Stroke adalah salah satu penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas tertinggi di
dunia. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu keadaan
dimana ditemukan tanda-tanda klinis berupa gangguan sistem saraf pada satu sisi tubuh
yang dapat memberat dan berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian.1, 2
Gejala yang ditimbulkan dari stroke biasanya hanya memengaruhi satu sisi tubuh
seperti tidak mampu menggerakkan tangan kanan dan atau kaki kanan saja. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) membuat sebuah slogan terkait tips
mudah mengenali gejala dan tanda-tanda stroke yang dikenal sebagai “Se-Ge-Ra-Ke-R-
S”.1 Slogan tersebut adalah kepanjangan dari:
Stroke iskemik adalah jenis stroke yang paling sering terjadi. Sekitar 87% penderita
stroke adalah jenis iskemik.2,3 Stroke iskemik dibagi lagi berdasarkan penyebabnya,
yaitu:3
Seseorang akan lebih rentan mengalami stroke iskemik apabila dia mempunyai faktor
risiko sebagai berikut:1
Tata laksana stroke utamanya berfokus untuk mengembalikan aliran darah ke otak dan
meminimalkan efek dari kerusakan otak.4 Penanganan yang diberikan akan efektif jika
stroke didiagnosis kurang dari 4,5 jam setelah gejala pertama muncul. Apabila
seseorang diduga terserang stroke, harus langsung dibawa ke unit gawat darurat (UGD)
rumah sakit agar segera ditangani secara medis dengan tepat.1
“Semakin cepat mendapat pengobatan, penderita stroke dapat tertolong dan mengurangi
risiko kematian atau kecacatan permanen.”- Kemenkes RI.1
Dalam penanganan stroke pada umumnya, dokter akan memberikan obat seperti
aktivator plasminogen jaringan (tPA) intravena (melalui selang infus) ysng merupakan
obat trombolitik atau obat yang melarutkan gumpalan darah dan bekuan darah.5
Biasanya pemberian obat-obatan tersebut adalah secara intravena, melalui pembuluh
darah balik.
Di tahun 2016, seorang dokter yang bernama Terawan Agus Putranto memperkenalkan
metode pengobatan stroke yang masih belum umum untuk digunakan, pada
penelitiannya yang dipublikasikan di jurnal. Metode tersebut terkenal dengan istilah
“cuci otak”. Pengobatan ini menggunakan alat, yaitu digital subtraction angiography
(DSA) yang dimodifikasi dengan intra arterial heparin flushing (IAHF).6
Foto DSA pasien stroke iskemik dengan penyumbatan pada pembuluh darah otak.10
Foto DSA pasien stroke hemoragik dengan aneurisma otak atau pelebaran pembuluh
darah otak.11
IAHF atau yang dikenal dengan istilah “cuci otak” adalah metode pengobatan stroke
dimana pembuluh darah yang tersumbat diberikan obat anti penggumpalan darah yaitu
heparin.7 Heparin adalah obat antikoagulan, yang berfungsi mengatasi penggumpalan
darah (koagulasi). Obat ini dapat “mengencerkan” gumpalan darah yang menyumbat
pembuluh darah di otak, sebagaimana terjadi pada stroke iskemik. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa selain menjadi anti penggumpalan darah, heparin juga bekerja
sebagai agen trombolitik atau penghancur bekuan darah.8
Dari artikel penelitian yang dibuat oleh Dokter Terawan, didapati bahwa metode “cuci
otak” ini terbukti dapat meningkatkan aliran darah ke otak serta menguatkan otot
penderita stroke iskemik kronik.6 Artikel tersebut menunjukan bahwa metode “cuci
otak” atau intra arterial heparin flushing (IAHF) berpotensi untuk menjadi metode
pengobatan stroke, namun masih perlu pengembangan lebih lanjut.6, 7, 9
Metode “cuci otak” ini sebenarnya sudah digunakan di Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto (RSPAD).6 Seringkali kita dengar bahwa pengobatan tersebut
menuai kontroversi dan perlu pembuktian lebih lanjut. Dokter Terawan pun pernah
terlibat kasus pelanggaran kode etik kedokteran Indonesia pasal 4 dan pasal 6 yaitu
tentang perbuatan memuji diri.
Sebagai masyarakat, kita memiliki kebebasan untuk memilih pengobatan yang ada. Ada
berbagai macam metode pengobatan untuk stroke iskemik maupun stroke hemoragik.
Metode “cuci otak” adalah salah satu dari sekian pengobatan stroke iskemik. Pastikan
kita sebagai pasien atau wali pasien sudah menyetujui pilihan yang dikemukakan
dokter. Jangan lupa, stroke secara umum adalah kegawatdaruratan, sehingga sebaiknya
pertimbangkan juga keputusan terbaik dari segi waktu.
Daftar Pustaka