Universitas Mataram
Oleh
NIM : H1A017033
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana
pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
Penguji
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Anggota
Anggota
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
nikmat, dan karunia-Nya, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
untuk meraih gelar Sarjana. Karya tulis ini berjudul: Hubungan Usia dan Kebiasaan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam institusi maupun dari luar
1. dr. Hamsu Kadriyan, Sp. THT-KL, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Kedokteran Universitas Mataram, dr. Ima Arum Lestari, Sp.PK, M.Si Med
3. dr. Ida Lestari Harahap, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
iv
4. dr. Pandu Ishaq Nandana, Sp.U selaku pembimbing utama yang selalu
memberi banyak masukan serta saran dengan penuh kesabaran selama proses
5. dr. Akhada Maulana, Sp.U selaku pembimbing kedua yang selalu memberi
Penulis
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
vii
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 21
4.3 Populasi Penelitian ................................................................................................ 21
4.3.1 Populasi Target .............................................................................................. 21
4.3.2 Populasi Terjangkau ...................................................................................... 21
4.4 Pemilihan dan Penghitungan Sampel Penelitian ............................................... 22
4.4.1 Sampel Penelitian ........................................................................................... 22
4.4.2 Cara Pemilihan Sampel ................................................................................. 22
4.4.3 Kriteria Inklusi............................................................................................... 22
4.4.4 Kriteria Eksklusi ............................................................................................ 22
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................................... 23
4.5.1 Variabel Bebas ............................................................................................... 23
4.5.2 Variabel Terikat ............................................................................................. 23
4.6 Definisi Operasional Variable .............................................................................. 23
4.7 Analisis Data.......................................................................................................... 24
4.8 Alur Penelitian ...................................................................................................... 25
4.8.1 Instrumen Penelitian ..................................................................................... 25
4.9 Jadwal Pelaksanaan .............................................................................................. 29
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ix
BAB I
PENDAHULUAN
pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup penderitanya. Sindroma ini dapat
adalah 16.5% (Wallace and Drake, 2015; Leron et al., 2018). OAB memiliki gejala
2015).
Vesica urinaria adalah organ yang menyimpan urin sampai stimulus internal
dan external merangsang vesica urinaria untuk berkemih. Proses berkemih atau
mikturisi bergantung pada peran korteks otak, pons, corda spinalis, saraf aferen
otonom perifer, somatis, dan sensorik, serta komponen anatomis dari tractus
sindroma OAB. Gejala umum yang disebabkan oleh vesica yang tidak stabil adalah
OAB. Pada keadaan fisiologis, mikturisi terjadi sebagai respon dari sinyal aferen
dari tractus urinarius bawah dan dikontrol melalui persarafan di otak dan medulla
spinalis yang mengkoordinasi aktivitas otot polos di detrusor dan uretra sehingga
kontraksi sfingter dan pelvic floor bisa terjaga. Gangguan seperti penuaan,
obstruksi outlet vesica, iskemia vesica, faktor myogenik, faktor inflamatorik, serta
faktor jenis kelamin dapat menyebabkan terjadinya OAB. Selain itu faktor
1
psikologis seperti stres, depresi, dan kecemasan dapat memicu terjadi OAB
OAB lebih sering terjadi pada wanita dibanding pada pria, namun seiring
berjalannya usia, terutama di atas 60 tahun, gejala lebih sering ditemui di pria. OAB
pada pria memiliki prevalensi 8,5% di bawah umur 45 tahun, namun meningkat
menjadi 21,8% di atas umur 55 tahun. Terjadi peningkatan tajam prevalensi OAB
setelah umur 75 tahun pada pria dan 60 tahun pada wanita (Eapen and Radomski,
2016). OAB juga dapat terjadi pada usia produktif, yang mana ditemukan usia 35-
45 tahun memiliki prevalensi OAB yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia
Kebiasaan-kebiasaan ini mencakup adanya iritan pada vesica yang didapat dari pola
makan, pola minum yang tidak baik, BMI yang tidak normal, berkemih tidak rutin,
Perawat wanita lebih mungkin terkena OAB karena kondisi kerja mereka
dan kebiasaan berkemih yang buruk. Prevalensi OAB pada perawat di Cina
mencapai 27,57% (Zhang et al., 2013). Perawat memiliki beberapa kebiasaan yang
perawat harus menekan keinginan mereka untuk berkemih saat jam kerja. Stres
okupasional dan beban psikologis yang dirasakan perawat wanita di tempat kerja
mereka berhubungan secara signifikan dengan kejadian OAB (Xu et al., 2019).
Karena risiko yang tinggi pada perawat ini peneliti bertujuan untuk mengetahui
2
insidensi penderita OAB pada perawat bagian bedah di Rumah Sakit Risa dengan
menggunakan OABSS.
Bladder (OAB) pada perawat wanita di Rumah Sakit Risa Sentra Medika
Mataram?
menjadi derajat ringan, sedang, dan berat, pada perawat di Rumah Sakit
2. Mengetahui ada atau tidaknya hubungan usia dengan kejadian OAB pada
kejadian OAB pada perawat wanita di Rumah Sakit Risa Sentra Medika
Mataram
3
1.4 Manfaat Penelitian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vesica urinaria (VU) adalah organ pelvis yang berongga dan dapat
ketika berisi urin. VU terbentuk dari otot polos dan kolagen serta sebagian kecil
elastin. Bagian superiornya terbentuk dari urachus. Urachus adalah bagian sisa dari
Pada pria, VU berada di antara rektum dan simfisis pubik dan pada wanita di antara
lemak retropubis dan persivesica serta jaringan ikat. Area ini dinamakan Retzius.
Trigonum VU adalah daerah berbentuk segitiga yang terbuat dari otot polos di
antara dua orificium uretra dan meatus uretra interna. Pada pria, dasar VU berada
pada fascia endopelvis dan otot lantai pelvis, dan leher VU berada tiga hingga empat
sentimeter di belakang simfisis pubis dan terfiksasi oleh fascia endopelvik dan
prostat . Pada daerah ini terdapat selapis otot polos yang mengelilingi leher VU dan
membentuk sfingter uretra interna. Pada wanita, dasar VU dan uretra berada pada
dinding anterior vagina. Sfingter uretra interna pada wanita tidak terbentuk sebaik
pada pria. Uretra merupakan kelanjutan dari leher VU dan mulai pada ujung distal
dari sfingter uretra interna. Pada pria, uretra berukuran 13 hingga 20 cm dan dibagi
5
membran perineal. Bagian uretra ini dikelilingi oleh otot skeletal yang dinamaan
sfingter uretra externa. Bagian penis dari uretra berada pada corpus spongiosum.
navicularis). Uretra memiliki ujung pada meatus uretra externa. Uretra wanita
berukuran 3,8 – 5,1 cm. Uretra pada wanita menyusuri secara oblik pada dinding
anterior vagina dari leher VU ke meatus uretra externa. Dua pertiga bagian distal
dari uretra wanita dikelilingi oleh otot skeletal yang dinamakan sfingter uretra
6
2.2 Fisiologi Mikturisi
Kandung kemih terbagi menjadi dua bagian: tubuh dan dasar. Tubuh
kandung kemih terdiri dari otot polos, yang dikenal sebagai otot detrusor. Detrusor
berbeda dari otot uretra dengan susunan tiga lapisnya: lapisan dalam dan luar yang
terbentuk dari otot longitudinal dan lapisan tengah yang terbentuk dari otot
melingkar. Detrusor bertanggung jawab atas kontraksi dinding kandung kemih dan
unik untuk mencapai tujuan ini. Serat otot yang membentuk detrusor tersusun
dalam arah acak (berbeda dari serat yang lebih terorganisir yang terlihat pada
saluran GI dan ureter), dengan sel-sel individu dalam serat otot terhubung secara
integral satu sama lain, dan koneksi ini didukung oleh adanya banyak persimpangan
celah antara setiap sel. Pembauran sel-sel otot polos ditambah dengan gap junction
secara terkoordinasi meskipun terdapat area permukaan yang luas akibat kandung
menyebarkan sinyal dengan cepat dari sistem saraf ke setiap sel di kandung kemih
meskipun banyak dari sel-sel ini tidak memiliki stimulasi otonom langsung.
Faktor penentu yang mengarahkan apakah kandung kemih tetap rileks untuk
dari sumsum tulang belakang terutama antara S2 ke S4. Neuron parasimpatis post
7
kanal muskarinik M3 untuk menginduksi kontraksi detrusor. Saluran M3, biasanya
dan dengan demikian memungkinkan aliran urin melalui pelepasan oksida nitrat,
dipertahankan oleh stimulasi yang diberikan oleh persarafan simpatis yang awalnya
melalui agonisme reseptor beta3, yang berfungsi sebagai GPCR Gs. Kontraksi leher
kandung kemih dikendalikan oleh stimulasi reseptor alfa-1, yang merupakan proses
yang dimediasi oleh Gq. Norepinefrin adalah hormon yang digunakan oleh sistem
saraf simpatis untuk membantu retensi urin. Identifikasi jenis reseptor yang terlibat
umum yang menargetkan reseptor ini. Persarafan somatik juga berperan dalam
respons miksi. Neuron-neuron ini muncul dari nukleus Onuf, yang terletak di cornu
anterior daerah sakral sumsum tulang belakang, dan bergabung menjadi saraf
kemih penuh dengan urin ke titik di mana ketegangan dinding yang cukup besar
8
telah terbentuk, pontine tegmentum dorsal mengirimkan sinyal stimulasi ke serat
sadar dan tidak sadar di seluruh SSP seperti korteks prefrontal, talamus, pons,
2.3.1 Definisi
definisi urgensi berkemih, baik dari frekuensi yang berlebih maupun kejadian
nokturia, dengan atau tanpa inkontinensia uri, dan tanpa disertai kejadian infeksi
saluran kemih atau patologi lainnya (Leron et al., 2018). Definisi urgensi adalah
keinginan tiba-tiba untuk berkemih yang sulit ditunda. Frekuensi berkemih normal
adalah sebanyak tujuh kali dalam dalam rentag jam bangun seseorang. Nokturia
merupakan keluhan gangguan tidur akibat keinginan berkemih lebih dari satu kali
di tengah jam tidur seseorang. Inkontinensia uri merupakan kondisi seseorang tidak
dapat menahan miksi sehingga terjadi kebocoran urin yang tidak disengaja
9
2.3.2 Etiologi
persarafan kandung kemih dan juga kejadian OAB meningkat seiring dengan usia.
Gangguan neurologis seperti multiple sklerosis dan penyakit parkinson. Usia lanjut
neurotransmitter asetilkolin, dan kontraksi otot detrusor akibat regangan sel non-
neuron urothelium. Kontraksi otot detrusor yang berlebihan juga dapat terjadi pada
2.3.3 Patofisiologi
Patophysiology of OAB
stabil. Peningkatan tekanan intravesika yang tidak stabil dapat disebabkan oleh
iskemia yang lama pada VU sehingga terjadi kerusakan pada neuron intrinsik di
dinding VU dan perubahan sekunder pada myosit detrusor. Perubahan ini dapat
10
meningkatkan eksitabilitas dan penghantaran listrik antar sel. Kontraksi lokal pada
tempat mana saja pada otot detrusor akan menyebar ke seleruh dinding VU,
Kanal kalsium yang defektif pada otot detrusor dapat menyebabkan aktivitas
Jejas pada jalur inhibitorik pusat di otak dan medulla spinalis atau sensitisasi
terminal aferen saraf tepi pada VU dapat memunculkan refleks berkemih dan
memicu aktivitas VU yang berlebih. Hal ini dapat dikarenakan kerusakan pada otak,
yang dapat menyebabkan aktivitas berlebih pada detrusor dengan cara mensupresi
inhibisi suprapontine; jejas pada jalur akson di medulla spinalis dapat menyebabkan
munculnya refleks VU. Refleks ini dapat dilihat pada pasien multiple sclerosis,
11
2.3.4 Diagnosis
Dalam mendeteksi sindrom OAB pada pasien, terdapat beberapa poin dalam
kejadian infeksi, hematuria, dan glukosuria. USG pada traktus urinarius, umumnya
PVR lebih dari 30 mL berkaitan dengan frekuensi dan nokturia pasien. Minta
pasien untuk mencatat frekuensi dan volume berkemih setidaknya selama tiga hari,
Pasien juga diminta mengisi bladder diary selama tiga hari, berisi jumlah berkemih
pasien baik di siang hari, malam hari, maupun selama periode 24 jam, volume urin
selama 24 jam, volume urin maksimal, volume urin rata-rata, dan volume urin pada
saat pasien tidur. Dalam bladder diary juga dicari apakah pasien menggunakan alat
bantu seperti popok atau terdapat episode mengompol selama observasi (Arnold et
al., 2012).
mengetahui jenis inkontinensia yang dialami pasien, sitoskopi untuk pasien yang
memiliki riwayat sterile hematuria, dan foto traktus urinarius bagian atas serta
12
2.3.5 Tatalaksana
Jika penyebab spesifik dari gejala kandung kemih terlalu aktif (OAB)
teridentifikasi, itu harus ditangani dengan tepat; Misalnya, infeksi saluran kemih
(ISK) harus diobati dengan antibiotik, sedangkan uretritis atrofi dapat diobati
dengan aplikasi krim vagina estrogen topikal. Untuk OAB idiopatik, tiga
pembedahan (Lai, Boone and Appell, 2002; Ouslander, 2004; Kirby et al., 2006;
keparahan gejala dan sejauh mana gejala tersebut mengganggu gaya hidup pasien
farmakologis.
untuk pasien yang dipilih secara cermat dan konseling secara menyeluruh
13
dengan gejala OAB refrakter yang parah atau mereka yang bukan kandidat
untuk terapi lini kedua. Pilihan lini ketiga lainnya adalah stimulasi saraf
ditawarkan kepada pasien yang dipilih dengan cermat, dan neuromodulasi sakral
(SNS), yang merupakan pilihan untuk pasien yang dipilih dengan cermat yang
bukan kandidat untuk terapi lini kedua atau yang memiliki gejala OAB refrakter
yang parah meskipun telah menjalani terapi tersebut, dan yang bersedia menjalani
prosedur pembedahan.
• Terapi lini keempat: Dalam kasus yang jarang terjadi, augmentasi sistoplasti
farmasi efektif pada sebagian besar pasien OAB. Beberapa obat yang telah terbukti
aman dan berkhasiat dalam uji klinis telah disetujui untuk pengobatan OAB.
Intervensi perilaku, seperti berikut ini, harus menjadi bagian dari setiap rencana
perawatan:
pasien yang terapi farmakologis dan perilaku gagal. Berbagai pilihan bedah
kandung kemih. Stimulasi saraf tibialis perkutan adalah pilihan invasif minimal
14
untuk pasien yang terapi farmakologisnya gagal atau merupakan kontraindikasi.
Sebuah studi kohort berbasis populasi pada 2.680 pasien, di antaranya 1.328
lebih tinggi untuk infeksi saluran kemih, hematuria, retensi urin, dan kunjungan
2.3.6 Komplikasi
Umumnya prognosis pasien dengan OAB baik, dengan terapi perilaku dan
tatalaksana medikamentosa. Salah satu gejala pasien yang dapat menetap yakni
inkontinensia uri.
merupakan kondisi yang paling mengganggu bagi pasien, yang mana jika terjadi
pada malam hari dapat menurunkan kualitas tidur. Kelelahan kronis hingga
mengganggu kegiatan harian dilaporkan penderita OAB dengan kualitas tidur yang
buruk. Nokturia terutama pada pasien geriatri juga dikatakan meningkatkan angka
kejadian patah tulang panggul akibat kehilangan keseimbangan saat bangun dari
15
2.4 Hubungan OAB Dengan Usia
Beberapa perubahan neurologis terjadi pada individu yang lebih tua, yang
diambil pada wanita sehat yang lebih tua selama pengisian dan pengosongan
kandung kemih menunjukkan bahwa aktivasi insula, cortex cinguli anterior (ACC),
melemahkan kemampuan otak untuk mengontrol kebocoran VU. Selain itu, dengan
bertambahnya usia, tampaknya ada sinyal yang lebih lemah dalam jaringan kontrol
kandung kemih, baik melalui sirkuit frontal dan midcingulate, yang dapat
menyebabkan gejala OAB (Griffiths et al., 2009). Sebaliknya, data MRI fungsional
pada wanita yang lebih tua dengan overaktivitas otot detrusor, menunjukkan
aktivasi ACC yang kuat dengan volume kandung kemih rendah dan respons yang
lebih moderat pada volume kandung kemih yang lebih tinggi. Perekrutan ACC ini
pada volume rendah menunjukkan sensasi urgensi yang tidak normal dan mungkin
menunjukkan bahwa sirkuit frontal mungkin tidak bekerja secara optimal (Suskind,
2017).
kemih terlalu aktif. Sebuah penelitian terhadap orang tua dengan berbagai derajat
white matter disease menunjukkan bahwa white matter disease yang memburuk
dikaitkan dengan memburuknya gejala OAB. Studi ini juga menemukan bahwa
disfungsi saluran kemih lebih umum daripada gangguan kognitif dan gaya berjalan
16
di antara peserta penelitian, menunjukkan bahwa gejala kandung kemih dapat
berfungsi sebagai tanda awal dan prediksi dari kondisi ini (Suskind, 2017).
dan pada patofisiologi OAB. Data dari stimulasi medan listrik yang dilakukan pada
antara usia dan asetilkolin (ACh) (r = 0,97) dan korelasi negatif yang signifikan
antara usia dan adenosin trifosfat (ATP) (r = −0,98). Meskipun mekanisme di balik
korelasi ini tidak dipahami dengan baik, ada dugaan bahwa perubahan jumlah ACh
dan ATP yang dilepaskan dari saraf intrinsik dapat menyebabkan OAB pada orang
kemih meskipun volume urin lebih kecil, yang dapat memicu atau memperburuk
melibatkan kontraksi otot perut, dapat meningkatkan aliran puncak dan laju aliran
rata-rata, serta menurunkan total waktu berkemih. Individu yang mengejan untuk
mulai berkemih sebelum memulai refleks berkemih mungkin lebih mungkin untuk
buang air kecil merupakan konsep komprehensif yang mencakup tempat, waktu,
17
posisi, dan gaya berkemih (Wang and Palmer, 2011); Namun, studi terbaru tentang
perilaku berkemih dan OAB berfokus hanya pada satu atau beberapa aspek perilaku
berkemih (Zhang et al., 2013). Sebelumnya, Wan et al. memeriksa hubungan antara
perilaku buang air kecil dan gejala saluran kemih bagian bawah di antara perawat
wanita dan menemukan bahwa tiga perilaku buang air yang tidak sehat (yaitu,
buang air kecil prematur, buang air kecil tertunda, dan berusaha untuk buang air
kecil) secara signifikan terkait dengan gejala saluran kemih bagian bawah,
sementara tidak ada hubungan yang signifikan dengan buang air kecil. preferensi
tempat atau posisi diamati (Wan et al., 2017). Namun, sedikit yang diketahui
tentang hubungan antara perilaku buang air dan kandung kemih yang terlalu aktif
18
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
Overactive
Bladder
Fisiologi dasar
Patofisiologi Faktor risiko
mikturisi
Faktor
Faktor miogenik
psikologis
Faktor
Faktor umur
inflamatorik
Faktor Faktor
nonneurogenik kebiasaan
Faktor
Garis sambung: diteliti Pekerjaan
berkemih yang kuat dan tiba-tiba. OAB memengaruhi perilaku fisik, sosial,
vitalitas, dan peran emosional. OAB merupakan masalah neuromuskuler yang mana
otot detrusor berkontraksi secara tidak wajar saat pengisian vesica. Kontraksi ini
terjadi tanpa melihat jumlah urin dalam vesica. OAB dapat terjadi karena beberapa
faktor, yaitu neurogenik dan nonneurogenik. Faktor neurogenik dapat dipecah lagi
19
menjadi faktor miogenik dan faktor inflamatorik. Beberapa faktor risiko lain yang
dapat menyebabkan OAB adalah jenis kelamin, psikologis, umur, kebiasaan, dan
pekerjaan. Perawat merupakan salah satu pekerja yang berisiko terkena OAB
karena jadwal kerjanya yang padat dan kebiasaan berkemih yang tidak baik.
hipotesis.
bladder (OAB) pada Perawat wanita di Rumah Sakit Risa Sentra Medika
Mataram
(OAB) pada Perawat wanita di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram
overactive bladder (OAB) pada Perawat wanita di Rumah Sakit Risa Sentra
Medika Mataram
overactive bladder (OAB) pada Perawat wanita di Rumah Sakit Risa Sentra
Medika Mataram
20
BAB IV
METODOLOGI
Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram. Penelitian dengan rancangan cross
Medika Mataram.
Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh populasi perawat wanita di
21
4.4 Pemilihan dan Penghitungan Sampel Penelitian
perawat wanita. Sampel ini harus bersifat representatif terhadap populasi sehingga
hasil penelitian bisa digeneralisir pada populasi umum. Sampel yang dikehendaki
adalah subjek yang telah memenuhi kriteria pemilihan yaitu kriteria inklusi dan
total sampling, yaitu seluruh subjek yang dapat diambil digunakan dalam penelitian
(Dahlan, 2014).
22
4.5 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
Variabel bebas pada penelitian ini adalah umur dan kebiasaan berkemih
23
berkemih, dan mengejan untuk
berkemih
deskriptif.
Uji-uji tersebut akan dilakukan pada dua kali, yaitu pada variabel umur terhadap
24
4.8 Alur Penelitian
Pembuatan Proposal
perizinan
Pengisian kuesioner
Pengambilan data
Analisa data
Interpretasi Hasil
divalidasi. OABSS adalah kuesioner yang valid dan reliabel yang bertujuan untuk
menilai empat gejala OAB: frekuensi saat siang, frekuensi saat malam, urgensi, dan
inkontinensia. Skor OABSS berkisar dari 0-15. Semakin tinggi skor OABSS,
semakin parah gejala OAB. Seseorang dikatakan memiliki OAB bila skor OABSS-
25
nya ≥3 (Xu et al., 2017). OABSS mengklasifikasikan OAB menjadi ringan bila skor
3-5, sedang bila skor 6-11, dan berat bila skor 12-15 (Matsumoto et al., 2013).
preferensi tempat untuk berkemih, menahan diri untuk berkemih, dan mengejan
diberikan nilai 3, “sering” diberikan nilai 4, dan “selalu” diberikan nilai 5. Nilai
tersebut kemudian akan dijumlahkan dan nilai yang semakin tinggi menunjukkan
kebiasaan berkemih semakin buruk. Hasil akan dijabarkan dalam rentang 0 hinggal
26
4 Keadaan yang mendesak, beser
Seberapa sering Anda mengompol Tidak pernah 0
kaerna sulit menahan keinginan <1 dalam 1 minggu 1
mendadak untuk kencing? ≥1 dalam 1 minggu 2
Sekali seminggu 3
2 – 4 kali sehari 4
5 kali sehari atau lebih 5
Tidak Kadang-
Kebiasaan Jarang Sering Selalu
Pernah kadang
Berkemih secara prematur
Saya berkemih saat tidak ada / ada
dorongan kecil untuk berkemih
sebelum tidur
Saya berkemih saat tidak ada / ada
dorongan kecil untuk berkemih
sebelum meninggalkan rumah
Saya berkemih saat tidak ada / ada
dorongan kecil untuk berkemih untuk
berjaga-jaga
Saya berkemih saat tidak ada / ada
dorongan kecil untuk berkemih saat
berada di rumah
Preferensi tempat untuk berkemih
Saya menghindari menggunakan toilet
di rumah orang lain
Saya khawatir tentang kebersihan
toilet umum
Saya menghindari menggunakan toilet
umum
27
Saya menahan keinginan untuk
berkemih sampai saya tiba di rumah
Menunda berkemih
Saya menunggu lebih dari 4 jam untuk
berkemih saat bekerja
Saya menunda untuk berkemih saat
saya sedang sibuk
Saya menunda untuk berkemih sampai
saya tidak dapat menahannya lagi
Mengejan saat berkemih
Saya mengejan untuk mengosongkan
kandung kemih saya
Saya mengejan untuk memulai
berkemih
Saya mengejan untuk menjaga urin
tetap mengalir
Saya mengejan agar dapat
mengosongkan kandung kemih lebih
cepat
28
4.9 Jadwal Pelaksanaan
2021
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6
1 Penyusunan proposal
2 Seminar Proposal
3 Persiapan penelitian dan
ethical clearance
4 Pengambilan data
5 Analisis data
6 Penyusunan laporan
akhir
7 Seminar Hasil
29
BAB V
dan kuesioner kebiasaan berkemih di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram.
Pada penelitian ini didapatkan 56 sampel yang memenuhi kriteria sebagai subjek
penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan usia dan kebiasaan
Risa Sentra Medika Mataram. Pada penelitian ini, didapatkan 16 sampel mengalami
OAB (28,6%) dan sisanya tidak mengalami OAB. Sampel yang mengalami OAB
ini terbagi menjadi 13 OAB ringan (23,2%) dan 3 OAB sedang (5,4%). Rerata skor
kebiasaan berkemih adalah 0,47. Rata-rata usia responden adalah 32 tahun, dengan
30
Mean 0,47
Median 0,47
Kebiasaan Modus 0,45
berkemih
Minimum 0,23
Maksimum 0,68
Mean 32
Median 32
Usia Modus 28
Minimum 24
Maksimum 42
Total sampel 56
berkemih di siang hari sebanyak ≤7, berkemih di malam hari sebanyak satu kali, tidak
pernah berkemih pada saat yang mendesak, dan tidak pernah mengompol saat keadaan
yang mendesak.
Jumlah
No Pertanyaan Frekuensi Skor
N (%)
1 Frekuensi siang hari
Berapa kali biasanya Anda ≤7 0 40 (71,4%)
kencing, dari pagi sampai akan 8 – 14 1 15 (26,8%)
tidur di malam hari? ≥15 2 1 (1,8%)
2 Frekuensi malam hari
Berapa kali biasanya Anda 0 0 13 (23,2%)
terbangun untuk kencing, dari 1 1 34 (60,7%)
2 2 8 (14,3%)
31
mulai tidur di malam hari ≥3 3 1 (1,8%)
sampai pagi hari?
3 Keadaan yang mendesak
Berapa sering Anda Tidak pernah 0 34 (60,7%)
mengalami keinginan yang <1 dalam 1 minggu 1 12 (21,4%)
mendadak untuk kencing yang ≥1 dalam 1 minggu 2 6 (10,7%)
sulit ditahan? Sekali seminggu 3 3 (5,4%)
2 – 4 kali sehari 4 1 (1,8%)
5 kali sehari atau lebih 5 0 (0%)
4 Keadaan yang mendesak,
beser
Seberapa sering Anda Tidak pernah 0 52 (92,9%)
mengompol kaerna sulit <1 dalam 1 minggu 1 4 (7,1%)
menahan keinginan mendadak ≥1 dalam 1 minggu 2 0 (0%)
untuk kencing? Sekali seminggu 3 0 (0%)
2 – 4 kali sehari 4 0 (0%)
5 kali sehari atau lebih 5 0
buruk dalam aspek berkemih secara prematur adalah “Saya berkemih saat tidak ada
/ ada dorongan kecil untuk berkemih sebelum tidur” (37,5%), aspek preferensi
tempat untuk berkemih adalah “Saya khawatir tentang kebersihan toilet umum”
(62,5%), aspek menunda berkemih adalah “Saya menunda untuk berkemih saat saya
sedang sibuk” (18,8%), serta aspek mengejan saat berkemih adalah “Saya mengejan untuk
memulai berkemih”, “Saya mengejan untuk menjaga urin tetap mengalir”, dan “Saya
mengejan agar dapat mengosongkan kandung kemih lebih cepat” (masing-masing 6,3%).
32
Tabel 5.3 Gambaran Jawaban Kuesioner Kebiasaan Berkemih.
Tidak Kadang-
Jarang Sering Selalu
Pernah kadang
Kebiasaan
N (%)
33
Saya menunda untuk berkemih 5 2 6 3
-
saat saya sedang sibuk (31,3%) (12,5%) (37,5%) (18,8%)
Saya menunda untuk berkemih
7 4 5
sampai saya tidak dapat - -
(43,8%) (25%) (31,3%)
menahannya lagi
Mengejan saat berkemih
Saya mengejan untuk
10 5 1
mengosongkan kandung kemih - -
(62,5%) (31,3%) (6,3%)
saya
Saya mengejan untuk memulai 10 4 1 1
-
berkemih (62,5%) (25%) (6,3%) (6,3%)
Saya mengejan untuk menjaga 10 4 1 1
-
urin tetap mengalir (62,5%) (25%) (6,3%) (6,3%)
Saya mengejan agar dapat
9 4 2 1
mengosongkan kandung kemih -
(56,3%) (25%) (12,5%) (6,3%)
lebih cepat
dibandingkan dengan rerata skor kebiasaan berkemih pada sampel non-OAB (Tabel
5.4). Tabel 5.5 menunjukkan perbandingan gambaran usia antara OAB dan non-
OAB. Didapatkan rerata usia yang lebih tinggi pada kasus OAB dibandingkan non-
OAB (32,5% berbanding 31,7%). Usia terbanyak yang mengalami OAB adalah 28
tahun. Tabel 5.6 menunjukkan rerata kuesioner kebiasaan berkemih adalah 0,47
pada non-OAB, 0,45 pada OAB ringan, dan 0,49 pada OAB sedang. Rerata usia
pada kasus non-OAB adalah 31,43 tahun, OAB ringan 32,09 tahun, dan OAB
sedang 34 tahun. Uji statistik antara variabel kebiasaan berkemih dengan OAB
34
menunjukkan signifikansi 0,388 dan korelasi – 0,118. Nilai-nilai ini menunjukkan
bahwa terdapat korelasi sangat lemah antara kedua variabel tersebut yang saling
berlawanan dan tidak signifikan secara statistik. Uji statistik antara variabel usia
dengan OAB menunjukkan signifikansi 0,330 dan korelasi 0,133. Nilai-nilai ini
menunjukkan bahwa terdapat korelasi searah yang sangat lemah antara kedua
Tabel 5.4 Gambaran Kejadian OAB dengan Rerata Skor Kebiasan Berkemih
OAB 48,2
35
Tabel 5.7 Uji statistik kebiasaan berkemih dan usia terhadap kejadian overactive bladder
Variabel OAB
5.2 Pembahasan
Sindrom OAB merupakan kondisi kronis yang memiliki dampak yang besar
sehari-hari dan fungsi sosial seperti bekerja. Hal ini disebabkan oleh gejala-gejala
OAB yang berupa urgensi untuk berkemih, disertai frekuensi berkemih yang tinggi
dan nokturia, dengan atau tanpa inkontinensia, dan tanpa adanya infeksi saluran
prevalensi yang cukup tinggi, yaitu 16,5% dari 33 juta penderita OAB. Penelitian
serupa di Eropa, menunjukkan rata-rata usia OAB berada di atas 40 tahun dengan
prevalensi yang semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Angka ini dapat
menjadi lebih tinggi karena kebanyakan pasien yang tidak terdiagnosis malu atau
tidak menganggap penyakit ini sebuah penyakit yang parah sehingga tidak mencari
pertolongan. (Leron et al., 2018) Salah satu populasi yang berisiko adalah perawat.
36
OAB dapat menyebabkan stres okupasional pada perawat perempuan. Pada
penelitian ini ditemukan prevalensi OAB pada perawat perempuan sebesar 28,6%.
Hasil yang serupa ditemukan pada perawat perempuan di Cina, yaitu sebesar
27,57% dan usia terbanyak berada di bawah usia 35 tahun (Zhang et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Xu et al. menemukan prevalensi yang lebih tinggi,
yaitu 32% (Xu et al., 2019). Rerata umur pasien OAB adalah 32,5 tahun. Penelitian
oleh Zhang et al. dan Xu et al. menemukan hasil yang serupa, yaitu 31,12% dan
30,2% (Zhang et al., 2013; Xu et al., 2019). OAB paling banyak terjadi pada umur
28 tahun dan penelitian oleh Xu et al. juga menemukan hasil yang sama, yaitu
al., 2019).
Penelitian ini menemukan lebih banyak perawat wanita dengan OAB yang
kebersihan. (Corradi, Garcia-Garzon and Barrada, 2020) Hasil ini berbeda dengan
yang ditunjukan oleh Xu et al. yang menemukan bahwa kebanyakan perawat wanita
37
khawatir tentang kebersihan toilet umum dan 33,3% menghindari menggunakan
toilet umum (Xu et al., 2019). Penelitian lainnya menemukan 75% wanita khawatir
akan kebersihan toilet umum dan kekhawatiran ini dihubungkan dengan posisi
berkemih tanpa duduk. Posisi ini dinamakan hovering atau mengambang. Hovering
dihubungankan dengan penurunan laju aliran urin (urine flow rate) yang
dikarenakan oleh buruknya relaksasi dasar pelvis. Penelitian oleh Kowalik et al. ini
(Kowalik et al., 2019). Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat yang meneliti
berkemih sebelum keluar rumah, dan mencoba menahan untuk tidak berkemih
hingga tiba di tumah. Perilaku menunda berkemih dan mengejan untuk berkemih
berkemih ketika sedang sibuk dan mengejan agar dapat berkemih lebih cepat.
(Angelini, Newman and Palmer, 2020) Penelitian yang hampir serupa dengan
toilet umum dan sangat khawatir terhadap kebersihat toilet umum. Mereka juga
terhadap kualitas toilet umum dan privasi. Ditemukan wanita yang sering
38
Pada penelitian ini tidak ditemukan hasil yang signifikan. Hasil yang tidak
signifikan ini dapat disebabkan oleh adanya faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi jumlah sampel yang minimal, recall bias yang terjadi karena
pengisian kuesioner bersifat retrospektif, dan faktor eksternal adalah adanya faktor-
faktor lain yang juga memengaruhi kejadian OAB pada perawat, seperti stres akibat
pekerjaan dan BMI (Xu et al., 2019; Zhu et al., 2019). Faktor internal lain yang
gangguan kecemasan dan kejadian OAB. Beberapa penelitian yang termasuk dalam
menjadi faktor perancu yang menyebabkan hasil penelitian ini tidak signifikan.
dalam menangani urgensi dan inkontinensia serta gejala lain dari OAB. Salah satu
contohnya adalah bladder drill. Bladder drill (BD) adalah intervensi yang dibuat
urinasi yang normal dan menormalkan fungsi buli-buli. Bladder training adalah
modifikasi bladder drill (BD) yang dilakukan secara gradual pada pasien rawat
pada wanita tua. Multicomponent behavioral training (MBT) adalah pelatihan buli-
buli yang berfokus pada latihan otot dasar pinggul. MBT lebih fokus pada
39
perubahan respon fisiologis buli-buli dan otot dasar pinggul dan tidak terlalu
berfokus pada perilaku berkemih. Sebuah kajian sistematis yang dilakukan pada
tahun 2002 meneliti tentang pengaruh perubahan perilaku terhadap perbaikan gejala
pasien OAB. Penelitian yang ditemukan oleh kajian ini memberikan latihan BD
jadwal berkemih yang tepat dan dimonitor oleh perawat. Pada kasus urgensi yang
kebiasaan berkemih yang baik dapat membantu menangani OAB. (Burgio, 2002)
serupa pada pasien pria. Ditemukan bahwa terapi perubahan perilaku berkemih
dapat memperbaiki gejala OAB lebih baik daripada pemberian terapi farmakologi
saja, dan dalam beberapa aspek memiliki hasil yang serupa dengan terapi kombinasi
terkait perilaku berkemih yang buruk yang berhubungan dengan pekerjaan terhadap
kejadian LUTS pada wanita. Ditemukan bahwa kebiasaan berkemih yang jarang
dan berlangsung lama merupakan kebiasaan berkemih yang buruk. Kebiasaan ini
dapat ditimbulkan dari tuntutan pekerjaan, yaitu pada pekerjaan mengangkat beban
yang berat, pekerjaan dengan tuntutan pekerjaan yang besar, lingkungan pekerjaan
40
perawat memiliki tuntutan pekerjaan yang berat dan prevalensi LUTS yang
tinggi.(Markland et al., 2018) Penemuan lain juga menemukan hal yang serupa,
yaitu beberapa pekerjaan memiliki laju yang cepat sehingga menunda berkemih.
Keberadaan toilet pada beberapa tempat kerja juga tidak memadai, sehingga
merupakan hal lain yang mendorong terjadi OAB. Penelitian yang dilakukan pada
wanita yang bekerja ini menemukan bahwa perawat dan ahli kosmetik kadang
hanya berkemih 0 hingga 2 kali dalam 8 jam kerja.(Zhou, Newman and Palmer,
2018)
sebuah kajian berhipotesis bahwa modifikasi faktor-faktor gaya hidup lain dapat
seperti alkohol, kafein, dan minuman berkarbonasi dapat mencetus OAB sedangkan
konsumsi air yang tinggi dapat mengurangi insidensi OAB. (Bradley, 2018)
Penelitian ini juga tidak menemukan hubungan yang signifikan antara usia
dengan kejadian OAB. Hal ini berbeda dengan yang ditemukan Zhu et al. Mereka
menemukan hubungan yang signifikan antara usia dan kejadian OAB (p=0,00).
Perbedaan ini dapat dikarenakan faktor internal dan eksternal yang telah disebutkan
sebelumnya. Hal yang serupa ditemukan oleh sebuah penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat yang menemukan bahwa semakin tua umur, semakin tinggi
kemungkinan terkena LUTS. Pengaruh umur adalah adanya defisiensi sfingter dan
41
adenosine trifosfat, yang dapat berikatan dengan reseptor pada sel interstisial Cajal.
dalam perkembangan urgensi yang dirasakan pada pasien OAB. (Zhou, Newman
Kelemahan dari penelitian ini adalah variabel perancu yang tidak dianalisis
seperti faktor stress karena pekerjaan. Selain itu, karena penelitian bersifat
beberapa hal terkait pengisian kuesioner. Peneliti juga tidak dapat bertemu langsung
42
BAB VI
6.1 Kesimpulan
sebagai berikut.
1. Prevalensi kasus OAB pada perawat wanita dalam penelitian ini adalah
28,6%.
lebih buruk.
5. Usia memiliki korelasi yang sangat lemah dengan kejadian OAB pada
perawat wanita.
6.2 Saran
berkemih dan usia terhadap kejadian OAB pada perawat wanita. Peneliti
dengan kejadian OAB, seperti faktor stress pekerjaan, BMI, dan faktor
psikiatri.
43
2. Hubungan yang lemah antara kebiasaan berkemih dan kejadian OAB tidak
3. Bila ingin tetap meneliti terkait hubungan kebiasaan berkemih dan usia,
44
DAFTAR PUSTAKA
Alhasso, A.A. et al. (2006) ‘Anticholinergic drugs versus non-drug active therapies
for overactive bladder syndrome in adults.’, The Cochrane database of systematic
reviews, (4), p. CD003193. doi:10.1002/14651858.CD003193.pub3.
Angelini, K.J., Newman, D.K. and Palmer, M.H. (2020) ‘Psychometric Evaluation
of the Toileting Behaviors: Women’s Elimination Behaviors Scale in a Sample of
College Women’, Female Pelvic Medicine & Reconstructive Surgery, 26(4), pp.
270–275. doi:10.1097/SPV.0000000000000711.
Dahlan, M.S. (2014) Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 6th edn. Edited by
W. Kurniawan. Jatinangor: Epidemiologi Indonesia.
Gormley, E.A. et al. (2012) ‘Diagnosis and treatment of overactive bladder (non-
neurogenic) in adults: AUA/SUFU guideline’, Journal of Urology, 188(6 SUPPL.),
pp. 2455–2463. doi:10.1016/j.juro.2012.09.079.
45
Griffiths, D.J. et al. (2009) ‘Cerebral control of the lower urinary tract: How age-
related changes might predispose to urge incontinence’, NeuroImage, 47(3), pp.
981–986. doi:10.1016/j.neuroimage.2009.04.087.
Hickling, D.R., Sun, T.-T. and Wu, X.-R. (2015) ‘Anatomy and Physiology of the
Urinary Tract: Relation to Host Defense and Microbial Infection’, Microbiology
Spectrum, 3(4). doi:10.1128/microbiolspec.UTI-0016-2012.
Lai, H.H., Boone, T.B. and Appell, R.A. (2002) ‘Selecting a medical therapy for
overactive bladder.’, Reviews in urology, 4 Suppl 4, pp. S28--37.
Lanzotti, N.J., Tariq, M.A. and Bolla, S.R. (2020) ‘Physiology, Bladder’, in
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL).
46
Peyronnet, B. et al. (2019) ‘A Comprehensive Review of Overactive Bladder
Pathophysiology: On the Way to Tailored Treatment(Figure presented.)’, European
Urology, 75(6), pp. 988–1000. doi:10.1016/j.eururo.2019.02.038.
Reynolds, W.S. et al. (2020) ‘Women’s Perceptions of Public Restrooms and the
Relationships with Toileting Behaviors and Bladder Symptoms: A Cross-Sectional
Study’, Journal of Urology, 204(2), pp. 310–315.
doi:10.1097/JU.0000000000000812.
Wan, X. et al. (2017) ‘Toileting behaviours and lower urinary tract symptoms
among female nurses: A cross-sectional questionnaire survey’, International
Journal of Nursing Studies, 65, pp. 1–7. doi:10.1016/j.ijnurstu.2016.10.005.
Wyman, J.F., Burgio, K.L. and Newman, D.K. (2009) ‘Practical aspects of lifestyle
modifications and behavioural interventions in the treatment of overactive bladder
and urgency urinary incontinence’, International Journal of Clinical Practice,
63(8), pp. 1177–1191. doi:10.1111/j.1742-1241.2009.02078.x.
Xu, D. et al. (2017) ‘Toileting behaviors and overactive bladder in patients with
type 2 diabetes: a cross-sectional study in China’, BMC Urology, 17(1), p. 42.
doi:10.1186/s12894-017-0234-2.
47
Zhou, F., Newman, D.K. and Palmer, M.H. (2018) ‘Urinary Urgency in Working
Women: What Factors Are Associated with Urinary Urgency Progression?’,
Journal of Women’s Health, 27(5), pp. 575–583. doi:10.1089/jwh.2017.6555.
Zhu, J. et al. (2019) ‘Associations Between Risk Factors and Overactive Bladder:
A Meta-analysis’, Female Pelvic Medicine & Reconstructive Surgery, 25(3), pp.
238–246. doi:10.1097/SPV.0000000000000531.
48