Pengantar
Runaway Word -.
Menurut saya, kata kunci keadaan semua ini adalah kebudayaan. Jika
kebudayaan dimaknai secara leksikal definisnya adalah segala hasil budi daya
manusia. Budi dimaknai sebagai nalar yang diatribusikan pada hal-hal bersifat
abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, wacana, logika berpikir dan
padanan-padanan lainnya, sedang budi bermakna segala bentuk artefak
kebudayaan seperti seni, sastra, musik, pekerjaan, perilaku, gaya hidup,
gedung dll. Atau kalau mau sedikit akademis sedikit pake definisinya Clifford
Geertz.2 Kebudayaan memiliki hubungan yang amat erat dengan sistem
1
Pengangguran yang belum sukses
2
Kebudayaan adalah jejaring makna, bahwa manusia adalah seekor binatang yang
bergantung pada jaringan-jaringan makna yang ditenunnya sendiri. Lebih lanjut Geertz juga
memberikan pengertian bahwa Apa yang diajarkan kepada kita selama ini tentang kebudayaan
telah membentuk suatu keyakinan bahwa kebudayaan itu merupakan blue print yang telah
menjadi kompas dalam perjalanan hidup manusia, ia menjadi pedoman dalam tingkah laku.
Pandangan semacam ini pun telah menyebabkan keberlanjutan kebudayaan itu pada ekspresi
simbolik individu dan kelompok, terutama pada proses pewarisan itu terjadi, seperti yang
dibayangkan- Clifford Geertz bahwa kebudayaan itu, “merupakan pola pengertian-pengertian
atau makna-makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditranmisikan
makna dan implikasinya dalam sistem sosial. Oleh karenanya budaya memiliki
kaitan yang erat dengan dimensi sosial dan politik, maka pemaknaan budaya
disini bukan lagi dimaknai sebagai suatu “artefak” melainkan juga merupakan
suatu proses dan didalamnya mampu menjelaskan arah perubahan sosial.
Ok sekarang kita lebih serius bahwa individu (kita) tidak pernah bisa
independent dalam kebudayaan, yang bisa kita lakukan adalah memilih.
Karena ide, persepsi, pikiran dan wacana kita sebenarnya telah dikonstruk
(dibangun) oleh keluarga, masyarakat dan negara melalui bentuk pendidikan
bahasa kerennya pengetahuan yang ditranmisikan secara historis. Tapi kalau
tidak ada alternatif pilihan berarti kita dipaksa sekali lagi dipaksa. “ada yang
tidak sependapat?”. Apa yang dilakukan manusia tergantung pada isi otaknya
–jika otaknya bener maka perilakunya juga bener tapi jika otaknya miring
perilakunya ikut miring. (barang kali otak DPR dan pemimpin kita banyak
yang miring kali)
Contohnya begini: dulu saat otak petani masih percaya bahwa tanah
harus dijaga kesuburannya sebagai anugrah Tuhan, jika tanah tidak dijaga
maka akan marah dan akibatnya panen akan gagal. Bentuk kepercayaan
penghormatan kepada alam ini diwujudkan dalam ritual kebudayaan sedekah
bumi atau pemberian sesajen di pojok-pojok sawah. Isi otak petani tersebut
sebenarnya dikonstruk lingkungan sosialnya. Sebab kalau petani sudah tidak
percaya tentunya budaya sedekah bumi akan hilang dengan sendirinya.
secara historis”.? Pada bagian selanjutnya Geertz juga mengatakan bahwa kebudayaan itu
“merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik, yang
dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan dan mengembangan pengetahuan
dan sikapnya terhadap kehidupan”.
Ok pertanyaan pertama, dulu identitas setiap budaya dipengaruhi oleh batas-
batas wilayah, ada budaya Jawa, Bali, Madura, Betawi, Sunda dll. Semua
menunjukkan wilayah geografi. Sifat-sifat kebudayaan ini berbeda karena
pengaruh keadaan geografi karena tidak bentuk geografi yang sama misal
antara kebudayaan gunung dan pesisir. Nah sifat dari kebudayaan selalu
mengalami kemajuan seiring perkembangan jaman karena adanya
penemuan-penemuan baru oleh manusia. Artefak kebudayaan pun mengalami
perkembangan. Simbol/tanda bertambah banyak dan pemaknaan bisa saja
berubah, buku-buku baru pasti bermunculan, gaya-gaya ekspresi seni
semakin berjenis, gaya hidup masyarakat berkembang.
3
Max Weber diyakini mahasiswa dan dosen sebagai seorang sosiolog yang memberikan
definisi-definisi rasionalitas. Anda dapat melacaknya pada buku dosen tetangga anda. Weber
berpendapat tonggak modernitas dimulai dengan rasionalitas instrumental manusia. Lihat Doyle
Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hal.
219-222.
kapitalis akibat rasionalitas ekonomi dan terjadi surplus barang industri maka
rasionalitas menuntut perluasan pasar yang ditandai ekspansi/ekspedisi
bangsa Eropa ke berbagai benua. Sampai terjadinya penjajahan Belanda
selama 350 tahun di Indonesia.
Baik paklik maupun pakdhe, Keduanya berdiri pada jalur filsafat kritis,
merebut kekuasaan dan menghilangkan hegemoni. Dan pasti kepentingan
hegemoni dan penindasan diskursif adalah “power and capital” inilah
kepentingan abadi manusia.
6
Kekuasaan/power mutlak ada karena menjadi kekuatan kohesi interaksi sosial dan
daya paksa (koersif) individu dalam stabilitas sosial. Karenanya jangan pernah punya pikiran
negara adalah masalah karenanya harus dibubarkan –yang lebih rasional adalah merebut negara.
mereka masih ketakutan ditangkap, dipecat atau tidak dipakai oleh negara.
Budaya dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaan biar tidak ada yang
protes dan mengkritik pemerintah, kalau dikritik takut wibawa pemerintah
turun. Bagi aktivis-aktivis yang kritis kalau tidak mau disogok/dibeli pake
uang ya harus di Munirkan. Makanya kebijakan Tamsil tentang Rukonisasi,
Pembangunisasi dan Ndandangisasi tidak banyak yang mengkritik karena
siapa tahu saya telah menerima sogokan atau dewan kesenian juga telah
dibeli. (Hus ngawur ... jangan nuduh sembarangan-harus ada buktinya kalo
tidak itu fitnah namanya).
7
Lihat Michel Foucault, 1980. Power/Knowledge, New York: Harvester Press
haram ngomong ekonomi dan sebaliknya karena melanggar kode etik teritori
orang lain) Blaik tenan, kayaknya sampai sekarang masih deng …
Dalam dunia teater pun sama – kelompok anda akan kelihatan keren
jika meniru teaternya Rendra dengan gaya Broadway-nya (lagi-lagi kurir
budaya Amerika), atau memakai dramaturgi stanilavsky. Anda akan dicap
katrok jika memakai dramaturgi kethoprak ato wayang. Karenanya buku-
buku seni terjemahan dengan hak cipta penerbit barat laku di Shoping Center
Jogja ketimbang buku-buku seni karya Pak Raden ato Bu Bariyah.
8
Strukturisasi budaya dalam cultural studies bisa disepadankan dengan politik
representasi. Politik representasi merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari pemikiran
(ide) mengenai ‘representasi’ oleh Stuart Hall (1997). Konsep ini dipahami sebagai suatu
rekayasa konstruksi sosial yang dimungkinkan melalui bekerja-nya sirkuit kebudayaan dalam
melahirkan produksi dan reproduksi makna atau pencitraan yang mampu menciptakan suatu
opini publik, atau menentukan posisi subyektivitas seseorang di dalam ruang dan relasi sosialnya.
Hall, melanjutkan bahwa bekerja-nya sirkuit kebudayaan yang melahirkan ‘representasi’
merupakan suatu relasi sinergis (timbal-balik) antara komponen-komponen yang melibatkan
regulasi (pengaturan-pengaturan) dan siklus konsumsi-produksi di dalam realitas kehidupan kita
sehari-hari, serta interaksi ketiganya (regulasi-produksi-konsumsi) dalam membentuk identitas
kita
9
Konsumsi citra, tanda disebut dengan simulacrum yang artinya menghadirkan realitas
palsu, atau bahkan hyperreality (melebihi realitas aslinya). (lihat Ghris Barker, Cultural Studies:
Teori dan Praktek, Kreasi Wacana, 2005, hal. 80; Dani Cavallaro, Critical and Gultural Theory,
Niagara, Yogyakarta, 2004, hal. 365.)
Orientasi pasar barat hanya kekuasaan dan capital. Menjadi nomor
satu dalam wacana pembangunan juga mendapatkan bahan baku murah dan
produknya laku. Dari memberikan utangan dan konsultasi pembangunan
sampai menjual berbagai produk pakaian, elektronik, makanan, minuman,
pengetahuan, senjata perang dll. Kembali pada oposisi biner diatas (post-
kolonial) bahwa Barat TOP dan Timur Katrok menyebabkan isi otak kita terisi
wacana kebarat-baratan. Oleh Vandana Shiva inilah yang disebut proyek
modernitas Barat,10 jika bangsa-bangsa dunia ketiga (negara miskin) ingin
meniru Barat maka berkacalah pada kejayaan pencapaian material dunia
Barat. Ideologi pembangunanisme inilah yang sampai sekarang dipakai oleh
pemimpin bangsa ini dari Kepala Desa sampai Presiden, yang penting
mbangun fisik dan proyek2 (makanan anggaran 20% pendidikan ngak
nyampe-nyampe). Contoh di Kudus biar masih banyak anak jalanan
berkeliaran dan putus sekolah yang penting mall, ruko, kargo harus berdiri.
Bagaimana tho pikiran kita sampai bisa terisi wacana barat tanpa kita
sadar. Yang paling jelas menipu kita adalah iklan yang tiap hari –waktu
mencuci otak kita tanpa rasa lelah, tayangan infotainment dan sinetron yang
mengangkat cerita hidup glamour ala barat, cerita pacaran (mendekati seks
bebas) anak-anak SMP/SMA di sinetron yang mengikis nilai-nilai ketimuran.
Semuanya seolah-olah kita terima begitu saja. Media sekarang mulai bayi
sampai mbah-mbah ada iklannya, dicekoi iklan mulai lahir sampai mati, dari
bangun sampai tidur, gimana bisa nolak. Dengan iklan, barang yang tidak kita
butuhkan menjadi terasa butuh –sebenarnya apa yang kita beli? Sekali lagi
citra produk “menjadi orang pintarlah, gaul, keren, citra sukses, laki-laki
sejati, cewek idola, American Style, modern” masih banyak lagi. Hingga tanpa
sadar kita menjadi bangga mengenakan jeans Levis, rokok Marlboro, minum
Sprite, ngopi di Star Bucks, makan di KFC, mendengar musik dugem,
membeli lagu Michael Jakson, menonton film James Bond di Atrium yang
semuanya identik dengan budaya barat tetapi mental kita tetap katrok dan
tertindas. Berapa juta dollar keuntungan mereka dengan menjual produk
budayanya dan berapa rupiah jatah uang makan kita yang belanjakan untuk
mereka. Lalu tiba-tiba budaya kita menjadi lupa dan sangat membosankan
untuk ditonton. Dan pada kesimpulannya budaya pasar membentuk diri-diri
kita manusia-manusia konsumtif, hanya berkesempatan membeli tanpa
pernah bisa mencipta.
10
Meski demikian, pendekatan poskolonial tidak hanya semata-mata menilai efek negatif
yang dilahirkan oleh modernitas global, tetapi juga melihat kemungkinan-kemungkinan baru bagi
masyarakat di Dunia Ketiga untuk menegosiasikan posisi resistensi mereka di dalam struktur
modernitas itu sendiri. Upaya pencarian semacam ini misalnya dipelopori oleh Vandana Shiva
yang menggagas penemuan kembali nilai-nilai lokal yang menandangi efek negatif dari proyek
modernitas Barat.
Urusan perselingkuhan ini bisa terlihat bagaimana mesranya menteri
ekonomi dengan pengusaha CPO di Sumatra, meski minyak goreng di pasar
naik sampai rakyat dan pedagang kecil menjerit, dicuekin saja, kalau nanti
suaranya serak pasti diam sendiri. Minyak tanah antri tetap saja eksport
minyak mentah jalan terus, meski Buyat terkena minamata Newmont tetap
berlenggang, rakyat Papua ditembaki militer yang dibayar Freeport, malah
negara makin rakus menjarah tanah adat dan kejahatan HAM dianggap tidak
pernah ada, Lapindo terus bergolak sikap pemerintah tetap diam maklum
Aburizal menteri kesayangan SBY (funding kampanye SBY kali), tarif tol naik
dengan alasan demi menarik minat investor meski rakyat hidupnya sudah
tercekik. We e’ e’ Kudus juga latah ikut, panggil investor mulai rumah sakit,
ruko, pasar, kargo, bahkan terakhir investor kecil-kecilan pedagang kaki lima
ndandangan juga turut dipanggil untuk meningkatkan PDRB. Semuanya demi
semakin terisi pundi-pundi kekayaan pejabat.
Agensi Pasar yang diwakili pengusaha lokal, dengan Word bank, IMF,
WTO, TNC, MNC melakukan perselingkuhan dengan negara untuk
mendapatkan bahan baku murah dan kemudahan dalam
memasarkan/menjual produk-produk mereka. Resiko-resiko yang terjadi
dibebankan kepada rakyat kecil, mulai limbah, ruang publik yang berganti
mall, hutan gundul, gaji buruh rendah bukan urusan mereka. Maka dalam
rumus ekonomi yang ada adalah efesisensi dan keuntungan; moral sama
sekali tidak pernah tercantum didalamnya. Alhamdulillah-nya hampir semua
pejabat kita kok pengusaha, pemimpin-pemimpin kita juga pengusaha, klop
sudah dengan semangat neo-liberalisme.
Fenomena inilah yang disebut Noreena Hertz11 sebagai silence take over, yang
artinya globalisasi modal telah mengerdilkan peran negara karena jeratan-
jeratan ketergantungan hutang dan investor asing. Apapun akan dilakukan
oleh negara (:baca pemerintah) untuk memanjakan mereka meski harus
mengorbankan kepentingan rakyat.
Sikap Kita
Apa yang bisa kita lakukan, seperti yang Widji Tukul teriakkan “LAWAN”. Ya
budaya sebagai alat perlawanan, budaya sebagai media menyebarkan
ideologi, Budaya sebagai basis pendidikan kerakyatan, budaya sebagai
penyebar semangat revolusi. Hidup Revolusi (awas ada intel –nanti kita malah
ditraktir).
Ingat!! Perlawanan simbol saja tidak cukup, anda mau melawan budaya
global dengan fundamentalisme, menolak produk Amerika, mempertahankan
sepeda onthel dengan slogan bike to work, memplesetkan KFC dengan
Kendhuri Fried Chiken, America go to Hell, fuck Capitalis, tidak cukup mas.
Representasi perlawanan harus jelas, jangan sampai kita menjadi masyarakat
sub-baltern yang tidak mampu mengartikulasikan kepentingan. Akhirnya
hanya mampu melawan dengan diam, ngrundel dan ngrasani (mirip teorinya
James C. Scott “every day reform” dalam bukunya “Senjatanya Orang-Orang
yang Kalah”)
12
Diaspora lebih dari sekedar relasi, tetapi merupakan jaringan yang mempunyai
kesepahaman bersama, persamaan visi dan agenda kebudayaan. Agenda diaspora budaya
secara universal mewacanakan pengetahuan kritis (resistensi/oposisi) tiap hari, tiap waktu dan
di tiap tempat di semua komunitas, semua kalangan, semua umur untuk mereduksi budaya
penindasan.
13
Penulis tidak mendapatkan padanan kata untuk orang-orang yang betul-betul
memikirkan perubahan bangsa ini, mempunyai sense of belonging nasionalisme, berpihak pada
rakyat kecil, benar-benar prihatin terhadap kondisi pendidikan rakyat miskin. Kelompok manapun
bisa menjadi Nabi: seniman, budayawan, akademisi, sampai tukang becak. Jika negara-negara
lain bisa, mengapa kita tidak. Misal: Filipina, Malaysia, Jepang, Brasil, Cuba, Iran.
14
Pendapat semacam ini dipelopori oleh pemikiran Gayatri Spivak tentang kelompok
‘Subaltern’ yakni orang-orang jelata-kelompok marjinal yang kepentingan artikulatif-nya selalu
dimediasikan oleh ‘mereka’ yang memiliki posisi kekuasaan untuk menstrukturkan pengetahuan
seperti: para politisi, intelektual-akademisi dan rohaniwan (tokoh-tokoh agama).