Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH ARSITEKTUR TRADISIONAL DI

SUMATERA
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Pratiwi juniar, ST., M.Sc. / A. Muh. ikhsan, ST., M.Si.

OLEH :

Kelompok 3

 Siti zhafirah Ramadhani / 03420200005

 Alfina Lusiana / 03420200027

 Sitti Nailah Nurkhalisah Ashari / 03420200050

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA, MAKASSAR

2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "Arsitektur Tradisional Di Sumatera" tepat waktu.

Makalah "Arsitektur Tradisional Di Sumatera" disusun guna memenuhi tugas pada mata
kuliah "Sejarah Pengantar Arsitektur". Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang "Arsitektur Tradisional Di Sumatera" .

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada PRATIWI JUNIAR, ST., M.Sc. / A.
MUH. IKHSAN, ST., M.Si. selaku dosen mata kuliah " Sejarah Pengantar Arsitektur". Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Mamuju, 2 Mei 2021

Kelompok 3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.4 MANFAAT PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
2.1 ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA
2.2 ARSITEKTUR TRADISIONAL NANGGROE ACEH DARUSSALAM
2.3 ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA BARAT
2.4 ARSITEKTUR TRADISIONAL RIAU
2.5 ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA SELATAN
2.6 ARSITEKTUR TRADISIONAL KEPULAUAN RIAU
2.7 ARSITEKTUR TRADISIONAL JAMBI
2.8 ARSITEKTUR TRADISIONAL BANGKA BELITUNG
2.9 ARSITEKTUR TRADISIONAL LAMPUNG
2.10 ARSITEKTUR TRADISIONAL BENGKULU
BAB III PENUTUP....................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................68

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan zaman, arsitektur pun ikut semakin


berkembang pesat. Hal ini tidak lain disebabkan oleh perkembangan
kehidupan manusia. Semakin peradaban manusia berkembang, maka
semakin menuntut perkembangan dunia arsitektur agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup manusia.

Oleh karena itu, demi memenuhi kebutuhan hidup manusia, arsitektur


harus berkembang sesuai dengan jaman dan lokasi keberadaannya. Karena,
pada lokasi yang berbeda, meiliki tingkat peradaban dan kebudayaan yang
berbeda pula. Hal ini sangatlah mempengaruhi perkembangan arsitektur.
Setiap wilayah di dunia, memiliki cirri khas masing-masing, termasuk pula
wilayah Sumatra.

Untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan arsitektur tradisional


suatu daerah di Indonesia maka perlu adanya pembahasan tentang arsitektur
tradisional masa ini. Terkait tentang bahasan ini daerah yang akan digunakan
di dalam bahasan adalah rumah tradisonal dari 10cprovinsi di pulau
Sumatera. Pembahasan ini akam membahas tentang gaya arsitekturnya
mulai dari latar belakang atau filosofi, struktur dan konstruksi, bentuk dan
peruangan, ornament serta ciri khas atau tipologi bangunan tradisional
masing-masing daerah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yaitu:
1. Bagaimana perkembangan rumah tradisional di daerah Sumatra?
2. Bagaimana filosofi atau makna dari rumah tradisional Sumatra?
3. Bagaimana struktur dan konstruksi rumah tradisional Sumatra?
4. Bagaimana peruangan dalam rumah tradisional Sumatra?
5. Apa saja ornament dan ciri khas rumah tradisional Sumatra?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan dari makalah Arsitektur Tradisional Sumatra


ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan rumah tradisonal di
Sumatra
2. Untuk mengetahui filosofi atau makna dari rumah tradisional Sumatra
3. Untuk mengetahui bagaimana struktur dan konstruksi rumah tradisional
Sumatra
4. Untuk mengetahui peruangan dalam rumah tradisional Sumatra
5. Untuk mengetahui ornament dan ciri khas rumah tradisional Sumatra

1.4 MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dalam penulisan makalah Arsitektur Indonesia ini


adalah:
1. Dapat mengenal dan mengetahui arsitektur tradisional rumah adat
di daerah Sumatra.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA UTARA

Sumatera Utara adalah provinsi dengan populasi penduduk terbanyak


ke-4 di Indonesia. Provinsi yang beribukota di Kota Medan ini dihuni oleh
suku Batak selaku suku mayoritas sekaligus suku aslinya. Suku Batak sendiri
merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia setelah suku Jawa.
Suku Batak terbagi ke dalam beberapa sub suku, di antaranya Batak Toba,
Batak Angkola, Batak Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Mandailing.
Masing-masing sub-suku Batak tersebut diketahui memiliki beberapa
karakteristik budaya yang saling membedakan satu sama lainnya. Salah satu
karakteristik tersebut misalnya dapat kita lihat dari desain rumah adatnya.

a) Latar Belakang & Filosofi

Rumah Bolon adalah rumah adat dari suku Batak yang ada


di Indonesia. Rumah Bolon berasal dari daerah Sumatera
Utara. Rumah Bolon adalah simbol dari identitas masyarakat Batak
yang tinggal di Sumatera Utara. Pada zaman dahulu kala, rumah
Bolon adalah tempat tinggal dari 13 raja yang tinggal di Sumatera
Utara. 13 Raja tersebut adalah Raja Ranjinman, Raja Nagaraja, Raja
Batiran, Raja Bakkaraja, Raja Baringin, Raja Bonabatu, Raja
Rajaulan, Raja Atian, Raja Hormabulan, Raja Raondop, Raja
Rahalim, Raja Karel Tanjung, dan Raja Mogam. Ada beberapa jenis
rumah Bolon dalam masyarakat Batak yaitu rumah Bolon Toba,
rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon
Mandailing, rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola. Setiap
rumah mempunyai ciri khasnya masing-masing. Sayangnya, rumah
Bolon saat ini jumlah tidak terlalu banyak sehingga beberapa jenis
rumah Bolon bahkan sulit ditemukan. Saat ini, rumah bolon adalah
salah satu objek wisata di Sumatera Utara. Rumah Bolon adalah
salah satu budaya Indonesia yang harus dilestarikan.
Gambar 1.1 Rumah Adat Bolon, Batak Toba

Rumah berbentuk persegi panjang dan masuk dalam kategori


rumah panggung ini umumnya dihuni oleh 4-6 keluarga yang hidup
secara bersama-sama. Rumah adat bolon justru sengaja dibuat
panggung agar memiliki kolong rumah. Kolong rumah tersebut
kemudian digunakan sebagai kandang bagi hewan peliharaan mereka
seperti babi, ayam, atau kambing.

Bila hendak masuk ke dalam rumah bolon, kita harus melalui


sebuah tangga yang berada di bagian depan rumah. Tangga tersebut
memiliki jumlah anak tangga yang ganjil, dan saat memasuki rumah
ini, kita akan dipaksa menunduk karena pintu rumahnya yang pendek.
Pintu rumah memang sengaja dibuat pendek agar tamu menunduk
sehingga secara filosofis mereka dianggap menghargai pemiliki
rumah. Nah, berikut ini penampilan fisik dari rumah adat Batak Toba
ini.

b) Bentuk & Peruangan


Rumah Bolon
memilik bentuk persegi
empat. Rumah Bolon mempunyai model seperti rumah
panggung. Rumah ini memiliki tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter
dari tanah. Tingginya rumah Bolon menyebabkan penghuni rumah
atau tamu yang hendak masuk ke dalam rumah harus menggunakan
tangga. Tangga rumah Bolon terletak di tengah-tengah badan
rumah. Hal ini mengakibatkan jika tamu atau penghuni rumah harus
menunduk untuk berjalan ke tangga. Bagian dalam rumah Bolon
adalah sebuah ruang kosong yang besar dan terbuka tanpa
kamar. Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang oleh tiang-tiang
penyangga. Tiang-tiang ini menopang tiap sudut rumah termasuk juga
lantai dari rumah Bolon. Rumah Bolon memiliki atap yang
melengkung pada bagian depan dan belakang. Rumah Bolon memilik
atap yang berbentuk seperti pelana kuda.

Ruangan Rumah Bolon di bagi atas 4 wilayah (bagian) yaitu:

1. Jabu Bona ialah daerah sudut kanan di sebelah belakang dari


pintu masuk rumah, daerah ini biasa di tempati oleh keluarga tuan
rumah.

2. Jabu Soding ialah daerah sudut kiri di belakang pintu rumah.


Bahagian ini di tempati oleh anak anak yang belum akil balik
(gadis).

3. Jabu Suhat ialah daerah sudut kiri dibahagian depan dekat pintu


masuk. Daerah ini di tempati oleh anak tertua yang sudah
berkeluarga, karena zaman dahulu belum ada rumah yang di
ongkos (kontrak) makanya anak tertua yang belum memiliki rumah
menempati jabu suhat.

4.    Jabu Tampar Piring ialah daerah sudut kanan di bahagian


depan dekat dengan pintu masuk. Daerah ini biasa disiapkan untuk
para tamu, juga daerah ini sering di sebut jabu tampar piring atau
jabu soding jolo-jolo. 

Gambar 1.3 Denah Rumah Bolon

c) Struktur dan Konstruksi

Bagian – bagian Rumah Bolon

Menurut tingkatannya Rumah Bolon dapat dibagi menjadi 3


bagian yaitu:
1.    Bagian Bawah (Tombara) yang terdiri dari batu pondasi atau
ojahan tiang-tiang pendek, pasak (rancang) yang menusuk
tiang, tangga (balatuk)
2.    Bagian Tengah (Tonga) yang terdiri dari dinding depan,
dinding samping, dan belakang
3.    Bagian Atas (Ginjang) yang terdiri dari atap (tarup) di bawah
atap urur diatas urur membentang lais, ruma yang lama
atapnya adalah ijuk (serat dari pohon enau).

Selanjutnya suku Batak Toba yang lama telah berkeyakinan


bahwa ketiga dunia (banua) itu diciptakan oleh Maha Dewa yang
disebut dengan perkataan Mula Jadi Na Bolon. Seiring dengan
pembagian alam semesta (jagad raya) tadi yang terdiri dari 3
bagian, maka orang Batak Toba pun membagi/ merencanakan
ruma tradisi mereka menjadi 3 bagian.

Gambar 1.4 Tiga Bagian Rumah Bolon

 Atap
Atap Rumah Bolon mengambil ide dasar dari punggung
kerbau, bentuknya yang melengkung menambah nilai
keaerodinamisannya dalam melawan angin danau yang kencang. 
Atap terbuat dari ijuk, yaitu bahan yang mudah didapat
didaerah setempat. Suku batak menganggap Atap sebagai sesuatu
yang suci, sehingga digunakan untuk menyimpan pusaka mereka.

 Badan Rumah
Badan rumah terletak dibagian tengah atau dalam mitologi
batak disebut dunia tengah, dunia tengah melambangkan tempat
aktivitas manusia seperti masak, tidur, bersenda gurau. Bagian
badan rumah dilengkapi hiasan berupa ipon ipon untuk menolak
bala.

 Pondasi
• Pondasi rumah batak toba menggunakan jenis pondasi cincin,
dimana batu sebagai tumpuan dari kolom kayu yang berdiri
diatasnya.
• Tiang-tiang berdiameter 42 - 50 cm, berdiri diatas batu ojahan
struktur yang fleksibel, sehingga tahan terhadap gempa
• Tiang yang berjumlah 18 mengandung filosofi kebersamaan
dan kekokohan
• Mengapa memakai pondasi umpak karena pada waktu
tersebut masih banyaknya batu olahan dan kayu gelonggong
dalam jumlah yang besar. Dan belum ditemukannya alat
perekat seperti semen
 Dinding
• Dinding pada rumah batak toba miring, agar angin mudah
masuk
• Tali-tali pengikat dinding yang miring disebut tali ret-ret, terbuat
dari ijuk atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti
cicak yang mempunyai 2 kepala saling bertolak belakang,
maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan
2 kepala saling bertolak belakang melambangkan semua
penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling
menghormati.

d) Ornamen

- Gorga Batak adalah ukiran atau


pahatan tradisional yang biasanya
terdapat di dinding rumah bahagian
luar dan bagian depan dari rumah-
rumah adat Batak. Gorga ada
dekorasi atau hiasan yang dibuat
dengan cara memahat kayu
(papan) dan kemudian mencatnya dengan tiga (3) macam warna
yaitu : merah-hitam-putih. Warna yang tiga macam ini disebut tiga
bolit.

- Gorga Jorgom, Ada juga


orang menyebutnya Gorga
Jorgom atau ada pula
menyebutnya Gorga Ulu Singa. Biasa ditempatkan di atas pintu
masuk ke rumah, bentuknya mirip binatang dan manusia.

- Gorga Ulu Paung, Ulu Paung


terdapat di puncak rumah Gorga
Batak. Disamping sebagai
memperindah rumah, Ulu Paung juga
berfungsi untuk melawan begu ladang
(setan) yang datang dari luar
kampung. Zaman dahulu orang Batak
sering mendapat serangan kekuatan hitam dari luar rumah untuk
membuat perselisihan di dalam rumah (keluarga) sehingga tidak
akur antara suami dan isteri.

e) Ciri Khas

Lantai rumah Bolon terbuat dari papan dan atap rumah bolon


terbuat dari ijuk atau daun rumbia. Bagian dalam rumah Bolon adalah
ruangan besar yang tidak terbagi-bagi atas kamar. Namun, tidak
berarti bahwa tidak ada pembagian ruang di dalam rumah
Bolon. Ruangan terbagi atas tiga bagian yaitu jabu bona atau ruangan
belakang di sudut sebelah kanan, ruangan jabu soding yang berada di
sudut sebelah kiri yang berhadapan dengan jabu bona, ruangan jabu
suhat yang berada di sudut kiri depan, ruangan tampar piring yang
berada di sebelah jabu suhat, dan ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu
Bona. 
Gambar 1.5 Rumah Adat Bolon

 Rumah Bolon tidak menggunakan paku. Rumah Bolon hanya


menggunakan tali untuk menyatukan bahan-bahan rumah. Tali ini
diikatkan kepada kayu dengan kuat agar rangka rumah tidak longgar
ataupun rubuh suatu saat. Pada badan rumah Bolon terdapat
berbagai ukiran maupun gambar yang memiliki makna sesuai dengan
kehidupan masyarakat Batak.

2.2 ARSITEKTUR TRADISIONAL NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Daerah Istimewa Aceh yang sekarang berganti nama menjadi Nanggroe


Aceh Darussalam adalah satu provinsi yang berada di paling barat negara
Indonesia. Seperti budaya lainnya, Aceh sendiri juga memiliki ciri khas
budaya yang dinamis dan unik, terutama rumah Aceh. Rumah Aceh sering
disebut dengan rumah (rumoh) Aceh atau Rumah Krong Bade.
Gambar 2.1 Rumah Krong Bade Aceh

Rumah Aceh dibuat tinggi di atas tanah dibangun dengan jumlah tiang-
tiang bulat besar yang beraturan. Rumah Aceh letaknya wajib memenuhi
syarat yang telah ditentukan, yaitu membujur dari Timur ke Barat dengan
arah utama kiblat (barat). Posisi demikian befungsi sebagai patokan untuk
para tamu yang datang, tanpa bertanya, sudah dapat meyakini arah kiblat.
Bahkan di wilayah tertentu, bukan hanya pengaturan posisi arah rumah saja
yang menghadap kiblat, hal yang berkaitan dengannya pun ditata dengan
maksud, yaitu pembangunan jalan, gang, semua tegak lurus menghadap
kiblat (Mirsa, Rinaldi, 2013; 18) Arsitektur Rumah Aceh merupakan hasil
karya cipta dari kearifan masyarakat Aceh dalam menyikapi alam dan
keyakinan (religius). Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan
menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adaptasi
masyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya. Struktur rumah tradisi
yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan kepada penghuninya.

a) Filosofi Rumah Aceh

Masyarakat Aceh dalam menyikapi kondisi alam terlihat sangat


pintar, hal ini dilihat dari bentuk rumah aceh yang menghadap ke
Utara dan Selatan sehingga rumah membujur dari Timur ke Barat.
Walau dalam perkembangannya, masyarakat Aceh membuat garis
imajiner antara rumah dan Ka’bah, tetapi sebelum Islam masuk ke
Aceh, arah rumah tradisional Aceh memang sudah seperti ini.
Kecenderungan ini nampaknya merupakan bentuk penyikapan
masyarakat Aceh terhadap arah angin yang bertiup dari arah Timur ke
Barat atau sebaliknya. Jika arah rumah aceh menghadap ke arah
angin, makan bangunan tersebut dipastikan mudah rubuh. Di samping
itu, arah rumah menghadap ke Utara dan Selatan, juga dimaksudkan
agar sinar matahari lebih mudah masuk ke ruang di rumah aceh. Baru
setelah Islam masuk ke Aceh, arah rumah aceh mendapatkan
justifikasi keagamaan. Nilai religius juga dapat dilihat dari jumlah
ruang yang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu ganjil dan
keberadaan gentong air untuk membasuh kaki setiap kali hendak
masuk rumah aceh. (Zainuddin, H.M, 1961; 15).

b) Bentuk dan Peruangan

Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan


simbol agar semua orang taat pada aturan. Adanya bagian ruang
yang berfungsi sebagai ruang privat, seperti rumoh inong (kamar
khusus perempuan), ruang public seperti seuramoe keu (serambi
depan), serambi belakang merupakan tempat yang didominasi wanita.
Keberadaan tangga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh
didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara
dekat. Apabila di rumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki,
maka bagi tamu yang bukan keluarga dekat (muhrim) dilarang untuk
naik ke rumah. Dengan demikian, reunyeun juga berfungsi sebagai
alat kontrol sosial. (Mirsa, Rinaldi, 2013; 20)

Gambar 2.2 Denah Rumah Krong Bade Aceh

Denah Rumah Aceh pada umumnya :


1) Reunyen (tangga)
2) seuramo keu (serambi depan)
3) jure (ruang keluarga dan kamar)
4) rambat (lorong antara kamar)
5) seuramo likot (serambi belakang)
6) dapu (dapur)
7) bawah rumah (kolong rumah)

Kolong rumah sengaja dibiarkan kosong dan terbuka agar


digunakan sebagai tempat pembuatan kain tenun serta penyimpanan
hasil panen (lumbung padi), dan bisa juga digunakan sebagai
kandang hewan peliharaan. Ruang utama diisi dengan hamparan tika
ngom (tikar pandan). Kondisi ini memberi keleluasaan ruang sehingga
bisa multifungsi dan memberi sirkulasi udara yang baik

c) Struktur dan Konstruksi

 Atap
Sesuai dengan gambar bentuk rangka atap dan juga kuda-
kudanya. Struktur rangka atap berfungsi untuk menerima beban
dari atap seperti air hujan, angin, penutup atap, dan beban dari
kuda-kuda maupun rangka itu sendiri.Fungsi lainnya dari rangka
atap yaitu sebagai pembentuk bentuk dari atap itu sendiri.

Struktur Atap Rumoh Aceh


Untuk material dari konstruksi rangka atap ini menggunakan
kayu yang kuat, seperti kayu merbau, dsb.

Penutup Atap

Penutup Atap Rumoh Aceh - Atap Daun Rumbia

Penutup atap pada rumoh aceh menggunakan material daun


rumbia yang dipilin rapat-rapat, kemudian disusun untuk
digabungkan secara berlapis-lapis. Lapisan kesatuan rumbia ini
digabungkan dengan bamboo yang disulam dengan rotan.
Kemudian dikuatkan lagi dengan kayu sebagai reng.

Bahan-bahan konstruksi lain dari Rumah Aceh antara lain:

- Kayu adalah bahan utama dari rumah ini, Kayu digunakan untuk
membuat tiang penyangga rumah.
· Papan yang digunakan untuk membuat dinding dan lantai
rumah.
· Bambu atau yang biasa disebut trieng digunakan untuk
membuat alas lantai.
· Temor atau yang biasa disebut enau digunakan sebagai bahan
cadangan untuk membuat dinding dan lantai selain bambu.
· Tali Pengikat atau yang biasa disebut dengan taloe meu-ikat
digunakan untuk mengikat bahan-bahan bangunan.
· Tali pengikat ini terbuat dari bahan rotan, tali ijuk, atau kulit
pohon waru.
· Keenam Daun Rumbia atau yang biasa disebut dengan oen
meuria yang digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat
atap rumah.
· Daun Enau digunakan sebagai bahan cadangan untuk
membuat atap, apabila daun Rumbia tidak ada.
· Pelepah Rumbia atau biasa disebut dengan peuleupeuk meuria
adalah bahan dasar untuk membuat dinding rumah dan juga
lemari.

d) Ornamen

Beberapa ukiran yang dapat dijumpai di rumah aceh:

1) Rinyeuen (tangga)
Biasanya terdapat dari bagian bawah
tangga sampai di bagian atas tangga. Biasanya
memanjang seperti ukiran busur panah, tali,
rantai dan sebagainya.
2) Kindang
(dinding paling
bawah dari
rumah aceh)
rumah aceh ini
sebagian besar
dikelilingi ukiran
berbentuk flora danfauna disepanjang dinding bawahnya.

3) Peulangan, Terletak di dinding


dalam dibagian bawah antara
elevasi serambi dengan kamar
tidur. Ukiran pada dinding dalam
ini didominasi dari flora dan unsur
alam.

e) Ciri Khas

Ciri khas dari rumah Krong Bade Aceh antara lain:


- Rumah Krong Bade
memiliki tangga di bagian
depan rumah bagi orang-
orang yang akan masuk
ke dalam rumah.
- Rumah Krong Bade
memiliki tangga karena
tinggi rumah yang berada
beberapa meter dari tanah. Gambar 2.3 Rumah Krong Bade Aceh

- Umumnya, tingga Rumah Krong Bade dari tanah adalah 2,5-3


meter.
- Jumlah anak tangga Rumah Krong Bade umumnya ganjil.
- Rumah Krong Bade memiliki bahan dasar yaitu kayu.
- Rumah Krong Bade juga memiliki banyak ukiran pada dinding
rumahnya.
- Banyaknya ukiran pada Rumah Krong Bade bergantung dari
kemampuan ekonomi pemilik rumah.
- Ukiran ini pun tidak sama satu dengan yang lain. 
- Rumah Krong Bade berbentuk persegi panjang dan memanjang
dari timur ke barat. Atap Rumah Krong Bade terbuat dari daun
rumbia.

2.3 ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA BARAT

a) Latar Belakang & Filosofi

Gambar 3.1 Rumah Gadang

Rumah gadang yang merupakan yang merupakan salah satu


ekspresi arsitektur vernakular Minangkabau mampu mencerminkan
kebijakan penggunaan bahasa arsitektural masyarakat etnis tersebut.

Adat dan agama tergambar dalam ungkapan, Adat basandi syarak,


syarak basandi kitabullah (Adat bersendi syarak, syarak bersendi
kitabullah). Agama Islam yang merupakan satu-satunya agama yang
diyakini oleh masyarakat Minangkabau. (Ismael, 2007 : 22-24).
Secara garis besar proses pembangunan rumah gadang pada
setiap daerah di kawasan Alam Minangkabau adalah sama, yaitu terdiri
dari tahap perencanaan, pencarian bahan, dan pembangunan. Perbedaan
akan terlihat pada istilah-istilah teknis yang digunakan dalam rangkaian
proses pembangunan dan detail prosesi yang dilakukan.

b) Bentuk dan Peruangan

Secara keruangan, rumah gadang indak baanjuang mempunyai


denah yang sederhana dengan bentuk dasar persegi panjang. Dari muko
ka belakang, rumah terbagi atas empat bagian yang disebut lanjar dimana
satu lanjar adalah jarak antara dua tiang dalam arah depan-belakang.

Keempat lanjar ini masing-masing disebut dengan balai, labuah,


bandua, dan biliak. Sedangkan dari ujuang ke pangka, rumah gadang
terbagi atas ruang dengan jumlah ganjil misalnya lima atau tujuh ruang.
Dimana satu ruang adalah jarak antara dua tiang dalam arah ujung-
pangkal. Biliak hanya mempunyai batas antar biliak sedangkan untuk
batas antara biliak dan bandua biasanya hanya dibatasi oleh tirai.
Gambar 3.2 Denah Rumah Gadang
Lanjar pertama yaitu balai merupakan ruang yang bersifat umum
atau publik. Lanjar kedua yaitu labuah, bisa dikatakan sebagai area
sirkulasi utama dalam rumah gadang. Lanjar ketiga dan keempat yaitu
bandua dan biliak yang mempunyai lantai yang ditinggikan satu jengkal
lima jari (kira-kira 30 cm) dari lantai pada balai dan labuah.

Rumah gadang merupakan rumah panggung dan terbagi atas


kepala, badan, serta kaki yang pada dasarnya terbentuk dari geometri-
geometri sederhana namun dengan penyelesaian yang terbilang unik
salah satu bentuk yang cukup unik dari rumah gadang adalah atap
gonjongnya.

1. Bentuk atap gonjong

Gambar 3.3 Atap Gonjong

Ide atau pemikiran yang mendasari bentuk atap gonjong antara lain :
a. Tanduk kerbau, karena kerbau merupakan hewan yang dianggap
sangat erat kaitannya dengan sejarah kemenangan masyarakat
Minangkabau dalam adu kerbau melawan pendatang yang ingin
menduduki wilayah mereka. (Ismael, 2007 : 52).

Gambar 3.4 Atap Gonjong dan Tanduk Kerbau


b. Pucuk rebung (bakal bambu), karena bagi masyarakat Minangkabau
rebung merupakan bahan makanan adat yang selalu ada saat upacara-
upacara adat. Selain itu, bambu dianggap tumbuhan yang sangat
penting dalam konstruksi tradisional. (Ismael, 2007 : 52).

Gambar 3.5 Atap Gonjong dan Pucuk Rebung


c. Alam Minangkabau yang berbukit, terdiri dari punggungan dan
landaian. (Ismael, 2010 : 52).

Gambar 3.6 Garis Lengkung Landaian dan Punggungan yang Menyiratkan Alam
Minangkabau yang Berbukit

2. Bentuk bangunan yang menyerupai trapesium terbalik merupakan


representasi dari kapal atau perahu layar. Hal ini merupakan kenangan
terkait asal-usul nenek moyang orang Minangkabau yang dianggap
berasal dari rombongan Iskandar Zulkarnaen yang berlayar dengan kapal
dari daerah asalnya dan kemudian terdampar di dataran Minangkabau.
(Ismael, 2007 : 52).

c) Struktur dan Konstruksi

 Struktur Pondasi, Kolom, serta Kolong

Pondasi rumah gadang berupa lempengan batu yang tidak ditanam


dalam tanah tetapi diekspos pada permukaan tanah dengan cara
menumpukan tiang kolom pada sebuah batu yang disebut dengan
pondasi umpak.

Gambar 3.7 Pondasi Rumah Gadang

Pada sistem struktur kolom dan balok rumah gadang menggunakan


sistem pasak kayu dimana kolom dan balok disambung atau dirangkai
tanpa menggunakan paku.

Gambar 3.8 Kolong Rumah ditutupi dengan Kisi-Kisi

 Struktur Lantai

Sistem lantai pada rumah gadang menggunakan sambungan yang


dikenal dengan rasuak. Rasuak adalah kayu yang melintang
mengikuti lebaran rumah. Apabila ada anjungan maka rasuaknya juga
ikut dinaikkan mengikuti ketinggian anjungan.

Gambar 3.9 Struktur Utama dan Struktur Lantai

 Struktur Atap

Konstruksi atap rumah gadang menggunakan balok-balok pengikat


tiang, di atasnya disusun gording-gording yang lengkung mengikuti
bentuk atap rumah gadang lalu dipasang reng bambu yang diikat
menggunakan rotan.

Gambar 3.10 Konstruksi Atap Rumah Gadang


d) Ornamen

 Kaluak paku (gulungan pucuk pakis muda). Ukiran ini melambangkan


tanggung jawab seorang mamak terhadap kemenakan di rumah orang
tua, juga sebagai ayah di rumah istri.

Gambar 3.11 Ornamen Kaluak Paku Kacang Balimbiang

 Singo Mandongkak jo Takuak Kacang Goreng (daun kacang goreng).


Ukiran ini menggambarkan bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam
memiliki tanda-tanda yang menunjukkan keadaan alam itu sendiri.

Gambar 3.12 Ornamen Singo Mandongkak jo Takuak Kacang Goreng

 Siriah gadang (daun sirih). Ukiran ini menggambarkan konsep-konsep


dalam sistem sosial orang Minangkabau.

Gambar 3.13 Ornamen Siriah Gadang


e) Ciri Khas

- Bentuk dasarnya persegi empat.


- Atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sedangkan
lengkung badan rumah landai seperti badan kapal.
- Bentuk badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas
(trapesium terbalik) sisinya melengkung kedalam atau rendah di bagian
tengah, secara estetika merupakan komposisi yang dinamis.
- Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan (penampang), maka segi
empat yang membesar ke atas ditutup oleh bentuk segitiga yang juga
sisi segitiga itu melengkung ke arah dalam, semuanya membentuk
suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup
mereka.
- Dilihat pada sisi lain maka rumah gadang adalah rumah panggung,
karena lantainya terletak jauh di atas tanah.
- Rumah gadang bentuknya yang memanjang tersebut biasanya
didasarkan kepada jumlah ruang dalam bilangan ganjil : 3,5,7,9, dan
ada pula 17 ruang pada masa lalu tetapi sekarang tidak diketemukan
lagi.

2.4 ARSITEKTUR TRADISIONAL RIAU

a) Latar Belakang & Filosofi

Sebutan lain
adalah Rumah
Pencalang atau Rumah
Lancang. Nama Lontik
diberikan menurut
bentuk perabung
atapnya yang lentik ke
atas, sedangkan nama
Gambar 4.1 Rumah Adat Riau
Pencalang dan Lancang diberikan karena bentuk hiasan kaki dinding
depannya mirip perahu.

Latar belakang lahirnya sebutan ini besar kemungkinan dari


kebiasaan penduduk Lima Koto Kampar yang dahulunya membuat perahu
dengan rumah-rumah perahu (disebut magon) yang hampir sama
bentuknya dengan rumah kediaman mereka. Tetap belumlah diketahui
apakah bentuknya rumah-rumahan perahu itu yang meniru bentuk rumah
kediamannya atau sebaliknya. Di dalam perahu itulah mereka melakukan
pelayaran dagang dengan membawa benda-benda dagangannya ke
berbagai daerah, terutama di sepanjang aliran sungai Kampar. Perahu ini
dikenal pula dengan nama “Belungkang”. Mereka diam berbulan-bulan
dalam perahu itu.

b) Bentuk & Peruangan

Pada bangunan biasanya diberi hiasan, yakni pada: Puncak


bubungan atap, ujung cucuran atap, lisplank, bagian atas dan bawah
ambang pintu dan jendela, sepanjang kaki dinding, pada sudut-sudut
dinding, pada sandin (sudut) tiang, kaki tiang, kasau, dan bagian rumah
yang tampak.
Rumah biasanya hanya
terdiri dari 3 ruangan saja, tetapi
rumah Sompu terdiri dari 4
ruangan. Alasan lain
menyebutkan bahwa ruangan
harus tetap tiga, karena sesuai
dengan Alam Nan Tigo, yakni
tata pergaulan dalam kehidupan
masyarakat. Gambar 4.2 Denah Rumah Adat Riau

Pertama Alam Berkawan, yakni pergaulan antara sesame warga


kampung. Kedua Alam Bersamak, yakni kaum kerabat dan keluarga.
Dilambangkan dengan ruangan tengah. Ketiga Alam Semalu, yakni
kehidupan pribadi dan rumah tangga. Tempat menyimpan segala rahasia.
Ini dilambangkan pada ruangan belakang.

Fungsi tiap-tiap ruangan


Ujung Bawah, tempat duduk Ninik Mamak dan undangan dalam
upacara tertentu. Dalam keadaan sehari-hari dipergunakan sebagai
tempat sembahyang, oleh karenanya disitu selalu disediakan tikar
sembahyang.
Pangkal Rumah, untuk tempat duduk Ninik Mamak pemilik rumah
atau disebut Ninik Mamak nan punyo soko. Dalam keadaan sehari-hari
dipergunakan sebagai tempat tidur Ninik Mamak tersebut. Dan disitu
selalu disediakan lapik ketiduran.
Ujung Tengah, dalam upacara perkawinan dipergunakan untuk
tempat gerai pelaminan. Dalam keadaan sehari-hari dipergunakan
sebagai tempat tidur pemilik rumah. Di ruangan ini disediakan tempat tidur
baik berupa geraimaupun katil.
Poserek, dipergunakan untuk tempat berkumpul orangtua perempuan
dan anak-anak. Dalam keadaan biasa dipergunakan untuk tempat tidur
keluarga perempuan dan anak-anak.
Sulo Pandan, tempat meletakkan barang-barang keperluan sehari-
hari dan peralatan dapur.
Pedapuan, tempat memasak, tempat kaum ibu bertamu dan tempat
makan keluarga, sering pula dipergunakan untuk tempat tidur anak gadis.

c) Struktur & Konstruksi

 Tangga
Anak tangga dibuat 5 tingkat,
jumlah ini ada kaitannya
dengan ajaran Islam, yakni
Rukun Islam Lima.
 Dinding
Dinding rumah Lontik bentuknya
khusus, yaitu sebelah luar seluruhnya
miring keluar, sedangkan dinding
dalam tegak lurus.

 Jendela
Bentuk jendela ada dua macam, pertama
sama seperti pintu, sedangkan kedua
bentuknya memanjang.

 Atap
Atap bentuknya melengkung ke atas pada
kedua ujung perabungnya. Kaki atap juga
melengkung ke atas, tetapi tidaklah
sekuat lengkungan bubungannya.

Bahan utama atap


dahulu adalah ijuk,
rumbia dan nipah,
tetapi beberapa
waktu terakhir ini
sudah banyak yang
mempergunakan
seng. Atap lainnya yang juga pernah dipergunakan dahulu adalah
daun Sikai dan Bengkang.

d) Ornamen
Rumah adat ini dihiasi dengan corak dasar Melayu Riau yang umumnya
bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda
angkasa.
Benda-benda itulah yang direka-
reka dalam bentuk-bentuk tertentu,
baik menurut bentuk asalnya
seperti bunga kundur, bunga hutan,
maupun dalam bentuk yang sudah
diabstrakkan atau dimodifikasi
sehingga tak lagi menampakkan
wujud asalnya, tetapi hanya
menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring,
dan lebah bergantung.

e) Ciri Khas

Rumah Selaso Jatuh Kembar adalah sejenis bangunan berbentuk


rumah (dilingkupi dinding, berpintu dan jendela) tapi fungsinya bukan
untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat
karena “rumah” ini tidak memiliki serambi atau kamar.

Jika dideskripsikan, denah rumah Selaso Jatuh Kembar hanya memiliki


Selasar di bagian depan. Tengah rumah pada bagian tengah dengan
bersekat papan antara selasar dan telo.Kemudian bentuk rumah mengecil
pada bagian telo yang berguna sebagai tempat makan, dll, pada bagian
belakang terdapat dapur.

Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas


bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang
disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna
pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selasar dalam bahasa
melayu disebut dengan Selaso.

2.5 ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA SELATAN


a) Latar Belakang & Filosofi

Di Sumatera Selatan khususnya di daerah Palembang, bangunan


dengan arsitektur tradisional yang paling dikenal adalah Rumah Adat Limas
atau Rumah Bari. Hal ini dikarenakan corak dan bentuk serta kepadatan seni
ukir didalam rumah disertai kemegahannya. Semua ini mencerminkan
tingginya tingkat kebudayaan suku bangsa yang memiliki rumah tersebut.
Rumah ini dikatakan rumah limas karena bentuk atapnya yang menyerupai
piramida terpenggal. Bila dilihat dari samping, rumah ini terdiri dari tiga
bagian yaitu depan, tengah dan belakang.

Gambar 5.1 Rumah Adat Limas

Rumah Limas merupakan tempat tinggal para pembesar Keraton,


Patih, Bupati/Adipati dan para Pangeran. Adanya berbagai kesamaan
diantara keduanya mengingatkan kita pada datangya golongan bangsawan
Jawa ke Palembang pada abad 14 yang memungkinkan tertanamnya
pengaruh budaya Jawa ke daerah baru.

Pendirian rumah limas berbentuk panggung merefleksikan beragam


nilai yang hidup dalam masyarakat palembang, diantaranya nilai budaya,
religius dan sosial. Nilai-nilai tersebut merupakan pengejawantahan dari
kearifan lokan masyarakat.
b) Bentuk & Peruangan
Rumah tradisonal Limas mengandung nilai budaya dan historis. Hal
ini dapat dilihat dari bentuk arasitektur dan ragam hias yang erta kaitannya
dengan system kepercayaan, keperluan social, lingkungan, dan cara
hidup masyarakatnya. Lantai rumah limas bertingkat-tingkat
dinamakan Bengkilas. Keekeejeeng (baca : kekijing) adalah penamaan
yang diberikan pada satu papan tebal yang memisahkan antara satu lantai
dengan lantai lainnya.

a) Ruangan paling depan, tepatnya lazim disebut Pagar


Tenggalong. Pada ruang bagian depan ini biasanya digunakan sebagai
ruang tamu atau ruangan tunggu yang disebut dengan Pamarekan, dan
tingkatan lantainya dinamakan sebagai kijing pertama. sedangkan
untuk lantai disebut Bengkilas.
b) Bagian depan tampak sebuah pintu yang disebut Lawang Kereng yaitu
jalan masuk ke ruang dalam. Pintu tersebut dapat diangkat, oleh
karena itu disebut pintu kipasatau lawang ciam.
c) Di ruangan berikutnya terdapat amben, tepatnya terdapat di ruangan
keluarga. Jika di dalam ruangan terdapat sebuah amben maka di
hadapannya terdapat beeleek jerooyang digunakan sebagai kamar
tidur.
d) Ruangan berikutnya yaitu sebelah amben bagian belakang
terdapat pangkeeng yaitu kamar tidur yang lebih kecil ukurannya dari
beeleek jeroo yang dipergunakan sebagai kamar tidur remaja putri.
e) Ruangan dalam teratas bengkilas disebutPedalon, ditopang oleh tiang-
tiang mulai dari atap terus sampai ke tanah. 
f) Melalui pintu belakang ruangan Pedalon sebuah rumah limas akan
ditemukan bangunan belakang (Buri) yang disebut ruang makan
(Garang).

c) Struktur & Konstruksi

 Rumah tradisional limas sebagian besar terbuat dari kayu. Jenis kayu
yang digunakan dalam pembuatan rumah limas adalah jenis kayu
bermutu baik, misalnya: sebagai bahan tiang digunakan jenis
petanang, unglen besi dan tembesu; dan untuk lantai dan dinding
menggunakan kayu merawan.
 Belah buluh. Belah buluh adalah bambu yang dibelah dua. Bahan ini
digunakan untuk membuat atap rumah.
 Genteng. Selain belah buluh, genteng juga seringkali digunakan
sebagai atap.

d) Ornamen

Ada banyak gambar jenis tumbuhan yang sering dijadikan hiasan,


khusunya daun dan kembang. Pemilihan jenis tumbuhan yang akan
digambarkan disesuaikan dengan tujuan pembuatannya.
Motif-motif tersebut antara lain merupakan:
a. Motif Pucuk Rebung
Motif pucuk rebung ini terletak pada ornamen pagar Tenggalung.
Motif pucuk rebung merupakan motif yang cukup terkenal dan dapat
dikatakan yang tertua. Semua motif kembang ataupun daun-daunan yang
terdapat pada ukiran rumah Limas sudah disriril sedemikian rupa hanya
tidak jarang menimbulkan interpretasi yang berbeda

b. Ornamen Motif Bungan Teratai


Teratai atau padman pada zaman Hindu Budha melambangkan
tempat duduk dewa-dewa, terbentuknya alam semesta, kelahiran budha,
kebenaran utama tempat kekuatan hayati dan suci serta rasa kasih.

c. Ornamen motif buah srikaya


Ragam hias motif buah srikaya yang menghiasi di atas ruang tengah
rumah limas didominasi oleh stilasi daun yang berbentuk mahkota.
Ornamen ini dipakai sebagai ornamen karena buah serikaya
melambangkan kebesaran dan kenikmatan selain itu sebagai lambang
ketuhanan Yang Maha Esa.

e) Ciri Khas / Tipologi

Terdapat beberapa ciri khas dari rumah adat Limas ini yang
membedakan dengan rumah adat lainnya di Indonesia. Ciri khas tersebut
bukan hanya terletak pada segi bentuk bangunannya, namun juga dalam
nilai-nilai filosofis yang disimbolkan ke dalam aturan-aturan khusus.

Rumah adat Provinsi Sumatera Selatan ini mempunyai pagar di


bagian berandanya. Pagar yang menjulang tinggi dan mengelilingi
keseluruhan bagian beranda ini mengandung nilai filosofis jika anak
perempuan ataupun gadis palembang haruslah terjaga dari kehidupan
lingkungan luar. Hal ini juga menyimbolkan bahwa mereka harus
mempunyai pelindung untuk menjaga harkat dan juga harga dirinya di
lingkungan.

Lantai pada rumah ini mempunyai tingkatan yang berundak (kekijing).


Setidaknya ada 3 buah tingkatan di bagian depan rumah yang umumnya
digunakan untuk menggelar acara adat. Semakin tinggi tingkatan lantai,
maka para tamu yang duduk di lantai tersebut kedudukannya di dalam tata
adat dan juga pemerintahan juga semakin tinggi pula.

Rumah limas ini dibangun dengan menghadap ke arah timur dan


barat. Aturan tersebut berlaku karena suku Palembang menganut sebuah
falsafat, yaitu Matoari eedoop dan matoari mati, yang artinya adalah
matahari terbit dan matahari terbenam. Falsafah tersebut mempunyai nilai
filosofis bahwa masyarakat Palembang harus secara proporsional dalam
mengingat bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara.

2.6 ARSITEKTUR TRADISIONAL KEPULAUAN RIAU

a) Latar Belakang & Filosofi

Gambar 6.1 Rumah Adat Belah Bubung

Salah satu rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kepulauan Riau


adalah rumah Belah Bubung. Rumah ini juga dikenal dengan sebutan
rumah Rabung atau rumah Bumbung Melayu. Nama rumah Belah Bubung
diberikan oleh orang Melayu karena bentuk atapnya terbelah. Disebut
rumah Rabung karena atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama
rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina
dan Belanda, karena bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka,
yaitu berupa rumah Kelenting dan Limas.
Besar kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan
pemiliknya, semakin kaya seseorang semakin besar rumahnya dan
semakin banyak ragam hiasnya.

b) Bentuk & Peruangan

Rumah Belah Bubung, umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu:


Selasar, Rumah Induk, dan Penanggah.

1) Selasar. Selasar pada umumnya ada tiga macam, yaitu Selasar Luar,
Selasar Jatuh, dan Selasar Dalam. Selasar yang berada di depan
Rumah Induk disebut Selasar Luar. Jika lantai Selasar Luar lebih
rendah dari Rumah Induk maka disebut Selasar Jatuh; dan jika Selasar
menyatu dengan Rumah Induk disebut Selasar Dalam. Selasar
merupakan tempat anak-anak bermain, meletakkan alat pertanian
ataunelayan, dan tempat menerima tamu.

2) Rumah Induk. Rumah Induk terbagai ke dalam tiga bagian, yaitu:


ruangan muka, ruangan tengah, dan ruang dalam. Ruangan muka.
Ruangan ini menjadi tempat kaum ibu, serta tempat tidur keluarga
perempuan dan anak-anak yang belum berumur 7 tahun. Ruangan
tengah. Ruangan ini menjadi tempat tidur anak laki-laki yang sudah
berumur 7 tahun. Ruang dalam. Tempat ini merupakan tempat tidur
orang tua perempuan dan anak perempuan yang sudah dewasa.

3) Penanggah. Yang dimaksud ruang penanggah adalah ruang Telo dan


ruang dapur. Ruang Telo berfungsi menghubungkan Rumah Induk
dengan dapur. Ruangan ini digunakan sebagai tempat menyimpan
sebagian alat pertanian dan nelayan, serta tempa menyimpan
cadangan air. Sedangkan dapur merupakan tempat melakukan
aktivitas memasak, makan keluarga dan menyimpan peralatan
memasak.

c) Struktur & Konstruksi

Kayu. Kayu biasanya digunakan untuk membuat tiang, tangga, gelegar,


bendul, rasuk, dan lain sebagainya. Papan. Papan merupakan kayu yang
telah dibelah tipis, tebalnya sekitar 3-5 cm. Papan digunakan untuk
membuat dinding dan lantai.

1) Bagian Bawah. Bagian bawah rumah Belah Bubung terdiri dari tiang,
rasuk, bendul, gelegar, dan lantai.
2) Bagian Tengah. Pembangunan bagian tengah rumah ditandai dengan
pemasangan balok-balok jenang, santo kusen, dan kasau. (proses
pembuatan bagian tengah rumah Belah Bubung dalam proses
pengumpulan data).
3) Bagian Atas. Pembangunan bagian atas rumah Belah Bubung ditandai
dengan pemasangan Tutup Tiang, Alang, Tunjuk Langit (ander), Kuda-
Kuda (skor), Kaki Kuda-Kuda (Kasau Jantan), Kasau Betina, Gulung-
Gulung (Gording), Tulang Bubung, Atap Perabung, dan Loteng. (proses
pembuatan bagian tengah rumah Belah Bubung dalam proses
pengumpulan data).

d) Ornamen
 Flora. Hiasan yang menstilisasi
tumbuh-tumbunan banyak
digunakan. Secara umum,
penggunaan stilisasi tumbuh-
tumbuhan dapat dikelompokkan
ke dalam tiga kelompok induk,
yaitu: kelompok kaluk pakis, kelompok bunga-bungaan, dan kelompok
pucuk rebung. Kelompok kaluk pakis memiliki dua motif utama, yaitu
motif daun-daunan dan motif akar-akaran. Hiasan berbentuk daun
meliputi motif daun susun, daun tunggal dan daun bersanggit.
Sedangkan hiasan berbentuk akar-akaran meliputi motif akar pakis,
akar rotan, dan akar tunjang.

 Fauna. Ukiran yang menggunakan


bentuk hewan dalam rumah Belah
Bubung sangat sedikit jumlahnya.
Adapun hewan yang dipilih adalah
hewan yang dianggap baik oleh
masyarakat, misalnya semut beriring,
itik sekawan, dan lebah bergantung.
Namun demikian penggambaran detail dari hewan-hewan tersebut
tidak jelas. Dinamakan motif semut beriring karena bentuknya dianggap
seperti semut beriring; dinamakan itik sekawan karena bentuknya mirip
itik berjalan bergerombol; dan dinamakan lebah bergantung karena
bentuknya seperti lebah bergantung. Penggunaan warna ditentukan
oleh selera
orang yang
punya
rumah.

 Alam. Motif alam yang sering digunakan adalah motif Bintang-Bintang


dan Awan Larat. Warna yang digunakan untuk mewarnai ukiran
Bintang-Bintang pada umumnya adalah warna Putih, Kuning dan
Keemasan. Sedangkan warna yang digunakan untuk mewarnai Awan
Larat adalah warna hijau, biru, merah,kuning, dan putih.
e) Ciri Khas / Tipologi

Masyarakat Melayu percaya bahwa untuk membangun rumah adat


Kepulauan Riau ini mereka harus melakukan serangkaian proses panjang.
Proses tersebut dilakukan agar nantinya rumah yang sudah dibangun
dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi penghuninya. Proses
tersebut meliputi musyawarah keluarga, penentuan hari baik, penentuan
lokasi, pengumpulan bahan dan seterusnya hingga rumah selesai
dibangun

Setelah rumah berdiri, pemiliknya akan memberikan beragam hiasan atau


ukiran dengan motif-motif khusus pada dinding rumahnya. Motif tersebut
bisa berupa motif flora, motif fauna, motif alam, motif kaligrafi dan motif
abstrak.

Pendirian rumah Belah Bubung yang dilakukan secara cermat dan


teliti merupakan expresi terhadap nilai-nilai yang berkembang di dalam
masyarakat. Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan menggunakan
kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adaptasi masyarakat
kepulauan Riau terhadap kondisi lingkungannya

Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan


simbol agar semua orang taat pada aturan. Adanya bagian ruang yang
berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti ruang-ruang pada rumah
Induk, dan ruang publik, seperti selasar dan penanggah, merupakan
usaha untuk menanamkan dan menjaga nilai kesopanan, etika
bermasyarakat.

2.7 ARSITEKTUR TRADISIONAL JAMBI


Jambi adalah salah satu provinsi di Indonesia yang letaknya berada di
tengah pulau Sumatera. Jambi mulai terbentuk sejak abad 18, tepatnya
setelah munculnya kerajaan Melayu Jambi di pinggiran sungai Batanghari.
Dalam hal budaya, masyarakat Jambi yang notabene kebanyakan berasal
dari suku Melayu memiliki beberapa keunikan. Salah satu yang menjadi
keunikan ikon budayanya adalah rumah adat Jambi yang bernama rumah
adat Kajang Leko.

a) Latar Belakang dan Filosofi

Rumah tradisional Kejang Lako dibangun dengan tipologi rumah


panggung yang berbentuk empat persegi panjang. Biasanya bangunan ini
berukuran 9 m x 16 m dengan bahan dasar kayu ulim. Uniknya, untuk
merangkai kayu-kayu tersebut masyarakat marga Batin mengandalkan
teknik tradisional seperti tumpuan, sambung kait, serta pengait dengan
pasak.

Gambar 7.1 Rumah Kejang Lako, Jambi

b) Struktur dan Konstruksi


Rumah adat Kajang Leko sendiri adalah rumah berstruktur panggung
yang dikonsep dari arsitektur Marga Batin. Rumah yang jika dilihat dari
atas berbentuk persegi panjang dengan ukuran 12 x 9 meter ini, berdiri
karena ditopang oleh 30 tiang berukuran besar yang terdiri dari 24 tiang
utama dan 6 tiang pelamban. Karena merupakan rumah panggung, maka
ia dilengkapi dengan tangga sebagai pintu masuk untuk menaiki rumah.
Ada 2 tangga yang dimilliki rumah adat Jambi ini, satu terdapat di sebelah
kanan sebagai tangga utama, dan satu lagi bernama tangga penteh.
Untuk bagian atap, konstruksi rumah adat Kajang Leko disebut memiliki
keunikan tersendiri.
Gambar 7.2 Rumah Adat Kajang Lako

Atapnya ini dinamai “Gajah Mabuk”, sesuai dengan nama pembuat


desainnya. Bubungan atap Gajah Mabuk akan tampak seperti perahu
dengan ujung atas yang melengkung. Lengkungan tersebut dinamakan
potong jerambah atau lipat kajang. Sementara untuk bagian langit-langit,
terdapat material yang bernama tebar layar. Tebar layar adalah semacam
plafon yang memisahkan ruangan loteng dengan ruangan di bawahnya.
Ruangan loteng sering digunakan sebagai ruang penyimpanan, oleh
karenanya pada rumah adat ini terdapat tangga patetah yang digunakan
untuk naik ke ruangan loteng.
Adapun bagian-bagian utama dari rumah adat Jambi Kajang Lako ini
sebagai berikut: 

1. Pertama adalah bubungan atau atap. Bagian ini lazim juga dikenal
dengan nama Gajah Mabuk. Nama ini diambil dari pembuat rumah ini
yang konon katanya sedang dimabuk asmara namun tidak mendapat
restu. Bubungan atau atap ini kadang juga dikenal dengan nama Lipat
Kajang atau Potong Jerambah. Atap rumah ini biasanya dibuat dari
ijuk atau mengkuang. Ijuk ini dianyam dan selanjutnya dilipat menjadi
dua bagian.
2. Kasau Bentuk. Bagian ini merupakan atap rumah yang ada di ujung
paling atas. Kasau Bentuk ini ada di depan dan belakang rumah. Jika
diperhatikan, bentuknya miring. Adapun fungsinya unutk mencegah
air memasuki rumah di musim penghujan. Kasau Bentuk ini dibikin
dengan panjang 60 cm dan lebar yang mengikuti bubungan rumah.
3. Masinding. Bagian rumah yang satu ini berupa dinding. Umumnya
terbuat dari papan. Dinding ini dilengkapi dengan pintu. Uniknya,
rumah Kajang Lako ini mengenal 3 macam pintu antara lain pintu
masinding, pintu balik melintang serta pintu tegak. Masing-masing
pintu ini memiliki karakter masing-masing. Misalnya pintu tegak yang
terletak di sebelah kiri rumah. Ia memiliki fungsi sebagai pintu masuk.
Meski bernama pintu tegak, namun setiap orang yang melewati
bagian ini pasti akan menundukkan badan sebab memang pintu ini
dibuat sangat rendah. Alasannya, menundukkan kepala merupakan
penghormatan terhadap pemilik rumah. Dengan adanya pintu tegak
ini maka setiap yang memasuki rumah “dipaksa” untuk melakukan
penghormatan.
4. Tiang rumah Kajang Lamo. Umumnya jumlah tiang Kajang Lamo ini
berjumlah 30. Ia terdiri atas 6 riang palamban dan 24 tiang utama.
Tiang utama ini disusun dalam formasi enam, masing-masing
panjangnya sekitar 4,25 meter.
5. Lantai rumah Kajang Lako. Bagian ini dibuat bertingkat. Pada
tingkatan pertama dikenal dengan nama lantai utama. Ia merupakan
lantai yang ada pada ruang balik melintang. Ruangan ini tidak
ditempati orang sembarang utamanya pada upacara adat. Sementara
itu, lantai tingkat selanjutnya dikenal dengan nama lantai biasa. Ia
terletak di ruang balik manalam, ruang gaho, palamban dan ruang
tamu biasa.
6. Tabar Layar. Bagian rumah yang satu ini berfungsi sebagai dinding
sekaligus penutup rumah bagian atas agar terhindar dari tempias
hujan. Tebar Layar ini bisa dijumpai di sebelah kiri dan kanan
bangunan rumah. Bahan pembuatan Tabar Layar ini dari papan.
7. Panteh. Bagian rumah Kajang Lako ini merupakan tempat untuk
menyimpan benda-benda. Ia terletak di bagian atas bangunan rumah.
8. Pelamban. Merupakan bagian dair rumah adat Jambi yang letaknya
ada pada bagian paling depan rumah. Ia berada pada ujung sebelah
kiri. Palamban adalah bangunan tambahan. Sekilas ia mirip seperti
teras. Berdasarkan kepercayaan adat masyarakat Jambi, Palamban
ini seyogyanya difungsikan sebagai ruang tunggu untuk tamu yang
belum dipersilahkan unutk memasuki rumah.

c) Bentuk dan Peruangan

Untuk menunjang fungsinya sebagai tempat tinggal, rumah Kajang


Leko ini pun dibagi menjadi beberapa ruangan dengan kegunaannya
masing-masing. Ruangan-ruangan tersebut antara lain:

1. Ruang pelamban. Ruangan ini terletak di kiri bangunan. Strukturnya


khusus terbuat dari bambu belah yang sudah diawetkan dan disusun
jarang agar air mudah mengalir. Sesuai namanya, ruang pelamban
difungsikan sebagai ruang tunggu bagi para tamu yang datang tapi
belum diijinkan masuk rumah.

2. Ruang gaho. Ruangan ini juga terletak di sebelah kiri bangunan tapi
dengan posisi memanjang. Ruang gaho berfungsi sebagai tempat
menyimpan barang, persediaan makanan, sekaligus dapur. Pada
ruangan ini kita dapat menemukan ukiran-ukiran motif ikan di
dindingnya.

3. Ruang masinding. Ruangan ini terletak di bagian depan rumah dan


berfungsi sebagai tempat menggelar musyawarah atau untuk ritual
kenduri. Karena fungsinya ini, ruang masiding berukuran cukup luas.
Pada bagian dindingnya juga kita dapat menemukan ukiran dengan
motif yang beragam seperti motif bungo tanjung di bagian depan
masinding, motif tampuk manggis di atas pintu masuk, motif bungo
jeruk di luar belandar atas pintu. 

4. Ruang tengah. Ruangan ini terletak di tengah-tengah rumah dan


sebetulnya tidak terpisah dari ruang masinding. Saat kenduri, para
wanita biasanya menempati ruangan ini. 

5. Ruang balik menalam atau ruang dalam. Ruangan ini dibagi menjadi
beberapa kamar untuk ruang tidur anak gadis, ruang makan, dan
ruang tidur orang tua. Para tamu tidak diijinkan untuk memasuki
ruangan ini.

6. Ruang balik malintang. Ruangan ini terletak di sebelah kanan rumah


menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini
dibuat lebih tinggi dari ruangan lainnya. 

7. Ruang bauman. Ruangan ini tidak berdinding dan tidak berlantai. Ia


hanya dipergunakan untuk memasak pada waktu ada kenduri, atau
kegiatan lainnya. 

d) Ornamen

Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif


ragam hias yang berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah
flora (tumbuh-tumbuhan) dan fauna (binatang).
 Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif
bungo tanjung, motif tampuk manggis, dan motif bungo jeruk.
 Motif bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk
manggis juga di depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo
jeruk di luar rasuk (belandar) dan di atas pintu. Ragam hias dengan
motif flora dibuat berwarna.
 Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah
bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak
terdapat tumbuh-tumbuhan.

 Adapun motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif
ikan. Ragam hias yang berbentuk ikan sudah distilir ke dalam bentuk
daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan
dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho serta balik
melintang.

e) Ciri Khas/Tipologi

Rumah tinggal adat Jambi disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo.
Bentuk bubungan Rumah Kajang Lako seperti perahu dengan ujung
bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah Kajang Lako
berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m
dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya,
dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.
Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah Kajang Lako terdiri
dari beberapa bagian, yaitu bubungan/atap, kasau bentuk, dinding,
pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban, dan tangga.

Tipologi
Rumah Panggung Kajang Leko adalah konsep arsitektur dari Marga
Bathin. Sampai sekarang orang Bathin masih mempertahankan adat
istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan
peninggalan Kajang Leko  masih bisa dinikmati keindahannya dan masih
dipergunakan hingga kini.
Tipologi Rumah Kajang Leko berbentuk bangsal, empat persegi
panjang dengan ukuran 12 meter x 9 meter. Keunikannya terletak pada
struktur konstruksi dan seni ukiran yang menghiasi bangunan.

2.8 ARSITEKTUR TRADISIONAL BANGKA BELITUNG

Bangka Belitung adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di


sebelah timur Pulau Sumatera berdekatan dengan provinsi Sumatera
Selatan. Provinsi Bangka Belitung terdiri atas 2 pulau besar yakni Pulau
Bangka dan Pulau Belitung, serta 470 pulau kecil yang menyebar terpisah.
Provinsi yang baru diresmikan pada 9 Februari 2001 ini dikenal sebagai
penghasil timah terbesar di dunia. Selain dari hasil tambangnya yang
melimpah, ia juga dikenal karena keindahan panorama alamnya dan adat
budaya masyarakatnya yang masih tetap lestari hingga saat ini.
Rumah Adat Kep. Bangka Belitung Adat budaya masyarakat asli Provinsi
Bangka Belitung sendiri tak dapat dilepaskan dari budaya Melayu. Beragam
ikon budaya yang dimilikinya kental dengan ciri khas Melayu, termasuk
rumah adatnya yang bernama Rumah Panggung atau Rumah Panggong. 

a) Latar Belakang dan Filosofi

Gambar 8.1 Rumah Panggung, Bangka Belitung


Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri
Arsitektur Melayu seperti yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang
pesisir Sumatera dan Malaka.
di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu
Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa
rumah panggung kayu dengan material seperti kayu, bambu, rotan, akar
pohon, daun-daun atau alang-alang yang tumbuh dan mudah diperoleh di
sekitar pemukiman. Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi di mana
sebagian atapnya miring, memiliki beranda di muka, serta bukaan banyak
yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu awal terdiri atas rumah
ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang ditanam dalam
tanah.

Berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan Bangka Belitung


mengenal falsafah 9 tiang. Bangunan didirikan di atas 9 buah tiang,
dengan tiang utama berada di tengah dan didirikan pertama kali. Atap
ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya biasanya dibuat dari
pelepah/kulit kayu atau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung Panjang
biasanya karena ada penambahan bangunan di sisi bangunan yang ada
sebelumnya, sedangkan Bubung Limas karena pengaruh dari Palembang.
Sebagian dari atap sisi bangunan dengan arsitektur ini terpancung. Selain
pengaruh arsitektur Melayu ditemukan pula pengaruh arsitektur non-
Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjang yang pada umumnya
didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-Melayu lain datang
dari arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu dengan bentuk
lengkung.

b) Struktur dan Konstruksi

Sama seperti kebanyakan rumah adat dari budaya Melayu lainnya,


rumah Panggung khas Bangka Belitung juga secara keseluruhan terbuat
dari bahan alam. Tiang dan lantainya terbuat dari kayu, dindingnya terbua
dari bambu atau kulit kayu, sementara atapnya terbuat dari daun rumbia
dan ijuk. Tegaknya rumah adat ini ditopang oleh 9 tiang dengan 1 tiang
utama berukuran besar berada di tengahnya. Tiang utama umumnya
diletakan pertama kali, sedangkan 8 tiang lainnya menyesuaikan garis
lintang dan bujur dari tiang utama tersebut. Tiang utama menyangga
balok-balok kayu melintang tempat diletakkannya papan sebagai lantai
dan kerangka atap di bagian atas. Beban berat yang harus dipikul
membuat kayu yang digunakan sebagai tiang haruslah kayu nomor satu.
Dalam adat Melayu Bangka, pemilik tidak diperkenankan untuk memberi
warna atau mengecat dinding dan bagian rumah lainnya.
Gambar 8.2 Konstruksi Rumah Panggung, Bangka Belitung

Aturan ini membuat rumah adat Bangka Belitung ini tampak begitu
lusuh dan tidak enak dilihat. Kendati begitu, justru karena hal inilah ia
dianggap memiliki daya tarik tersendiri. Pada dinding rumah adat ini juga
terdapat banyak fentilasi yang mengatur pergantian udara di dalam rumah.
Adapun untuk bagian atap, rumah adat Panggung khas budaya Melayu
Bangka ini disinyalir memiliki desain hasil pembaruan desain atap rumah-
rumah Tionghoa. Bentuknya melengkung dan seperti terpancung layaknya
pelana kuda. 
c) Bentuk dan Peruangan

Selain berfungsi sebagai ikon budaya dan kemajuan peradaban,


rumah Panggong pada masa silam juga berfungsi sebagai hunian
masyarakat Bangka Belitung secara umum.
Dalam menunjang fungsi tersebut, rumah adat ini terbagi beberapa
bagian ruang, yaitu ruang depan (ruang utama), loss, dan dapur. Ruang
depan dimulai dari teras yang akan kita temukan setelah meniti tangga
depan. Teras rumah ini cukup luas dan biasa digunakan untuk menerima
tamu, bersantai, atau berbincang di sore hari. Dari teras, kita bisa melihat
sebuah pintu utama yang digunakan untuk masuk ke ruang utama. Di
ruangan ini, kita akan menemukan beragam pernik hiasan khas Bangka
Belitung, misalnya sebuah lemari yang berisi baju adat pengantin, senjata
tradisional, dan lain sebagainya.

Di ruang utama kita tidak akan menemukan kursi dan meja. Saat ada
tamu datang, pemilik rumah akan menghamparkan tikar sebagai tempat
duduknya. Dibanding bagian lainnya, ruang utama adalah yang paling
luas. Melewati ruang utama, kita akan masuk ke bagian yang bernama
Loss. Loss adalah ruangan pemisah antara ruang utama dan ruang
belakang. Di bagian ini terdapat pintu-pintu yang mengarah ke kamar-
kamar penghuni rumah. Dan ruangan terakhir adalah dapur. Di ruangan
inilah aktivitas masak memasak dilakukan. Kita juga dapat menemukan
sebuah meja makan, peralatan memasak, persediaan makanan, serta
alat-alat pertanian yang disimpan rapi. 

d) Ornamen

. Beberapa ornamen dari rumah


adat Bangka Belitung terdapat di bagian
utama rumah, contoh ornament rumah
Bangka Belitung antara lain:
e) Ciri Khas/Tipologi

Dari pemaparan mengenai struktur dan arsitekturnya, kita dapat


mengetahui bahwa rumah Panggong adat Bangka Belitung nyatanya
memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan yang kemudian menjadi
ciri khas dari rumah adat Bangka Belitung ini antara lain: Berbentuk rumah
panggung dengan desain atap berbentuk pelana kuda. Memiliki dinding
dan penampilan yang lusuh karena aturan adat tidak memperkenankan
pemilik rumah memberikan cat atau warna pada rumahnya. Terbagi atas
beberapa ruangan yang memiliki fungsi masing-masing. Terdapat tangga
dibagian depan rumah sebagai jalan untuk naik dan memasuki rumah.
Selain ciri-ciri tersebut, Anda juga dapat mengidentifikasi ciri lainnya
dengan melihat secara langsung bagaimana bentuk dan desain rumah
adat ini. Salah satu rumah adat yang masih ada hingga kini adalah yang
terletak di Kota Tanjung Pandan, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, persis di
samping Kantor Bupati Belitung. 

2.9 ARSITEKTUR TRADISIONAL LAMPUNG

a) Latar Belakang/Filosofi

Lampung adalah sebuah provinsi yang terletak paling ujung di Pulau


Sumatera. Di masa silam, provinsi ini menjadi tujuan transmigrasi yang
paling utama bagi masyarakat Jawa. Oleh karena itu, selain dihuni oleh
suku asli Lampung, beberapa suku pendatang seperti Jawa, Sunda,
Bugis, Bali, dan lain sebagainya kini juga bermukim dan membaur di sana.
Gambar 9.1 Rumah Adat Lampung

Kendati dihuni oleh masyarakat dengan kebudayaan yang homogen,


budaya asli Lampung sendiri hingga kini masih tetap bertahan. Salah satu
budaya Lampung tersebut yang masih tetap lestari misalnya budaya
arsitektur yang dapat dijumpai pada bangunan rumah adatnya. Rumah
adat Lampung atau yang bernama Nuwou Sesat adalah bukti eksistensi
suku asli Lampung di masa silam.

Nuwou Sesat yang menjadi nama rumah adat Lampung berasal dari 2
kata, yaitu Nuwou yang berarti rumah dan sesat yang berarti adat. Nuwou
Sesat sebetulnya memiliki fungsi utama sebagai balai atau tempat
pertemuan bagi seluruh warga kampung (purwatin).

Rumah adat Nuwo Sesat yang berasal dari daerah Lampung


Sumatera. Rumah tradisional adat Lampung ini termaksud kategori rumah
panggung. Atapnya terbuat dari anyaman ilalang dan sebagian besar
bahnnya terbuat dari kayu. Bentuk rumah panggun ini untuk menghindari
serangan hewan dan lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena
masyarakat lampung telah mengenal gempa dari zaman dahulu dan
lampung terletak di pertemuan lempeng Asia dan Australia.
Fungsi rumah adat Nuwo Sesat pada dasarnya merupakan balai
pertemuan adat tempat para Perwatin pada saat
mengadakan Pepung atau musyawarah adat, karenanya itu juga disebut
sebagai Sesat Balai Agung. Bagian bagian dari bangunan ini adalah :

1. Ijan Geladak merupakan tangga masuk yang dilengkapi dengan atap


yang disebut Rurung Agung.
2. Anjungan, yaitu serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil
3. Pusiban sebagai ruang tempat musyawarah resmi.
4. Ruang Tetabuhan merupakan tempat menyimpan alat musik
tradisional.
5. Ruang Gajah Merem sebagai tempat istirahat bagi para Penyimbang.

b) Struktur dan Konstruksi

Nuwou Sesat secara struktur hampir sama dengan rumah adat suku
asli Sumatera lainnya. Rumah adat Lampung ini berbentuk panggung
dengan bahan utama berupa kayu atau papan.

Struktur rumah panggung pada rumah Nuwou Sesat pada masa silam
ditujukan sebagai upaya untuk menghindari serangan binatang buas bagi
penghuninya. Seperti diketahui bahwa dahulu hutan-hutan di Lampung
memang mengandung kekayaan hayati yang tinggi, sehingga
memungkinkan berbagai jenis binatang buas tinggal berdampingan
dengan manusia. Selain itu, struktur panggung juga sengaja digunakan
sebagai desain rumah tahan gempa. Sebagaimana diketahui, beberapa
daerah di Lampung juga dikenal berada di lempeng perbatasan antar
benua sehingga sering mengalami bencana gempa.
Dengan struktur rumah panggung, dibutuhkan sebuah tangga sebagai
akses keluar masuk rumah. Dalam adat Lampung, tangga tersebut
bernama Ijan Geladak. Tangga ini terletak di bagian depan rumah
sehingga sering kali dihiasi dengan ukiran-ukiran etnik Lampung untuk
mempercantik tampak depannya. Bagian depan rumah adat Lampung
umumnya juga akan dilengkapi dengan serambi kecil yang bernama
anjungan. Anjungan berfungsi sebagai tempat pertemuan kecil atau
sebagai tempat bersenda gurau.

Gambar 9.2 Struktur dan Konstruksi Rumah Lampung

Rumah Adat Lampung Nuwou Sesat berbentuk rumah panggung


dengan kayu sebagai bahan bangunan utamanya. Rumah ini disangga
dengan tiang-tiang penopang yang didirikan di atas pondasi hingga lantai
rumah.

 Pondasi dan Tiang Penyangga


Pondasi rumah adalah umpak batu yang berbentuk persegi. Di setiap
umpak batu ditaruh tihang duduk (tiang penyangga) yang berjumlah
kurang lebih 35 tiang dan tihang induk (tiang utama) berjumlah 20
tiang.
 Atap
Ujung bubungan atap Rumah Adat Lampung memusat ke titik tengah
bagian paling atas yang terbuat dari kayu bulat (disebut dengan
button). Di atas kayu bulat tersebut diletakkan satu kayu bulat lagi
yang berlapis tembaga kemudian di atasnya ada 2 tingkat dari
tembaga atau kuningan. Dan bagian paling atasnya diletakkan
perhiasan dari batu sesuai selera pemilik rumah.

 Lantai
Nuwou Sesat berlantaikan bamboo atau bisa disebut khesi atau
papan yang berasal dari kayu klutum, bekhatteh dan belasa.

 Dinding
Dinding rumah merupakan susunan papan-papan kayu yang
dipasang berjajar di setiap rangka rumah dalam posisi berdiri.

 Pintu dan Jendela


Pintu berbentuk setangkup ganda berbentuk persegi panjang.
Sedangkan jendela berbentuk sama namun dengan ukuran yang lebih
pendek. Setiap jendela dilengkapi dengan teralis dari kayu. Terdapat
4 jendela pada bagian depan rumah, sedangkan bagian lainnya
jumlah jendela tergantung dari panjangnya badan rumah.

c) Bentuk dan Peruangan

Bagian bagian dari bangunan ini disebut ijan geladak (tangga masuk
yang dilengkapi dengan atap), atap bangunan disebut Rurung Agung. Di
dalam bangunan ini terdapat anjungan (serambi yang digunakan untuk
pertemuan kecil, pusiban (ruang dalam tempat musyawarah resmi), ruang
tetabuhan (tempat menyimpan alat musik tradisional), dan ruang Gajah
Merem (tempat istirahat bagi para penyimbang).
Gambar 9.3 Rumah Adat Nuwou Sesat Lampung

Arsitektur rumah panggung khas Lampung memiliki filosofi tersendiri,


bentuk bangunan ini merefleksikan semangat keterbukaan, kekuatan,
kenyamanan dan keindahan. Dalam bagian perabotan rumah adat ini,
sama seperti rumah adat lainnya memakai seperti perabotan-perabotan
kerajaan pada masa itu / masa kuno. Untuk masuk ke dalam rumah adat
Nuwou Sesat, anda harus menaiki anak tangga yang berada di depan
dan di sebelah samping.

Ketika memasuki Rumah Adat Lampung kita akan menemukan


beberapa bagian, yaitu:

1. Panggakh: loteng rumah yang digunakan sebagai tempatpenyimpanan


barang-barang adat, senjata atau benda pusaka.Jan: tangga menuju
rumah
2. Lepau/ Bekhanda: ruangan terbuka luas di depan rumah seperti
serambi yang digunakan sebagai ruang tamu atau tempat Himpun
(bermusyawarah adat).
3. Lapang Lom: ruang keluarga. Digunakan sebagai temapt
berkumpulnya keluarga atau acara-acara adat seperti Himpun atau
Bedua
4. Bilik kebik: merupakan kamar tidur utama untuk kepala keluarga
5. Tebelayakh: kamar tidur kedua
6. Sekhudu: terletak di bagian belakang yang digunakan oleh ibu-ibu
7. Dapokh: dapur. Terletak di bagian paling belakang rumah, terdiri dari
beberapa ruangan lagi, yaitu: gakhang atau tempat mencuci peralatan
dapur dan bah lamban atau tempat penyimpanan hasil panen.

d) Ornamen

Pada setiap sisi Rumah Adat Lampung dihiasi ornamen-ornamen,


ukiran dan aksara kuno yang diambil dari Kitab Kuntara Raja Niti. Bebrapa
diantaranya yaitu:

1. Pill-Pusanggiri yang artinya setiap manusia harus mempunyai rasa


malu jika hendak melakukan perbuatan yang hina menurut agama
dan dapat melukai harga diri.
2. Juluk-Adek yang artinya setiap orang yang telah mendapatkan gelar
adat sebaiknya bersikap dan berkeperibadian yang sesuai.
3. Nemui-Nyimah yang artinya menjaga tali silaturahmi dengan saling
mengunjungi sanak keluarga serta bersikap ramah tamah terhadap
tamu.
4. Nengah-Nyampur memiliki makna menjaga hubungan dalam
kehidupan bermasyarakat.
5. Sakai-Sambaian merupakan sikap saling tolong menolong dan
bergotong royong.
6. Sang Bumi Ruwa Jurai merupakan sebuah rumah tangga yang
berasal dari dua garis keturunan yaitu masyarakat beradat pepadun
dan beradat sebatin. Meskipun terdapat 2 garis keturunan tetapi tetap
bersatu.
e) Ciri Khas

Hal lain yang khas di rumah sesat ini adalah hiasan payung-payung
besar di atapnya (rurung agung), yang berwarna putih, kuning, dan merah,
yang melambangkan tingkat kepenyimbangan bagi masyarakat tradisional
Lampung Pepadun. Secara fisik, Nowou Sesat berbentuk rumah
panggung bertiang, sebagian besar materialnya terbuat dari papan kayu.
Dahulu, rumah Nuwou Sesat beratap anyaman ilalang, seiring
perkembangan jaman, sekarang atap rumah adat ini sudah menggunakan
genting. Setiap motif khas memiliki makna sekaligus pesan bagi
masyarakat Ulun Lampung. Pesan untuk menjaga kehidupan
bermasyarakat dan sikap bergotongroyong sangat terlihat dalam setiap
sisi Rumah Adat Lampung.

2.10 ARSITEKTUR TRADISIONAL BENGKULU


a) Latar Belakang
Rumah tradisional Bangsa Melayu di Bengkulu ini termasuk
dalam tipe rumah panggung. Rumah panggung ini dirancang untuk
melindungi penghuninya dari banjir. Disamping itu kolong rumah
panggung juga dapat Rumah tradisional Bangsa Melayu di Bengkulu
ini termasuk dalam tipe rumah panggung. Rumah panggung ini
dirancang untuk melindungi penghuninya dari banjir.
Gambar 10.1 Rumah Adat Bubungan Lima, Bengkulu

Disamping itu kolong rumah panggung juga dapat dipergunakan


untuk menyimpan gerobak, hasil panen, alat-alat pertanian, kayuapi,
dan juga berfungsi sebagai kandang hewan ternak.

b) Struktur dan Konstruksi

Bentuk rumah panggung melayu ini terbagi menjadi beberapa


bagian,antara lain :
1. Bagian atas. Bagian atas rumah adat melayu Bengkulu ini terdiri
dari :
- Atap; terbuat dari ijuk, bamboo, atau seng
- Bubungan, ada beberapa bentuk 
- Pacu = plafon dari papan atau pelupuh
- Peran : balok-balok bagian atas yang
menghubungkan
- Tiang-tiang bagian atas
- Kap : kerangka untuk menempel kasau
- Kasau : untuk mendasi reng
- Reng : untuk menempel atap
- Listplang, suyuk, penyunting

Beberapa bentuk dari bubungan antara lain :

1. Bubungan Lima

2. Bubungan Limas

3. Bubungan Haji

2. Bagian Tengah, terdiri atas:


- Kusen, kerangka untuk pintu dan jendela
- Dinding : terbuat dari papan atau pelupuh
- Jendela : bentuk biasa dan bentuk ram
- Pintu : bentuk biasa dan bentuk ram
- Tulusi (lubang angin) : ventilasi, biasanya di atas pintu
dan jendela, dibuat dengan berbagai ragam hias
- Tiang penjuru
- Piabung : tiang penjuru hal
- Tiang tengah
- Bendu : balok melintang sepanjang dinding

3. Bagian Bawah. Terdiri atas:


- Lantai, dari papan, bamboo, atau pelupuh
- Geladak, dari papan 8 dim dengan lebar 50cm dipasang
sepanjangdinding luar di atas balok 
- Kijing, penutup balok pinggir dari luar, sepanjang keliling
dinding
- Balok (besar), kerangka untuk lantai yang memanjang ke
depan
- Tailan, balok sedang yang berfungsi sebagai tempat
menempelkan lantai
- Blandar, penahan talian, melintang
- Bedu, balok diatas sebagai tempat meletakkan rel
- Bidai, bamboo tebal yang dipasang melintang dari papan
lantai,untuk mempertahankan dari tusukan musuh dari bawah
rumah
- Pelupuh kamar tidur, sejajar dengan papan lantai (di atas
bidai)
- Lapik tiang, batu pondasi tiang rumahtiang rumah
- Tangga depan dan belakang

c) Bentuk dan Peruangan


Rumah tempat tinggal memilki fungsi dalam kehidupan. Adapun
susunan dan fungsi ruang pada rumah adat melayu Bengkulu ini
adalah sebagai berikut :

Rumah tempat tinggal memilki fungsi dalam kehidupan.  Adapun


susunan dan fungsi ruang pada rumah adat melayu Bengkulu ini
adalah sebagai berikut :

1. Berendo
Tempat menerima tamu yang belum dikenal, atau tamu yang
hanya menyampaikan suatu pesan (sebentar). Selain itu juga
dipergunakan untuk relax pada pagi atau sore hari. Bagi anak-anak,
berendo juga sering dipergunakan untuk bermain congkak, karet, dll.

2. Hall
Ruang untuk menerima tamu yang sudah dikenal baik, keluarga
dekat,atau orang yang disegani. Ruangan ini juga digunakan untuk
tempat cengkrama keluarga pada malam hari, ruangan belajar bagi
anak-anak, dansewaktu-waktu ruang ini digunakan untuk selamatan
atau mufakat sanak family.

3. Bilik gedang
Bilik gedang atau bilik induk merupakan kamar tidur bagi kepala
keluarga(suami istri) serta anak-anak yang masih kecil.

4. Bilik gadis
Biasanya terdapat pada keluarga yang memiliki anak gadis,
merupaka nkamar bagi si anak gadis. Selain untuk tidur juga
digunakan untuk bersolak. Bilik gadis biasanya berdampingan dengan
bilik gedang, demi keamanan dan kemudahan pengawasan terhadap
anak gadis mereka.

5. Ruang tengah
Biasanya dikosongkan dari perabot rumah, dan di sudutnya
disediakan beberapa helai tikar bergulung karena fungsi utamanya
adalah untuk menerima tamu bagi ibu rumah tangga atau keluarga
dekat bagi si gadis.Di samping itu juga sering dipakai sebagai tempat
belajar mengaji. Bagikeluarga yang tidak memilki kamar bujang
tersendiri, kadang-kadang dipakai untuk tempat tidur anak bujang.

6. Ruang makan
Tempat makan keluarga. Pada rumah kecil biasanya tidak
terdapat ruang makan, mereka makan di ruang tengah. Bila ada tamu
bukan keluarga dekat, maka untuk mengajak tamu makan bersama
digunakan hal, bukandi ruang makan.

7. Garang
Tempat penyimpanan tempayan air atau gerigik atau tempat air
lainnya, juga dipakai untuk tempat mencuci piring  dan mencuci kaki
sebelum masuk rumah atau dapur .

8. Dapur. Ruangan untuk memasak 

9. Berendo belakang
Serambi belakang, tempat istirahatbagi kaum wanita pada siang
atau sore hari.

d) Ornamen

Beberapa contoh ornament yang terdapat dalam rumah adat


Bengkulu atau rumah Bubungan Lima antara lain seperti:
e) Ciri Khas

Ada beberapa ciri khas yang membedakan rumah Bubungan


Lima dari adat Melayu Bengkulu dengan rumah adat Indonesia lain.
Salah satunya adalah bentuk atapnya yang berbentuk limas dengan
tinggi atap mencapai 3,5 meter. Ciri lain dari rumah adat ini adalah
strukturnya panggung dengan anak tangga yang berjumlah ganjil,
serta adanya upacara menaikan bubungan yang dilakukan sebagai
ritual penolak bala dalam proses pembangunan. Dalam ritual tersebut,
bubungan rumah digantungi dengan beragam hasil pertanian, seperti
sebatang tebu hitam, setandan pisang mas, setawar sedingin, dan
dibagian tulangnya diberi kain putih yang sudah dirajah.

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Setiap wilayahatau daerah pastilah memiliki ciri khas masing-masing


arsitekturnya, termasuk pula wilayah Sumatera. Pulau Sumatera terdiri dari
10 provinsi antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan
Riau, Sumatera Selatan, Nangroe Aceh Darussalam, Bangka Belitung,
Jambi, Lampung serta Bengkulu.

Setiap provinsi dari daerah Sumatera pun memiliki rumah


tradisionalnya masing-masing. Dari keseluruhan rumah adat di pulau
Sumatera, dapat dilihat secara langsung bahwa tipologi rumah dari semua
daerah memiliki kesamaan atau tidak berbeda jauh yaitu pada struktur dan
konstruksi bangunan.

Mulai dari bentuk rumah dari atap hingga pondasi menggunakan


struktur yang tidak berbeda jauh, yaitu menggunakan jenis rumah panggung.
Hal ini menandakan adanya keterkaitan hubungan daerah dari rumah-rumah
tradisional yang ada.

3.2 SARAN

Perkembangan arsiektur masa kini sangat mempengaruhi budaya


arsitektur tradisional. Sehingga diperlukan adanya perhatian dan
pengawasan serta pelestarian terhadap rumah-rumah adat di daerah
Indonesia. Seperti halnya pada pulau Sumatera, yang memiliki beragam
rumah tradisional dengan masing-masing keunikannya. Hal tersebut perlu
diperhatikan guna melestarikan arsitektur tradisional budaya Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

 Rumah_adat_batak.pdf Materi Pembelajaran Arsitektur Tradisional


 Dep. Dikbud, Proyek Inventurisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. 1986.

 Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Utara.

 Kajian Arsitektur Tradisional Daerah Minangkabau. Jurnal Penelitian. Malang:

Universitas Brawijaya

 Yudohusodo, Siswono. 1991. RUMAH UNTUK SELURUH RAKYAT. Jakarta:

INKOPPOL Unit Percetakan Bharakerta.

 Arsitektur Tradisional Lampung & Bengkulu Paper.pdf

 Documen Scribd BANGUNAN-TRADISIONAL-RIAU

 Google Books: Arsitektur Tradisional Riau

 Yosua, Aji. Arsitektur Riau. Materi Pembelajaran.

 https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Bolon

 https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Gadang

 https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Krong_Bade#Bahan-bahan_bangunan

 https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Panggung

 http://www.becaksiantar.com/2013/08/rumah-adat-batak-makna-dan-filosofi.html

 http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1919

 http://budaya-indonesia.org/Rumah-Krong-Bade

 http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2014/01/26/rumah-aceh-atau-

rumoh-aceh/

 http://www.tradisikita.my.id/2015/10/rumah-adat-bangka-belitung.html

Anda mungkin juga menyukai