Anda di halaman 1dari 7

Analisis Pelaksanaan Manajemen Komite Pencegahan Dan Pengendalian

Healthcare Associated Infections di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah


Yayang Khairunnisa Agusti1, Antono Suryoputro2, Wulan Kusumastuti2
1
Mahasiswa Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro
2
Dosen Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Info Artikel : Diterima 6 Agustus 2019 ; Disetujui 25 September 2019 ; Publikasi 27 Desember 2019

ABSTRAK
Latar belakang: Healthcare Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial merupakan salah satu
masalah besar yang dialami rumah sakit karena menambah angka kesakitan hingga kematian. Terdapat angka
kejadian HAIs diatas standar pada beberapa indikator penyakit infeksi di RSUD Tugurejo. Program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) wajib dilaksanakan di rumah sakit sebagai standar mutu pelayanan dan
mengurangi risiko terjadinya infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manajemen pelaksanaan
komite pencegahan dan pengendalian HAIs di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.
Metode: Penelitian menggunakan metode kualitatif dimana informasi didapat dari wawancara mendalam
kepada Informan Utama yaitu Ketua Komite PPI, 1 IPCD, 2 IPCN, dan 2 IPCLN. Sedangkan untuk Informan
Triangulasi yaitu Wakil Direktur Pelayanan, 2 Kepala Ruang, dan 1 Kepala Instalasi. Variabel yang diteliti
adalah input, proses, dan output dari pelaksanaan manajemen komite PPI.
Hasil: Anggota komite PPI belum mendapat pelatihan secara merata, belum ada komitmen dari seluruh petugas
yang terlibat dalam program PPI, tidak adanya insentif untuk anggota komite PPI, terdapat beban kerja tidak
seimbang dalam anggota komite PPI, masih terjadi kekurangan dan keterlambatan penyediaan sarana PPI, serta
kepatuhan petugas terhadap handhygiene masih sekitar 80%.
Simpulan: Pelaksanaan manajemen komite PPI di RSUD Tugurejo belum optimal. Penelitian ini menyarankan
untuk perbaikan manajemen PPI yakni memfasilitasi pelatihan lanjutan, memberikan insentif pada anggota PPI,
menyediakan sarana sesuai kebutuhan, melakukan tindak lanjut dari permasalahan, menumbuhkan minat dan
komitmen petugas, dan pengawasan kegiatan PPI secara berkala.

Kata kunci: Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Infeksi Nosokomial, Manajemen Rumah Sakit

ABSTRACT
Title: Analysis of the Implementation of the Prevention And Control Committee Management Healthcare
Associated Infections (HAIs) In Tugurejo Regional Public Hospital of Central Java Province

Background: Healthcare Associated Infections (HAIs) or nosocomial infection is one of the major problems
experienced by hospitals because it can increase morbidity and mortality. There is HAIs incidence which is
above the standard on some indicators of infectious diseases in Tugurejo Regional Public Hospital. The
Infection Prevention and Control Program (PPI) is required to be implemented in hospitals as service quality
standards and to reduce the risk of infection. This study aims to analyze the implementation of the prevention
and control committee management of HAIs in Tugurejo Regional Public Hospital of Central Java Province.
Method: The study using qualitative methods in which the information is obtained from in-depth interviews with
Main Informants namely Chairperson of the PPI committee, 1 IPCD, 2 IPCN, and 2 IPCLN. As for the
Triangulation Informants namely the Deputy Director of Services, 2 Heads of Ward, and 1 Head of Installation.
The variables studied were input, proces, and output from the implementation of PPI committee management.
Result: members have not been evenly trained, there is no commitment from all the hospital staff involved in the
PPI program, there are no incentives for the PPI committee members, there is unbalanced workload within the
PPI committee members, there are still shortages and delays of the PPI provision, the compliance of the officers
regarding hand hygiene is still about 80%, and there has not been any follow-up over the problems.
Conclusion: The implementation of PPI committee management at Tugurejo Hospital is not optimal. This study
suggests the improvements of the PPI management to facilitate advanced training, provide incentives to the PPI
members, efficiency and provide facilities as needed, complete the facilities, do follow up on the issues, grow the
interest and commitment of the officers, and regularly monitor the activities of PPI.

Keywords: Infection Prevention and Control Committee, Healthcare Associated Infections, Hospital
Management
Yayang Khairunnisa Agusti / Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 18(4), 2019

PENDAHULUAN Ventilator Associated Pneumonia (VAP) terdapat


Penyakit infeksi di fasilitas kesehatan disebut peningkatan yang signifikan dari 0% menjadi 8,52%
dengan Healthcare Associated0Infections (HAIs) atau di bulan September - Desember tahun 2018. Serta
yang dikenal dengan istilah0Infeksi Nosokomial. memiliki angka kejadian ISK lebih tinggi
HAIs adalah infeksi didapatkan pasien ketika pasien dibandingkan dengan rumah sakit daerah di semarang
tersebut dirawat di rumah sakit atau setelah dirawat di lainnya. Padahal, RSUD Tugurejo Provinsi Jawa
rumah sakit. Penyakit infeksi termasuk dalam tipe Tengah telah merapkan program pencegahan dan
insiden keselamatan pasien yang menjadi salah satu pengendalian infeksi oleh komite PPI untuk
indikator penilaian dalam mutu pelayanan rumah meminimalkan risiko terjadinya infeksi di. Hal ini
sakit.1,4 berasarkan Peraturan Direktur RSUD Tugurejo No.14
HAIs menjadi masalah besar yang dihadapi rumah Tahun 2014 tentang Kebijakan Pelayanan PPI dan
sakit karena dapat meningkatkan angka morbiditas Pedoman Pengorganisasian PPI.
(kesakitan) dan angka mortalitas (kematian). HAIs Oleh karena hal tersebut, dilakukan penelitian
juga dapat menambah lamanya hari perawatan, tentang bagaimana pelaksanaan manajemen komite
penggunaan obat, dan pemeriksaan penunjang yang pengendalian dan pencegahan HAIs di RSUD
akan meningkatkan biaya perawatan.2 Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.
Dari data Departemen Kesehatan, rumah sakit
dunia memiliki angka kejadian infeksi sekitar 3-21%, METODE PENELITIAN
dengan rata-rata 9%.3 Menurut data WHO kejadian Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif
HAIs terjadi pada 15% dari semua pasien rawat inap. dengan pendekatan deskriptif analitik. Dalam
HAIs menjadi 4-56% penyebab kematian neonates, penelitian pengumpulan data yang dilakukan
dengan tingkat kejadian sekitar 75% terjadi di Asia menggunakan teknik indepth interview dan
Tenggara dan Subsahara Afrika. Dan survei WHO menggunakan kriteria pemilihan sampling berupa
pada tahun 1995- 2010, angka HAIs di negara purposive sampling. Tujuan dilakukannya penelitian
berkembang lebih tinggi dari negara maju yaitu ini adalah untuk mengetahui gambaran serta
10,1%:7,6%.5,6 Data infeksi di Indonesia pada 10 RS menganalisis terkait pelaksanaan manajemen komite
Umum Pendidikan di Indonesia pada tahun 2010, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi HAIs di RSUD
infeksi nosokomial memiliki angka yang cukup tinggi Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.
yaitu 6 –16% dengan rata-rata 9,8%.3,8 Subjek dalam penelitian ini yaitu terdiri dari
Salah satu kegiatan atau program yang wajib informan utama dan informan triangulasi yang sudah
dijalankan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk ditetapkan dan dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan
mengurangi risiko HAIs adalah program pencegahan eksklusif. Informan utama terdiri dari Ketua Komite
dan pengendalian infeksi atau disebut PPI sesuai PPI, 1 IPCD, 2 IPCN, dan 2 IPCLN. Untuk infroman
dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun triangulasi terdiri dari Wakil Direktur Pelayanan,
2017 tentang pedoman manajemen PPI di rumah sakit Kepala Instalasi CSSD& Laundry, Kepala Ruang
dan faskes lain.1,9 Program PPI terdiri dari Mawar, dan Kepala Ruang Kenanga RSUD Tugurejo
perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
dan pelatihan, serta monitoring dan evaluasi. Program Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini
ini memiliki tujuan untuk mewujudkan sasaran ke-5 berdasarkan pendekatan teori sistem yang terdiri dari
keselamatan pasien dalam meminimalisir risiko aspek input (man, money, material, machine, method),
infeksi akibat perawatan atau pelayanan.3,9 teori fungsi manajemen dari aspek proses
Peran manajemen rumah sakit sangat penting (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
dalam menunjang PPI. Faktor yang mempengaruhi pengendalian) dan output atau hasil terkait
keberhasilan program PPI di rumah sakit meliputi: manajemen komite PPI RSUD Tugurejo.
adanya dukungan manajemen, struktur organisasi, Pengolahan data dilakukan melalui tahapan
peran dan fungsi Infection Prevention and Control reduksi, penyajian data, penarikan kesimpulan yang
Nurse (IPCN), otoritas tim PPI, tersedia fasilitas, kemudian dilakukan uji validitas dan reabilitas
adanya komitmen individu untuk sadar, peduli, dan menggunakan triangulasi sebagai teknik pemeriksaaan
bertanggungjawab untuk mencegah infeksi.9,10 kesesuaian hasil penelitian. Penelitian dilakukan telah
Menurut suvey pendahuluan oleh penulis, divalidasi dengan ethical clearance dari Fakultas
masih terdapat angka kejadian HAIs di RSUD Kesehatan Masyarakat Nomor : 69/EA/KEPK-
Tugurejo Provinsi Jawa Tengah yang berada diatas FKM/2019
standar pada beberapa indikator penyakitnya. Angka
kejadian HAIs pada indikator Decubitus di RSUD HASIL DAN PEMBAHASAN
Tugurejo Provinsi Jawa Tengah insiden ratenya Gambaran Umum Karakteristik Informan
mencapai 2,97% pada tahun 2017 dan terjadi Penelitian
kenaikan kejadian menjadi 3,66% pada tahun 2018. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
Pada indikator phlebitis, insiden ratenya 1,17% di pedoman wawancara dengan metode indepth
tahun 2017. Selain itu, pada indikator insiden interview dengan subjek penelitian yang ditetapkan

148
Yayang Khairunnisa Agusti / Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 18(4), 2019

dan dipilih berdasarkan kesesuai pengetahuan dan pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan
informasi yang dimiliki subjek penelitian terkait dan rapat rutin, insentif/ tunjangan/ reward untuk
pelaksanaan manajemen komite pencegahan dan komite PPIRS.10
pengendalian infeksi di RSUD Tugurejo Provinsi Komite PPI di RSUD Tugurejo tidak memiliki
Jawa Tengah Berikut merupakan gambaran secara anggaran khusus karena termasuk BLUD, sehingga
umum karakteriktik informan utama dan triangulasi mengalami kesulitan jika mengadakan kegiatan
dalam penelitian ini : ataupun jika ingin memberangkatkan anggota untuk
1. Informan Utama pelatihan diluar dan tidak ada tunjangan atau insentif
Tabel 1. Karakteristik Informan Utama bagi petugas selain IPCN menyebabkan petugas
Inisial Usia Pendidikan Lama anggota PPI lainnya tidak memiliki komitmen dan
Terakhir Kerja motivasi dalam pelaksanaan program .
IU 1 53 Dokter Gigi 27 3. Material / Bahan Manajemen PPI
IU 2 41 Ners 16 Salah satu material yang dibutuhkan dalam
IU 3 43 S2 16 manajemen PPI yakni sarana prasarana
IU 4 35 Dokter 9 Kesekretariatan seperti ruangan, komputer, printer,
IU 5 39 Ners 10 internet, telepon, faksmili dan alat tulis kantor.
IU 6 38 Ners 15 Kemudian sarana yang diperlukan untuk
Tabel 1 menunjukan bahwa Informan utama dalam keberlangsungan program PPI yakni cuci tangan, Alat
penelitian ini terdiri dari staff yang berkaitan langsung Pelindung Diri, sarana untuk dekontaminasi alat, serta
terkait pelaksanaan manajemen PPI terdiri dari Ketua mengelola limbah padat yang ada di ruang rawat inap,
Komite PPI, IPCN, IPCD, dan IPCLN komite PPI di safety box, kantong sampah kuning, antiseptik, dll.1,3
RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. Dari hasil penelitian, terdapat kekurangan
2. Informan Triangulasi hingga kekosongan sarana dikarenakan keterlambatan
Tabel 2. Karakterisitik Informan Triangulasi penyediaan oleh pihak rumah sakit akibat penggunaan
Inisial Usia Pendidikan Lama yang tinggi sedangkan permintaannya dibatasi. Mulai
Terakhir Kerja dari sarana hand hygiene, Alat Pelindung Diri, sarana
IT1 54 S2 26 untuk kebersihan lingkungan, kemudian limbah untuk
IT2 - Ners - sampah infeksius maupun non infeksius. Kekosongan
IT3 - Ners - ini juga terjadi akbiat adanya ketersendatan distribusi
IT4 48 S1 20 maupun efisiensi yang kurang baik sesuai dengan
Tabel 2 menunjkan data bahwa informan triangulasi penelitian Nelwan R.M., dkk tahun 2017 menyatakan
merupakan pihak yang berkaitan dalam pelaksanaan bahwa pemenuhan sarana, prasarana dan fasilitas bagi
manajemen komite PPI. Informan ini terdiri dari pelaksanaan program PPI kerap memicu berbagai
Wakil Direktur Pelayanan, Kepala Instalasi kendala seperti keterlambatan dan kecukupan sarana
CSSD&Laundry, dan Kepala Ruang. yang masih kurang. Keadaan seperti ini dapat
Analisis Input (Masukan) terhadap Pelaksanaan mempengaruhi program PPI dan hasil kinerja dari
Manajemen Komite PPI petugas rumah sakit, seperti mengakibatkan petugas
1. Man / Sumber Daya Manusia Manajemen PPI tidak menggunakan APD atau tidak mencuci tangan
Kebijakan susunan organisasi Komite PPI adalah dalam melakukan prosedur medis yang akan
Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang terdiri dari berdampak terhadap tingginya angka HAIs.
IPCN/ Perawat PPI, IPCD/ Dokter PPI, dan anggota 4. Machine / Mesin Manajemen PPI
lainnya. Dimana IPCN bekerja purnawaktu dengan Mesin atau peralatan merupakan penunjang
rasio satu IPCN untuk tiap 100 tempat tidur di fasilitas operasional maupun non operasional dalam
pelayanan kesehatan tersebut. Dan dalam pelaksanaan PPI yang membantu manusia dalam
pelaksanaannya IPCN dibantu IPCLN dari tiap unit1 proses kerja seperti alat-alat yang digunakan maupun
Ketersediaan sumber daya manusia RSUD yang dibutuhkan dalam program PPI.6
Tugurejo sudah cukup untuk melaksanakan program Terdapat beberapa penunjang yang belum bisa
PPI secara keseluruhan dan memenuhi standar sesuai terpenuhi yang nantinya dapat mempengaruhi
dengan permenkes mengenai pedoman PPI. Akan program PPI seperti pemeriksaan laborat yang belum
tetapi karena RSUD Tugurejo sudah memiliki hampir lengkap dan tidak bisa dilakukan di RSUD Tugurejo
lebih dari 450 tempat tidur per tahun 2019, maka sehingga dikirimkan ke rumah sakit lain, ruangan ICU
seharusnya sudah menambah jumlah IPCN dalam yang tidak memiliki hexos fan, ruang BTA+ belum
Komite PPI agar tidak ada unit yang terlewat atau unit memiliki hepafilter, dan ruang isolasi difteri yang
yang tidak terawasi oleh PPI. belum memenuhi standar. Ini akan mempengaruhi
2. Money / Sumber Dana Manajemen PPI dalam pelaksanaan PPI, karena fasilitas berhubungan
Dukungan yang diberikan manajemen untuk dengan keselamatan petugas maupun pasien.
keberhasilan pelaksanaan pencegahan dan Sehingga hal ini dapat berdampak pada lingkup besar
pengendalian infeksi salah satunya Anggaran atau rumah sakit secara keseluruhan tidak hanya dari
dana untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat), bagian program PPI saja.
pengadaan fasilitas pelayanan penunjang, untuk 5. Method / Kebijakan dan SPO Manajemen PPI

149
Yayang Khairunnisa Agusti / Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 18(4), 2019

Kebijakan yang perlu dipersiapkan oleh menyadarkannya. Selain itu, kedisiplinan petugaspun
fasyankes menurut Permenkes RI nomor 27 tahun terlihat ketika saat diawasi saja.
2017 tentang pedoman PPI adalah Kebijakan Penetapan komitmen yang dilakukan dalam
Manajemen yang terdiri dari 12 kebijakan, dan pelaksanaan yang merupakan upaya yang dilakukan
Kebijakan Teknis yang terdiri dari 11 SPO pimpinan atau orang-orang yang mempunyai
pelaksanaan Program PPI.1 pengaruh kuat didalam organisasi sehingga anggota
Ada beberapa SPO yang belum diperbaharui. memberikan janji yang sama dan bertanggung jawab.
Selain itu juga kendala yang terjadi dalam metode Dari hasil penelitian, RSUD Tugurejo telah
disini yakni petugas yang tidak membaca maupun melakukan penetapan komitmen namun masih
memahami isi dari kebijakan/ SPO. Sehingga belum terlihat belum adanya komitmen dari seluruh petugas
dapat diterapkan dengan baik. rumah sakit yang terlibat, dan dari ketua komite PPI
Analisis Fungsi Manajemen dalam Pelaksanaan saat ini juga belum bisa maksimal. Hal ini dapat
Manajemen Komite PPI HAIs berdampak pada anggota akibat tidak ada dorongan
1. Perencanaan dari atasan untuk memberikan kinerja yang optimal
Fungsi perencanaan yang dijalankan komite PPI dalam menjalankan program PPI sehingga petugas
yaitu: membuat dan menetapkan kebijakan PPI, tidak menjalankan pelayanan sesuai dengan
menyusun program PPI, memberi usulan dalam prosedurnya. sejalan dengan penelitian oleh Indah
pengadaan alat dan bahan yang sesuai standar dengan Ramahdani tahun 2018 di Rumah Sakit Tingkat IV
prinsip PPI agar aman bagi yang menggunakan, juga Pematangsiantar yang memilih anggota PPI sehingga
mengusulkan untuk pengembangan dan peningkatan mampu menciptakan minat, motivasi dan kerjasama
cara pencegahan dan pengendalian infeksi.6 yang baik antara departemen dengan komite dan tim
Komite RUSD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah PPIRS.
sudah membuat rencana program kerja akan tetapi 4. Pengendalian
dalam realisasinya belum terlaksana 100%, dan dalam Monitoring dan Evaluasi PPI HAIs merupakan
proses perencanaan Komite PPI belum melibatkan pengendalian yang dilakukan untuk memastikan
IPCLN yang merupakan petugas pelaksana yang implementasi kegiatan tetap dijalurnya sesuai
terjun langsung dan mengetahui kondisi dilapangan. pedoman dan perencanaan program dalam konteks
2. Pengorganisasian mengendalikan program, melaporkan kepada manajer
Tim pengendalian infeksi memiliki tanggung program tentang hambatan dan penyimpangan yang
jawab untuk menjabarkan kebijakan pengendalian terjadi untuk masukan dalam melakukan evaluasi.1
infeksi, melakukan kordinasi dan supervisi di Pngendalian berupa monitoring evaluasi telah
lapangan atas pelaksanaan kewaspadaan standar dan dilakukan oleh komite PPI akan tetapi belum ada
surveilans, mengolah dan menganalisis data yang tindak lanjut yang diberikan oleh pihak manajemen
diperoleh di lapangan serta mengadakan diskusi maupun rumah sakit, hanya sebatas laporan saja.
kelompok bersama pelaksana lapangan.2 Tidak adanya tindak lanjut akan berpengaruh pada
Masih terdapat beberapa kendala dalam perencanaan ditahun selanjutnya.
pengorganisasian khususnya masalah beban kerja Analisis Output (keluaran) terhadap Pelaksanaan
yang tidak seimbang seperti ada beberapa anggota Manajemen Komite PPI
termasuk ketua yang merasa beban tugas terlalu berat, 1. Kewaspadaan Isolasi
yang menyebabkan waktu koordinasi PPI berbenturan Komponen utama yang harus dilaksanakan
dengan jadwal tugas lainnya yang berdampak dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu
pelaksanaan dalam program PPI belum dapat kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri
dijalankan maksimal. (APD),dekontaminasi peralatan perawatan
3. Pelaksanaan pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah,
Fungsi pelaksanaan yang dilakukan oleh komite penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan
PPI, diantaranya adalah melaksanakan sosialisasi petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika
kebijakan PPIRS, bekerjasama dengan Tim PPI untuk batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan
melakukan investigasi masalah atau KLB HAIs, praktik lumbal pungsi yang aman.1
mengembangkan serta melaksanakan rencana Terdapat petugas yang tidak melaksanakan
manajemen PPI, dan menerapkan pengendalian hand hygiene pada saat 5 moment yaitu sebelum
infeksi jika ada KLB di rumah sakit dan fasyankes kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan
lainnya.6 aseptic, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah
Pelaksanaan manajemen PPI di RSUD Tugurejo kontak dengan pasien dan setelah kontak dengan
belum maksimal karena perilaku petugas yang tidak lingkungan sekitar pasien. Sehingga angka dari segi
mencerminkan dengan pelaksanaan program PPI kepatuhan dan kedisiplinan petugas terhadap hand
sesuai prosedurnya. Yang menjadi kesulitan adalah hygiene hanya sekitar 80%. sejalan dengan penelitian
menanamkan kesadaran bagi orang yang terlibat oleh Buenita. S di RSUMS Wesley Tahun 2016 yakni
dalam PPI, karena kaitannya dengan perilaku angka kepatuhan melakukan hand hygiene hanya
sehingga masih membutuhkan proses untuk sekitar 55-60% akibat dari petugas yang belum tahu
melaksanakan langkah cuci tangan yang benar

150
Yayang Khairunnisa Agusti / Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 18(4), 2019

Kemudian kewaspadaan berdasarkan Komite PPI di RSUD Tugurejo Jawa tengah masih
transmisi dilakukan sebagai tambahan Kewaspadaan terdapat beberapa hal yang belum optimal, yakni;
Standar yang dilaksanakan sebelum pasien Pelatihan PPI Tingkat Lanjut belum dilakukan kepada
didiagnosis dan setelah terdiagnosis jenis infeksinya. anggota komite PPI, Pelatihan IPCN Lanjut belum
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat diberikan secara merata kepada seluruh IPCN di
melalui kontak, melalui droplet, melalui udara, Komite PPI, dan anggota PPI tidak pernah
melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, diikutsertakan dalam seminar, lokakarya, maupun
peralatan), dan melalui vektor dapat dicegah dengan pelatihan sejenis diluar rumah sakit. Hal ini
pengelolaan penempatan pasien, transport pasien, menyebabkan tidak adanya penambahan pengetahuan
APD, dan peralatan untuk perawatan pasien dan atau peningkatan kompetensi peserta dalam
lingkungan.1 mengembangkan potensi di bidang PPI. Kemudian
Dalam hal ini, masih beberapa pengelolaan belum ada komitmen dari seluruh anggota komite PPI
yang belum dilakukan oleh RSUD Tugurejo. Seperti dan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PPI
untuk penempatan pasien belum sesuai dengan sehingga berdampak pada ketidakpedulian untuk
ketentuan jarak antara pasien satu ke pasien lain. Lalu terlibat dalam pelaksanaan serta belum bertanggung
mengenai ruangan yang tidak luas namun masih jawab terhadap peran dan tugas dalam pelaksanaan
ditempati banyak tempat tidur, selain itu pasien TB program untuk menjalankan pelayanan sesuai dengan
masih bercampur dengan pasien lainnya. Padahal, SPOnya. Lalu, anggota PPI selain IPCN tidak
kewaspadaan isolasi inilah hal utama yang dapat mendapatkan insentif atau tunjangan dari rumah sakit
menyebabkan menularnya infeksi. yang membuat petugas tidak memiliki komitmen dan
2. Surveilans Infeksi motivasi dalam menjalan program PPI. Masih terdapat
Informasi yang dihasilkan oleh kegiatan kekurangan hingga kekosongan sarana yang
surveilans berguna untuk mengarahkan strategi digunakan dalam pelaksanaan program PPI yang
program baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan mempengaruhi hasil kinerja dari petugas rumah sakit
maupun pada tahap evaluasi. Dengan kegiatan sehingga berdampak terhadap tingginya angka HAIs.
surveilans yang baik, dapat dibuktikan bahwa Pelaksanaan manajemen PPI di RSUD
program dapat berjalan lebih efektif dan efisien1 Tugurejo Provinsi Jawa Tengah dari segi kepatuhan
Kendala didalamnya masih dijumpai seperti dan kedisiplinan petugas terhadap hand hygiene
human error berupa salah input, lupa input, kemudian sesuai dengan standar prosedur hanya sekitar 80%.
computer yang masih harus bergantian dengan Yang menjadi kesulitan dalam pelaksanaan adalah
administrasi, server yang error, maupun sistem yang menanamkan kesadaran bagi seluruh petugas rumah
belum memadai. Hal ini berdampak pada sakit yang terlibat dalam PPI, sehingga tidak mudah
keterlambatan dalam pelaporan infeksi. untuk sampai merubah perilakunya. Selain itu,
3. Pendidikan dan Pelatihan kedisiplinan petugaspun terlihat ketika saat diawasi
Komite atau Tim PPI wajib mengikuti diklat saja. Perilaku tidak patuh ini yang bisa menyebabkan
dasar dan lanjut serta pengembangan pengetahuan PPI terjadinya kasus HAIs di RSUD Tugurejo Provinsi
lainnya, memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh Jawa Tengah. Pengendalian atau monitoring evaluasi
lembaga pelatihan sesuai peraturan perundang- yang dilakukan oleh Komite PPI tidak menghasilkan
undangan, mengembangkan diri dengan menghadiri tidak lanjut tau feedback dari manajemen maupun
seminar atau lokakarya dan sejenisnya, mengikuti rumah sakit sehingga tidak ada pemecahan masalah di
bimbingan teknis secara berkala dan dalam pelaksanaan program PPI yang akan
berkesinambungan.1 berpengaruh pada perencanaan selanjutnya.
Namun, Masih ada anggota komite yang Saran bagi RSUD Tugurejo Provinsi Jawa
belum mendapatkan pelatihan ulang atau pelatihan Tengah yakni dengan memperbaiki pelaksanaan
PPI tingkat lanjut serta belum memperpanjang masa manajemen komite PPI dengan mengadakan pelatihan
berlaku sertifikat pelatihan. tidak ada dukungan dari khususnya Pelatihan IPCN lanjut serta PPI tingkat
rumah sakit untuk memfasilitasi anggota PPI dalam lanjut. Serta mengakomodasi anggota untuk
kepesertaan seminar maupun lokakarya diluar dan mengikuti seminar, loka karya, maupun pelatihan
salah satu IPCN disana juga belum mendapat sejenisnya diluar rumah sakit. Rumah sakit dapat
pelatihan IPCN Lanjut sehingga hal-hal ini membuat meningkatkan kontribusi anggota komite dalam
tidak ada pengembangan pengetahuan bagi anggota melaksanakan program PPI perlu dilakukan sistem
dan kinerja tidak optimal sesuai dengan penelitian reward dan punishment. Salah satunya dengan
Mustariningrum, dkk tahun 2015 pelatihan memberikan insentif sesuai dengan peraturan. Pihak
berhubungan cukup kuat serta berpengaruh signifikan majajemen RS dapat melakukan realisasi solusi
terhadap kinerja IPCLN. permasalahan PPI untuk tindak lanjut dari hasil
monitoring evaluasi yang telah dilakukan Komite PPI.
SIMPULAN Saran bagi Komite PPI RSUD Tugurejo
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yakni lebih giat untuk menumbuhkan minat serta
pembahasan yang telah dilaksanakan, maka dapat keperdulian petugas rumah sakit dengan penyadaran
ditarik kesimpulan bahwa Pelaksanaan Manajemen melaui motivasi atau sosialisasi agar seluruh pihak

151
Yayang Khairunnisa Agusti / Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 18(4), 2019

sadar akan pentingnya program PPI, melakukan 4. CDC, 2016. National and State Healthcare
efisiensi secara optimal pada penggunaan sarana Associated Infections Progress Report.
dengan pengecekan rutin, menambah jumlah 5. WHO, 2016. The Burden of Health Care-
kebutuhan sesuai dengan permintaan dan kebutuhan Associated Infection Worldwide A Summary.
disetiap ruangan/ instalasi, mempercepat distribusi. 6. Kementerian Kesehatan RI, 2011. Direktorat
Serta melakukan penjagaan atau pegawasan dalam Jenderal Bina Upaya Kesehatan: Pedoman
pelaksanaan PPI dengan membuat jadwal supervisi Surveilance Infeksi Rumah Sakit. Jakarta.
agar kegiatan PPI akan terpantau secara berkala 7. Nugraheni, Ratna; Suhartono; Winarni, Sri., 2012.
kemudian dilakukan koordinasi kepada kepala Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro
ruangan dan IPCLN untuk pengawasan. Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, volume 11 Nomor 1.
DAFTAR PUSTAKA 8. Kemenkes, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan
1. Permenkes RI, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman
Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2017 tentang Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, 17.
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen 9. Undang-Undang RI, 2017. Undang-Undang
Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan
2. Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial Problematika Pasien. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika. Indonesia.
3. Depkes, 2011. Pedoman Manajerial Pencegahan 10. Perdalin bekerjasama dengan Kementerian
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Kesehatan RI. 2015. Pedoman Pelatihan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Bapelkes:
Medan.

152

Anda mungkin juga menyukai