NIM : 041684769
Jawaban :
Kontrak dalam asuransi dapat dapat dibedakan menjadi kontrak bersyarat dan kontrak cacat
hukum. Penjelasan masing-masing kontrak adalah sebagai berikut.
Kontrak cacat hukum, jib dan semula kekurangan sate atau lebih persyaratan untuk menjadi
kontrak yang berlaku. Contoh: kontrak asuransi yang dibeli untuk maksud Regal seperti
maksud memperoleh uang pertanggungan dengan membakar rumah yang dipertanggungkan,
sate pihak tidak mampu secara hukum seperti seseorang dinyatakan tidak waras membeli
asuransi. Dalam hal-hal tersebut kontrak tersebut dianggap tidak pernah ada (void ab italic)).
Dalam asuransi properti dikenal adanya ikatan (blinder) yaitu kontrak sementara sering
digunakan sebelum keluarnya polls asuransi formal.
Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terikat dalam kontrak asuransi pada dasarnya diatur
oleh UU No. 40/2014 tentang Perasuransian. Karena kontrak asuransi pada umumnya
merupakan suatu ikatan maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Hukum Dagang
masih tetap mengatur perasuransian, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang
No. 40/2014. Suatu kontrak merupakan perjanjian yang didasarkan pada hukum. Kitab
Undang- undang Hukum Perdata Pasal 1320 menentukan, untuk sahnya sebuah kontrak maka
harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh hukum.
Ketentuan-ketentuan umum yang harus dipenuhi menurut Pasal 1320 adalah yang berikut ini.
1. Harus Ada Persetujuan dari Pihak-Pihak yang Mengikatkan Diri Kontrak dimulai bila
seseorang mengajukan usulan untuk mempertulcarkan sesuatu yang berharga dengan orang
lain. Itu berarti bahwa salah satu pihak menawarkan dan tawaran diterima balk oleh pihak
lain. Penawaran tersebut harus cukup terinci dan dikomunikasikan secara jelas. Penerimaan
penawaran bars tanpa syarat, dan dikomunikasikan secara jelas. Semua pihak dalam suatu
kontrak harus sepakat atas syarat-syarat yang tepat sama. Harus terjadi kesamaan fikiran.
Pengadilan tidak akan mendukung jika maksud perjanjian tidak legal atau bertentangan
dengan politik pemerintah. Misalnya perjanjian menjadi tidak sah jika yang diasuransikan
adalah mobil curian. Contoh lain, perjanjian ilegal jika misalnya orang mengasuransikan
rumahnya dengan niat is akan membakar rumah itu dengan sengaja dengan harapan akan
mendapat santunan asuransi.
Tidak semua orang secara hukum memiliki kemampuan untuk melakukan kontrak. Misalnya
anak di bawah umur, orang sakit jiwa, dan pemabuk atau pecandu tidak kompeten untuk
melakukan perjanjian yang mengikat. Perusahaan asuransi yang belum mempunyai izin usaha
menipakan pihak yang tidak kompeten.
Persyaratan terakhir untuk sahnya sebuah kontrak adalah imbalan yang dipertukarkan oleh
kedua belah pihak untuk persetujuan itu, misalnya, adanya hak atau kewajiban. Dalam
kontrak asuransi, penanggung memberikan kompensasi berupa janji bersyarat (contingent
promise) untuk membayar tertanggung. Artinya, penanggung sepakat membayar hanya jika
peristiwa tertentu terjadi. Jika peristiwa tersebut tidak terjadi, penanggung tidak perlu
melakukan pernbayaran. Sebagai ganti untuk janji penanggung, tertanggung memberikan dua
hal yaitu:
uang dan janji untuk menepati ketentuan dalam kontrak asuransi. Sebagian besar kontrak
asuransi berupa kontrak unilateral yaitu bahwa hanya penanggung yang membuat janji yang
dapat ditegakkan. Tertanggung tidak berjanji untuk membayar premi, dan tidak dapat dituntut
atas kegagalannya membayar. Hanya saja, tertanggung tidak dapat mendapatkan klaim yang
dijanjikan. jika premi tidak membayar (pada waktunya)
Jawaban :
Pengertian milik swasta di sini adalah swasta nasional. Demikian juga dengan -
bentuk badan hukumnya, bisa berbentuk Perseroan Terbatas dan bisa juga dalam
bentuk Koperasi. Perusahaan swasta nasional sepenuhnya tunduk kepada Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Apabila perseroan terbatas
dimaksud telah mampu menjadi perusahaan publik maka juga harus tunduk kepada
Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Pada perusahaan swasta nasional yang berbentuk koperasi, maka dengan sendirinya
harus tunduk kepada Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, yang pada
tanggal 30 Oktober telah dikeluarkan Undang-Undang Koperasi yang ban Nomor 17
Tahun 2012.