Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH BAHASA INGGRIS HUKUM

Tentang

“The system of government and power-sharing system in Indonesia”


Nama Dosen
Dr. Puguh Aji Hari Setiawan, S.H., M.H.

Oleh Kelompok II:

1. Hendra Gunawan - 2202211059


2. Annika Rahmawati - 2202211040
3. Alzam Afika - 2202211056
4. Nirmala Aziz - 2202211069
5. Erika Putra - 2202211047

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


UNIVERSITAS BUNG KARNO
2022

Page | 1
The system of government will determine how a country goes. This is what makes the
system of government so important. Each country certainly has its own system of
government. Through the system of government, the country can run as stipulated
The power-sharing system in Indonesia consists of three institutions, namely the
legislature, the executive, and the judiciary. The three state institutions in Indonesia are
not separated absolutely, but between one institution and another there is a relationship
of power and interrelationships.
the purpose of separation or division of powers is to prevent the accumulation
of power in one hand that will give rise to the arbitrary administration of government
According to Montesquieu in his book L'Esprit des Lois who followed the path of John
Locke's mind divided state power into three branches namely executive power, legislative
power, and judicial power, with their respective explanations as follows:
Sistem pemerintahan akan menentukan bagaimana suatu negara berjalan. Inilah yang
membuat sistem pemerintahan begitu penting. Setiap negara tentu memiliki sistem
pemerintahannya masing-masing. Melalui sistem pemerintahan, negara dapat berjalan
sebagaimana ditetapkan Sistem pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri dari tiga
lembaga, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga lembaga negara di Indonesia
tidak terpisah secara mutlak, tetapi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya ada
hubungan kekuasaan dan keterkaitan. tujuan pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah
untuk mencegah akumulasi kekuasaan di satu sisi yang akan menimbulkan administrasi
pemerintahan yang sewenang-wenang Menurut Montesquieu dalam bukunya L'Esprit des
Lois yang mengikuti jalan pikiran John Locke membagi kekuasaan negara menjadi tiga
cabang yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan kehakiman, dengan
penjelasan masing-masing sebagai berikut:

I. Executive Power
Executive power is the power to carry out laws. This branch of power holds the highest
administrative authority of the state government.
This power relates to the system of government of the state that each of them adheres
to. For example, Indonesia adheres to a presidential system of government. So narrowly,
executive power is in the hands of the president as head of state and head of government.
However, quoted from the Authority of the Executive, Legislative, and Judicial
Institutions, J. UU NurulHuda, in the Law of State Institutions, in a democratic country,
narrowly the executive institution is defined as the power held by the king or president and

Page | 2
his ministers. In a broad sense, the executive institution includes both civil and military
civil servants. Therefore, executive agencies can be referred to as governments.

II. Legislative Power


Different from the executive power that carries out laws, legislative power is the power to
make or formulate laws that the state needs.
The legislative branch of power is a branch of power that reflects the sovereignty of the
people because to establish regulations is the authority of the people's representative
institution or parliament. In short, legislative power performs a regulatory function.
In addition, legislative functions also include:
1. Lawmaking initiatives;
2. Discussion of draft laws;
3. Approval of the passage of the draft law;
4. Granting binding consent or ratification of international treaties or agreements and
other binding legal documents.

Examples of legislative power are the People's Consultative Assembly (MPR), the House
of Representatives (DPR), and the Regional Representative Council (DPD).
I. Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. Cabang
kekuasaan ini memegang otoritas administratif tertinggi dari pemerintah negara bagian.
Kekuatan ini berkaitan dengan sistem pemerintahan negara yang masing-masing
dianutnya. Misalnya, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Saking
sempitnya, kekuasaan eksekutif ada di tangan presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Namun, dikutip dari Kewenangan Lembaga Eksekutif, Legislatif, dan
Yudikatif, J. UU NurulHuda, dalam UU Lembaga Negara, di negara demokratis, secara
sempit lembaga eksekutif didefinisikan sebagai kekuasaan yang dipegang oleh raja atau
presiden dan para menterinya. Dalam arti luas, lembaga eksekutif mencakup pegawai
negeri sipil dan militer. Oleh karena itu, lembaga eksekutif dapat disebut sebagai
pemerintah.
II. Kekuasaan Legislatif
Berbeda dengan kekuasaan eksekutif yang menjalankan undang-undang, kekuasaan
legislatif adalah kekuasaan untuk membuat atau merumuskan undang-undang yang
dibutuhkan negara. Cabang kekuasaan legislatif merupakan cabang kekuasaan yang
mencerminkan kedaulatan rakyat karena untuk menetapkan peraturan adalah kewenangan
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Singkatnya, kekuasaan legislatif melakukan
Page | 3
fungsi pengaturan. Selain itu, fungsi legislatif juga meliputi: Inisiatif pembuatan undang-
undang; Pembahasan rancangan undang-undang; Persetujuan pengesahan rancangan
undang-undang; Memberikan persetujuan yang mengikat atau ratifikasi perjanjian atau
perjanjian internasional dan dokumen hukum yang mengikat lainnya. Contoh kekuasaan
legislatif adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). People’s Consultative Assembly (MPR)

A. The meaning of the MPR as follows:


1. MPR being the house of nationality means that the MPR is a representation of the National
Assembly that carries out a constitutional mandate to bridge various currents of change,
thoughts, aspirations of the community and the regions by prioritizing national political
ethics that rely on the values of consultative/representative, family, tolerance, diversity,
and mutual cooperation in the frame of the Unitary State of the Republic of Indonesia.
2. MPR as the guardian of pancasila ideology means that mpr as the only state institution that
forms the constitution (the making of the constitution), is the guardian of the state ideology
(the guardian of the state ideology) Pancasila in order to stay alive to be a guiding star in
the implementation of life in society, nation, and state in realizing state goals.
3. MPR as the guardian of people's sovereignty means that the MPR is a state institution
implementing people's sovereignty that has the highest authority to change and establish
the Basic Law, guarantee the establishment of people's sovereignty and the supremacy of
the constitution in the implementation of statehood and society in accordance with the
dynamics of community and regional aspirations, political and constitutional developments
based on pancasila values.
Makna MPR sebagai berikut:
MPR sebagai rumah kebangsaan berarti BAHWA MPR merupakan representasi majelis
nasional yang menjalankan amanat konstitusi untuk menjembatani berbagai arus
perubahan, pemikiran, aspirasi masyarakat dan daerah dengan mengedepankan etika
politik nasional yang bertumpu pada nilai-nilai konsultatif/perwakilan, keluarga, toleransi,
keberagaman, dan gotong royong dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
MPR sebagai penjaga ideologi pancasila berarti bahwa mpr sebagai satu-satunya lembaga
negara yang membentuk konstitusi (pembuatan konstitusi), adalah penjaga ideologi negara
(penjaga ideologi negara) Pancasila agar tetap hidup untuk menjadi bintang penuntun
dalam penyelenggaraan kehidupan di masyarakat, bangsa, dan negara dalam mewujudkan
tujuan negara.
MPR sebagai penjaga kedaulatan rakyat berarti MPR merupakan lembaga negara
pelaksana kedaulatan rakyat yang memiliki kewenangan tertinggi untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar, menjamin pembentukan kedaulatan rakyat dan
supremasi konstitusi dalam penyelenggaraan kenegaraan dan masyarakat sesuai dengan

Page | 4
dinamika aspirasi masyarakat dan daerah, perkembangan politik dan konstitusional
berdasarkan nilai-nilai pancasila.B. Mission of the MPR
In order to realize the vision of "THE MPR becomes the house of nationalities, the guardian
of the ideology of Pancasila, and the sovereignty of the people", the mission of the MPR
is:
1. Carrying out the constitutional authority and duties of the People's Consultative Assembly
in accordance with the provisions of the 1945 NRI Constitution and laws and regulations,
based on the principles of legality, the principle of kinship, deliberation, and mutual
cooperation;
2. Carrying out the revitalization of the values of Pancasila, the 1945 Constitution of the
Republic of Indonesia, the Unitary State of the Republic of Indonesia, and Bhinneka
Tunggal Ika as well as the Provisions of the MPRS / MPR in the life of the nation and state;
3. Overseeing the structuring of the constitutional system, the 1945 Constitution of the
Republic of Indonesia and its implementation;
4. Fight for the aspirations of the community and the regions regarding the implementation
of the 1945 NRI Constitution in every national policy;
5. Strengthening the principles of consultancy, national harmony, national unity and unity in
the frame of the Unitary State of the Republic of Indonesia based on the spirit of Bhinneka
Tunggal Ika;
6. Upholding the ethics of national and state life in the political, economic, social and cultural
fields, as well as security defense;
7. Increase accountability for the performance of state institutions in carrying out the
authorities and duties mandated by the 1945 NRI Constitution in order to fulfill the
sovereign rights of the people to increase participation and access to information to the
public;
8. Realizing the harmonization of relations between state institutions in carrying out the
authorities and duties mandated by the 1945 NRI Constitution based on the principle
of checks and balances;
9. Strengthening harmonization in diplomatic relations between parliaments and between
friendly countries in order to support the free and active implementation of foreign policy
and the function of parliamentary diplomacy. Commented [L1]:

Dalam rangka mewujudkan visi "MPR menjadi rumah kebangsaan, penjaga ideologi
Pancasila, dan kedaulatan rakyat", maka misi MPR adalah:
Melaksanakan kewenangan dan tugas konstitusional Majelis Permusyawaratan Rakyat
sesuai dengan ketentuan UUD NRI 1945 beserta peraturan perundang-undangan,

Page | 5
berdasarkan prinsip-prinsip legalitas, prinsip kekerabatan, musyawarah, dan gotong
royong;
Melaksanakan revitalisasi nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika
serta Ketentuan MPRS/MPR dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
Mengawasi penataan sistem konstitusional, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dan pelaksanaannya;
Memperjuangkan aspirasi masyarakat dan daerah mengenai implementasi UUD NRI 1945
dalam setiap kebijakan nasional;
Penguatan prinsip konsultasi, kerukunan nasional, persatuan nasional dan persatuan dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan semangat Bhinneka Tunggal
Ika;
Menjunjung tinggi etika kehidupan berbangsa dan bernegara di bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya, serta pertahanan keamanan;
Meningkatkan akuntabilitas terhadap kinerja lembaga negara dalam melaksanakan
kewenangan dan tugas yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dalam rangka pemenuhan
hak berdaulat rakyat untuk meningkatkan partisipasi dan akses informasi kepada publik;
Mewujudkan harmonisasi hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan
kewenangan dan tugas yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 berdasarkan prinsip checks
and balances;
Mewujudkan harmonisasi hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan
kewenangan dan tugas yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 berdasarkan prinsip checks
and balances; Memperkuat harmonisasi dalam hubungan diplomatik antara parlemen dan
antar negara sahabat untuk mendukung implementasi kebijakan luar negeri yang bebas dan
aktif serta fungsi diplomasi parlementer.

C. Purpose
To realize the Vision and implement the MPR Mission, mpr sets 9 (nine) strategic
objectives to be achieved in 5 (five) years (2015-2019), as follows:
1. Realizing the implementation of the constitutional authority and duties of the People's
Consultative Assembly in accordance with the provisions of the 1945 NRI Constitution
and laws and regulations based on the principles of legality, the principle of kinship,
deliberation, and mutual cooperation;
2. Improving the quality of the implementation of Pancasila values, the 1945 Constitution of
the Republic of Indonesia, the Unitary State of the Republic of Indonesia, and Bhinneka

Page | 6
Tunggal Ika as well as the provisions of the MPRS / MPR in the life of society, nation and
state;
Tujuan Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi MPR,
MPR menetapkan 9 (sembilan) tujuan strategis yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun
(2015-2019), sebagai berikut:
Mewujudkan pelaksanaan kewenangan dan tugas konstitusional Majelis Permusyawaratan
Rakyat sesuai dengan ketentuan UUD NRI 1945 beserta peraturan perundang-undangan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip legalitas, prinsip kekerabatan, musyawarah, dan
gotong royong;
Meningkatkan kualitas pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika serta ketentuan MPRS/MPR dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
3. Realizing the constitutional system, the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and
its implementation in accordance with the ideology and basis of the Pancasila state, the
dynamics of community and regional aspirations, the political and constitutional
development of Indonesia;
4. Realizing democratic, transparent and accountable national policies in accordance with
the dynamics of community and regional aspirations;
5. Realizing the principles of consultancy, the quality of national harmony, unity and national
unity in the bonds of the Unitary State of the Republic of Indonesia based on the spirit of
Bhinneka Tunggal Ika;
Mewujudkan sistem konstitusional, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 dan pelaksanaannya sesuai dengan ideologi dan dasar negara Pancasila, dinamika
aspirasi masyarakat dan daerah, perkembangan politik dan konstitusional Indonesia;
Mewujudkan kebijakan nasional yang demokratis, transparan dan akuntabel sesuai dengan
dinamika aspirasi masyarakat dan daerah;
Mewujudkan prinsip-prinsip konsultasi, kualitas kerukunan nasional, persatuan dan
persatuan nasional dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
semangat Bhinneka Tunggal Ika;
6. Realizing the implementation of the ethics of national and state life by state and
community organizers in the fields of politics, economy, social and culture as well as
security defense; Commented [L2]:

Page | 7
7. Realizing public trust in state institutions in carrying out the authorities and duties
mandated by the 1945 NRI Constitution through the submission of reports on the
performance of state institutions to all Indonesian people;

8. Creating a conducive atmosphere of working relations between state institutions in


carrying out the powers and duties mandated by the 1945 NRI Constitution based on the
principle of checks and balances;
9. Creating strengthening and harmonization in diplomatic relations between parliaments
and between friendly countries in order to support the implementation of free and active
foreign policy and the function of parliamentary diplomacy.
Mewujudkan pelaksanaan etika kehidupan berbangsa dan bernegara oleh penyelenggara
negara dan masyarakat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan
keamanan;
Mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dalam melaksanakan
kewenangan dan tugas yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 melalui penyampaian
laporan kinerja lembaga negara kepada seluruh rakyat Indonesia;
Menciptakan suasana kondusif hubungan kerja antar lembaga negara dalam melaksanakan
kekuasaan dan tugas yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 berdasarkan prinsip checks
and balances;
Menciptakan penguatan dan harmonisasi dalam hubungan diplomatik antara parlemen dan
antar negara sahabat dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan luar negeri yang
bebas dan aktif serta fungsi diplomasi parlementer

House of Representatives (DPR)


A. Function

In relation to the legislative function, the DPR has the following duties and authorities:
 Develop a National Legislation Program (Prolegnas)
 Drafting and discussing the Bill
 Accepting the bill submitted by DPD (related to regional autonomy; central and
regional relations; the establishment, expansion and merger of regions;
management of natural resources and other natural resources; as well as balance of
central and regional finances)
 Discussing bills proposed by the President or DPD
 Enacting the Law together with the President
Page | 8
 Approve or disapprove government regulations in lieu of laws (proposed by the
President) to be enacted into law
Fungsi DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) Sehubungan dengan fungsi legislatif,
DPR memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
Mengembangkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
Menyusun dan membahas RUU Penerimaan RUU yang diajukan oleh DPD (terkait
otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, perluasan dan penggabungan daerah;
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya alam lainnya;
serta keseimbangan keuangan pusat dan daerah)
Membahas RUU diusulkan oleh Presiden atau DPD yang mengesahkan Undang-Undang
bersama dengan Presiden
Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang
(diusulkan oleh Presiden) untuk disahkan menjadi undang-undang
In relation to the budget function, the DPR has the following duties and authorities:
 Approve the Bill on the State Budget (submitted by the President)
 Pay attention to DPD's consideration of the bill on the state budget and bills related
to taxes, education and religion
 Follow up on the results of the examination of state financial management and
responsibility submitted by the CPC
 Approve the transfer of state assets and to treaties that have a broad impact on the
lives of the people related to the financial burden of the state
Sehubungan dengan fungsi anggaran, DPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut:
Menyetujui RUU tentang APBN (disampaikan oleh Presiden)
Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan tagihan terkait pajak,
pendidikan dan agama
Menindaklanjuti hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang diajukan oleh BPK
Menyetujui pengalihan aset negara dan perjanjian yang memiliki dampak luas terhadap
kehidupan rakyat terkait beban keuangan negara
In relation to the supervisory function, the DPR has the following duties and authorities:

Page | 9
 Supervise the implementation of laws, state budgets and government policies
 Discussing and following up on the results of supervision submitted by DPD
(related to the implementation of laws on regional autonomy, the establishment,
expansion and merger of regions, the management of natural resources and other
natural resources, the implementation of the state budget, taxes, education and
religion)
Sehubungan dengan fungsi pengawasan, DPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut: Mengawasi pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan dan kebijakan
pemerintah Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh
DPD (terkait dengan pelaksanaan undang-undang tentang otonomi daerah, pembentukan,
perluasan dan penggabungan wilayah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
alam lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama)

B. Duties and Authorities of DPR RI

Other duties and authorities of the House include:


 Absorbing, collecting, accommodating and following up on the aspirations of the
people
 Give approval to the President to:
(1) declare war or make peace with other States;
(2) appoint and dismiss members of the Judicial Commission.

 Give consideration to the President in terms of:


(1) granting amnesty and abolition;
(2) appoint ambassadors and accept the placement of other ambassadors.

 Choosing CPC Members by taking into account dpd considerations


 Give approval to the Judicial Commission regarding candidates for supreme court
justices who will be appointed as chief justices by the President
 Elect 3 (three) constitutional judges to be subsequently submitted to the President
Tugas dan Wewenang DPR RI Tugas dan wewenang dpr lainnya meliputi: Menyerap,
mengumpulkan, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat Memberikan persetujuan
kepada Presiden untuk:
(1) menyatakan perang atau berdamai dengan Negara lain;
(2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.

Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal:


(1) pemberian amnesti dan penghapusan;
(2) menunjuk duta besar dan menerima penempatan duta besar lainnya.

Page | 10
Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan dpd Memberikan
persetujuan kepada Komisi Yudisial mengenai calon hakim agung yang akan diangkat
sebagai ketua mahkamah agung oleh Presiden Memilih 3 (tiga) hakim konstitusi untuk
selanjutnya diserahkan kepada Presiden.

Regional Representative Council (DPD)


A. Function

Referring to the provisions of Article 22D of the 1945 Constitution and the DPD RI Code
of Conduct that as a legislative institution DPD RI has legislative, supervisory and
budgeting functions that are carried out within the framework of representation functions.

Duties and Authorities of DPD RI Submission of the Proposed Bill Submit to the House of
Representatives a draft law relating to regional autonomy, central and regional relations,
the formation and expansion and merger of regions, management of natural resources and
other economic resources, as well as those related to the balance of central and regional
finances. Discussion of the Draft Law Participate in the discussion of draft laws relating
to regional autonomy;

the relationship of the center and the regions; formation, expansion and incorporation of
territories; management of natural resources, and other economic resources and the
financial balance of the central and regional.

Fungsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945
dan Kode Etik DPD RI bahwa sebagai lembaga legislatif DPD RI memiliki fungsi legislatif,
pengawasan dan penganggaran yang dilakukan dalam kerangka fungsi keterwakilan. Tugas
dan Wewenang DPD RI Pengajuan RUU Usulan Menyampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan perluasan serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan keseimbangan keuangan pusat dan daerah. Pembahasan Rancangan Undang-
Undang Berpartisipasi dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, perluasan dan
penggabungan wilayah; pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya
serta keseimbangan keuangan pusat dan daerah.

Page | 11
B. Duties and Authorities of DPD RI

1. Submission of Proposed Bill Submits to the House of Representatives a draft law relating
to regional autonomy, central and regional relations, the formation and expansion and
merger of regions, management of natural resources and other economic resources, and
those related to the balance of central and regional finances.

2. Discussion of the Draft Law Participate in discussing draft laws related to regional
autonomy; the relationship of the center and the regions; the formation, expansion and
merger of regions; management of natural resources, and other economic resources as well
as the balance of central and regional finances.

3. Consideration of the Draft Law and Election of CPC Members Consideration of the draft
law on the state budget and draft law relating to taxes, education and religion. As well as
giving consideration to the DPR in the selection of CPC members.

4. Supervision of the Implementation of Laws - The Law of Supervision over the


implementation of laws concerning regional autonomy, the establishment, expansion and
merger of regions, the relationship between the central and regional areas, the management
of natural resources and other economic resources, the implementation of the state budget,
taxes, education and religion and submit the results of their supervision to the Dpr as
consideration for follow-up.

Pertimbangan Rancangan Undang-Undang dan Pemilihan Anggota BPK Pertimbangan rancangan


undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Serta memberikan pertimbangan kepada
DPR dalam pemilihan anggota BPK. Pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang - Undang-Undang
Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tentang otonomi daerah, pembentukan, perluasan
dan penggabungan daerah, hubungan antara wilayah pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
NEGARA, pajak, pendidikan dan agama serta menyerahkan hasil pengawasannya kepada DPR
sebagai pertimbangan tindak lanjut.

5. Preparation of The Prolegnas to develop a National Legislation Program (Prolegnas) related


to regional autonomy, central and regional relations, the formation and expansion and
merger of regions, management of natural resources and other economic resources, as well
as those related to the balance of central and regional finances.

Penyusunan Prolegnas untuk mengembangkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas)


terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan perluasan dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan keseimbangan keuangan pusat dan daerah.

Page | 12
6. Monitoring and Evaluation of Regional Regulations and Bylaws Monitoring and evaluating
the draft regional regulations (Raperda) and regional regulations (Perda).

Pemantauan dan Evaluasi Peraturan Daerah dan Anggaran Rumah Tangga Memantau dan
mengevaluasi rancangan peraturan daerah (Raperda) dan peraturan daerah (Perda)

III. Judicial Power


According to the 1945 Constitution, what institution is the judicial power in Indonesia
exercised? The answer is to be governed by judicial power.
The Judicial Power of the 1945 Constitution provides for the independent power to
administer the judiciary to uphold the law and justice carried out by the Supreme Court
and the judicial bodies subordinate to it in the general judicial environment, the religious
judicial environment, the military judicial environment, the state administrative court
environment, and by the Constitutional Court.
According to the 1945 Constitution, judicial power in Indonesia is exercised by the
Supreme Court and the judicial bodies subordinate to it as well as the Constitutional Court.
III. Kekuasaan Kehakiman
Menurut UUD 1945, lembaga apa yang dijalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia?
Jawabannya adalah diatur oleh kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Kehakiman UUD 1945
mengatur kekuasaan independen untuk mengelola peradilan untuk menegakkan hukum dan
keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya di lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan pengadilan administrasi negara, dan oleh Mahkamah
Konstitusi. Menurut UUD 1945, kekuasaan kehakiman di Indonesia dijalankan oleh
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya serta Mahkamah
Konstitusi.

Jimly Asshiddiqie in his book Introduction to Constitutional Law mentions the court
environment in Indonesia including (p. 314):
1. The District Court (PN) and the High Court (PT) within the general judicial environment;
2. Religious Courts (PA) and High Religious Courts (PTA) within the religious judiciary;
3. The State Administrative Court (PTUN) and the High Administrative Court in the state
administrative court environment;

Page | 13
4. Military Tribunals (PM) and Military High Courts within the military judicial environment.
In addition, special courts that are permanent or ad hoc are also known, including the Human
Rights Court, the Corruption Crimes Court, the Commercial Court, the Children's Court, the
Industrial Labor Relations Court, and others.
Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Pengantar Hukum Tata Negara menyebutkan lingkungan
peradilan di Indonesia antara lain (hlm. 314): Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi
(PT) dalam lingkungan peradilan umum; Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi
Agama (PTA) di lingkungan peradilan agama; Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di lingkungan pengadilan tata usaha negara;
Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan peradilan militer.
Selain itu, juga diketahui pengadilan khusus yang bersifat permanen atau ad hoc, antara lain
Pengadilan HAM, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Niaga, Pengadilan Anak,
Pengadilan Hubungan Industrial Perburuhan, dan lain-lain.

IV. Criminal Law


a. Definition of Criminal Law According to Experts:

Metzger: criminal law is the rule of law, which binds to an act that meets certain conditions
and causes a criminal effect.

Simons: criminal law is the entirety of a prohibition or order which the state threatens with
a criminal offense if it is not obeyed, with certain conditions and provides a basis for the
conviction and application of the criminal.

Van Hamel: criminal law is the whole basis and rule adopted by the state in its obligation
to enforce the law, namely by prohibiting what is contrary to the law and imposing a stamp
(suffering) on those who violate the prohibition.

From the above opinions, it can be concluded that criminal law is a whole regulation that
contains and regulates: Prohibited and required acts (which are contained in the Criminal
Code Book II on Crimes and Book III on Violations) The conditions for being able to be
sentenced to criminal punishment (contained in Book I of the Criminal Code) Criminal
sanctions (which are contained in Book II of the Criminal Code).

Criminal law is divided into two, namely material criminal law and formal criminal law.

Here's the explanation: The material criminal law contains rules that establish and
formulate acts that can be punished, rules that contain the conditions for being able to

Page | 14
impose a criminal sentence and provisions regarding criminals. Material criminal law is
provided for in the Criminal Code.

The criminal law regulates how the state with the intercession of equipment exercises its
right to impose a criminal offense. The formal criminal law can also be called the Criminal
Procedure Law which is contained in Law Number 8 of 1981 concerning the Criminal
Procedure Code (KUHAP).

Criminal law can also be subdivided into General criminal law and Special criminal
law, namely: General Criminal Law, containing the rules of criminal law that apply to
everyone, for example the Criminal Code, traffic law (UULL) etc.

Special Criminal Law, containing criminal law rules that deviate from the general criminal
law relating to groups with certain types of acts, for example:
- Military criminal law
- Fiscal criminal law
- Economic criminal law
- Corruption criminal law

In the book Introduction to Indonesian Law by Rahman Syamsuddin, it is explained about


several legal principles in criminal law, including: The principle of legality: based on
adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenale, this principle is stated in
Article 1 paragraph (1) of the Criminal Code, meaning: "no act can be criminalized except
for the strength of the criminal rules in the existing legislation before the act was
committed." The principle of territoriality: the principle that imposes the Criminal Code
on all persons who commit criminal acts in the territory of Indonesia (Articles 2 and 3 of
the Criminal Code).

The active national principle: the principle that imposes the Criminal Code on
Indonesians who commit criminal acts outside the territory of Indonesia, also called the
personalitet principle. The national principle of passive: the principle that imposes the
Criminal Code on anyone, both Indonesian citizens and foreigners who commit criminal
acts outside the territory of Indonesia.

The principle of universality: the principle that imposes the Criminal Code on criminal
acts that occur outside the territory of Indonesia aimed at harming international interests.
The principle of no punishment without error, also called geen straf zonder schuld. The
principle that if there is a change in the legislation after the event has occurred, then the
provision that is most favorable to the suspect is used.

The principle of abolishing the authority to prosecute criminals and carry out criminal
proceedings because:

Page | 15
a. Nebis in idem (should not be prosecuted twice for acts which the judge has tried with
a judgment that becomes fixed-Article 76 of the Penal Code);
b. Expiration (Article 78 of the Criminal Code);
c. The death of the accused (Article 77 of the Criminal Code);
d. Payment of fines (Article 82);
e. Clemency, amnesty, and aboli

IV. HUKUM PIDANA

Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli

Mezger: hukum pidana adalah aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan menimbulkan suatu akibat yang berupa pidana.

Simons: hukum pidana adalah keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara
diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati, dengan syarat-syarat
tertentu dan memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

Van Hamel: hukum pidana adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh negara
dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa yang
bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang
melanggar larangan itu.

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum pidana adalah


keseluruhan peraturan yang memuat dan mengatur tentang:
Perbuatan yang dilarang dan yang diwajibkan (yang dimuat dalam KUHP Buku II Tentang
Kejahatan dan Buku III Tentang Pelanggaran)

Syarat-syarat untuk dapat dijatuhi hukuman pidana (dimuat dalam Buku I KUHP)
Sanksi pidananya (yang dimuat dalam Buku II KUHP).

Hukum pidana dibagi menjadi dua, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
Berikut penjelasannya:

Hukum pidana materill yaitu memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan
perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk
dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana. Hukum pidana materiil diatur
dalam KUHP.
Hukum pidana formil yaitu mengatur bagaimana negara dengan perantaraan alat
perlengkapan melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana. Hukum pidana formil bisa
juga disebut Hukum Acara Pidana yang dimuat dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Page | 16
Hukum pidana juga dapat dibagi lagi menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana
khusus, yaitu:
Hukum Pidana Umum, memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap
orang, misalnya KUHP, Undang-Undang Lalu Lintas (UULL) dll.
Hukum Pidana Khusus, memuat aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari
hukum pidana umum yang berkaitan dengan golongan-golongan dengan jenis-jenis
perbuatan tertentu, misalnya:
- hukum pidana militer
- hukum pidana fiskal
- hukum pidana ekonomi
- hukum pidana korupsi

Dalam buku Pengantar Hukum Indonesia oleh Rahman Syamsuddin dijelaskan soal
beberapa asas hukum yang ada dalam hukum pidana, antara lain:

Asas legalitas: didasarkan pada adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege
poenale, asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, maksudnya yaitu: "tiada suatu
perbuatan yang dapat di pidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-
undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan."

Asas teritorialitas: asas yang memberlakukan KUHP bagi semua orang yang melakukan
perbuatan pidana di wilayah Indonesia (Pasal 2 dan 3 KUHP).

Asas nasional aktif: asas yang memberlakukan KUHP terhadap orang-orang Indonesia
yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia, disebut juga asas personalitet.
Asas nasional pasif: asas yang memberlakukan KUHP terhadap siapa pun baik WNI
maupun WNA yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia.

Asas universalitas: Asas yang memberlakukan KUHP terhadap perbuatan pidana yang
terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan
internasional.
Asas tidak ada hukuman tanpa kesalahan, disebut juga geen straf zonder schuld.
Asas bahwa apabila ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah peristiwa itu
terjadi, maka dipakailah ketentuan yang paling menguntungkan bagi si tersangka.

Asas hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana karena:

a. Nebis in idem (tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim
terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap-Pasal 76 KUHP);
b. kedaluwarsa (Pasal 78 KUHP);
c. Matinya terdakwa (Pasal 77 KUHP);
d. Pembayaran denda (Pasal 82);
e. Grasi, amnesti, dan aboli

Page | 17

Anda mungkin juga menyukai