Nadin kini tengah tenggelam dalam pikirannya. Tiga hari lalu ia baru saja mendatangi seorang
psikiater, mempertanyakan mengenai keluhan yang ia rasakan selama beberapa bulan ke
belakang. Sesuai dengan raut wajahnya yang kini tak menyenangkan, ya, ia mendapatkan hasil
yang sama sekali tidak pernah ia harapkan. Ia didiagnosis mengalami depresi dan gangguan
kecemasan. Kaget, lemas, dan tak mampu berkata-kata, begitulah reaksinya saat itu.
Nadin bukan dari keluarga broken home, ia juga tidak terlalu menanggung banyak beban dalam
hidupnya. Namun, kesehatan mental ternyata tidak pandang bulu. Buktinya kini Nadin harus
hidup bersama gangguan-gangguan tak bersebab yang datang entah dari mana. Namun, apa
boleh buat. Hidup harus tetap berjalan dan manusia dilarang menyerah. Itulah yang membuat
Nadin bertahan sampai saat ini.
Ibu : Ayok kita makan malam dulu, habis itu minum obatnya, ya.
Kedua ibu dan anak tersebut berjalan meninggalkan kamar Nadin dan pergi ke ruang makan
Nadin : Sejauh ini aman aja sih bu, kebetulan minggu depan masuk pekan PAT
Ibu : Wah, anak ibu ini sudah besar ya ternyata, udah mau kelas 12!
Nadin : Hehe, iya dong bu, kan semua manusia bertumbuh dan berkembang!
Kemudian keduanya menghabiskan makan malam tersebut dengan khidmat. Setelahnya, Nadin
pergi ke kamar untuk meminum obat penenang yang diberikan oleh psikiaternya tempo hari.
Nadin tertidur hingga akhirnya sampai pada esok hari. Ia bangun dan menjalankan aktifitas
seperti biasa. Kemudian ia bersiap untuk pergi ke sekolah. Ia memakai kacamata-nya dan segera
berangkat dengan menunggu angkutan umum yang biasa melintas di depan rumahnya.
Nadin : Bang!!
Supir angkot : Saya kan gak punya motor, jadi bawa angkot, ini saya mau ke pasar!
Nadin : Yaelah, udah bang, saya ikut ya, sekolah saya deket pasar kok!
Kemudian Nadin menaiki angkot dengan terburu-buru karena sejujurnya ia hampir terlambat.
Supir angkot : Kaga usah teriak juga kali, neng! Kan kaga ada penumpang laen!
Nadin : Iya elah, marah-marah mulu si bang, nih ongkosnya, makasih ya, bang!
Setelah turun, ia pun segera bergegas memasuki gerbang. Nadin berlari menuju kelasnya karena
takut keduluan oleh guru yang mengajar pagi itu. Ia kemudian sampai dengan nafas terengah-
engah.
Nadin : Enggak ih, tadi aku nungguin angkot lama banget. Kamu kok bisa cepet sih?
Rinjani : Oh iya, kata ayah, supir angkot lagi pada demo, jadi sepi angkot yang narik makanya
aku dianterin ayahku.
BYURRR
Sheila : Heh cupu, jangan sok kaget gitu deh. Sekarang cepetan kerjain PR gue!
Nadin : Loh, PR kan pekerjaan individu, kenapa aku harus ngerjain PR kamu?
Dara : Heh, berani ya lo ngelawan!
Mendengar perlawanan tadi, Dara mengantukkan kepala Nadin ke meja sambil menarik kuat
rambutnya.
Rinjani : Heh, lo berdua kenapa, sih? Gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba nyuruh anak orang!
Apa-apaan lagi pake disiksa.
Ditengah adu mulut antara Rinjani dan Sheila. Terdengar suara sesak nafas di sana.
Rinjani : Eh, Nadin, lo gak papa? Heh, cabe, tanggung jawab lo berdua!
Kini gangguan kecemasan Nadin kambuh. Nafasnya tersengal, dadanya sesak, dan jantungnya
tak karuan. Sedangkan pemicunya, Sheila dan Dara, pergi menjauh karena ketakutan.
Nadin : Gak papa kok, Jani. Kamu ke kelas aja gih, takutnya ketinggalan pelajaran.
Nadin : Aku gak papa kok bu, udah tenang juga sekarang.
Nadin : Ibu, udah ah. Ini kan di sekolah, tenang aja, tadi katanya mereka udah dipanggil sama
ibu BK kok, ya kan, Jan?
Guru BK : Kata maaf belum tentu mampu menyembuhkan luka yang kalian ciptakan. Bisa jadi
dia memiliki trauma dari apa yang kalian perbuat hari ini.
Guru BK : Karena perilaku kalian berlebihan dan memicu keadaan fatal, kalian berdua diskors
selama satu minggu dan hari ini akan ibu berikan surat panggilan untuk orang tua kalian.
Setelahnya, mereka berdua dibawa untuk menemui Nadin yang masih terbaring di UKS.
Sheila : Nadin, maaf ya, aku bener-bener gak tau. Semoga kita bisa jadi teman baik kedepannya.
Dara : Iya, Din. Gue juga minta maaf ya, apalagi tadi sempet main fisik ke lo. Maafin kita ya,
Din.
Nadin : Santai aja, mungkin itu cara Tuhan buat ngejadiin kita temen buat kedepannya (sambil
tersenyum manis)
Kemudian semua orang yang ada di ruangan tersebut tersenyum. Melihat ketulusan Nadin dan
tanggung jawab dari Sheila serta Dara yang sangat membuat takjub.
Berhati-hatilah untuk setiap perilaku yang kita lakukan ataupun ucapan yang kita lontarkan.
Karena tiap orang memiliki kapasitas diri masing-masing. Tidak semua orang memilki mental
yang kuat. Dan tidak semua orang mampu sekuat mereka. Setidaknya butuh Sekali Untuk
Mengerti apa yang dirasakan oleh orang di sekitar kita. Cukup sekali. #MentalHealthAwareness
#StopBullying