Anda di halaman 1dari 11

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

TUGAS KELOMPOK SESI 12

RIKA APRILITA 2018116054


APRILIA FITRIANI 2018116070
DARWIS 2018116078

ANALISA KASUS MENGENAI ASPEK HUKUM DALAM BISNIS


PT. Metro Batavia (Batavia Air)
dengan
PT. Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia

Ruang Lingkup : Breach of Contract (Wanprestasi)

Studi Kasus : Wanprestasi Batavia Air Terhadap GMF Aero Asia

Klasifikasi Kasus : Hukum Perdata

Kronologi Kasus :

Pada bulan Juli 2006 PT. Metro Batavia mengadakan kesepakatan kerjasama

dengan Debisin Air Supply Pte. Ltd. Singapore. Kerjasama tersebut merupakan pembelian

2 unit mesin (engine) yakni ESN 857854 dan ESN 724662, dimana untuk kebutuhan

pemenuhan standar nasional pihak Batavia menggandeng pihak Garuda Maintenance

Facility Aero Asia. Pada 12 September 2007 mesin pesawat telah selesai diperbaiki dan

dapat digunakan untuk rute penerbangan Jakarta – Balikpapan. Pada 23 Oktober 2007

mesin ESN 857854 mengalami kerusakan setelah menempuh 300 jam penerbangan.

Dimana pihak Batavia menuding GMF telah melakukan pengingkaran kontrak perjanjian

perbaikan mesin pesawat dimana menurut perjanjian yang tertuang pihak Batavia

memiliki garansi perbaikan mesin hingga 1.000 jam terbang. Pihak Batavia menuntut agar

mesin tersebut dapat di service kembali dengan alasan 300 jam mesin sudah mengalami

kerusakan (ngadat). Namun pihak GMF menolak untuk melakukan perbaikan kerusakan

tersebut, lantaran klaim yang ditujukan terhadap pihaknya tidak tertuang didalam

perjanjian kedua belah pihak.


Dalam kontrak perjanjian, garansi akan diberikan oleh GMF kepada pihak Batavia

jika kerusakan tersebut terjadi karena kesalahan pengerjaan. Pada April 2007 PT. Metro

Batavia melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Tangerang terhadap PT. Garuda

Maintenance Facility (GMF) Aero Asia sebesar US$ 5 Juta (conv. Rp 76 Miliar). Pencarian

jalan keluar dilakukan dengan cara mediasi kedua belah pihak dan tidak mendapatkan

solusi diantara keduanya (jalan buntu). Pada Agustus 2008 pihak Batavia memindahkan

gugatan ke PN Jakarta Pusat. Gugatan tersebut ditolak PN Tangerang lantaran pihak

Batavia masih memiliki hutang (outstanding) biaya perawatan pesawat sejak Agustus

2006 yang belum dibayarkan.

PT. Metro Batavia secara tiba-tiba memutuskan beberapa kontrak perjanjian

dengan PT. Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia untuk pembelian dan perbaikan

pesawat. Pemutusan kerjasama tersebut dilakukan secara sepihak ditengah-tengah

transaksi. Pihak GMF mengklaim telah mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah

akibat dari pengingkaran perjanjian kedua belah pihak serta jatuh tempo hutang yang

tidak kunjung dilunasi oleh pihak Batavia tersebut hingga pertengahan tahun 2008. Selaku

kreditur, pihak GMF melihat perlakuan pihak Batavia tidak memiliki I’tikad baik untuk

membayar hutang dengan melakukan pelayangan gugatan ke PN untuk perkara

perbaikan mesin yang dimana perihal tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Pihak GMF telah melayangkan 3 (tiga) somasi terhadap pihak Batavia, dimana somasi

tersebut tidak direspon dengan baik oleh pihak bersangkutan.


Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pihak GMF terhadap pihak

Batavia Air. Majelis Hakim memerintahkan pihak Batavia untuk membayar hutang senilai

US$ 1,191 Juta plus 6% bunga per tahun, sejak hutang tersebut jatuh tempo pada bulan

Juli 2008. Selain itu, pihak Batavia juga wajib membayar ganti rugi sebesar US$ 500.000

atas perbuatannya yang engan membayar biaya perawatan pesawat terhadap pihak GMF.

Nilai ganti rugi yang diberikan berdasarkan perhitungan keuntungan investasi yang dapat

diperoleh oleh pihak GMF jika pihak Batavia Air telah membayar hutang tersebut. Pihak

Batavia melakukan banding atas tuntutan tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat menolak tuntutan banding pihak Batavia yang berujung pula terhadap

penolakan pengajuan gugatan atas kerusakan mesin ESN 857854 dan ESN 724662.

Keputusan penolakan ini dibacakan pada 11 Maret 2009.

Definisi Wanprestasi :

Wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda ‘Wanprestatie’ yang berarti ‘Prestasi

Buruk’ timbul dari adanya perjanjian yang dibuat oleh satu orang atau lebih dengan satu

orang atau lebih lainnya (obligatoire overeenkomst). Wanprestasi dikategorikan ke dalam

perbuatan-perbuatan sebagai berikut (Subekti, “Hukum Perjanjian”) :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.


Wanprestasi diatur dalam Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUHPer), berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya

suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap

lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau

dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui

waktu yang telah ditentukan.”

Unsur-unsur pada Wanprestasi adalah :

1. Ada perjanjian oleh Para Pihak;

2. Ada Pihak melanggar atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang sudah disepakati;

3. Sudah dinyatakan lalai tapi tetap juga tidak mau melaksanakan isi perjanjian.

Analisa Kasus :

Kasus yang terjadi antara PT. Metro Batavia dengan PT. Garuda Maintenance

Facility (GMF) Aero Asia merupakan kasus Wanprestasi yang melibatkan dua pihak. Pihak

GMF selaku kreditur / penggugat dan Pihak Batavia selaku debitur / tergugat. Kedua belah

pihak yang sebelumnya melakukan sebuah perjanjian bernama Long Term Aircratf

Maintenance Agreement Number GMF/PERJ./DT-3046/2003 tertanggal 16 April 2003

(selanjutnya disebut “Perjanjian Jangka Panjang” ) dan Amendment Number 1 to Long

Term Aircraft Maintenance Agreement Number GMF/PERJ./AMAND-1/DT-3046/03/06

tertanggal 05 September 2006 (selanjutnya disebut sebagai “Amandemen Perjanjian

Jangka Panjang”). Berdasarkan Perjanjian Jangka Panjang dan Amandemen Perjanjian

Jangka Panjang, sebagai maskapai penerbangan pihak Batavia telah meminta jasa pihak

GMF sebagai sebuah perusahaan perawatan serta perbaikan pesawat terbang untuk

melakukan perawatan pesawat dan/atau perbaikan pesawat dan/atau penjualan


sparepart dan/atau rent tools dan/atau penggunaan tenaga kerja dengan perjanjian-

perjanjian pelaksanaan yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk Repair Order, Customer

Work Order, Faximile, Non Contracted Sales Report, Cost Approval dan dokumen

perikatan lainnya.

Adapun analisa kasus yang dapat disimpulkan yakni :

1. Dalam hal ini pihak Batavia telah melakukan pelanggaran/kelalaian dalam

kesepakatan yang telah dibuat, dimana pihaknya selaku Debitur tidak melakukan

pembayaran terhadap pihak GMF selaku Kreditur sebagaimana mestinya (yang telah

tertuang di dalam perjanjian kesepakatan kedua belah pihak) hingga waktu jatuh

tempo, terhitung awal tahun 2008. Dimana hal ini tertuang didalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1234, berbunyi : “Penggantian biaya,

kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila

debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu,

atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau

dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”

2. Pihak Batavia melayangkan gugatan terhadap pihak GMF. Pihak Batavia mengklaim

bahwa pihak GMF telah mengingkari kontrak perjanjian antar keduanya dengan tidak

melaksanakan perbaikan padahal pihaknya mendapatkan garansi service mesin

hingga 1.000 jam terbang. Pihak GMF dituntut masih memiliki tanggung

jawab/kewajiban untuk service mesin ESN 857854 yang telah mengalami kerusakan

(ngadat) saat pesawat telah menempuh penerbangan selama 300 jam. Namun, pihak

GMF menolak untuk melakukan service sebagaimana disebutkan bahwa perihal ini
tidaklah tertuang didalam perjanjian tersebut (disebutkan; garansi berlaku apabila

terjadi kerusakan/kelalaian selama proses pengerjaan).

3. Pelayangan somasi sebanyak 3 (tiga) kali yang dilakukan oleh pihak GMF sebagai

bentuk teguran guna mendorong agar debitur dapat memenuhi prestasinya.

Pada kasus ini pihak Batavia tidak melakukan korespondensi atau timbal-balik yang

baik terhadap pihak GMF atas pembayaran hutang biaya perawatan pesawat

terhitung dari Agustus 2006. Pemenuhan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak GMF

telah terselesaikan dengan baik hingga pesawat bermesin ESN 857854 dengan rute

perjalanan Jakarta-Balikpapan dapat menempuh penerbangan hingga 300 jam.

Somasi dilakukan pihak kreditur karena tidak adanya I’tikad baik dari pihak debitur

untuk membayar keseluruhan hutang biaya perawatan pesawat tersebut.

4. Pihak Batavia selaku debitur tidak memiliki I’tikad baik dalam penyelesaian masalah.

Dapat dilihat dari masalah pengajuan klaim mesin pesawat, selayaknya hal tersebut

dapat dibicarakan secara intern perusahaan masing-masing atau mencari solusi

secara kekeluargaan sebelum melayangkan gugatan kepada kreditur atas klaim

garansi yang dimilikinya tersebut. Permintaan klaim service mesin pesawat tidak

dibarengi dengan pelunasan hutang yang terhitung sejak tahun 2006 sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak.

5. Pihak Batavia telah mengadakan pembatalan kontrak perjanjian secara sepihak atas

perawatan pesawat dan pembelian pemesanan pesawat. Padahal mesin pesawat

telah selesai dikerjakan dan siap untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian

kepada pihak GMF senilai ratusan juta rupiah.


6. Konflik antara PT. Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia dengan PT. Metro

Batavia merupakan kasus tindak perdata, dapat dilihat dari pembahasan dan

penjabaran kasus wanprestasi antar kedua belah pihak yang sesuai dengan penerapan

Pasal 227 HIR (Herzien Inlandsch Reglement), Pasal 1311 KUH Perdata dan Pasal 196

HIR. Segala putusan yang telah dibuat dan diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat sudah berdasarkan hukum yang telah ditetapkan, sehingga putusan banding

ditolak.

Resume Kasus – Aspek dalam Hukum Perjanjian :

Akibat kelalaian debitur dalam hukum perjanjian disebutkan,

1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (Ganti Rugi), menurut pasal 1234 KUH

Perdata :

a. Biaya yaitu Segala pengeluaran atau perongkosan nyata-nyata telah dikeluarkan

oleh satu pihak;

Dalam hal ini jelas bahwa pihak GMF telah memenuhi kontrak perjanjian

kerjasama dengan mengeluarkan biaya perawatan dan penggantian mesin

pesawat PT. Metro Batavia senilai US$ 1,191 Juta.

b. Kerugian yaitu Kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur

yang berakibat dari kelalaian debitur;

Kerugian sebesar US$ 500.000 akibat pihak debitur yang tidak mau membayar

nilai perawatan pesawat. Dimana perhitungan ini merupakan nilai keuntungan

investasi yang bisa diperoleh oleh pihak GMF jika dulu pihak Batavia telah

membayar hutang tersebut.


c. Bunga yaitu Kerugian berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayarkan oleh

kreditur.

Kerugian keuntungan yang dimaksudkan adalah nilai investasi yang tidak

didapatkan akibat dari pembatalan atau pemutusan kontrak perjanjian kerjasama

secara sepihak secara tiba-tiba yang dilakukan oleh pihak Batavia selaku debitur

terhadap pihak GMF selaku kreditur.

2) Pembatalan Perjanjian

Menurut Pasal 1266 KUHPer membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula

sebelum perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan

3) Membayar Biaya Perkara

Menurut Pasal 181 HIR bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara.

Menurut Pasal 1276 KUHPer, kreditur dapat menuntut :

a. Pemenuhan Perjanjian

b. Pemenuhan Perjanjian disertai ganti rugi

c. Ganti Rugi

d. Pembatalan Perjanjian

e. Pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi

Penyelesaian Kasus :

Pada 04 Maret 2009 PN Jakarta Pusat mengabulkan permintaan penggugat (pihak

GMF Aero Asia) dengan melakukan sita jaminan 7 unit pesawat milik PT. Metro Batavia

(selaku tergugat) beserta mesin dan Auxiliary Power Unit (APU) yang melekat pada

ketujuh unit pesawat tersebut, akibat dari ketidaksanggupan pihak Batavia dalam

melunasi hutang terhadap pihak GMF selaku kreditur. Dari 7 (tujuh) unit pesawat seri
Boeing 737-200 yang 2 unit diantaranya tidak dapat digunakan atau sedang dalam masa

perawatan, sehingga tersisa 5 unit yang dapat beroperasi. Pesawat seri B737-200 dengan

nomor registrasi PK-YTG, PK-YTS, PK-YTC, PK-YTF, PK-YTI, PK-YTR dan PK-YTF merupakan

pesawat yang dijadikan sita jaminan oleh pihak Batavia.

Pengoperasian pesawat komersial tersebut tetap diberlakukan, pihak GMF

meminta kepada pihak Batavia untuk tetap merawat pesawat-pesawat tersebut hingga

kewajiban hutang terpenuhi dan telah dilunasi. Dalam penyelesaiannya, pihak GMF

meminta pengoperasian terbatas untuk barang sitaan tersebut hanya dalam wilayah

Negara Republik Indonesia. Izin operasional masuk dalam penetapan sita jaminan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tertanggal 04 Maret

2009. Dalam hal ini sita jaminan (conservatoir beslaag) berdasarkan Pasal 227 HIR dan

Pasal 1131 KUHPerdata, semua jenis atau bentuk harta kekayaan debitur, baik yang

bergerak maupun yang tidak bergerak, menjadi tanggungan atau jaminan untuk segala

utang debitur. Pihak Batavia wajib merawat pesawat-pesawat tersebut sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Saran Penulis :

Dengan adanya contoh kasus wanprestasi diatas, saya mengharapkan kedepannya

agar masyarakat pada umumnya yang melakukan kegiatan kerjasama baik dengan pihak

kedua maupun pihak ketiga dapat terlebih dahulu memahami seluruh isi dari perjanjian

kontrak kerjasama sebelum akhirnya menyetujui kontrak tersebut. Dengan begitu,

masyarakat akan lebih mengerti dan memahami apa saja pemenuhan Hak dan Kewajiban

diantara kedua belah pihak atau lebih. Sehingga tidak terjadi wanprestasi maupun kasus

perdata lainnya.
Rujukan Bahan :

1. https://nasional.kontan.co.id/news/pn-jakpus-kabulkan-gugatan-gmf-aeroasia-
terhadap-batavia-air
2. https://www.neliti.com/id/publications/26596/penyelesaian-sengketa-dan-akibat-
hukum-wanprestasi-pada-kasus-antara-pt-metro-ba
3. https://nasional.kompas.com/read/2009/03/13/19350393/Garuda.Maintenance.Fac
ility.Sita.7.Pesawat.Batavia.Air
4. www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4df06353199b8/apakah-kasus-
wanprestasi-bisa-dilaporkan-jadi-penipuan-/
5. https://konsultanhukum.web.id/cara-membedakan-wanprestasi-dan-perbuatan-
melawan-hukum-pmh/
6. https://pn-tabanan.go.id/permohonan-sita-
jaminan/#:~:text=Adalah%20sita%20terhadap%20barang-
barang,diatur%20dalam%20pasal%20227%20HIR.&text=Mengabulkan%20permoho
nan%20sita%20jaminan%20dan,permohonan%20sita%20jaminan%20.
7. https://slideplayer.info/slide/13848018/
8. https://dokumen.tips/documents/analisis-kasus-wanprestasi.html
9. https://konsultanhukum.web.id/akibat-hukum-bila-seseorang-ingkar-janji-atau-
wanprestasi/
10. https://gilda89.wordpress.com/2010/04/04/tugas-indo-legal-system-kasus-hukum-
perdata-batavia-vs-garuda/

Anda mungkin juga menyukai