Anda di halaman 1dari 3

NAMA : SHALISA NURI

KELAS : X MIPA DUA

Sastra Magradian Dirga #2

Hai semuanya, terimakasih banyak karena telah memberikan apresiasi yang bijak dan
baik padaku, mungkin dengan adanya cerita berkelanjutan ini akan menarik perhatian Sastra
untuk menceritakan kisah kami berdasarkan sudut pandangnya. Dengan kembalinya aku
bercerita di sini untuk memenuhi pertanyaan kalian mengenai kelanjutan kisahku dengan
Sastra. Banyak orang yang mengira hubunganku dengan Sastra akan berakhir sampai sana,
namun ternyata tuhan menurunkan Mang Adang sebagai perantara pertemuan kami
selanjutnya.

Tepat 3 tahun lebih beberapa minggu aku menetap di Aceh, aku dan Sastra sudah
banyak berubah, bagaimana tidak berubah? Sedangkan waktu tetap berjalan dengan riang.
Aku yang berada di Aceh selalu merenung ketika hujan tiba, entah mengapa ketika aku lihat
di luar sana begitu banyak anak muda seusia ku dulu ketika bersama Sastra. Seketika muncul
memori-memori cemerlang yang membuat aku tak nafsu melewati hari dan waktu
selanjutnya. Memori di mana aku selalu berdua di atas motor bersama Sastra melewati
warung-warung serta jajaran bangunan lainnya.

Perasaanku masih sama dengan dulu, entah dengan perasaanmu di sana. Banyak sekali
pertanyaan-pertanyaan yang ingin aku lontarkan padamu, Sastra. Mungkin langit juga sudah
muak dengan apa yang aku bicarakan setiap harinya. Dulu ketika aku meninggalkan kota
manis itu, aku percaya bahwa kita akan bertemu seperti biasa di warung Bi Dew, namun
kenyataannya kita sama-sama tidak tahu di mana keberadaan kita satu sama lain, aku telah
lulus dan sekolah di perguruan tinggi, Sastra. Aku rindu, namun terkadang aku bingung
harus mengucapkannya berapa banyak lagi.

Bencana besar waktu itu terjadi, aku kehilangan nomor ponselmu, ibumu, serta
keluarga dekat juga teman-teman di sana. Aku mengalami kecelakaan di Aceh, namun
syukur tidak ada korban. Aku juga dapat kabar bahwa Sastra telah pindah ke daerah Sindang
Kasih, aku sudah menelepon ke rumah Sastra di Ciamis, namun yang menerima bukan dari
keluar Sastra melainkan orang baru yang menempati tempat tinggal Sastra.

Kini aku sudah melepas diri dari orang tua, transfer uangnya masih berjalan, hanya saja
aku pergi ke daerah Bandung melanjutkan sekolah tinggku. Aku sekolah di UNPAD
mengambil Fakultas Kedokteran, hobiku masih sama dengan dulu, yaitu menulis. Aku
menjalani kehidupan sekolahku dengan baik, orang yang sempat kutinggalkan di SMA kini
banyak kutemui di Bandung.

“Pramaisya, ada capcai dari ibuku,” Ucap Raden sambil menepuk buku yang sedang ku
baca saat itu.

“Wah enak pastii, makasih Raden bilangin ke ibu!!” Jawabku pada Raden.

Raden ini adalah laki-laki yang menurutku kepribadiannya sangat mirip dengan Sastra,
aku sering bercerita pada Raden kalau aku masih bersama Sastra mungkin sekarang
Bandung sudah menjadi tempat yang sangat amat gampang ku telusuri dengan Sastra.
Raden selalu merespon dengan baik, katanya kalau Raden menjadi diriku, Raden juga akan
melakukan hal yang sama denganku, yaitu terus menerus membaca buku puisi yang Sastra
berikan padaku dulu.

“Pramaisya, kalau kamu jadi bakwan maka aku orang pertama yang akan membawamu
kerumahku.” Ujar Raden.

“Akunya gak mau, malah megangin warung biar gak bisa diambil,” Sautku pada Raden

“Akan kubeli beserta warungnya, bakwan yang berupa kamu ku ambil kerumah
sedangkan warungnya akan kujadikan tempat kenangan dan kuperkenalkan sama Mang
Didin terus ngejelasin kalau kita ketemu di warung,” Jelas Raden kala itu sambil membuka
teh pucuk harum yang ia tuangkan pada gelasku.

“yeu kesempetan we ieu mah nya gawe bareng teh, atuh rada tuangkeun saeutik kadieu
Den,” Gerutu Gunar sambil menyodorkan gelasnya pada Raden. “sakalian tuh yang si Eli,
uda kosong digorogot sama gelasnya si Eli mah kayaknya.”

Eli yang mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Gunar tertawa, Gunar dengan
cirikhas yang melekat dilogat sundanya, sehingga apa yang ia ucapkan akan menghasilkan
tawaan lucu dari orang lain.

Posisi aku dengan Raden waktu itu ada di warung Bi Eem, dekat jalan pertigaan di
persimpangan Jati Nangor. Jarak nya dekat dengan kosan ku serta dekat dengan Universitas
Padjajaran, di sana tidak hanya ada aku dan Raden, tapi juga ditemani oleh kedua teman
aku juga Raden, yaitu Gunar dan Eli. Di sana kami menyelesaikan tugas serta mengobrolkan
banyak hal.

Kami selesai pada pukul 16.59 WIB, dari situ Eli sudah mengajak kami bergegas pulang,
karena memang Eli, Gunar serta Raden mengambil jurusan malam untuk hari ini, jadi harus
bersiap-siap. Aku pulang diantar oleh Raden, sedangkan Gunar mengantar Eli ke rumahnya.
Diperjalan, aku selalu bilang pada Raden. “Kalau Sastra tahu, pasti dia akan marahkan Den?”

“Sastra mu itu gak akan marah, apalagi kalau tahu aku ini ojek pribadimu sya,” Balas
Raden sambil membenarkan kaca spion yang ia pandangi.

Aku mengangguk faham pada Raden, tujuannya sudah sampai. Raden langsung pulang
karena memang kosan ku ini isinya untuk perempuan, makannya tak kusuguhi apapun selain
ku kasih nabati keju untuk mengganjal kekosongan perutnya kala nanti, sebagai ucapan
terimakasihku.

Anda mungkin juga menyukai