Anda di halaman 1dari 9

PENJELASAN POWER POINT:

Surabaya terkenal sebagai jendela Indonesia bagi kawasan Indonesia Timur, banyak kelebihan yang ditawarkan oleh kota metropolis ini yang seakan menjadi magnet baik bagi wisatawan maupun orang orang yang ingin mengadu nasib di kota terbesar kedua di Indonesia ini. Melihat akan potensi besar yang dimiliki oleh kota Pahlawan ini, maka Pemerintah setempat menetapkan sebuah visi bagi Pembangunan kota Surabaya yaitu Terwujudnya Kota Surabaya sebagai pusat perdagangan dan jasa yang cerdas dalam merespon semua peluang dan tuntutan global, didukung oleh kepedulian tinggi dalam mewujudkan struktur pemerintahan dan kemasyarakatan yang demokratis, bermanfaat dalam tatanan lingkungan yang sehat dan manusiawi Mengapa kita perlu memahami hal ini terlebih dahulu? Ini penting karena visi pembangunan yang menekankan pada aspek ekonomi khususnya perdagangan menjadikan kota Buaya sebagai target bagi warga pendatang untuk mendirikan usaha. Kita tahu, harga tanah di kota metropolis ini sangat mahal, maka warga2 pendatang ini mulai menjalankan bisnisnya dengan jalan memakan badan jalan atau di emperan jalan . Inilah yang sering kita sebut PKL

Kembali ke pemahaman tentang Surabaya sebagai kota metropolis mempunyai 3 ciri utama yaitu, pertama jumlah penduduk yang besar (artinya penduduk ini menjadi pangsa pasar yang besar pula ditambah lagi budaya konsumtif yang tinggi), kedua, pembangunan fisik kota yang diutamakan (seperti mall, gedung perkantoran, pabrik besar, dll), ketiga banyaknya rumpun kebudayaan, suku bangsa, adat, agama, bahkan BAHASA (yang nanti akan kita perdalami dengan paradigma Levi Strauss) yang berbaur menjadi satu.

Surabaya, didiami oleh suku suku bangsa Jawa yang mendominasi sebesar lebih kurang 84 %, kemudian suku Madura lebih kurang 7, 5% dan Tionghoa lebih kurang 7,25%. Dari beberapa suku bangsa ini PKL kebanyakan dikuasai oleh warga suku Jawa dan Madura.

Selanjutnya akan saya gambarkan secara runtut bagaimana Surabaya mengalami perkembangan yang akhirnya membawa dampak lahirnya ribuan PKL di kota ini. Surabaya memiliki letak geografis yang sangat ideal untuk berkembang secara sosial ekonomi karena berada tepat di Ibukota Pemerintahan Propinsi jawa Timur dan menjadi pintu gerbang pembuka ke wilayah Indonesia Timur. Di kota Surabaya pula telah terbangun banyak infrastruktur yang memadai, kita bisa lihat ada bandara internasional, pelabuhan, terminal, jalan tol serta terminal yang bertebaran di seluruh penjuru kota. Hal inilah yang membuat arus perdagangan sangat tinggi dan nilainya sangat besar. Fasilitas2 yang kuat inilah yang akhirnya mendorong setiap orang untuk mulai membuka lapangan usaha baik secara individu maupun kelompok, baik dari warga asli Surabaya maupun akhirnya bermunculan warga warga pendatang dari luar Surabaya. Keterbatasan tempat dan lahan tidak akan mengurangi sedikit pun niat dari orang orang ini untuk memulai usahanya. Selanjutnya, dapat ditebak diantara mereka mulai terjadi interaksi yang kita bersama sama yakini dimulai dari faktor komunikasi dengan alatnya yang kita sebut dengan bahasa. Perbedaan kebudayaan diantara berbagai macam kultur dalam masyarakat ini seolah olah disadari maupun tidak, pada akhirnya hilang bersamaan dengan semakin tingginya alur komunikasi diantara mereka. Sebagaimana kita tahu banyak sekali mitos mitos yang berkembang di bangsa kita tentang sisi negatif atau kekurangan

kekurangan dari suatu suku bangsa, namun khusus di kota Surabaya, jarang sekali terdengar adanya keributan atau kerusuhan berskala besar yang mengandung unsur SARA.

Selanjutnya, kita akan mulai mendeteksi objek penelitian kita kemarin di lapangan yaitu di Pasar Wonokromo. Pasar Wonokromo saat ini berdiri di atas 1 bangunan utama yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu, DTC (darmo Trade Center) yang modern serta pasar wonokromo lantai dasar yang berorintasi tadisional. Apa bedanya Pasar Modern dan Tradisional? Pasar Modern ialah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, dan koperasi yang dikelola secara modern dengan nilai modal besar. Sistem Belanja Harga Barang telah ditentukan. Contoh, Plaza, Shopping Center. Termasuk dalam pasar ini Indomart, Alfamart, dll Pasar Tradisional ialah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dengan nilai modal kecil. Sistem Belanja tawar menawar. Contoh, Pasar Wonokromo Kembali kita ke persoalan awal, yaitu banyak sekali orang yang ingin berusaha (berjualan) namun stok modal mereka sangat sangat sangat tipis, maka jangankan pasar modern, beli stan pasar tradisional pun mereka nggak sanggup, maka konsekwensinya adalah melubernya PKL PKL di pinggir pinggir jalan. Defini PKL adalah pedagang emperan jalan yang menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih bahkan sangat murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan relatif kecil

Apakah hal ini haram? Pasti tidak Apakah hal ini Legal? Pasti tidak juga, kenyataannya mereka sering diteror Satpol PP Namun kita tidak akan membahas tentang bagaimana kondisi mereka dikejar kejar oleh aparat pemerintah kota. Yang kita bahas adalah perkembangan bahasa mereka yang menyiratkan sebuah kondisi struktur masyarakat baru yang walaupun tanpa disadari berhasil membaur antara satu dengan lainnya. Kawan kawan sekalian, seperti tadi telah saya sampaikan di Surabaya ada beberapa kelompok suku bangsa yang mendominasi PKL yaitu suku jawa dan Madura.

Suku suku ini memiliki ibu bahasa yang berbeda. Bahasa Madura mempunyai sistem pelafalan yang unik terbagi atas tiga tingkat yakni: Ja' - iya (ngoko),Engghi-Enthen (Madya), Engghi-Bunthen ( Krama) sedangkan Bahasa Jawa memiliki tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko(kasar), madya (biasa), dan krama (halus). Kedua bahasa ini seolah tersatukan oleh bahasa Suroboyoan yang bersifat egaliter, blak-blakan, dan tidak mengenal ragam tingkatan bahasa seperti Bahasa Jawa standar pada umumnya. Kita bisa ambil contoh untuk bahasa Indonesia kamu akan diterjemahkan bahasa Madura peno, bahasa jawa sampeyan kemudian ke bahasa Suroboyoan Koen. Atau kalimat berapa harganya jika dirubah ke bahasa Madura menjadi berempa arghana bahasa jawa pinten reginipun bahasa Suroboyoan piro regone. Baik bagi warga suku bangsa Jawa maupun suku bangsa Madura tidak akan ada yang mempersoalkan halus atau kasar dari

struktur bahasa yang digunakan oleh lawan bicaranya. Termasuk ketika mereka tanpa sadar telah menemukan struktur bahasa baru yaitu bahasa suroboyoan. Bagi mereka yang penting adalah adanya transaksi perdagangan di lapak lapak mereka. Para PKL ini sejatinya sudah tidak menghiarukan lagi mitos mitos bahwa orang Madura suka berbuat onar, menyerobot lahan orang, atau kalau bicara tidak mengenal sopan santun, dan juga mitos bahwa orang Jawa suka nggerundel (bicara di belakang) alias model blangkon, tidak konsisten dan lain lain. Mitos mitos ini seperti hilang begitu saja di arena perdagangan Hal ini lah yang memunculkan sebuah struktur masyarakat baru yang bersifat terbuka, keras, kasar, ceplas ceplos pada tataran PKL PKL ini.

Asumsi Strukturalisme Levi Strauss Asumsi 1 : Manusia merupakan mahluk yang dapat berkomunikasi dengan menggunakan berbagai macam tanda dan simbol manusia adalah salah satu kelompok binatang menyusui yg berbeda dgn binatang lainnya, yaitu bisa membedakan tanda dan lambing. Buktinya ialah manusia bisa mengeluarkan bunyi yang menghasilkan kombinasi suara sebagai alat komunikasi Asumsi 2:

Fenomena sosial budaya merupakan fenomena simbolik fenomena simbolik yakni fenomena yang dimaknai oleh pelakunya akan tetapi para pelaku tersebut tidak dapat memberikan penjelasan rasional atau justifikasi moral yang melandasinya. Contoh masyarakat matrilineal warga minangkabau (system kekerabatan dari garis perempuan), mereka tidak bisa menjelaskan bagaimana bisa demikian, dahulu tidak ada consensus harus demikian. Tetapi disadari atau tidak aturan itu mengikat semua orang minangkabau Begitu juga demikian dengan bahasa. Asumsi 3: Dalam diri manusia menstruktur dirinya ada suatu kemampuan untuk

buktinya bahwa manusia secara sadar mau untuk belajar bahasa untuk memperbaiki kualitas dirinya, ini artinya manusia mengalami perkembangan kepribadiannya. Asumsi 4: fenomena sosial budaya itu bersifat diskontinyu Data ethnografi yg sampai pada peneliti itu tidak berkesinambungan, contoh ethnografi suku bangsa jawa tidak akan sama / tidak akan nyambung dengan ethnografi suku bangsa Bali, Artinya data ethngrafinya tidak berkelanjutan (diskontinyu) juga ahistoris. Hal ini mirip dengan fenomena bahasa, sehingga lewat bahasalah fenomena social budaya dapat diterjemahkan.

empat syarat model agar terbentuk struktur sosial; 1. Sebuah struktur menawarkan sebuah karakter sistem. Bahwa Struktur terdiri atas elemen-elemen seperti sebuah modifikasi apa saja, yang salah satunya akan menyeret modifikasi seluruh elemen lainnya, sehingga membentuk sebuah bentuk elemen yang baru 2. Seluruh model termasuk dalam sebuah kelompok transformasi, di mana masing-masing berhubungan dengan sebuah model dari keluarga yang sama, sehingga seluruh transformasi ini membentuk sekelompok model. 3. Sifat-sifat yang telah ditunjukan sebelumnya tadi memungkinkan kita untuk memprakirakan dengan cara apa model akan beraksi menyangkut modifikasi salah satu dari sekian elemennya. Artinya akan selalu ada bentuk bentuk penyesuaian model model sebelumnya 4. Model itu harus dibangun dengan cara sedemikian rupa sehingga keberfungsiannya bisa bertanggung jawab atas semua kejadian yang diobservasi

keterkaitan bahasa dan budaya menurut Levi-Strauss. Pertama, bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat merupakan refleksi dari keseluruhan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Kedua, menyadari bahwa bahasa merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Karena bahasa merupakan unsur dari kebudayaan maka bahasa adalah bagian dari kebudayaan itu

sendiri. Hal ini dapat kita lihat juga pendapat para pakar kebudayaan yang selalu menyertakan bahasa sebagai unsur budaya yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Untuk itu jika kita membahas mengenai kebudayaan kita tidak pernah bisa lepas dari pembahasan bahasa Ketiga, menyatakan bahwa bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan. Dengan kata lain melalui bahasa manusia mengetahui kebudayaan suatu masyarakat

Inti dari strukturalisme : Pertama adalah pemahaman kita akan pentingnya memahami kebudayaan melalui bahasa. Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, tetapi juga sebagai cermin dari masyarakat itu sendiri. dalam bahasa terdapat struktur, dimana struktur itu dapat digunakan sebagai model dalam memahami fenomena budaya. Oleh karena itu, dengan Strukturalisme, data-data empiris megnenai kebudayaan lebih mudah untuk diidentifikasi dan diklasifikasikan. Kedua, penggunaan istilah-istilah atau tata bahasa dalam suatu masyarakat merupakan gambaran adanya struktur. Dalam istilah-istilah bahasa terdapat susunan yang mengandung arti bukan sekedar makna etimologis tetapi juga psikologis dan sosiologis. Dengan demikian kata-kata atau secara umum bahasa merupakan gambaran dari masyarakat penuturnya. Ketiga, karena adanya kesamaan struktur maka untuk mengungkap fenomena budaya dapat dilakukan dengan model seperti yang terdapat dalam bahasa. Penggunaan istilah-istilah dalam bahasa bisa menjadi lambang budaya

Tambahan: Data etnografi sangat penting dalam menelaah mitos. Hal ini dikarenakan mitos tidak pernah lepas dari kontek budaya masyarakat setempat dimana lahirnya mitos tersebut. Dalam persoalan inilah, Strukturalisme Levi-Strauss harus diakui memiliki kelemahan misalnya sering memaksakan datanya agar sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya (artinya ada subjektifitas sang peneliti). Kritik kedua ialah, Paradigma strukturalisme terutama berkaitan dengan struktur jiwa manusia, dan tidak membahas aspek sejarah atau perubahan budaya yang telah terjadi sebelumnya. Namun, Strukturalisme Levi Strauss akan sangat bermanfaat untuk memahami pola dalam kebudayaan, hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam budaya terdapat sebuah struktur yang universal dimanapun dan kapanpun.

Anda mungkin juga menyukai