Pada suatu hari, tepat di tengah rumah, ada seorang perempuan yang
sudah tua bernama ibu Fatmawati. Ia adalah seorang janda, dan memiliki 4 anak
yaitu, Dion, Dani, Dilan dan Dina. Dion dan dani menempuh Pendidikan yang
sama. Singkat cerita, mereka berdua memiliki perbedaan. Yakni sifat mereka
yang berbeda. Dion memiliki sifat pemarah dan malas. Sedangkan Dani
kebalikannya. Yakni ia seorang yang rajin dan baik hati. Hingga pada saat ibunya
meminta tolong kepada anak pertamanya, ia tidak mau dan marah. Ibu pun
berkata:
Ibu: (Merapikan kue-kue yang akan dijual ke dalam toples) Dion! Dion! Ibu njaluk
tulung po’o
Dion: Sek bu! Cerewet ae pean iki!
Ibu: Dion!
Dion: (Keluar kamar dengan penampilan urak-urakan) Onok opo seh bu!? Mulai
maeng bengak bengok ae! Dikiro aku tuli ta?!
Ibu: Ibu kate njaluk tolong nang pean. Terno kue-kue iki nang Bu Ija po’o nak.
Dion: Lah kok aku?! Kan biasane Dani sing ngeterno!
Ibu: Dani Loro nak, Awak e panas
Dion: Halah, Gelem ae pean digoroi karo arek iku. Pean loh mesti manjakno
Dani tok ae, lah aku ne kapan?!
Ibu: Ibu gak pernah manjakno Dani, ibu yo gak tau pilih kasih. Kasih saying ibu
tak ke’I kabeh nang anak-anak e Ibu.
Dion: Halah, goro tok pean. Buktine pas iko aku njaluk tukokno HP kok sampek
saiki gak dikei?!
Ibu: Bukane ibu gak gelem, tapi duite ibu during cukup.
Kemudian disaat mereka berdua bertengkar, tiba-tiba teman Dion dating untuk
menjemput Dion Sekolah.
Semua Teman Dion: Yon!, Dion!
Dion: sek!
Dion: Mboh wes bu, aku kate budal karo koncoku, kongkonen dani kono loh.
Ibu: Astaghfirullah.
Kemudian mereka pun pergi berangkat ke sekolah. Setelah mereka pergi, ibu
pun mengantarkan jualannya ke bu Ija dengan berjalan kaki. Sesampainya di
sana, ibu pun menagih uang Kue kemarin.
Setelah ibu Fatmawati menaruh kuenya, ia pun bergegas pulang kerumah. Tak
terasa, waktu menunjukkan pukul 17.00 tetapi Dion tak kunjung pulang. Ibu pun
merasa khawatir. Selang beberapa menit, akhirnya Dion pun pulang dalam
keadaan bau miras.
Ibu: Astaghfirullah Dion! Pean habis mabuk?!
Dion: Halah bacot wong tuek ambu tanah.
Akhirnya dani dan kedua adiknya pun masuk ke kamar untuk tidur.
Sementara ibunya menahan dadanya yang amat terasa sakit.
Ibu: Gusti, dada kulo sesek gusti. (Huek! Huek! Muntah mengeluarkan darah)
Pak sugeng dan pak Su’eb: Loh nopo’o pean dek?!
Ibu: Loh mas sugeng?! Mas Su’eb?! Kapan sampean teng mriki?
Pak Sugeng: wes maeng tekone
Ibu: Sepurane mas gak onok panganan gawe jamuan
Pak Su’eb: Rapopo, wes kono ndang istirahat o
Ibu: Ngge mas
Akhirnya ibu Fatmawati pun pergi ke kamarnya dan kedua kakaknya pulang.
Singkat cerita, pagipun datang. Saat itu sedang hari minggu. Keadaan sang ibu
semakin parah. Wajahnya pucat dan sering batuk mengeluarkan darah.
Dani: Bu, lek sampean gerah, sampean ojok sadean. Ben aku kale adik ae.
Ibu: Ndak usah dani, ibu kuat kok.
Dina: Dina kale mas Dani mawon bu seng sadean.
Dilan: Ngge bu, sampean istirahat mawon.
Ibu: Ngge pun. Ati-ati loh lek sadean.
Semua: Siap Bu…
Lalu, dani dan kedua adiknya pun pergi ke toko bu Ija untuk mengantarkan kue.
Sesampainya disana, ternyata toko Bu Ija tutup mau tidak mau Dani pun harus
berpikir bagaimana cara dagangan ibunya laku. Dani-pun mendapatkan ide.
Dani: Dek, keliling yok ben laku dagangan e.
Dina: Ayok gas mas!
Dilan: Ayok
Dani: Oke! Sip…
Dani dan kedua adiknya pun pergi untuk menjualkan kue-kue nya dengan
berkeliling kampung dan berharap, dagangannya laris.
Dani: Kue! Kue! Murah Meriah!
Kedua adiknya: Ayok pak! Bu! Dibeli! Enak loh!
Dani dan kedua adiknya pun pulang ke rumah. Sesampainya mereka di rumah,
mereka dibuat kaget dengan kondisi ruang tamu yang berantakan.
Dani: Nopo’o niki Bu?
Ibu: Mas mu ngamuk, soale gak dike’i arto kale ibu
Dani: Astaghfirullahal ‘Adzhim, ngunu lok ae muring-muring.
Dion: Wes menengo koen nyocot ae.
Tanpa sepatah kata Dion pun meninggalkan mereka berempat. Sementara itu,
didepan rumah.
Reza: Suwe men awakmu
Dion: Biasa, tukaran sek aku karo mbok ku.
Alex: Tapuk’en ae wes
Dion: Males, tanganku rusuh ngkok kenek raine
Rio: siap si paling rijik
Dion: ayo wes budal!
Akhirnya Dani dan kedua adiknya pun pergi ke k: amar mereka masing-masing
untuk tidur.
Ibu: Ya Allah, kok tambah sesek dada kulo…?
Singkat cerita, malam pun tiba. Keadaan sang ibu pun semakin memburuk.
Tetapi ia tidak boleh terlihat sakit di depan anak-anaknya. Kemudian ibu pun
teringat bahwa Dion sampai kini belum kunjung pulang. Setelah menunggu
beberapa menit, sang ibu mendengar suara dari motor teman-teman Dion. Dan
benar saja memang itu adalah teman-teman Dion yang mengantarkannya ke
rumah karena Dion sedang mabuk. Teman-teman Dion yang melihat keadaan
sang ibu pun merasa kasihan kepadanya lantaran ia sering disiksa oleh Dion.
Ibu: Eh ini kenapa Dion nak?
Reza: Dion mabuk bu…
Ibu: Astaghfirullah, kok iso mabuk nak arek e
Alex: Niku bu arek e njaluk dewe.
Ibu: Oh ngge ta? Maturnuwun ngge nak
Semua: ngge bu sami-sami
Akhirnya mereka pun pergi dari rumah Dion sang Ibu pun mengantarkan Dion ke
kamarnya tiba-tiba… Brugk!! Dion yang setengah sadar langsung mendorong
Ibunya.
Dion: ojok nyekel-nyekel aku, jijik! Matio kono koen!
Kemudian ibu pun pergi ke kamarnya untuk tidur. Kemudian pagi pun datang,
saat itu sedang hari Sabtu, Dion dan teman-temannya sudah berjanjian akan
pergi jalan-jalan. Dion pun menunggu teman-temannya di depan rumah, setelah
10 menit menunggu, akhirnya mereka pun datang.
Alex: Oy!! Dion!!
Dion: Ya!
Reza: Awakmu gak njaluk sepuro ta nang Ibu mu?
Dion: Lalar gawe a njaluk sepuro?
Rangga: Ati-ati nyesel koen lek ibumu mati ojok nyesel yo?
Dion: Gak ngara, wes ayo budal.
Mereka pun pergi. Dani yang baru bangun langsung melihat ke kamar ibu.
Betapa Syoknya dia karena melihat kondisi tubuh ibunya yang dingin dan kaku.
Ia yang panik pun segera memanggil Pak RT dan warga sekitar ia juga
menelepon om-nya untuk datang dan ia tidak lupa juga untuk menelepon Dion.
Dani: (Keadaan menelepon)
Dion: (Mengangkat telepon) onok opo hah?
Dani: Ibu sedo mas, sampean mbalik o (menangis)
Dion: seng genah koen?!
Dani: iyo mas, wes ndang mulio sampean
Dion: iyo, sek-sek…
Kemudian bu Ija, Pak RT, Pak Yusuf, Pak Sugeng, pak Su’eb datang ke rumah
dani untuk melayat. Bu Ija sangat sedih atas kepergian ibu Fatmawati. Kenapa
tidak? Ibu Fatmawati adalah orang yang sangat baik.
Bu Ija: Mbok apakno ibu mu yon Dion? Mbok apakno?! Padahal ibu mu wong
sing baik. Lapo mbok larani?!
Dion: Sepurane bu, dion nyesel bolak balik nyikso ibu… Dion njaluk sepuro
Bu Ija: Nyeselmu gak ngara iso mbalekno ibumu!
Pak Yusuf: Bu.. wes bu!!
Kemudian setelah pemakaman Ibu Fatmawati, Dion pun kembali ke rumah. Akan
tetapi, baju-bajunya sudah ada di depan rumah, lalu om-nya pun keluar dari pintu
depan.
Pak Su’eb: Nyingkrio tekan omah iki!!
Dion: Nopo’o om?!
Pak Sugeng: sek takok lapo?! Awakmu iku gak nduwe isin ta? Wes nyikso ibu’e
saiki kayak gak nduwe salah!
Pak Sueb: Ndang Nyingkrio Kono!
Dion pun pergi dan keluar dari kampung tersebut dengan dihantui rasa
penyesalan.
TAMAT