rasanya lebih enak gituh.” Ucapku sambil ketawa.

Hujanpun perlahan mereda, entah berapa lama kita bercerita tentang kenangan di masa lalu yang
jelas kita berdua sama-sama mengingat banyak kenangan antara dua sahabat yang telah bersama
sejak kecil.

Andini bagiku adalah seorang perempuan kuat dan tangguh, sedari dulu ia selalu berusaha untuk
mewujudkan mimpi-mimpinya bersama segala keterbatasannya. Aku ingat, mimpinya adalah
menjadi seorang penulis hebat waktu itu, ya meskipun kala itu orang tua Andini sangat
menentang mimpinya tersebut.

Ia mencoba mengikuti keinginan orang tuanya yakni menjadi seorang dokter dengan mengambil
kuliah jurusan kedokteran. Seiring berjalannya waktu, Andini perlahan menyadari bahwa
langkahnya mengikuti keinginan orang tuanya tersebut merupakan salah satu jalan baginya untuk
menjadi seorang penulis hebat.

Kini telah tiga buku ia selesaikan dan semuanya laris manis, tak sedikit orang yang menyukai
tulisannya. Bahkan akhir-akhir ini, Andini mulai disibukan dengan undangan-undangan seminar
ataupun workshop, baik tentang kepenulisan maupun tentang kesehatan.

Kuliahnya berjalan lancar, meskipun ia harus banting tulang peras keringat untuk membiayai
kuliahnya yang cukup mahal tersebut. Sepeninggal ayah dan ibunya Andini memiliki tugas untuk
merawat kakek dan neneknya.

Setelah lama tidak bertemu, akhirnya hujan kali ini mempertemukan aku dengan Andini. Banyak
sekali kenangan yang kita ceritakan, setidaknya itu menjadi pereda dari rasa rindu yang
mendalam ini. Rasa rindu yang selalu hadir saat hujan tiba dan tertuai. Meskipun tak sehangat
dulu, Andini tetap sama dengan ketangguhannya.
Bionarasi

Nama Saya Dadan Ramdani biasa di panggil Dadan kadang juga dipanggil Dandan. Saat ini
sedang berkuliah jurusan komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta Ibu Kota. Menulis
bagiku sulit, makanya dengan ini saya mencoba belajar untuk berimajinasi dan menuangkannya
dalam tulisan. Yuk temui saya di Ig @Ramdan_Dandan atau WA 085212552308

Anda mungkin juga menyukai