Kronologi Kasus :
Pada bulan Juli 2006 PT. Metro Batavia mengadakan kesepakatan kerjasama
dengan Debisin Air Supply Pte. Ltd. Singapore. Kerjasama tersebut merupakan pembelian
2 unit mesin (engine) yakni ESN 857854 dan ESN 724662, dimana untuk kebutuhan
Facility Aero Asia. Pada 12 September 2007 mesin pesawat telah selesai diperbaiki dan
dapat digunakan untuk rute penerbangan Jakarta – Balikpapan. Pada 23 Oktober 2007
mesin ESN 857854 mengalami kerusakan setelah menempuh 300 jam penerbangan.
Dimana pihak Batavia menuding GMF telah melakukan pengingkaran kontrak perjanjian
perbaikan mesin pesawat dimana menurut perjanjian yang tertuang pihak Batavia
memiliki garansi perbaikan mesin hingga 1.000 jam terbang. Pihak Batavia menuntut agar
mesin tersebut dapat di service kembali dengan alasan 300 jam mesin sudah mengalami
kerusakan (ngadat). Namun pihak GMF menolak untuk melakukan perbaikan kerusakan
tersebut, lantaran klaim yang ditujukan terhadap pihaknya tidak tertuang didalam
jika kerusakan tersebut terjadi karena kesalahan pengerjaan. Pada April 2007 PT. Metro
Maintenance Facility (GMF) Aero Asia sebesar US$ 5 Juta (conv. Rp 76 Miliar). Pencarian
jalan keluar dilakukan dengan cara mediasi kedua belah pihak dan tidak mendapatkan
solusi diantara keduanya (jalan buntu). Pada Agustus 2008 pihak Batavia memindahkan
Batavia masih memiliki hutang (outstanding) biaya perawatan pesawat sejak Agustus
dengan PT. Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia untuk pembelian dan perbaikan
transaksi. Pihak GMF mengklaim telah mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah
akibat dari pengingkaran perjanjian kedua belah pihak serta jatuh tempo hutang yang
tidak kunjung dilunasi oleh pihak Batavia tersebut hingga pertengahan tahun 2008. Selaku
kreditur, pihak GMF melihat perlakuan pihak Batavia tidak memiliki I’tikad baik untuk
perbaikan mesin yang dimana perihal tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Pihak GMF telah melayangkan 3 (tiga) somasi terhadap pihak Batavia, dimana somasi
Batavia Air. Majelis Hakim memerintahkan pihak Batavia untuk membayar hutang senilai
US$ 1,191 Juta plus 6% bunga per tahun, sejak hutang tersebut jatuh tempo pada bulan
Juli 2008. Selain itu, pihak Batavia juga wajib membayar ganti rugi sebesar US$ 500.000
atas perbuatannya yang engan membayar biaya perawatan pesawat terhadap pihak GMF.
Nilai ganti rugi yang diberikan berdasarkan perhitungan keuntungan investasi yang dapat
diperoleh oleh pihak GMF jika pihak Batavia Air telah membayar hutang tersebut. Pihak
Batavia melakukan banding atas tuntutan tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat menolak tuntutan banding pihak Batavia yang berujung pula terhadap
penolakan pengajuan gugatan atas kerusakan mesin ESN 857854 dan ESN 724662.
Definisi Wanprestasi :
Buruk’ timbul dari adanya perjanjian yang dibuat oleh satu orang atau lebih dengan satu
(KUHPer), berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya
suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap
lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui
2. Ada Pihak melanggar atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang sudah disepakati;
3. Sudah dinyatakan lalai tapi tetap juga tidak mau melaksanakan isi perjanjian.
Analisa Kasus :
Kasus yang terjadi antara PT. Metro Batavia dengan PT. Garuda Maintenance
Facility (GMF) Aero Asia merupakan kasus Wanprestasi yang melibatkan dua pihak. Pihak
GMF selaku kreditur / penggugat dan Pihak Batavia selaku debitur / tergugat. Kedua belah
pihak yang sebelumnya melakukan sebuah perjanjian bernama Long Term Aircratf
Jangka Panjang, sebagai maskapai penerbangan pihak Batavia telah meminta jasa pihak
GMF sebagai sebuah perusahaan perawatan serta perbaikan pesawat terbang untuk
perjanjian pelaksanaan yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk Repair Order, Customer
Work Order, Faximile, Non Contracted Sales Report, Cost Approval dan dokumen
perikatan lainnya.
kesepakatan yang telah dibuat, dimana pihaknya selaku Debitur tidak melakukan
pembayaran terhadap pihak GMF selaku Kreditur sebagaimana mestinya (yang telah
tertuang di dalam perjanjian kesepakatan kedua belah pihak) hingga waktu jatuh
tempo, terhitung awal tahun 2008. Dimana hal ini tertuang didalam Kitab Undang-
kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila
debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu,
atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
2. Pihak Batavia melayangkan gugatan terhadap pihak GMF. Pihak Batavia mengklaim
bahwa pihak GMF telah mengingkari kontrak perjanjian antar keduanya dengan tidak
hingga 1.000 jam terbang. Pihak GMF dituntut masih memiliki tanggung
jawab/kewajiban untuk service mesin ESN 857854 yang telah mengalami kerusakan
(ngadat) saat pesawat telah menempuh penerbangan selama 300 jam. Namun, pihak
GMF menolak untuk melakukan service sebagaimana disebutkan bahwa perihal ini
tidaklah tertuang didalam perjanjian tersebut (disebutkan; garansi berlaku apabila
3. Pelayangan somasi sebanyak 3 (tiga) kali yang dilakukan oleh pihak GMF sebagai
Pada kasus ini pihak Batavia tidak melakukan korespondensi atau timbal-balik yang
baik terhadap pihak GMF atas pembayaran hutang biaya perawatan pesawat
terhitung dari Agustus 2006. Pemenuhan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak GMF
telah terselesaikan dengan baik hingga pesawat bermesin ESN 857854 dengan rute
Somasi dilakukan pihak kreditur karena tidak adanya I’tikad baik dari pihak debitur
4. Pihak Batavia selaku debitur tidak memiliki I’tikad baik dalam penyelesaian masalah.
Dapat dilihat dari masalah pengajuan klaim mesin pesawat, selayaknya hal tersebut
garansi yang dimilikinya tersebut. Permintaan klaim service mesin pesawat tidak
dibarengi dengan pelunasan hutang yang terhitung sejak tahun 2006 sesuai dengan
5. Pihak Batavia telah mengadakan pembatalan kontrak perjanjian secara sepihak atas
telah selesai dikerjakan dan siap untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian
Batavia merupakan kasus tindak perdata, dapat dilihat dari pembahasan dan
penjabaran kasus wanprestasi antar kedua belah pihak yang sesuai dengan penerapan
Pasal 227 HIR (Herzien Inlandsch Reglement), Pasal 1311 KUH Perdata dan Pasal 196
HIR. Segala putusan yang telah dibuat dan diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat sudah berdasarkan hukum yang telah ditetapkan, sehingga putusan banding
ditolak.
1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (Ganti Rugi), menurut pasal 1234 KUH
Perdata :
Dalam hal ini jelas bahwa pihak GMF telah memenuhi kontrak perjanjian
Kerugian sebesar US$ 500.000 akibat pihak debitur yang tidak mau membayar
investasi yang bisa diperoleh oleh pihak GMF jika dulu pihak Batavia telah
kreditur.
secara sepihak secara tiba-tiba yang dilakukan oleh pihak Batavia selaku debitur
2) Pembatalan Perjanjian
Menurut Pasal 1266 KUHPer membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula
Menurut Pasal 181 HIR bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara.
a. Pemenuhan Perjanjian
c. Ganti Rugi
d. Pembatalan Perjanjian
Penyelesaian Kasus :
GMF Aero Asia) dengan melakukan sita jaminan 7 unit pesawat milik PT. Metro Batavia
(selaku tergugat) beserta mesin dan Auxiliary Power Unit (APU) yang melekat pada
ketujuh unit pesawat tersebut, akibat dari ketidaksanggupan pihak Batavia dalam
melunasi hutang terhadap pihak GMF selaku kreditur. Dari 7 (tujuh) unit pesawat seri
Boeing 737-200 yang 2 unit diantaranya tidak dapat digunakan atau sedang dalam masa
perawatan, sehingga tersisa 5 unit yang dapat beroperasi. Pesawat seri B737-200 dengan
nomor registrasi PK-YTG, PK-YTS, PK-YTC, PK-YTF, PK-YTI, PK-YTR dan PK-YTF merupakan
meminta kepada pihak Batavia untuk tetap merawat pesawat-pesawat tersebut hingga
kewajiban hutang terpenuhi dan telah dilunasi. Dalam penyelesaiannya, pihak GMF
meminta pengoperasian terbatas untuk barang sitaan tersebut hanya dalam wilayah
Negara Republik Indonesia. Izin operasional masuk dalam penetapan sita jaminan
2009. Dalam hal ini sita jaminan (conservatoir beslaag) berdasarkan Pasal 227 HIR dan
Pasal 1131 KUHPerdata, semua jenis atau bentuk harta kekayaan debitur, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, menjadi tanggungan atau jaminan untuk segala
utang debitur. Pihak Batavia wajib merawat pesawat-pesawat tersebut sesuai dengan
Saran Penulis :
agar masyarakat pada umumnya yang melakukan kegiatan kerjasama baik dengan pihak
kedua maupun pihak ketiga dapat terlebih dahulu memahami seluruh isi dari perjanjian
masyarakat akan lebih mengerti dan memahami apa saja pemenuhan Hak dan Kewajiban
diantara kedua belah pihak atau lebih. Sehingga tidak terjadi wanprestasi maupun kasus
perdata lainnya.
Rujukan Bahan :
1. https://nasional.kontan.co.id/news/pn-jakpus-kabulkan-gugatan-gmf-aeroasia-
terhadap-batavia-air
2. https://www.neliti.com/id/publications/26596/penyelesaian-sengketa-dan-akibat-
hukum-wanprestasi-pada-kasus-antara-pt-metro-ba
3. https://nasional.kompas.com/read/2009/03/13/19350393/Garuda.Maintenance.Fac
ility.Sita.7.Pesawat.Batavia.Air
4. www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4df06353199b8/apakah-kasus-
wanprestasi-bisa-dilaporkan-jadi-penipuan-/
5. https://konsultanhukum.web.id/cara-membedakan-wanprestasi-dan-perbuatan-
melawan-hukum-pmh/
6. https://pn-tabanan.go.id/permohonan-sita-
jaminan/#:~:text=Adalah%20sita%20terhadap%20barang-
barang,diatur%20dalam%20pasal%20227%20HIR.&text=Mengabulkan%20permoho
nan%20sita%20jaminan%20dan,permohonan%20sita%20jaminan%20.
7. https://slideplayer.info/slide/13848018/
8. https://dokumen.tips/documents/analisis-kasus-wanprestasi.html
9. https://konsultanhukum.web.id/akibat-hukum-bila-seseorang-ingkar-janji-atau-
wanprestasi/
10. https://gilda89.wordpress.com/2010/04/04/tugas-indo-legal-system-kasus-hukum-
perdata-batavia-vs-garuda/