kimia dengan energi listrik. Dalam proses ini biasanya melibatkan sel elektrokimia yang
menerapkan prinsip reaksi redoks dalam aplikasinya. Sel elektrokimia merupakan suatu alat yang
terdiri dari sepasang elektroda yang dicelupkan ke dalam suatu larutan atau lelehan ionis dan
dihubungkan dengan konduktor logam pada rangkaian luar.
Reaksi elektrokimia melibatkan perpindahan elektron – elektron bebas dari suatu logam
kepada komponen di dalam larutan. Kesetimbangan reaksi elektrokimia penting dalam sel
galvani (yang menghasilkan arus listrik) dan sel elektrolisis (yang menggunakan arus listrik).
Pengukuran daya gerak listrik (DGL) suatu sel elektrokimia dalam jangkauan suhu tertentu dapat
digunakan untuk menentukan nilai – nilai termodinamika reaksi yang berlangsung serta koefisien
aktifitas dari elektrolit yang terlibat
Secara garis besar, sel elektrokimia dapat digolongkan menjadi dua:
a. Sel Galvani
Yaitu sel yang menghasilkan arus listrik. Pada sel galvani, anoda berfungsi sebagai elektroda
bermuatan negatif dan katoda bermuatan positif. Arus listrik mengalir dari katoda menuju
anoda .Reaksi kimia yang terjadi pada sel galvani berlangsung secara spontan. Salah satu
aplikasi sel galvani adalah penggunaan sel Zn/Ag 2O3 untuk batere jam.
b. Sel Elektrolisis
Yaitu sel yang menggunakan arus listrik. Pada sel elektrolisis, reaksi kimia tidak terjadi secara
spontan tetapi melalui perbedaan potensial yang dipicu dari luar sistem. Anoda berfungsi
sebagai elektroda bermuatan positif dan katoda bermuatan negatif, sehingga arus listrik
mengalir dari anoda ke katoda. Sel elektrolisis banyak digunakan untuk produksi alumunium
atau pemurnian tembaga.
Indikator pertama yang dibahas untuk kesetimbangan permukaan dan koloid adalah
persamaan Langmuir.Model adsorpsi Langmuir menjelaskan adsorpsi dengan
mengasumsikan adsorbat berperilaku sebagai gas ideal pada kondisi isotermal . Menurut
model, adsorpsi dan desorpsi adalah proses reversibel. Model ini bahkan menjelaskan efek
tekanan yaitu pada kondisi ini tekanan parsial adsorbat adalah P, Terkait dengan volume itu
adalah V , teradsorpsi ke adsorben padat. Adsorben diasumsikan sebagai permukaan padat
ideal yang terdiri dari serangkaian situs berbeda yang mampu mengikat adsorbat. Ikatan
adsorbat diperlakukan sebagai reaksi kimia antara molekul adsorbat Ag ,dan situs kosong
S. Reaksi ini menghasilkan kompleks yang teradsorpsi Aad ,dengan konstanta
kesetimbangan terkait Keq:
Ag + S < = > Aad
Dari asumsi ini isoterm Langmuir dapat diturunkan yang menyatakan itu
Dimana f adalah hunian fraksional dari situs adsorpsi, dan Vm adalah volume dari
monolayer.Monolayer kontinu molekul adsorbat yang mengelilingi permukaan padat
homogen adalah dasar konseptual untuk model adsorpsi ini.
Melekat dalam model ini, asumsi berikut berlaku khusus untuk kasus paling
sederhana:
1. Adsorbat ( atom, molekul ,ion) menempel pada permukaan adsorben pada situs tertentu.
2. Tiap situs mengakomodasi satu dan hanya satu partikel adsorbat.
3. Tingakat energi masing-masing partikel adsorbat sama pada semua situs tidak bergantung
ada atau tidak adanya partikel teradsorbsi pada situs yang lain.
4. Perbukaan adsorben halus dan homogen secara sempurna dan interaksi lateral antar
partikel adsorbat diabaikan.
5. Molekul gas yang teradsorbsi terlokalisasi , artinya mereka tidak bergerak pada
permukaan.
Laju desorbsi rd berbanding lurus dengan fraksi luas permukaan yang ditempati
adsorbat :
f =( Ca P ) / (Ca Cd ) P ¿
Karena fase adsorben adalah monolayer maka massa adsorben per unit massa
adsorbent (m) sebanding dengan permukaan media yang tertutupi .
m = 𝐶𝑚 f
Dimana:
C: konsentrasi kesetimbangan,
b: kapasitas adsorpsi
Dari kurva linier hubungan antara C/m versus C maka dapat ditentukan nilai b
dari kemiringan (slop) dan K dari intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang
didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol ion logam teradsorpsi
dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif dari perubahan energi Gibbs
standar, ΔG0 dapat dihitung menggunakan persamaan:
E = – ΔG0 ads= RT ln K
Dimana:
T : temperatur (K)
S= ( Xm / M ) .N.Am .1020
dimana:
N = bilangan Avogadro
Am = luas yang tertutupi satu molekul adsorben pada lapisan monolayer sempurna
Dari persamaan tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa pada proses adsorbsi
jumlah zat yang dapat diserap oleh adsorben mempunyai perbandingan tertentu
tergantung pada sifat zat yang diserap, jenis adsorben dan suhu adsorbsi. Semakin besar
konsentrasi larutan, semakin banyak jumlah zat terlarut yang dapat diadsorbsi sehingga
tercapai keseimbangan tertentu, dimana laju zat yang diserap sama dengan zat yang
dilepas dari adsorben pada suhu tertentu.
- Contoh larutan: larutan gula, larutan garam, spiritus, alkohol 70 %, larutan cuka, air
laut, udara yang bersih, dan bensin.
- Contoh koloid: sabun, susu, santan, jeli, selai, metega, dan mayonaise.
- Contoh suspensi: air sungai yang keruh, campuran air dengan pasir, campuran kopi
dengan air dan campuran minyak dengan air.
1. Koloid biasa digunakan dalam industri kosmetik untuk membuat foundation, sampo,
pembersih wajah, deodoran, dan pelembab badan.
2. Dalam industri tekstil, koloid biasa dimanfaatkan dalam bentuk sol untuk membuat
warna pakaian.
3. Dalam industri farmasi, koloid digunakan dalam bentuk sol untuk membuat obat-
obatan.
4. Dalam industri sabun, koloid dihasilkan dalam bentuk emulsi, contohnya sabun dan
detergen.
5. Dalam industri makanan, koloid bisa ditemukan dalam kecap, saus, susu, mayones,
dan mentega.
2. Koloid asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan (asosiasi) molekul-molekul
kecil, atom atau ion yang larut dalam medium sehingga membentuk agregat-agregat
molekul yang disebut misel.
3. Koloid makromolekul, yaitu koloid yang terbentuk dari molekul tunggal yang sangat
besar (makromolekul).
1. Koloid dispersi, yaitu koloid yang partikelnya tidak dapat larut secara individu dalam
medium yang terjadi hanyalah penyebaran (dispersi) partikel tersebut.
2. Koloid asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan partikel kecil yang larut
dalam medium, contoh Fe(OH)3.
Sifat Koloid
Sistem koloid mempunyai sifat khas yang berbeda dengan sifat sistem-sistem
dispersi lainnya.
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-
partikel koloid.Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup
besar.Efek Tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika
Inggris.Oleh karena itu sifat itu disebut efek Tyndall.Efek Tyndall adalah efek yang
terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya,
maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem
koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena _partikel-partikel koloid
mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar
tersebut.Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga
hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.Contoh Efek Tyndall
dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat di bioskop. Sorot lampu proyektor akan
tampak jelas ketika ada asap rokok yang melewatinya, sehingga gambar film yang
ada di layar menjadi tidak jelas. Hal ini karena adanya hamburan cahaya oleh
partikel-partikel asap rokok yang menyebabkan daya tembus lampu proyektor
menjadi berkurang.
2. Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak
lurus tetapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika koloid diamati dibawah
mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan
bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown.Pada
tahun 1827, seorang botanis asal Skotlandia, Robert Brown, berhasil mengamati
gerakan partikel koloid.Saat itu, Brown sedang mengamati pergerakan butir-butir sari
tumbuhan pada permukaan air dengan memakai mikroskop ultra. Pengamatan itu
membuktikan bahwa partikel koloid tidak pernah berada pada kondisi stasioner
(diam), melainkan akan bergerak dengan lintasan lurus dan arahnya tak menentu. Jika
diamati melalui mikroskop ultra, gerakan partikel koloid berbentuk zigzag.Partikel-
partikel suatu zat senantiasa bergerak.Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti
pada zat cair dan gas (dinamakan gerak Brown), sedangkan pada zat padat hanya
berosilasi di tempat (tidak termasuk gerak Brown). Untuk koloid dengan medium
pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan
tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung
dari segala arah.Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang
terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak
Brown. Gerak zig zag akibat benturan dari partikel pendispersi menyebabkan sistem
koloid tetap stabil, tetap homogen, dan tidak mengendap.Gerak Brown dipengaruhin
oleh ukuran partikel dan suhu.Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat
gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid,
semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak
Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen
zat cair dengan zat padat (suspensi).Gerak Brown juga dipengaruhi oleh
suhu.Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang
dimiliki partikel² medium pendispersinya.Akibatnya, gerak Brown dari partikel-
partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah
suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
3. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa menempelnya muatan di permukaan parikel-
partikel koloid.Adsorpsi terjadi karena adanya kemampuan partikel koloid untuk
menarik (ditempeli) oleh partikel-partikel kecil.Kemampuan untuk menarik ini
disebabkan adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi. Alhasil, ketika ada
partikel kecil yang menempel ke koloid, partikel itu akan cenderung tidak mudah
lepas (tetap menempel).Zat-zat teradsorpsi dapat terikat kuat membentuk lapisan yang
tebalnya tidak lebih dari satu atau dua lapisan partikel.Partikel koloid mampu
menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Ketika partikel koloid
menyerap ion bermuatan, ion-ion tersebut akan menempel pada permukaannya dan
partikel koloid tersebut menjadi bermuatan.Contohnya saat menjernihkan air
menggunakan tawas.Tawas digunakan sebagai penjernih air karena memiliki
kemampuan untuk menyerap polutan di dalam air.Adsorpsi harus dibedakan dengan
absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel.
Sifat-sifat adsorpsi koloid adalah:
1. Dapat menjernihkan air yang keruh dengan memberikan tawas K2SO4 Al2(SO4)3
sehingga menghasilkan partikel koloid Al(OH)3 yang mampu mengendapakan
kotoran.
2. Menjernihkan larutan gula dari bentuk yang berwarna coklat menjadi putih.
4. Untuk mewarnai serat wol kapas atau sutera kita gunakan sistim adsorpsi serat tersebut
apabila diwamai maka dicampur dengan garam Al2(SO4)3, kemudian dicelupkan
dalam larutan zat wama. Koloid Al(OH)3 terbentuk karena hidrolisa Al2(SO4)3 akan
mengadopsi zat warna.
4. Muatan koloid
- Penyerapan ion H+ oleh koloid Fe(OH)3, Dalam air membuat koloid Fe(OH)3
bermuatan positif.
- Penyerapan ion-ion negatif oleh koloid As2S3 akan menyebabkan koloid As2S3
bermuatan negatif.
5. Koagulasi koloid
Keterangan gambar:
(a) koloid yang tidak membentuk agregat ketika bertababrakan karena energi tidak
cukup.
5. Penggumpalan susu yang basi dan telur yang direbus hingga membeku.
6. Koloid pelindung
Agar tetap stabil, dapat ditambah suatu koloid yang dapat melindungi koloid
sehingga tak terkoagulasi. Koloid ini disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ialah
koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi. Koloid
pelindung akan membungkus partikel koloid yang dilindungi.Koloid pelindung sering
digunakan pada sistem koloid emulsi.Koloid pelindung berfungsi untuk menstabilkan
emulsi yang disebut emulgator (zat pengemulsi). Contoh bahan yang menggunakan
emulgator adalah mayones, margarine, susu. Berkat adanya emulgator, zat-zat yang
terdapat dalam emulsi yaitu minyak dan air dapat bercampur.Contohnya:
1. Gelatin yang diberikan ke ice cream. Tujuan pemberian ini adalah mencegah
pembentukan kristal es besar atau gula, sehingga ice cream tidak memisah dan tetap
kenyal
6. Dialisis
7. Elektroforesis
c. Pembuatan Koloid
Sistem koloid dapat dibuat secara langsung dengan mendispersikan suatu zat ke
dalam medium pendispersi. Selain itu, dapat dilakukan dengan mengubah suspensi
menjadi koloid atau dengan mengubah larutan menjadi koloid. Jika ditinjau dari
pengubahan ukuran partikel zat terdispersi, cara pembuatan koloid dapat dibedakan
menjadi dua cara, yaitu pembuatan koloid secara dispersi dan pembuatan koloid secara
kondensasi.Pembuatan koloid secara dispersi adalah memperkecil partikel.Cara ini
melibatkan pengubahan ukuran partikel besar (misalnya suspensi atau padatan) menjadi
ukuran partikel koloid.Sementara itu, pembuatan koloid secara kondensasi adalah
memperbesar ukuran partikel.Pada umumnya, dari larutan diubah menjadi koloid. Secara
skematis, kedua proses tersebut dapat digambarkan sebagai proses yang berlawanan, di
mana sistem koloid berada di antara dua sistem dispersi yang lain.
1) Pembuatan Koloid Secara Dispersi
a. Dispersi langsung (mekanik)
Cara ini dilakukan dengan memperkecil zat terdispersi sebelum
didispersikan ke dalam medium pendispersi.Ukuran partikel dapat diperkecil
dengan menggiling atau menggerus partikel sampai ukuran tertentu. Sebagai
contoh adalah pembuatan sol belerang dalam air, serbuk belerang dihaluskan
terlebih dahulu dengan menggerus bersama kristal gula secara berulang – ulang.
Campuran semen dengan air dapat membentuk koloid secara langsung karena
partikel – partikel semen sudah digiling sedemikian rupa sehingga ukuran
partikelnya menjadi ukuran koloid.
b. Peptisasi
Proses peptisasi dilakukan dengan cara memecah partikel – partikel besar,
misalnya suspensi, gumpalan, atau endapan dengan menambahkan zat pemecah
tertentu. Sebagai contoh, endapan Al(OH)3 akan berubah menjadi koloid
dengan menambahkan AlCl3 ke dalamnya. Endapan AgCl akan berubah
menjadi koloid dengan menambahkan larutan NH3 secukupnya. Contoh lain,
karet bisa dipeptisasi oleh bensin, agar – agar oleh air, nitroselulosa oleh aseton.
Endapan NiS dapat dipeptisasi oleh H2S.
c. Busur Bredig
Busur Bredig adalah suatu alat yang khusus digunakan untuk membentuk
koloid logam. Proses ini dilakukan dengan cara meletakkan logam yang akan
dikoloidkan pada kedua ujung elektrode dan kemudian diberi arus listrik yang
cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik. Suhu tinggi akibat
adanya loncatan bunga api listrik mengakibatkan logam akan menguap dan
selanjutnya terdispersi ke dalam air membentuk suatu koloid logam.
2) Pembuatan Koloid Secara Kondensasi
Pembuatan koloid secara kondensasi dilakukan dengan mengubah suatu
larutan menjadi koloid. Proses ini umumnya melibatkan reaksi – reaksi kimia yang
menghasilkan zat yang menjadi partikel – partikel terdispersi.
a. Reaksi hidrolisis
Reaksi ini umumnya digunakan untuk membuat koloid – koloid basa dari
suatu garam yang dihidrolisis (direaksikan dengan air).
Contoh:Pembuatan sol Fe(OH)3 dengan cara memanaskan larutan FeCl3.
FeCl(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
b. Reaksi Redoks
Reaksi yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi.Koloid yang terjadi
merupakan hasil oksidasi atau reduksi.
Contoh:Pembuatan sol belerang dengan cara mengalirkan gas H2S ke dalam larutan
SO2.
2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S(s)
c. Dekomposisi Rangkap
Contoh : Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan
H2S.
2H3AsO3(aq) + 3H2S(aq)→ As2S3(koloid) + 6H2O(l)
d. Pergantian Pelarut
Contoh : Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan
terbentuk suatu koloid berupa gel.