Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Sikap

2.1.1 Definisi Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi

yang bersangkutan (senang-tidak senang). Setuju-tidak setuju, baik-

tidak baik dan sebagainya). Menurut Allport pada tahun 1954 dalam

buku Notoadmodjo tahun 2019 sikap itu sendiri dari tiga komponen

pokok, yaitu :

1. Kepercayaan atau keyakinan ide dan konsep terhadap objek.

Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran

seseorang terhadap objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap

adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau

perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama memberikan sikap

yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,

pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan


penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai

tingkatan-tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau

subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggai (responding) Menanggapi disini diartikan memberikan

jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang

dihadapi

3. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang

memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam

arti pembahasannya dengan orang lain dan bahkan atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

4. Tanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatnya

adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya.

Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan

keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang

yang mencemohkan atau adanya resiko lain.

5. Tindakan atau Praktik (Practice) Sepertinya telah disebutkan

diatas bahwa sikap adalah kecenderungan dalam tindakan, sebab

untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain yaitu, antara lain

adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktek atau tindakan

ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya,

yaitu:
a. Praktik terpimpin Apabila subjek atau seseorang telah

melakukan sesuatu tapi masih bergantung pada tuntunan atau

menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme Apabila subjek atau seseorang telah

melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis

maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

c. Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar

rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan

modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas

(Notoadmodjo, 2019).

2.1.2 Ciri – ciri sikap

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau

dipelajari sepanjang perkembangan orang tersebut.

2. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung

relasi terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk,

dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan suatu objek tertentu

yang dapat dirumuskan dengan jelas.

3. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian

orang atau sebaliknya.

4. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat


berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga berkenaan dengan

sederatan objek-objek yang serupa.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat

inilah yang membedakan sikap dengan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan - pengetahuan yang dimiliki seseorang

(Notoatmodjo, 2018).

Selanjutnya ciri-ciri sikap menurut WHO adalah :

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada

situasi saat itu.

2. Sikap akan ikut atau tidak diikuti oleh suatu tindakan yang

mengacu pada pengalaman orang lain.

3. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan

berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pada pengalaman

seseorang.

4. Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai

yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan

hidup bermasyarakat.

5. Sebagai halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari

berbagai tingkatan yakni:

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek

mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.

b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila

ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas diberikan

adalah suatu indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu


usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan

tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau

salah adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk

mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat ini.

d. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atau

segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

adalah merupakan sikap paling tinggi dalam tingkatan

sikap (Notoatmodjo, 2019).

2.1.3 Sikap merokok

Sikap merokok pada ayah merupakan kebiasaan yang sulit

dihentikan, apalagi bila ayah sudah melakukan kebiasaan roko

sejak lama, sikap ini bisa dihilangkan apabila ada niat dan kemauan

untuk berhenti. Bila memikirkan dampak yang berkepanjangan,

sikap merokok tersebut pelan-pelan bisa berkurang.

2.1.4 Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan

tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana

pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek.

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang

mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak

diungkapkan. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan


hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimat yang

bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan ini

disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya pernyataan

sikap mungkin pula berisi pernyataan negative mengenai objek

sikap yang bersifat tidak mendukung. Pernyataan ini disebut

dengan pernyataan yang tidak favourable. Salah satu metode

pengukuran sikap adalah dengan menggunakan Skala Likert

menurut Arikunto dalam (Pramestia Utari, 2018).

2.2 Konsep dasar perilaku

2.2.1 Definisi perilaku

Perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert) dan perilaku

terbuka (overt). Perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang

bersangkutan. Perkataan lain, perilaku adalah keseluruhan (totalitas).

Pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama

antara faktor internal dan eksternal. Perilaku seseorang adalah sangat

kompleks dan mempunyai bentangan ruang sangat luas. Benyamin

bloom pada tahun 1908 dalam buku Notoadmodjo tahun 2019 seorang

ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya tiga area wilayah, renan

atau domain perilaku, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective) dan

psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan Indonesia,

ketiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif)

dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa dan peri tindak

(Notoadmodjo, 2019).
2.2.1 Perilaku merokok

Menurut Aula (2019) perilaku merokok merupakan suatu

fenomena yang muncul dalam masyarakat, dimana sebagian besar

masyarakat sudah mengetahui dampak negatif merokok, namun

bersikeras menghalalkan tindakan merokok. Menurut Levy (2016)

perilaku merokok adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang berupa

mambakar dan menghisap rokok kedalam tubuh serta dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti menarik

kesimpulan bahwa perilaku merokok adalah suatu aktivitas menghisap

asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya

kembali keluar.

2.2.2 Aspek perilaku merokok

Menurut Aritonang (2017) aspek-aspek perilaku merokok, yaitu:

a. Fungsi merokok individu menjadikan merokok sebagai penghibur

bagi berbagai keperluan, menunjukkan bahwa memiliki fungsi yang

begitu penting bagi kehidupannya. Dalam kehidupan sehari-hari

Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si

perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif.

Bagi perokok, dengan merokok membantu untuk mencari inspirasi/

ide, menghilangkan rasa kantuk, mengakrabkan suasana.

b. Intensitas merokok Intensitas perilaku merokok adalah keadaan,

tingkatan atau banyak sedikitnya aktivitas seseorang dalam

membakar tembakau dan menghisapnya dalam kurun waktu


tertentu. Klasifikasi perokok berdasarkan banyaknya rokok yang

dihisap yaitu:

a) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam

sehari

b) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam

sehari

c) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari

c. Tempat merokok

Tipe perokok berdasarkan tempatnya yaitu:

a) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik

1) Kelompok homogeny (sama-sama perokok), secara

bergerombol perokok menikmati kebiasaannya. Umumnya

perokok masih menghargai orang lain, karena itu perokok

menempatkan diri dismoking area.

2) Kelompok yang heterogeny (merokok di tengah orang-orang

lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang

sakit dan lain-lain).

b) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

1) Kantor atau di kamar tidur pribadi Perokok memilih tempat-

tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan

kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri,

penuh rasa gelisah yang mencekam.

2) Toilet Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang

yang suka berfantasi.


d. Waktu merokok

Perilaku merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialami

pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman,

cuaca yang dingin, setelah penat dari pekerjaan dan lain-lain.

2.3 Cara mengukur perilaku

Menurut Notoatmodjo dalam Damayanti (2017) ada dua cara dalam

melakukan pengukuran perilaku yaitu :

a. Perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara terhadap

kegiatan yang dilakukan beberapa jam, hari, bulan yang lalu (recall)

b. Perilaku yang diukur secara tidak langsung yakni, dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.1 Konsep Dasar Rokok

2.1.1 Definisi Rokok

Definisi Rokok Rokok merupakan silinder yang terbuat dari kertas

dengan panjang antara 70 sampai 120 mm, berisi daun tembakau yang

telah dicacah. Cara menyalakan rokok dengan dibakar disalah satu

ujungnya setelah itu dihirup melalui mulut dengan ujung yang lain

(Heryani, 2014). Perokok merupakan seseorang yang menghisap asap

rokok baik langsung melalui batang rokok maupun tidak. Perokok

aktif adalah seseorang yang mengonsumsi rokok secara rutin,

walaupun hanya satu batang sahari atau orang yang menghisap rokok

walau tidak rutin sekalipun atau hanya coba-coba dan cara menghisap

rokok dengan mengembuskan asap dan tidak masuk ke paru-paru

(Kemenkes RI, 2012). Sedangkan perokok pasif adalah orang yang


bukan perokok tetapi ikut menghirup asap rokok orang lain atau orang

yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang merokok

(Kemenkes RI, 2012) Merokok adalah kegiatan membakar gulungan

tembakau kemudian mengirupnya melalui rokok atau melalui pipa

sehingga menimbulkan asap yang dapat dihirup oleh orang-orang

yang ada disekitarnya (Saleh, 2011 dalam Tomsom, 2016).

2.1.2 Tahap – tahap Dalam Perilaku Merokok

Menurut Laventha & Chearly (dalam Wisnarto dan Sarwo, 2016)

terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi

perokok, yaitu:

1. Tahap Prepatory. Tahap ini adalah bahwasannya seseorang

mempunyai gambaran yang menyenangkan dengan cara

mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini

menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Intiation. Tahap ini disebut juga tahap perintisan yang

artinya apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap

perilaku merokok.

3. Tahap Becoming a Smoker. Tahap dimana perokok sudah

mengonsumsi rokok sebanyak empat batang prhari maka

mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Maintenance of Smoking. Tahap ini mempunyai arti

dimana merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara

pengaturan diri (self regulating).


2.1.3 Bahan Baku Rokok

Bahan baku pembuatan rokok antara lain:

1. Tembakau

Tembakau adalah tanaman yang banyak dijumpai di Indonesia.

Tembakau mempunyai beberapa spesies, di Indonesia spesies

tembakau yang banyak ditemukan adalah Nicotiana Tabacum

(Santika, 2011).

2. Cengkeh

Caryophylli Flos atau lebih dikenal dengan bunga cengkeh adalah

tanaman dari keluarga Myrtaceae. Kandungan yang ada pada

cengkeh adalah minyak atsiri yang mengandung egenol, zat

serupa damar, kariofilin, tannin dang om. Kegunaan cengkeh

selain sebagai stimulan dapat juga sebagai obat mulas, penghilang

rasa mual dan mutah. Cengkeh mempunyai bau aromatic yang

kuat dan mempunyai rasa yang pedas.

3. Saus Rahasia

Menurut (Anonim, 2013) saus tersebut terbuat dari beraneka

rempah dan ektra buah-buahan untuk menciptakan aroma dan rasa

tertentu. Bahan ini yang menjadi pembeda antara merk satu

dengan yang lainnya.


2.1.4 Kandungan Rokok

Didalam rokok terdapat zat racun, zat racun tersebut sangat

berbahaya oleh tubuh. Zat-zat racun yang terdapat pada rokok adalah:

1. Tar

Tar adalah senyawa polinuklik hidrokarbon aromatika yang bersifat

karsinogenik. Zat tersebut dapat lengket pada paruparu sehingga

jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan kanker. Ketika

rokok dihisap pada mulut tar akan masuk kedalam rongga mulut

sehingga uap asap rokok menjadi padat, asap yang sudah dinggin

akan mengendap berwarna kuning pada gigi, saluran pernafasan

dan paru-paru. Pengendapan tar bervariasi antara 3-40 mg

perbatang, sedangkan kadar pada rokok berkisar 24-45 mg (Sitoepe

dalam pramesti, 2014).

2. Gas Karbon Monoksida (CO).

Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari

unsur zat atau karbon. Gas CO dapat meningkatkan Hemoglobin

(Hb) lebih kuat dibandingakn dengan Oksigen.

3. Nikotin

Nikotin bersifat racun yang dapat mempengarui kinerja otak atau

susunan syaraf pusat. Nikotin dapat merangsang pengeluaran

dopamine, sehingga dapat menyebabkan perokok menjadi lebih

senang dan perokok mengulangi aktifitas merokoknya, tetapi

tubuh membutuhkan kadar nikotin yang tinggi untuk mencapai

kepuasannya (Wayne dalam Putra, 2013).


2.1.5 Jenis Rokok

Mustikaningrum, (2019) menjelaskan bahwa rokok dibagi menjadi

delapan, antara lain:

1. Rokok merupakan sediaan tembakau yang telah banyak

digunakan.

2. Rokok organic merupakan jenis rokok yang tidak terdapat bahan

adiktif dianggap lebih aman dari pada rokok biasa

3. Rokok lintingan banyaknya penggunaan rokok lintingan disebakan

karena budaya dan faktor finansial

4. Bidis merupakan jenis rokok yang berasal dari india dan beberapa

negara di asia tenggara. Penghisapan bidis lebih intensif

dibandingkan dengan rokok biasa sehingga dapat memasukkan

nikotin ke dalam tubuh lebih besar dibanding dengan rokok biasa.

Oleh karena itu menggunaan bidis dapat mempertinggi resiko

terkena penyakit kardiovaskuer.

5. Kretek mengandung 40% cengkeh dan 60% tembakau. Cengkeh

dapat menimbulkan aroma yang enak, sehingga kretek dihisap

lebih dalam daripada rokok biasa.

6. Cerutu merupakan rokok dengan kandungan tembakau lebih

banyak dibandingkan jenis lainya, terkadang cerutu juga

mengandung tembakau saja.

7. Pipa, asap yang dihasilakan dari pipa lebih basa sehingga tidak

perlu langsung dihisap untuk mendapatkan kadar nikotin yang

lebih tinggi oleh tubuh.


8. Pipa air, pipa air adalah sediaan yang dianggap sangat aman.

Nama local dengan sediaan pipa air antara lain hookah, bhang,

narghile dan shisha.

2.1.6 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok

Perilaku merokok adalah perilaku yang berbahaya bagi kesehatan,

akan tetapi banyak orang yang masih melakukannya. Banyak orang

mulai merokok ketika mereka masih remaja. Sejumlah penelitian

menjelaskan bahwa perokok mulai merokok dari usia 11 tahun dan 13

tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun.

Faktor resiko merokok merupakan faktor penyebab utama kali

seseorang untuk merokok atau faktor yang dapat meningkatkan

probabilitas seseorang untuk merokok. Faktor resiko dari merokok

adalah:

1. Pengaruh orang tua/keluarga

Keluarga merupakan lingkungan social pertama interaksi,

membentuk pola perilaku dan sikap seseorang yang mempengarui

norma dan nilai yang terdapat dilingkungan keluarga. Seseorang

menjadi perokok lebih tinggi pada keluarga yang anggota

keluarganya perokok.

2. Pengaruh teman

Teman merupakan faktor kedua yang dapat mempengarui

sesorang dalam merokok. Pengaruh teman lebih kuat

dibandingkan dengan pengaruh dari keluarga.

3. Faktor kepribadian
Faktor kepribadian merupakan faktor intrinsic atau faktor dari

dalam tubuh manusia. Terdapat beberapa tipe kepribadian pada

diri sesorang yang dapat memicu seseorang merokok, antara lain

adalah konformitas social dan kepribadian lemah. Faktor intriksik

lainnya adalah umur dan genetic.

4. Pengaruh iklan

Iklan adalah sarana untuk memasarkan produk baru, membujuk

para konsumen untuk membeli produk dari perusahaan mereka.

Iklan juga dapat menyebabkan seseorang membeli produk atau

jasa yang tidak dibutuhkan. Oleh karena itu orang membeli rokok

karena pengaruh bujukan yang ada pada iklan rokok.

5. Jenis kelamin

Perokok laki-laki mempunyai jumlah lebih banyak dibandingkan

dengan perokok perempuan, hal tersebut menyebabkan orang

mempunyai pemikiran jika laki-laki tidak merokok akan dianggap

kurang jantan. Adanya anggapan tersebut menyebabkan laki-laki

lebih memilih untuk merokok daripada menerima tanggapan

tersebut.

6. Stress

Didalam rokok terdapat kandungan nikotin, nikotin dapat bereaksi

dibagian otak yang mengatur bagian perasaan nyaman dan

dihargai. Seseorang menggunakan rokok sebagai penghilang rasa

marah, cemas, gelisah sehingga bila merokok perasaan negative

akan berkurang.
7. Budaya

Dorongan psikologis dan fisiologis juga merupakan faktor

pencetus seseorang merokok. Dorongan psikologis antara lain

adalah ritual-ritual di masyarakat yang menggunakan tembakau

seseorang akan mencoba rokok. Selain hal tersebut juga terdapat

budaya maskulistik yang mengakar kuat di masyarakat.

8. Pengalaman buruk

Menurut penelitian yang terdaapat pada The Journal of The

American Medical Association mengungkapkan bahwa memiliki

pengalaman buruk pada masa kanak-kanak lebih besar

kemungkinan akan menjadi perokok berat di usia dewasa.

9. Kemudahan memperoleh rokok

Faktor selanjutnya adalah kemudahan memperoleh rokok. Hal

tersebut karena rokok dijual bebas dipasaran dan dapat ditemui di

toko kecil sampai swalayan besar. Harga rokok yang murah juga

semakin memudahkan perokok untuk mendapatkannya.

2.1.7 Dampak Rokok

Dampak yang ditimbulkan oleh rokok bagi kesehatan antara lain:

1. Batuk

Batuk merupakan dapat dikatakan sebawai awal/fase pertama dari

efek yang ditimbulkan oleh rokok. Batuk biasanya terjadi pada

saat orang baru memulai merokok, hal itu terjadi karena didalam

teggorokan terdapat syarafsyaraf perasa yang sangat sensitive

(Sukmana, 2011).
2. Kanker

Penyakit kanker disebabkan karena tingginya nikotin yang ada

pada paru-paru yang dapat menyebabkan kerja paru menjadi berat

yang diakibatkan oleh penggumpalan nikotin didalam paru-paru

(Sukmana, 2011).

3. Impotensi

Asap rokok akan terbawa langsung oleh darah sehingga dapat

menyebar ke seluruh tubuh termasuk ke organ reproduksi. Racun

yang ada dalam nikotin akan membawa pengaruh terhadap

spermatogenesis atau terjadi pembelahan sperma laki-laki

(Sukmana, 2011).

4. Resiko system kardiovaskuler

Nikotin dan gas gas CO dalam asap dapat merusak pembuluh

darah yang terjadi penggumpalan darah dalam saluran, dapat

mengganggu irama jantung. Perokok dapat meningkatkan 3x

resiko serangan jantung dibandingan yang bukan perokok. Dan

dapat meningkatkan resiko kematian. Merokok juga dapat

memperburuk keadaan pada pasien penderita hipertensi.

2.1.8 Efek Positif dan Negatif Rokok

Efek positif yang ditimbulkan oleh rokok adalah dapat

menimbulkan perasaan bahagia karena didalam rokok terdapat

kandungan nikotin yang ada pada tembakau. Kandungan nikotin yang

ada pada tembakau menstimulasia adrenokorticitropic hormone

(ACTH) yang terdapat pada area spesifik otak (Hans, Payne, 2003).
Sedangkan menurut (Marks, Murray, et al, 2004) mengatakan jika

mengonsumni nikotin dalam jumlah kecil dapat mempengarui efek

psikologis diantaranya:

1. Menenangkan

2. Mengurangi berat badan

3. Mengurangi perasaan mudah tersinggung

4. Meningkatkan kesiagaan

5. Memperbaiki fungsi kognitif

Sedangkan efek negatif dari merokok adalah:

1. Perokok lebih mudah sakit dibandingkan dengan yang tidak

merokok.

2. Perokok menjalani masa pemulihan yang lebih lama dibanding

dengan yang tidak merokok.

3. Perokok mempunyai usia hidup yang lebih singkat disbanding

dengan yang tidak merokok.

2.1.9 Penyakit Yang Disebabkan Oleh Rokok

Menurut Mashita (2017) rokok tidak hanya berbahaya bagi saluran

pernafasan tetapi juga dapat menimbulkan penyakit lain seperti:

1. Bagi perokok aktif:

a. Kanker

b. Penyakit jantung dan stroke. Bagi perokok aktif ancaman

terkena serangan jantung dan strok 2x lebih besar.

c. Bronchitis

d. Gangguan kehamilan dan janin (bagi wanita)


e. Rambut rontok

f. Katarak

g. Kulit keriput

h. Pendengaran terganggu

i. Osteoroporosis

j. Tukak lambung

k. Kanker usus

l. Kanker kulit

m. Diskolerasi jari-jari

n. Kerusakan sperma

2. Bagi perokok pasif:

a. Kerusakan paru-paru.

b. Sakit tenggorokan.

c. Batuk.

d. Penyakit jantung.

2.1.10 Klasifikasi Rokok

Menurut darmanto 2009 dalam tomsom, 2016 seseorang dapat

dikatakan perokok jika sudah menghabiskan 100 batang rokok.

1. Jumlah rokok yang dihisap

Menurut (buston, 2000). Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam

satuan batang, bungkus, dan pak per hari. Dan jenis perokok dapat

dibagi menjadi 3 kelompok:

a. Perokok ringan: perokok yang mengabiskan rokok kurang dari

10 batang sehari
b. Perokok sedang: perokok yang menghisap 10-20 batang sehari.

c. Perokok berat: perokok berat adalah perokok yang dapat

menghabiskan lebih dari 20 batang perhari.

2. Lama merokok

Lama merokok dapat diklasifikasikan menjadi kurang dari 10

tahun atau lebih dari 10 tahun. Orang yang memulai dari awal

merokok akan semakin sulit untuk dapat menghentikan rokok.

2.1.11 Intensitas Perokok

Intensitas Perokok Pada study pendahuluan yang dilakukan oleh

(Tomson, 2016) menjelaskan bahwa intensitas rokok dapat ditentukan

oleh 26 Indeks Brinkman (IB) dengan rumus jumlah rata-rata

konsumsi rokok perhari (batang) dikali lama merokok (tahun), dengan

hasil adalah:

1. Ringan (0-199)

2. Sedang (200-599)

3. Berat (> 600)

2.2 Konsep Dasar ISPA

2.2.1 Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi

saluran pernafasan yang menyerang tenggorokan, hidung, dan paru-

paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari. Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah

satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli.
termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). Anak-

anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran

pernapasan seperti flu, asma, pneumonia, ISPA dan penyakit saluran

pernapasan lainnya. Sebanyak 40 persen anak di dunia bahkan telah

menjadi perokok pasif. Gas berbahaya yang terkandung didalam asap

rokok dapat merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang

tertumpuk dan tidak dapat dikeluarkan, yang akan menyebabkan

timbulnya bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru

sehingga mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan

di paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara (Wahyuni

Heni, 2020).

2.2.2 Etiologi ISPA

Penyakit ISPA merupakan infeki lebih dari 300 jenis berbagai

mikroorganisme seperti virus, bakteri, ritcketsia dan jamur. Virus

yang dapat menyebabkan ISPA yaitu golongan mikrovirus (virus

influenza A, virus influenza B). Bakteri yang dapat menyebabakan

ISPA yaitu Sterptokokus hemlitikus, Stafilokokus, pneumokokus,

hemofils influenza, bordetella pertusis dan karinebakterium diffteria (I

& Purba, 2020) Adapun pengelompokan ISPA berdasarkan gejala –

gejala klinis yang timbul yang telah ditetapkan dalam lokakarya

Nasional II ISPA tahun 1988 yaitu:

1. ISPA ringan, ditemukan gejala Batuk atau Pilek dengan atau tanpa

demam.
2. ISPA sedang. Ditandai dengan gejala ISPA ringan ditambah satu

atau lebih gejala yaitu:

a. Bernafas dengan cepat

b. Umur 1-4 tahun : 40 kali/ menit atau lebih

c. Napas menciut – ciut

d. Sakit atau terdapat cairan yang keluar dari telinga

e. Ditemukan bercak kemerahan di kulit (pada bayi)

3. ISPA berat. Terdapat gejala sedang atau ringan dengan satu atau

lebih gejala yaitu:

a. Pada waktu pernapasan inspirasi terdapat penarikan sela iga

kedalam

b. Menurunnya kesadaran dari penderita

c. Bibir atau kulit berwarna kebiruan dan pucat

d. Pada waktu tidur mengalami stridor (napas ngorok)

e. Terdapat selaput membran difteri

2.2.3 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di

bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun (I &

Purba, 2020).

1. Golongan umur kurang 2 bulan

a. Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada

bagian bawah atau nafas cepat. Batas nafas cepat untuk


golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu 6x permenit atau

lebih.

b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ada ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada

bagian bawah atau nafas cepat. Tanda bahaya untuk golongan

umur kurang 2 bulan, yaitu:

a) Kurang bisa minum (kemampuan minum menurun

b) sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)

c) Kejang

d) Kesadaran menurun

e) Stridor

f) Wheezing

g) Demam/ dingin

2. Golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun

a. Pneumonia berat

Bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada

bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada

saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak

menangis atau meronta).

b. Pneumonia sedang

Bila disertai nafas cepat. Batas cepat yaitu:

a) Untuk usia 2-12 bulan = 50 kali permenit atau lebih

b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali permenit atau lebih

c. Bukan pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan

tidak ada nafas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2

bulan - 5 tahun yaitu:

a) Tidak bisa minum

b) Kejang

c) Kesadaran menurun

d) Stridor

e) Gizi buruk

2.2.4 Faktor-Faktor ISPA

1. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko

kejadian ISPA yaitu luas ventilasi kamar, tipe lantai rumah, dan

kepadatan hunian (Pramudiyani & Prameswari, 2011).

a. Luas Ventilasi Kamar

Ventilasi merupakan suatu lubang udara didala rumah yang

berfungsi untuk perputaran udara keluar masuk ruangan,

sehingga terjadi perputaran udara secara bebas. Ventilasi

berfungsi untuk menjaga udara didalam ruangan supaya tetap

segar, sehingga keseimbangan oksigen ruangan sesuai dengan

kebutuhan penghuninya. Disamping itu, kurangkan ventilasi

dapat menyebabkan peningkatan kelembaban lingkungan yang

nantinya akan meningkatkan pertumbuhan bakteri (Suryo,


2019). Luas ventilasi didalam rumah sangat penting supaya

fungsi ventilasi dapat dicapai secara maksimal. Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011

tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah

menyebut bahwa luas ventilasi rumah yang sehat yaitu

minimal 10% luas lantai.

b. Tipe Lantai Rumah

Lantai rumah yang sehat adalah lantai yang kedap air, tidak

lembab, bahan lantai yang mudah dibersihkan, dalam keadaan

kering, dan tidak menghasilkan debu (Depkes RI, 2002, dalam

Pramudiyani & Prameswari, 2011). Lantai rumah kedap air

dapat menghindarkan kondisi rumah menjadi lembab dan

berdebu, sehinga dapat mencegah pertumbuhan bakteri

didalam rumah dan mencegah terhisapnya debu oleh saluran

pernafasan sehingga dapat mencegah iritasi. Iritasi dapat

menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat sehingga

mekanisme pembersihan saluran pernafasan dapat terganggu,

akibatnya apabila terdapat benda asing atau mikroorganisme

masuk tidak dapat dikeluarkan dan dapat menimbulkan infeksi

(Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).

c. Kepadatan Hunian

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah harus disesuaikan

dengan luas lantai rumah tersebut. Hal tersebut bertujuan

supaya tidak terjadi Overload penghuni dalam rumah.


Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dapat

menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen bagi seseorang

dan apabila salah satu anggota keluarga terjangkit suatu

penyakit maka transmisi penyakit ke anggota yang lain dapat

lebih mudah terjadi. Kepadatan hunian rumah yang sehat

menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan

rumah, kepadatan hunian ruang tidur minimal luasnya 8 m²

dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak

dibawah umur 5 tahun.

d. Tingkat Kelembaban

Kelembaban adalah tingkat kadar kandungan uap air pada

udara. Jumlah uap air dalam udara dipengaruhi oleh cuaca dan

suhu lingkungan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 menyebutkan bahwa

tingkat kelembaban rumah sehat yaitu berkisar antara 40-60%

Rh. Apabila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat

dilakukan upaya penyehatan dengan menggunakan alat untuk

meningkatkan kelembaban (misal : Humidifier), membuka

jendela rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah, dan

memodifikasi fisik bangunan. Namun apabila kelembaban

udara lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan

dengan memasang Humidifier dan memasang genteng kaca.

2. Status Sosial dan Ekonomi


Penelitian yang dilakukan oleh Prietsch, et al (2008) menyebutkan

bahwa status sosial ekonomi yang menjadi faktor resiko terhadap

kejadian ISPA pada Balita yaitu tingkat pendidikan orang tua dan

pendapatan keluarga setiap bulannya.

a. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan. Pendidikan baik formal maupun informal meliputi

segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang

dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.jadi

tingkat pendidikan berarti jenjang pendidikan yang telah

dilalui seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

b. Pendapatan Keluarga

Keluarga dengan pendapatan rendah, yang berhubungan

dengan rendahnya status sosial ekonomi, biasanya berbanding

lurus dengan rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan

rendahnya status kesehatan. Kondisi tersebut tentunya akan

mempengaruhi kehidupan setiap anggota keluarga termasuk

didalamnya balita yang masih mengganntungkan kehidupan

kepada orang tua mereka.

3. Faktor Individu Balita

Beberapa faktor resiko ISPA jika dilihat dari individu balita

sebagai yang terjangkit penyakit yaitu status nutrisi, status


imunisasi, dan riwayat pemberian ASI Ekslusif. BBLR (Bayi

Berat Lahir Rendah) juga menjadi faktor resiko terjadinya ISPA

pada balita.

a. Status Nutrisi

Nutrisi atau gizi adalah zat-zat penting yang berasal dari

makanan yang telah dicerna dan di metabolism oleh tubuh

menjadi zat-zat yang berfungsi untuk membentuk dan

memelihara jaringan tubuh, memperoleh tenaga, mengatur

sistem fisiologis tubuh dan melindungi tubuh dari serangan

penyakit (Chandra, 2006).

b. Status Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada

bayi dan anak dnegan memasukkan vaksin ke dalam tubuh

agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap

penyakit tertentu supaya balita dapat tumbuh dalam keadaan

sehat. Terdapat 5 imunisasi dasar yang harus diberikan pada

balita sesuai dengan jadwal, yaitu imunisasi HB (HB0, HB1,

HB2, HB3, dan HB4), BCG, Polio (Polio 1,2,3, dan 4), DPT

(DPT 1, DPT 2, DPT 3), dan Campak (Depkes, 2019).

c. Riwayat Pemberian ASI Ekslusif

ASI adalah Air Susu Ibu. ASI Ekslusif merupakan pemberian

ASI sedini mungkin pasca persalinan, diberikan tanpa jadwal,

tidak diberikan makanan lain, meskipun hanya air putih dan


diberikan sampai bayi berusia 6 bulan. Manfaat ASI akan

meningkat jika bayi hanya diberikan ASI saja pada 6 bulan

pertama kehidupannya serta lamanya pemberian ASI bersama-

sama makanan pendamping lainnya setelah bayi berumur 6

bulan penuh (Nurheti, 2019).

d. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

BBLR adalah bayi yang lahir denganberat badan kurang dari

2.500 gram. Terdapat beberapa gangguan yang mungkin

timbul pada bayi akibat berat badan lahir rendah yaitu

hipotermi, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, masalah

pemberian ASI, infeksi atau curiga sepsis, dan sindroma

aspirasi (Waspodo, 2005).

4. Faktor Perilaku

Terdapat dua faktor perilaku yang dapat meningkatkan kejadian

ISPA pada balita, yaitu perilaku merokok orang tua dan kebiasaan

membuka jendela saat pagi dan siang hari.

a. Rokok merupakan salah satu hasil dari produk industri dan

komoditi internasional yang mengandung kurang lebih 1500

bahan kimia. Beberapa unsur kimiawi yang terdapat pada

rokok yaitu tar, nikotin, benzopyrin, metil-kloride, aseton,

ammonia, dan karbon monoksida (Bustan, 2007). Terdapat dua

jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok

aktif adalah seseorang yang melakukan aktivitas merokok,

sedangkan perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok


namun secara tidak sengaja menghisap asap rokok dari orang

yang melakukan aktivitas merokok. Berikut ini perilaku

merokok:

a) Jumlah keluarga yang merokok

Polusi udara didalam rumah bisa berasal dari asap rokok

atau pembakaran bahan bakar. Peningkatan polusi udara 20

dapat meningkat seiring dengan peningkatan sumber polusi

udara. Semakin tinggi jumlah perokok dalam rumah dan

jumlah rokok yang dihisap berhubungan dengan ISPA

yang diderita oleh Balita.

b) Jumlah rokok yang dihisap setiap hari

Perokok dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok

yang dihisap setiap harinya. Tiga tipe tersebut yaitu:

perokok berat apabila menghisap lebih dari 15 batang

rokok dalam sehari. Perokok sedang apabila menghisap 5-

14 rokok dalam sehari, dan perokok ringan apabila

menghisap 1-4 rokok dalam sehari.

c) Kebiasaan Merokok Didalam atau Diluar Rumah

Perilaku merokok berdasarkan area merokok, yakni

didalam atau diluar rumah (Lilis, 2015).

2.2.5 Pencegahan ISPA

Menurut WHO pada tahun 2013, upaya penatalaksanaan penderita

penyakit ISPA terdiri dari 4 bagian yaitu, sebagai berikut:

1. Pemeriksaan
2. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

3. Penentuan klasifikasi penyakit

4. Pengobatan dan tindakan

Adapun upaya pencegahan ISPA meliputi langkah dan tindakan

sebagai berikut:

1. Menjaga keadaan gizi balita agar tetap baik

2. Imunisasi secara lengkap

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan serta sirkulasi

udara di sekitar rumah

4. Jangan merokok di dekat anak-anak

5. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

6. Pengobatan segera Adapun pencegahan ISPA lebih lanjut yaitu:

a. Pencegahan tingkat pertama.

Pencegahan tingkatan pertama adalah upaya yang dilakukan

agar masayarakat (penjamu) tidak terjangkit penyakit ISPA.

Upaya yang dapat dilakukan yaitu:

a) Penyuluhan dan sosialisasi kesehatan tentang ISPA yang

sasarannya diutamakan pada ibu.

b) Menjaga keadaan gizi bayi agar tetap baik melalui

pemeberian ASI Eksklusif, pemberian makanan yang

bergizi pemberian mikronutrient tambahan seperti zink, zat

besi yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

c) Imunisasi lengkap agar daya tahan tubuh bayi terjaga

dengan baik.
d) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan dengan

melakukan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

e) Menjaga diri dengan menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD) ketika melakukan kontak dengan penderita ISPA

dan lingkungan yang dapat menimbulkan resiko penyakit

ISPA.

f) Pengelolaan kasus yang disempurnakan

b. Pencegahan tingkat kedua

Merupakan upaya pencegahan yang disasarkan pada penderita

atau dicurigai menderita (suspek) atau tercancam menderita

(masa tunas) penyakit ISPA adapun tujuan upaya penecgahan

yaitu diagnosis dini. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh

pelayan kesehatan seperti dokter, bidan taupun perawat yaitu

dengan melakukan observasi terhadat tubuh pasien, dengan

memperhatikan hal berikut:

a) Adanya proses inpeksi yang ditandai dengan gejala demam

(peningkatan suhu tubuh)

b) Anoreksia yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan seharusnya

c) Ditemukan infeksi penekanan imun yang merupakan resiko

tinggi penularan infeksi berhubungan dengan tidak ada

kuatnya pertahan sekunder, berikut merupakan pengenalan

dini, isolasi, pelaporan, dan pengawasan episode ISPA

yang dapat menimbulkan kekhawatiran (SARS, sub tipe


baru yang menyebabkan influenza termasuk flu burung

pada manusia, pes baru, wabah skala besar atau wabah

dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi disebabakan

oleh agen ISPA baru) Tanda-tanda klinis: Semua pasien

yang menderita atau meninggal akibat penyakit pernapasan

disertai demam akut parah yang belum diketahui

penyebabnya (misalnya, demam >38°C, batuk, sesak

napas), atau penyakit parah lainnya yang belum diketahui

penyebabnya (misalnya, ensefalopati atau diare), dengan

riwayat pajanan yang sesuai dengan ISPA.

c. Pencegahan tingkat ketiga

Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan

tersier untuk menekan angka mortalitas pada bayi yang

diakibatkan oleh penyakit ISPA melalui upaya pengobatan.

d. Pneumonia sangat berat

Perawatan dilakukan di rumah sakit, memberikan oksigen

terapi antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara

intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada bayi terjadi

perbaikan setelah 3 - 5 hari, pemberian obat diubah menjadi

kloramfenikol oral, lakukan pengobatan pada gejala demam

dan mengi, melakukan perawatan yang suportif, hati-hati

dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

Pneumonia berat. Rawat di rumah sakit, berikan oksigen,

terapi antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara


intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati

demam dan mengi, perawatan suportif, hati-hati pada

pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari. Melakukan

terapi atau diberi obat antibiotik dengan memberikan

kotrimoksazol oral jika keadaan bayi tetap atau tidak

menunnjukkan keadaan membaik atau kondisi bayi tidak

memungkinkan diberi antibiotik ini maka dapat diberi

antibiotik pengganti seperti, Ampisilin, Amoksilin Oral, atau

suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, dan pelayan

kesehatan harus memberikan nasihat kepada ibu yang

melakukan perawatan di rumah, obati demam dan mengi, nilai

ulang setelah 2 hari. Bukan pneumonia (batuk atau pilek).

Perawatan dilakukan di rumah, tidak perlu memberikan

antibiotik, berikan obat tradisional atau obat batuk lain yang

tidak mengndung zat kodein, Dekstrometorfan, dan

Antihistamin untuk mengobati gejala batuk, berikan

paracetamol untuk menurunkan demam.

2.2.6 Jenis – jenis ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) diklasifikasi menjadi dua,

yaitu:

1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Upper Respiratory Tract

Infections) saluran pernafasan bagian atas terdiri dari saluran

udara dari lubang hidung ke pita suara (laring), termasuk sinus

paranasal dan telinga tengah.


2. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah (Lower Respiratory Tract

Infections). Pada saluran pernafasan bawah meliputi menutup

kelanjutan saluran udara dari trakea dan bronkus ke bronkiolus

dan alveoli.

Macam-macam ISPA antara lain :

a. Acute Viral Nasopharyngiti

Nasopharyngitis akut (setara dengan “common cold”)

disebabkan oleh sejumlah virus, biasanya rhinoviruses, RSV,

adenovirus, virus influenza, atau virus parainflu. Gejala

nasopharyngitis lebih parah pada bayi dan anak-anak jika

dibandingkan pada orang dewasa. Peradangan hidung dapat

menyebabkan sumbatan saluran, sehingga harus membuka mulut

ketika bernafas. Muntah dan diare mungkin juga bisa muncul.

b. Faringitis Akut

70 persen pharingitis akut disebabkan oleh virus pada anak

usia muda. Infeksi streptokokus jarang terjadi pada anak di bawah

usia 5 tahun, tapi lebih sering pada yang lebih 5 tahun. Gejala

khasnya adalah kemerahan dan pembengkakan yang ringan pada

faring serta pembesaran tonsil. Sering kali disertai dengan rhinitis,

tonsilitis atau pun laringitis. Di negara dengan kondisi kehidupan

dan populasi yang padat, yang mempunyai predisposisi genetik,

gejala sisa setelah infeksi streptokokus seperti demam reumatik

akut dan karditis adalah umum terjadi pada anak pra dan usia

sekolah.
c. Acute Streptococcal Pharyngitis

Group A B- hemolytic streptococcus (GABHS) infeksi

saluran napas bagian atas (radang tenggorokan) bukan merupakan

penyakit serius, tetapi efek bagi anak merupakan resiko serius.

Acute Rheumatic Fever (ARF) penyakit radang sendi, dan sistem

saraf pusat dan Acute glomerulonephiritis, infeksi akut ginjal

kerusakan permanen dapat dihasilkan dari ini gejala sisa terutama

ARF.

d. Otitis Media Akut

Otitis media ini disebabkan oleh terbuntunya saluran tuba

eustachius oleh karena rinitis dan bisa juga karena alergi. Oleh

karena akumulasi mukus dan cairan sebagai akibat dari odema

pada tuba eustachius, bakteri dapat menginfeksi pula. Yang paling

sering menyerang anak-anak adalah bakteri streptokokus

pneumoniae, haemophilus influenzae, dan moraxella catharralis.

e. Influenza

Influenza atau “flu” disebabkan oleh tiga ortomyxoviruses,

dengan antigenik yang berbeda. Tipe-tipe A dan B yang

menyebabkan penyakit epiddemic dan tipe C yang tidak penting

secara epidemiologis. Virus mengalami perubahan signifikan dari

waktu ke waktu. Perubahan utama terjadi pada interval biasanya 5

sampai 10 tahun yang disebut antigenic shift: variasi minor di

dalam subtipe yang sama antigenic drift, terjadi hampir setiap

tahun. Karenanya, antigenic drift dapat mempengaruhi virus,


secara memadai yang mengakibatkan kerentanan individu, ke jenis

yang sebelum mereka diimunisasi atau terinfeksi.

f. Sinusitis

Sinusitis adalah infeksi pada mukosa rongga sinus

paranasal. Dengan gejala hidung tersumbat, sekret dari hidung

yang kental jernih atau berwarna, berbau, nyeri tekan pada daerah

wajah atau pipi, bisa disertai batuk, demam tinggi, nyeri kepala

dan malaise. Terjadinya bisa akut yang berlangsung kurang dari 30

hari, sub akut yang berlangsung antara 30 hari sampai dengan 6

minggu, dan kronis jika berlangsung lebih dari 6 minggu.

Penyebab bisa oleh karena bakteri, virus atau penyebab yang lain,

seperti: polip, alergi, infeksi gigi serta tumor. Bakteri penyebab

yang paling sering adalah streptokokus pneumoniae, haemophilus

influenzae, dan moraxella catharralis. Ditularkan lewat kontak

langsung dengan penderita melalui udara. Dan seharusnya dapat

dicegah dengan pemakaian masker serta cuci tangan sebelum dan

sesudah kontak dengan penderita

g. Laring Akut

Infeksi laring akut adalah penyakit umum pada anak-anak

dan remaja. Bayi dan anak kecil memiliki keterlibatan yang lebih

umum. Virus adalah faktor yang biasa menyebabkan dan keluhan

utama adalah suara serak yang disertai dengan gejala pernapasan

atas lainya misalnya, (coryza, sakit tenggorokan, hidung


tersumbat) dan manifestasi sistemik (misalnya, demam, sakit

kepala, myalgia).

2.2.7 ISPA pada Anak

Anak-anak merupakan kelompok umur yang sangat rentan terhadap

penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena sistem pertahanan tubuh balita

dan anak-anak masih rendah. Gejala batuk pilek pada balita di Indonesia

diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun yang berarti seorang balita rata-

rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.

ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak

terutama apabila terdapat gizi kurang dan didukung dengan kondisi

lingkungan yang tidak higienis serta pencemaran udara yang tinggi

(Purnama, 2017).
2.3 Penelitian Terkait

Tabel 1.1 Penelitian Terkait


Peneliti Tujuan Variabel Desain Subjek Lokasi
yang Penelitian
diteliti
Trisnawati, Untuk Perilaku Case Pada balita Puskesmas
Juwarni, mengetahu orang Control di wilayah Rembang
2012 i hubungan merokok kerja Kabuoaten
perilaku dengan puskesmas Prubalingga
merokok kejadian Rembang
orang tua ISPA Kabupaten
dengan Purbalingga
kejadian
ISPA pada
balita
Pangumpia, Untuk Perilaku Cross Pada balita Puskesmas
Asri, 2017 mengetahu merokok di Sectional di wilayah Sempaja
i hubungan dalam kerja Kota
perilaku rumah puskesmas Samarinda
merokok di dengan Sempaja
dalam kejadian Kota
rumah ISPA Samarinda
dengan
kejadian
infeksi
saluran
pernapasan
akut
(ISPA)
pada balita
di
puskesmas
Sempaja
Kota
Samarinda

Anda mungkin juga menyukai