Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN

 MODUL 4 (KOEFISIEN DISTRIBUSI)

KOEFISIEN DISTRIBUSI : Merupakan perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase K ekstrak
dibagi dengan fraksi berat solut

TUJUAN: Menentukan harga koefisien distribusi dari proses ekstraksi

Perbandingan konsentrasi solute dalam kedua pelarut adalah tetap dan merupakan suatu tetapan pada
suhu tetap. Koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition coefficient), K didefinisikan sebagai
perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak , (x c)E dibagi dengan fraksi berat solute dalam
fase rafinat, (xc)R pada keadaan kesetimbangan.
( x c )E
K=
( x c )R

Koefisien distribusi dapat juga dinyatakan dalam fraksi mole.


o
y
K = o
o

dimana: xo, yo , masing-masing adalah fraksi mol solut dalam fase rafinat dan fase ekstrak.
Sebagai ukuran keberhasilan untuk suatu proses ekstraksi sering digunakan besaran berupa faktor
pisah (FP) yakni perbandingan antara koefisien distribusi suatu unsur dengan koefisien distribusi unsur
yang lainnya. Persamaan untuk memperoleh FP adalah:
K1
FP =
K2

dengan K1 adalah koefisien distribusi unsur 1 dan K 2 adalah koefisien distribusi unsur 2. Efektifitas dalam
proses ekstraksi dapat dinyatakan dengan persen solut yang terekstrak yang dapat diperoleh dengan
persamaan sebagai berikut:
C2
E= x 100%
F
dengan E adalah efisiensi ekstraksi (%), C2 adalah konsentrasi solut dalam fasa organik, dan F adalah
konsentrasi umpan untuk ekstraksi.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang akan
digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam. Harga K
berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga K tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut.
Menurut Walter Nernst, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau
asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk komponen yang sama.

PROSEDUR:

1. Memipet larutan CH3COOH (solute) 1N kedalam erlenmeyer,


2. Larutan ditambah 30 mL Aquades. lalu ditambah 30 mL n – heksana (pelarut) pada solut dan dikocok
selama 30 menit, masing – masing lapisan dititrasi dengan 0,2 N NaOH dengan indicator PP.
3. Untuk percobaan kedua, langkah pertama adalah mengambil 30 mL (1,25 N) basa NaOH (solut) dan
dimasukkan ke dalalm corong pemisah., ditambah 30 mL chloroform (pelarut) dan dikocok selama 2
menit sehingga terbentuk 2 lapisan.
4. Lalu 10 mL lapisan atas dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 mL H 2O,
titrasi dengan 0,5 N asam HC dengan menggunakan indikator MO.
5. Lalu 10 mL lapisan bawah dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 100 mL H 2O,
titrasi dengan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO.
6. Lapisan atas dan bawah dipisahkan, dengan dimisalkan bagian atas = A dan bagian bawah = B.
7. Kemudian cairan A ditambah 10 mL CHCl 3 dan dikocok selama 2 menit hingga terbentuk 2 lapisan.
8. Masing-masing lapisan dipisahkan dan dititrasi dengan 0,5 N asam HCl dengan menggunakan
indikator MO.
9. Cairan B ditambahkan dengan 10 mL H2O dan dikocok hingga terbentuk 2 lapisan.
10.Selanjutnya masing-masing lapisan dipisahkan dan dititrasi dengan 0,5 N asam HCl dengan
menggunakan indikator MO.
Variabel kontrol : suhu ruangan, volume aquadest, volume n – heksana, dan volume sampel.
Variabel terikat :volume NaOH dan volume HCl titran.
Variabel bebas: volume CH3COOH.

 MODUL 5 (ADSORBSI ISOTERMIS)


PENGERTIAN: Hubungan antara jumlah substansi yang diserap oleh adsorben saat tekanan atau
konsentrasi pada kesetimbangan pada suhu konstan
TUJUAN: Mengamati peristiwa adsorbs dari suatu larutan pada suhu konstan.
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada
permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa
meresap ke dalam. (Bird T, 1993)

Ada dua adsorpsi, dimana perbedaan antara kedua adsorpsi ini ditentukan oleh panas reaksinya.

Adsorpsi secara fisika: panas reaksi yang rendah yaitu 10000 kal/mol atau kurang. Hal ini disebabkan
oleh ikatan yang terlibat dalam adsorpsi itu ikatan yang lemah, yakni gaya van der waals.

Adsorpsi secara kimia: melibatkan panas adsorpsi yang cukup besar yaitu antara 10000 kal/mol-20000
kal/mol. Hal ini disebabkan adanya reaksi kimia yang biasanya terjadi dan menyebabkan adanya ikatan
antara adsorben dan adsorbat menjadi lebih kuat..

Persamaan Langmuir dapat digunakan untuk menyatakan adsorpsi isothermis. Langmuir berpendapat
bahwa gas diadsorpsi pada permukaan padat dan membentuk tidak lebih dari satu lapis
ketebalannya. (Sukardjo, 1985)

 adalah fraksi total luas permukaan yang tertutup oleh molekul yang teradsorpsi, ruang kosong yang
masih tersedia untuk adsorpsi adalah (1-).
Rate kondensasi = k1 (1-) C (1)
k1 adalah konstanta perbandingan. Pada sisi lain, bila k 2 adalah rate dimana suatu molekul menguap dari
permukaan saat permukaan tersebut tertutup penuh, maka rate penguapannya adalah :
Rate penguapan = k2 
Saat kesetimbangan maka rate kondensasi harus sama dengan rate penguapan sehingga :
k1 (1-) C = k2 
kC
 = 1+kC
k = k1/k2 dan karena  = N/Nm, maka dari persamaan (3) selanjutnya dapat diturunkan sebagai berikut :
N Nm
=
kC 1+kC
C C 1
= +
N Nm k Nm

N=jumlah adsorbat yang teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi pada saat
kesetimbangan,C=konsentrasi saat tercapai kesetimbangan, Nm=jumlah mol adsorbat yang diperlukan
untuk satu lapisan tunggal.

Luas permukaan adsorben dapat dihitung dengan menggunakan persamaan


A = Nm. No.  . 10-20 (m2/gram)
A=luas permukaan adsorpsi per gram (m 2/gram), No=Bilangan Avogadro, = Luasaan yang ditempati
satu molekul teradsorpsi. (Maron and Lando, 1974)

PROSEDUR
1. Satu gram karbon aktif diletakkan ke dalam enam dari tujuh Erlenmeyer yang berbeda.
2. larutan asam asetat (CH 3 COOH ) dibuat dengan konsentrasi 0,1;0,08;0,06 M dengan volume
masing-masing 100 ml.
3. Larutan asam asetat 0,08 M yang telah diencerkan hingga volume 100 ml dimasukkan ke dalam
erlenmeyer kosong (tidak berisi karbon aktif) yang nantinya digunakan sebagai variable kontrol.
Erlenmeyer yang berisi larutan ditutup dengan aluminium foil dan dikocok secara periodik
selama 30 menit menggunakan shaker.
4. Masing-masing dari larutan disaring menggunakan kertas saring halus dan 10 ml pertama dari
filtrat dibuang untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorpsi oleh kertas saring.
5. 25 ml setiap larutan filtrat ditetesi indikator PP dan dititrasi dengan 0,1N NaOH. Titrasi
dilakukan sebanyak dua kali untuk masing-masing larutan.

Variabel kontrol: lama waktu pengocokan dan pendiaman larutan, massa karbon aktif, volume asam
asetat (analit), dan konsentrasi larutan standar NaOH.

Variabel bebas : konsentrasi larutan asam asetat

variabel terikat: volume larutan standar NaOH (sebagai titran) 0,1 N

 MODUL 6 (ELEKTROLISIS)

PENGERTIAN: Elektrolisa adalah reaksi non – spontan yang berjalan akibat adanya arus (aliran
elektron) eksternal yang dihasilkan oleh suatu pembangkit listrik
Di dalam elektrolisa terdapat 3 sel, yaitu : sel galvani atau sel volta, sel daniel, dan sel elektrolisis. Sel
galvani atau sel volta adalah sel elektrokimia di mana energi kimia dari reaksi redoks spontan
dirubah menjadi energi listrik. Pada sel volta, anoda bermuatan negatif dan katoda bermuatan positif.
Katoda merupakan pereduksi kuat sedangkan anoda tempat terjadinya oksidasi. Adapun deret volta
sebagai berikut : Li –K – Ba - Ca – Na – Mg – Al – Mn – H 2 O – Zn – Cr – Fe – Cd – Co – Ni – Sn-Pb –
H- Cu- Hg – Ag – Pt – Au
Dimana semakin ke kanan maka semakin mudah mengalami reaksi reduksi. (Harahap, 2016)
Sel elektrolisis adalah sel elektrokimia di mana energi listrik digunakan untuk menjalankan
reaksi redoks tidak spontan. Reaksi elektrolisi dapat diartikan sebagai reaksi penguraian sel
menggunakan arus listrik. Pada sel elektrolisis katoda memiliki muatan negatif sedangkan anoda
bermuatan positif dimana kation di katoda akan mengalami reaksi reduksi sedangkan anion di anoda
akan mengalami reaksi oksidasi. (Harahap, 2016).
Reaksi elektrolisis berlangsung di dalam sel elektrolisis yang terdiri dari satu jenis larutan atau
leburan elektolit. Larutan elektrolit ditaruh di dalam sebuah bejana dimana, 2 penghantar (konduktor) zat
padat dicelupkan. Dengan bantuan aki (sumber listrik) diberi perbedaan potensial antara kedua elektroda
tersebut. perubahan kimia yang terjadi dapat diamati di sekitar elektroda yang kebanyakan hanya berupa
penguraian sederhana. (Svehla, 1985).
Dalam sel elektrolisis, digunakan 2 elektroda yaitu anoda (bermuatan positif) dan katoda (bermuatan
negatif). Elektroda yang digunakan ada 2 jenis, inert dan tidak inert.
Reaksi pada katoda :
1. Bila kation dari logam aktif (logam alkali, alkali tanah, Al, atau Mn) maka molekul air akan
tereduksi, bila logam lainnya, kation tersebut yang tereduksi
2. Kation akan tereduksi apabila menggunakan lelehan dari golongan alkali dan alkali tanah
Reaksi pada anoda :
1. Bila anoda inert (Pt, C, Au) elektroda tidak akan teroksidasi, melainkan ada 2 kemungkinan :
2−¿¿ −¿¿
a. Bila anion mengandung oksigen ( SO 4 , NO 3 , dll), molekul air yang dioksidasi
−¿¿
+ ¿+ 4 e ¿
H2O O2 +4 H
¿ ¿
b. Bila anion tidak menganduk oksigen (Cl , Br , dll ), anion tersebut teroksidasi

X n−¿ ¿ X 2 +2 n e−¿¿
2. Bila anoda non – inert, anoda akan teroksidasi
−¿¿
n+¿+ne ¿
M M
(Atkins, 2006)
Dengan memasang amperemeter, jumlah muatanlistrik dapat diukur. Jumlah mol reaktan yang diubah
menjadi produk dalam reaksi sel dapat diketahui. Muata listrik q diukur dengan Coulomb (C). Jumlah
muatan listrk yang dibawa 1 mol dikeal sebagai tetapan Faraday (F) dimana 1 F = 96,467 C yang dapat
dibulatkan menjadi 96,500 C. Arus 1 ampere (A) berhubungan dengan aliran 1 C per detik. Massa zat
yang dihasilkan elektroda selama elektrolisa (G) berbanding lurus dengan jumlah muatan listrik, sehingga
dapat dinyatkan sebagai
G~ixt
PROSEDUR
Dalam percobaan ini, terdiri dari 2 percobaan, percobaan pertama dimana tembaga menjadi anoda dan
percobaan kedua dimana karbon menjadi anoda.

Variabel kontrol : arus dan larutan elektrolit.

Variabel bebas: waktu dan elektroda (percoaan 1 tembaga sebagai anoda, percobaan 2 tembaga sebagai
anoda).

Variabel terikat: berat dari karbon dan tembaga setelah di eletrolisis.

1. menimbang kristal Cu S O4 .5 H 2 O menggunakan neraca analitik dengan kaca arloji . Larutan


CuSO 4 0,25 M didapatkan dengan menambahkan kristal tersebut kedalam 500mL aquadest dan
diaduk menggunakan pengaduk kaca. Percobaan menggunakan dua variabel, variabel waktu dan
variabel arus.
2. Pada percobaan 1 dengan arus 0,5 A pada selang waktu 5menit dan 10 menit, pertama – tama
menimbang Cu dan karbon dengan neraca analiik sehingga didapatkan massa 4,9825 gram dan
5,2361 gram.
3. Kemudian menyusun rangkaian alat dengan plat tembaga (Cu) sebagai katoda (-) dan batang
karbon sebagai anoda (+).
4. Elektrolisis dilakukan dengan waktu 5 menit dan 10 menit. Setiap rentang waktu massa kedua
elektroda diukur sehingga akan mendapatkan perubahan massa.
5. ulangi untuk variabel arus 0,1 A dengan plat tembaga sebagai katoda (-) dan batang karbon
sebagai anoda (+)

Anda mungkin juga menyukai