Anda di halaman 1dari 19

BAB III

EKSTRAKSI PELARUT
Oleh: Siti Darsati
Telah kita ketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarutpelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain, misalnya: iodium jauh
lebih mudah larut dalam kloroform dari pada dalam air, minyak tidak bercampur atau
larut dalam air tetapi minyak bercampur dengan eter. Selain itu bila dua macam cairan
dicampurkan maka ada tiga kemungkinan yang terjadi yaitu:
1. Kedua cairan bercampur sempurna,
2. Kedua cairan bercampur dengan perbandingan tertentu, atau
3. Kedua cairan tidak bercampur.
Campuran minyak dan air merupakan salah satu contoh dua cairan yang tidak dapat
bercampur. Jadi bila minyak dan air dikocok bersama-sama dalam corong pisah dan
kemudian campuran dibiarkan maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan.
Mengambil suatu zat terlarut dari larutan dalam air oleh suatu pelarut yang tidak dapat
bercampur dengan air disebut ekstraksi pelarut (solvent extraction). Dalam ekstraksi
pelarut ini, zat terlarut terdistribusi atau terpartisipasi diantara dua cairan yang tidak
saling bercampur.
Ekstraksi pelarut merupakan suatu metoda pemisahan dalam analisis kimia yang dapat
dilakukan baik dalam skala makro maupun mikro. Dengan ekstraksi pelarut, kita dapat
memisahkan suatu logam dari logam lain yang mungkin mengganggu pada penentuan
logam tersebut. Pada metoda ini alat yang digunakan cukup sederhana yaitu corong
pisah (gambar 1) walaupun dapat juga dilakukan dengan alat yang rumit misalnya alat
Counter Current Graig. Ekstraksi pelarut, selain digunakan untuk keperluan analisis
kimia, digunakan juga dalam pekerjaan-pekerjaan preparatif baik di laboratorium
kimia organik, biokimia, maupun laboratorium kimia anorganik.

3. 1

Gambar 1.
Corong pisah
A. Prinsip ekstraksi pelarut
1. Hukum Fasa Gibbs
Ekstraksi pelarut didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Dalam proses distribusi fasa
ini berlaku hukum fasa Gibbs yang dinyatakan sebagai berikut:
P+V=C+2
P adalah jumlah fasa, V adalah variansi atau derajat kebebasan, dan C adalah jumlah
komponen. Dalam ekstraksi pelarut yang terdiri dari dua pelarut yang tidak saling
bercampur dan satu zat terlarut, pada suhu dan tekanan tetap mempunyai satu derajat
kebebasan. Ini berarti bila konsentrasi zat terlarut dalam salah satu fasa mempunyai
nilai tertentu maka konsentrasi zat terlarut pada fasa lainnya juga mempunyai nilai
tertentu. Jadi ada hubungan antara konsentrasi zat terlarut dalam masing-masing dari
kedua fasa. Hubungan ini secara kuantitatif dinyatakan dalam hukum distribusi.

3. 2

2. Koefisien Distribusi (KD)


Hukum distribusi Nernst (1891) menyatakan bahwa suatu zat terlarut akan
terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga pada
kesetimbangan, perbandingan konsentrasi zat terlarut di dalam kedua fasa tersebut
pada suhu tetap akan merupakan suatu tetapan, dengan syarat zat terlarut mempunyai
massa molekul relatif yang sama dalam tiap-tiap fasa. Untuk suatu zat terlarut X yang
terdistribusi antara pelarut 1 dan pelarut 2.
X2

X1
KD

X 2
X 1

Dimana KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi, yaitu suatu tetapan pada
suhu tertentu dan tidak bergantung pada konsentrasi total zat terlarut dan tanda kurung
siku menunjukkan konsentrasi. Persamaan tersebut sebenarnya kurang tepat karena
konsentrasi zat terlarut dipengaruhi oleh aktivitas zat dalam masing-masing pelarut.
Contoh penentuan harga KD adalah sebagai berikut: bila iodium dalam campuran
karbon tetraklorida dan air (campuran dua pelarut yang tidak saling bercampur)
dikocok dan kemudian didiamkan, maka iodium akan terdistribusi/terbagi dalam kedua
pelarut tersebut, dan akan terjadi keseimbangan antara larutan iodium dalam karbon
tetraklorida dan larutan iodium dalam air. Bila konsentrasi iodium divariasikan maka
harga KD relatif konstan dengan syarat suhunya tetap. Pada table 3.1 diperlihatkan
distribusi iodium dalam fasa air dan fasa organik.
Tabel 3.1. Distribusi iodium antara air dan karbon tetraklorida pada 25oC*)
Konsentrasi iodium
Dalam karbon
Dalam air
KD
-1
tetraklorida (mol.L )
(mol.L-1)
1,01 x 10-2
1,332 x 10-4
75,8
-2
-4
1,64 x 10
2,151 x 10
76,3
-2
-4
4,10 x 10
5,130 x 10
80,0
-2
-4
6,01 x 10
7,391 x 10
81,3
-2
-4
7,84 x 10
9,448 x 10
82,6
-2
-4
12,17 x 10
14,38 x 10
84,1
Rata rata

80,1

*) Syehla (1985)
3. 3

3. Angka Banding Distribusi (D)


Angka banding distribusi (distribusi ratio), D, menyatakan perbandingan
konsentrasi total zat terlarut dalam fasa organik dan fasa air. Jika zat terlarut itu adalah
senyawa X maka angka banding distribusi dapat dituliskan sebagai berikut
D

Konsentrasi total senyawa X dalam fasa organik


Konsentrasi total senyawa X dalam fasa air

Untuk keperluan analisis kimia, angka banding distribusi lebih bermakna dari pada
koefisien distribusi. Pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau
polimerisasi maka harga KD sama dengan D. Harga D tidak konstan, antara lain
dipengaruhi oleh pH fasa air.
4. Hubungan D dengan KD
Untuk

melihat

hubungan

dengan

KD

dan

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya dapat dipelajari ekstraksi asam lemah berbasa satu (HA) dalam fasa
air dan fasa organik. Untuk sederhananya, misalkan asam lemah tersebut berupa
monomernya (HA) di dalam kedua fasa. Dalam fasa air, HA terionisasi menjadi H + dan
A-, dan anionnya dari asam (A-) tidak larut dalam fasa organik. Bila kesetimbangan
distribusi telah tercapai maka besaran-besaran penting yang berhubungan dengan
kesetimbangan yang berlaku pada sistem ekstraksi asam HA tersebut adalah D HA
(angka banding distribusi), KDHA (koefisien distribusi asam HA), dan KA (tetapan
ionisasi asam HA) yang persamaannya adalah sebagai berikut:
H+ + A-

HA

HA o
HA a A a
HA o
K DHA
HA a
D

Ka

H A

HA a

(1)
(2)
(3)

Dari persamaan (3) dapat dituliskan

3. 4

HA a

Ka

(4)

Bila persamaan (4) disubstitusikan ke dalam persamaan (1) maka akan menghasilkan

HA o

HA a K a HA a

atau

HA o

HA a 1

Ka

H a

(5)

Bila persamaan (2) disubstitusikan ke dalam persamaan (5) maka diperoleh persamaan
(6)

K DHA
K
1 a
H a

(6)

Dari persamaan (6) dapat dilihat bahwa harga D dipengaruhi oleh K D dari asam lemah
yang diekstraksi, tetapan ionisasi asam lemah, dan pH fasa air. Oleh karena setiap asam
lemah mempunyai harga Ka dan KD yang berbeda maka persamaan (6) dapat dijadikan
dasar untuk pemisahan campuran asam secara ekstraksi pelarut dengan cara mengatur
pH fasa air.
Contoh Soal
Satu gram asam benzoat dilarutkan dalam 100 mL air dan dicampur dengan 10 mL
eter. Koefisien distribusinya adalah 100, dan tetapan disosiasinya 6,5 x 10 -5. Hitunglah
angka banding distribusi (D) bila pH fasa air sama dengan 3, dan 5.
Penyelesaian:

K DHA
K
1 a
H a

a) pH 3 maka [H+] = 1 x 10-3


3. 5

100
100
100

93,9
5
6,5 x10
1 0,065 1,065
1
1x10 3

Jadi pada pH 3, harga angka banding distribusinya adalah 93,9


b) pH 5 maka [H+] =1x10-5
D

100
100
100

13,3
5
6,5 x10
1 6,5 7,5
1
1x10 5

Jadi pada pH 5, harga angka banding distribusinya adalah 13,3.

5. Persen Terekstraksi (% E)
Dalam ekstraksi pelarut, selain koefisien distribusi (K D), dan angka banding
distribusi (D), dikenal pula istilah persen terekstraksi (% E) yaitu perbandingan
banyaknya mol zat yang terekstraksi kedalam fasa organik dengan jumlah total mol zat
tersebut dalam kedua fasa kali 100.
%E

mol zat A dalam fasa organik


x 100
mol zat A dalam fasa organik mol zat A dalam fasa air

%E

[ A]o Vo
x 100
[ A]o Vo [ A]a Va

(7)

Bila penyebut dan pembilang dibagi dengan [A]a maka

%E

[ A]o

Vo
[
A
]
a

[ A]o

Vo Va
[
A
]
a

x 100

(8)

Bila penyebut dan pembilang pada persamaan (8) dibagi dengan V o dan karena
[ A]o
D maka hubungan antara D, dan %E dinyatakan oleh persamaan berikut:
[ A]a
%E

100 D
V
D a
Vo

(9)

Va adalah volume fasa air dan Vo adalah volume fasa organik . Bila Vo = Va
maka persamaan (9) menjadi
3. 6

%E

100 D
D 1

(10)

6. Efisiensi Ekstraksi
Melakukan ekstraksi beberapa kali akan lebih baik hasilnya bila dibandingkan
dengan hanya satu kali ekstraksi menggunakan jumlah pelarut yang sama. Contoh
ekstraksi tiga kali dengan masing-masing menggunakan 10 mL pelarut akan lebih baik
hasilnya dari pada dilakukan ekstraksi satu kali dengan 30 mL pelarut.
Untuk n kali ekstraksi, jumlah zat yang masih tertinggal dalam air dapat
diketahui melalui persamaan berikut:
Va
X n X o
DVo Va

Xn = jumlah zat X yang tertinggal dalam fasa air setelah n kali ekstraksi;
Xo = jumlah zat X yang semula ada dalam fasa air;
n = banyaknya ekstraksi
Contoh Soal:
Satu gram zat X dilarutkan dalam 100 mL air. Hitung jumlah zat X yang tersisa dalam
fasa air setelah:
a. satu kali ekstraksi dengan 90 mL pelarut organik
b. satu kali ekstraksi dengan 30 mL pelarut organik
c. tiga kali ekstraksi masing-masing dengan 30 mL pelarut organik.
Angka banding distribusi untuk ekstraksi tersebut adalah 10.
Penyelesaian:

Va

X n X o
DVo Va

100
100

0,100 gram

1000
10 x 90 100

a. X 1 1

100
100

0,250 gram

400
10 x 30 100

b. X 1 1

3. 7


c. X 31 1

100

10
x
30

100

100

400

0,0156 gram

7. Selektivitas Ekstraksi
Selektivitas ekstraksi ada kaitannya dengan efisiensi pemisahan, dan efisiensi
pemisahan dipengaruhi oleh faktor pemisahan () yang didefinisikan sebagai
perbandingan angka banding distribusi dari dua zat yang akan dipisahkan. Jadi
kemampuan untuk memisahkan dua zat terlarut tergantung pada besarnya angka
banding distribusi relatif dari kedua zat terlarut. Misalnya untuk zat A dan zat B yang
nilai D nya masing-masing adalah DA dan DB, maka faktor pemisahan () kedua zat
tersebut dapat didefinisikan: DA/DB dimana DA>DB. Tabel 3.2 memberikan gambaran
derajat pemisahan dua zat terlarut berdasarkan nilai nya, dengan kondisi percobaan 1
kali ekstraksi, volum kedua fasa dibuat sama.
Tabel 3.2. Pemisahan Dua Zat Terlarut dengan 1 Kali Ekstraksi, Volum Kedua Fasa
Sama
DA

102

DB
10
1
10-1
10-2
10-3

10
102
103
104
105

% A terekstrak
99,0
99,0
99,0
99,0
99,0

% B terekstrak
90,0
50,0
9,1
1,0
0,1

Dari tabel 3.2 dapat disimpulkan bahwa:


a. Jika komponen A akan dipisahkan dari komponen B dengan ekstraksi dan
diharapkan minimal 99% A terekstraksi dengan disertai maksimal 1% B yang
ikut terekstraksi maka harga (faktor pemisahan) harus lebih besar dari 104.
b. Pemisahan dapat dicapai secara kuantitatif jika nilai paling tidak sebesar 105.
B. Ekstraksi Logam
Salah satu contoh aplikasi ekstraksi pelarut dalam Kimia Analitik adalah
pemisahan suatu logam dari logam lain yang mengganggu dalam penentuan kadar
suatu logam. Dalam proses ekstraksi pelarut tersebut berlangsung tiga tahap yaitu (1)
3. 8

pembentukan kompleks tidak bermuatan, (2) distribusi dari kompleks yang


terekstraksi, dan (3) interaksi kompleks dalam fasa organik.
Ion-ion logam pada umumnya tidak larut dalam pelarut organik yang bersifat
non polar. Agar ion logam tersebut larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar
maka ion logam tersebut harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan,
biasanya diubah menjadi satu kompleks yang tidak bermuatan yaitu kompleks asosiasi
ion atau kompleks khelat. Syarat tidak bermuatan ini diperlukan agar memenuhi azas
like dissolves like.
1. Kompleks asosiasi ion (Ion-Associaton Complexes).
Pada pembentukan kompleks asosiasi ion, ion logam terikat secara koordinasi
dengan suatu ligan membentuk kompleks yang bermuatan positif atau negatif. Ion
kompleks yang positif akan membentuk kompleks asosiasi ion (pasangan ion) yang
tidak bermuatan dengan suatu anion, sedangkan kompleks yang bermuatan negatif
akan membentuk kompleks asosiasi ion dengan suatu kation.
a. Pasangan ion, dimana ion logam terikat dalam kationnya.
Mn+ + bB
n

M Bb

+ nX-

M Bbn
n

(M Bb , nX-)

Contoh: ekstraksi tembaga sebagai [Cu (2,9-dimetilfenantrolin)2+, CI O4 ]


b. Pasangan ion, dimana ion logam terikat dalam anionnya.
a

Mn+ + (n + a) X-

M X na

M X naa + aY+

(aY+, M X naa )

Contoh: ekstraksi besi sebagai (H+, FeC l4 )


dengan catatan B adalah ligan mono atau polidentat netral, X- adalah suatu anion, dan
Y+ adalah suatu kation yang diperlukan untuk membentuk pasangan ion.
2. Komples Khelat.
Reaksi pembentukan kompleks khelat dapat ditulis sebagai berikut:
Mn+ + nR-

MRn

3. 9

Mn+ adalah ion logam, dan R- adalah anion dari suatu zat atau ligan pembentuk
kompleks khelat tersebut sedangkan MRn adalah kompleks khelat tidak bermuatan.
Sebagai contoh zat pengkhelat yang banyak digunakan dalam ekstraksi pelarut untuk
ion logam adalah 8-kuinolinol (8-hidroksikuinolin) dengan nama trivialnya oksin
dengan struktur molekul berikut :

N
OH
Oksin dengan ion-ion logam akan membentuk kompleks khelat tidak bermuatan yang
tak larut dalam air tetapi larut dalam kloroform atau karbontetraklorida, misalnya
dengan tembaga maka oksin akan membentuk senyawa khelat kupri oksinat yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

N
O
Cu
O
N

Contoh zat pengkhelat lain adalah ditizon (difenil tiokarbazon) yang dapat membentuk
khelat dengan ion Pb2+.

3. 10

Pb/2
N

NH NH
C

S + 1/2 Pb

NH
C

2+

N N

N N

Hijau

Merah

Ditizon dan khelat logamnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam kloroform dan
karbontetraklorida. Logam-logam yang dapat membentuk ditizonat antara lain Fe, Ni,
Cu, Ag, Cd, dan Pb.
Penentuan konsentrasi kompleks khelat dalam ekstraks biasanya dilakukan
secara spektrofotometri. Jadi sebenarnya salah satu aplikasi penting dari ekstraksi
pelarut ialah untuk penentuan kadar logam secara kolorimetri atau spektrofotometri.
Banyak pereaksi organik membentuk khelat berwarna dengan ion-ion logam tetapi
khelat tersebut tidak larut dalam air melainkan larut dalam pelarut organik sehingga
dapat dengan mudah diekstraksi.
a. Proses ekstraksi
Umumnya pereaksi pengkhelat adalah asam-asam organik lemah yang
terionisasi dalam air. Dalam praktek yang biasa dilakukan adalah menambahkan
pereaksi pengkhelat ke dalam fasa organik. Proses ekstraksinya dapat dianggap terdiri
dari tahap reaksi kesetimbangan yang setiap tahapnya mempunyai konstanta
kesetimbangan sendiri-sendiri. Keempat langkah reaksi kesetimbangan tersebut adalah
sebagai berikut:
1)

Tahap pertama, pereaksi pengkhelat HR terdistribusi di antara fasa air dan fasa
organik, menurut reaksi:
(HR)o

(HR)a dan KDHR = (HR)o/(HR)a

(11)

2) Tahap kedua, pereaksi pengkhelat HR terionisasi dalam fasa air:


HR

H+ + R- dan KaHR = [H+ ] [R- ]/[HR]

(12)

3. 11

3) Tahap ketiga, ion logam mengkhelati anion pereaksi pengkhelat membentuk


molekul yang tidak bermuatan (netral).
Mn+ + nR-

MRn dan Kf = [MRn]/[ Mn+][R-]

(13)

4) Akhirnya, senyawa kompleks logam khelat terdistribusi dalam fasa air dan fasa
organik.
(MRn)a

(MRn)o dan KDMRn = [MRn]o/[MRn]a

(14)

Dalam persamaan-persamaan di atas, KDHR dan KDMRn adalah koefisien


distribusi pereaksi pengkhelat dan senyawa kompleks logam khelat, sedangkan K a dan
Kf masing-masing adalah tetapan ionisasi pereaksi pengkhelat dan tetapan
pembentukan kompleks logam khelat. Gambar 2 berikut ini akan memperjelas keempat
tahapan kesetimbangan ekstraksi tersebut:

Gambar 2
Kesetimbangan yang terlibat dalam ekstraksi pelarut dari kompleks logam khelat

3. 12

Dengan menganggap: bagian kompleks logam khelat yang terdistribusi ke


dalam fasa organik lebih besar dari pada yang terdistribusi dalam fasa air; dan
kompleks logam khelat pada hakekatnya tidak terdisosiasi dalam fasa organik non
polar, maka angka banding distribusinya dapat dituliskan sebagai berikut:

[ MRn ]on
[ M n ]na

(15)

dengan mensubstitusikan persamaan-persamaan tersebut diatas maka pengaruh pH


terhadap angka banding distribusi dapat dilihat pada persamaan (16)

K DMRn K f K an [ HR]on
[ HR]on
D
. n K n
K Dn HR
[ H ]a
[ H ]a
(16)
b. Efisiensi Pemisahan Kompleks Logam Khelat
Efisiensi pemisahan terhadap dua logam pada pH dan konsentrasi pereaksi
tertentu dapat diprediksi dari rumus D K

[ HR ]on
. Faktor pemisahan , sama dengan
[ H ]na

perbandingan distribusi dari dua kompleks logam khelat yang terbentuk dari suatu
pereaksi yang telah ditentukan. Karena hanya K f dan KD MRn yang berhubungan dengan
logam, maka faktor pemisahan dapat dituliskan rumusnya sebagai:

K f (1) K DMRn (1)


D1

D2
K f ( 2 ) K DMRn ( 2 )

(17)

Jadi efisiensi pemisahan tergantung kepada harga relatif Kf dan KD.


Untuk ekstraksi

logam melalui pembentukan khelat, efisiensi pemisahan

dipengaruhi pula oleh pH1/2 yaitu harga pH dimana 50% komponen terekstraksi (%E =
50).
D

%E
K *[ H ] n
100 % E

pH1/2 = 1n log K*

3. 13

Perbedaan nilai pH1/2 dari dua ion logam dalam suatu sistem yang khas merupakan
ukuran dapat tidaknya kedua ion logam tersebut terpisahkan. Jika satu sama lain
mempunyai perbedaan nilai pH yang cukup jauh maka pemisahan yang baik dapat
dicapai dengan mengendalikan pH ekstraksi.
C. Macam-macam Teknik Ekstraksi
Ekstraksi bertahan (batch extraction), ekstraksi kontinyu (continuous
extraction) dan ekstraksi dengan cara Counter Current Craig merupakan tiga tipe
metoda dasar pada ekstraksi pelarut.
1. Ekstraksi bertahap
Ekstraksi ini merupakan cara yang paling sederhana dan sering dilakukan di
laboratorium. Alat yang digunakan adalah corong pisah. Caranya cukup menambahkan
pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian
dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan
diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah kesetimbangan tercapai lapisan didiamkan dan
dipisahkan. Cara ini dilakukan bila perbandingan angka banding distribusi (D1/D2)
cukup besar sehingga pemisahannya dapat dicapai dalam satu atau beberapa kali
ekstraksi.
2. Ekstraksi kontinyu
Ekstraksi secara kontinyu dilakukan dalam alat pengekstraksi yang khusus,
misalnya alat pengekstraksi Kutscher-Steudel digunakan untuk pelarut yang lebih
ringan dari air, sedangkan alat pengekstraksi Wehrli digunakan untuk pelarut yang
lebih berat dari air. Pada prinsipnya di dalam peralatan tersebut terjadi aliran kontinyu
dari pelarut melalui suatu larutan zat yang akan diekstrak. Ekstraksi kontinyu
digunakan bila angka banding distribusi relatif kecil sehingga untuk pemisahan yang
kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi.

3. 14

Gambar 3
Ekstraktor Kutscher-Steudel

Gambar 4
Ekstraktor Wehrli

3. Ekstraksi dengan cara Counter Current menurut Craig


Ekstraksi Counter Current Craig merupakan salah satu cara yang penting
untuk memisahkan dua zat atau lebih dari campuran dengan cara ekstraksi bila angka
banding distribusi zat-zat tersebut perbedaannya kecil sekali. Pada cara ini, zat-zat
yang akan dipisahkan berulang kali diekstraksi diantara dua fasa yang tidak saling
bercampur. Satu fasa bergerak sambil bersentuhan dengan fasa lainnya yang diam.
Fasa yang bergerak dapat bergerak secara berkesinambungan.
Alat Craig terdiri dari satu seri bejana pemisah yang dihubungkan sedemikian
rupa sehingga lubang keluar bejana satu berhubungan dengan lubang masuk benjana
berikutnya. Untuk melakukan ekstraksi counter current diperlukan alat yang terdiri dari
sejumlah besar tabung-tabung pengekstraksi yang identik, setiap tabung berfungsi
sebagai corong pisah. Tabung-tabung ekstraksi tersebut, diberi nomor 0, 1, 2 dan
seterusnya.

3. 15

Prinsip ekstraksi Counter Current Craig adalah sebagai berikut: mula-mula


tabung O diisi dengan fasa bawah (L) yang mengandung zat terlarut, kemudian
ditambahkan fasa atas (U) yang tidak dapat bercampur dengan fasa bawah. Untuk
mencapai kesetimbangan distribusi dilakukan pengocokan pada tabung O, lalu fasa
atas yang lebih ringan dari fasa bawah dipindahkan kedalam tabung berikutnya (tabung
1) yang sudah diisi dengan fasa bawah yang masih murni (segar) sedangkan kedalam
tabung O ditambahkan fasa atas yang masih murni (segar). Baik pada tabung O
maupun tabung 1 dilakukan lagi pengocokan. Setelah kesetimbangan tercapai dan
terjadi dua lapisan maka lapisan atas dari tabung 1 dipindahkan ke dalam tabung 2
yang berisi fasa bawah yang masih murni, fasa atas dari tabung O dipindahkan
kedalam tabung 1, dan ke dalam tabung O ditambahkan fasa atas yang segar.
Pengocokan dan pemindahan dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama seperti
di atas. Skema dan pola ekstraksi Counter Current dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Skema ekstraksi pada distribusi Counter Current

3. 16

Contoh: 1000 mg zat X dilarutkan dalam Va mL fasa bawah (misalnya air) kemudian
dimasukkan ke dalam tabung O dan ke dalamnya ditambahkan Vo mL fasa atas (fasa
organik). Misalkan Vo = Va dan Dx = 1. Setelah dilakukan pengocokan dan
kesetimbangan distribusi tercapai maka pada tiap-tiap fasa dalam tabung O terdapat
500 mg zat X. Pada saat tersebut belum dilakukan pemindahan maka n = 0. Pada n = 1
(setelah pemindahan 1 kali), fasa atas yang mengandung 500 mg zat X dipindahkan
dari tabung O ke tabung 1 yang sudah berisi V a mL fasa bawah sedangkan ke dalam
tabung O ditambahkan Vo mL fasa atas yang baru kemudian tabung O dan tabung 1
dikocok hingga dicapai kesetimbangan distribusi yang baru maka akan terdapat 250
mg zat X dalam masing-masing fasa dari kedua tabung tersebut.
Pada n = 2 dan seterusnya dilakukan pemindahan dan pengocokan dimana sesudah tiap
pemindahan ditambahkan Vo mL pelarut organik yang baru ke dalam tabung O
sedangkan tabung-tabung yang lainnya sudah diisi dengan fasa bawah. Distribusi zat X
pada masing-masing fasa dalam setiap tabung sampai dengan pemindahan 4 kali (n=4)
dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Distribusi 1000 mg zat X pada proses Craig Dx = 1, dan Va = Vo

3. 17

Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan KD, D, dan %E ?
2. Dua asam, HX dan HY mempunyai harga koefisien distribusi dan tetapan disosiasi
sebagai berikut:
Asam
KD
Ka
HX
10
1 x 10-5
HY
1000
1 x 10-10
Hitunglah angka banding distribusi kedua asam tersebut pada pH 4.
3. 20 mL larutan asam butirat (dalam air) 0,10 M dikocok dengan 10 mL eter. Setelah
lapisan dipisahkan dan dititrasi ternyata ada 0,5 mmol asam butirat yang tersisa
dalam fasa air. Hitunglah angka banding distribusi dan persen terekstraksi zat
tersebut.
4. Suatu khelat logam terekstraksi 90% bila volume fasa organik yang digunakan
sama dengan volume fasa air. Hitunglah % terekstraksinya bila volume fasa
organik yang digunakan dua kali volume fasa air.
5. Hitung

angka

banding

distribusi,

jika

besi(III)

diekstraksi

dari

asam

hidrokloridanya dengan tributilfosfat jika Vo = 10 mL, Va = 25 mL, dan %E = 99,8.


6. Turunkan persamaan yang menyatakan hubungan antara D dengan faktor-faktor
yang mempengaruhinya pada ekstraksi basa lemah !
DAFTAR PUSTAKA
Christian, G.D. (1994), Analytical Chemistry. 5th ed. New York: John Wiley & Sons,
Inc.
Day, R.A., Underwood, A.L., A. Hadyana Pudjaatmaka (Alih bahasa) (1989). Analisis
Kimia Kuantitatif. Edisi kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harris, D.C. (1991). Quantitative Chemical Analysis. 3rd ed. New York: W.H. Freeman
and Company
Morrison, G.H. & H. Freiser. (1965). Solvent Extraction in Analytical Chemistry. New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Pecsok, R.L., et.al. (1976) Modern Methods of Chemical Analysis. New York: John
Wiley & Sons.
Soebagio, dkk. (2000), Kimia Analitik II, IMSTEP-JICA. FMIPA Universitas Negeri
Malang.
3. 18

Svehla, G.L. Setiono dan A. Hadyana Pudjaatmaka (penerjemah), (1985), Buku Teks
Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi ke lima, Jakarta :
PT. Kalman Media Pusaka.

3. 19

Anda mungkin juga menyukai