Anda di halaman 1dari 67

MATERI

TERMODINAMIKA ADSORPSI
WAKTU DAN KESETIMBANGAN
ADSORPSI
ADSORPSI ISOTERM
Termodinamika Adsorpsi
 Panas adsorpsi adalah sifat penting karena
memberikan informasi dari sudut pandang driving force
dari adsorpsi
 Pertama-tama besaran integral energi:
int  g
 adU m  U U
m m
int  g
 ad H m  H Hm m
int  g
 ad S m  S S
m m
 Energi molar integral adsorpsi adalah selisih
energi antara N mol gas teradsorp Um (per mol)
dan jumlah yang sama bebas di fasa gas Umg
 Enthalpi molar integral adsorpsi dan entropi
molar integral adsorpsi didefinisikan
sepertihalnya energi molar integral
 Selisih energi dan enthalpi adsorpsi biasanya
kecil, jika kita perlakukan gas secara ideal maka
selisih adUmint = adHmint + RT pada 25oC sekitar
2,4 kJ/mol
 Secara eksperimen penentuan energi
disesuaikan dengan kondisi alat
 Pada kondisi volume konstan adUmint sama
dengan panas adsorpsi total
 Pada kondisi diatas gas reservoir dengan
volume konstan dihubungkan dengan reservoir
adsorbent volume konstan keduanya dicelupkan
dalam sel kalorimetrik yang sama
 Volume total akan sama dan tidak ada kerja
volume
 Panas yang ditukarkan sama dengan energi
molar integral dikali jumlah gas teradsorp
 Q = adUmint . N
 Secara umum adUmint negatif (jika tidak zat tidak
akan mengadsorp) dan panas dilepaskan
selama proses adsorpsi
 Sebagian besar eksperimen kalorimetrik dilakukan
pada tekanan konstan, dengan menggerakkan piston
tekanan dalam sel meningkat dan panas yang
dilepaskan diukur
 Dalam kasus ini panas yang dipertukarkan sama
dengan enthalpi integral adsorpsi
 Q = adHmint . N
 Entropi molar integral adsorpsi diukur dengan
hubungan termodinamika umum
int
int  ad H
 ad S m  m
T
Kuantitas Differensial Adsorpsi
 Kuantitas integral merujuk pada fakta bahwa gas
teradsorp melibatkan jumlah totalnya
 Energi molar differensial adsorpsi ditentukan hanya
oleh last infinitesimal jumlah teradsorp, didefinisikan :

dif dU  dU g
 adU m  
dN  T ,A
dN 
T ,A

dif dU
 adU m   U mg
dN  T ,A
 Ug adalah total energi dalam gas bebas
 Karena jumlah teradsorp biasanya kecil
dibanding jumlah total gas di reservoir maka
sifat gas bebas tidak berubah secara signifikan
selama adsorpsi sehingga dUg/dN = Umg
 Persamaan ini mencakup perubahan energi
permukaan dalam selama adsorpsi dari jumlah
infinitesimal gas pada temperatur konstan dan
total surface area
 Kita harus membedakan antara kuantitas integral dan
diferensial karena energi berubah dengan jumlah
teradsorp, ada 3 kasus
 Pertama sebagian besar surface energetically heterogen
dan ada binding sites dengan high energy binding yang
pertama ditempati
 Kedua, monolayer pertama memiliki binding energy
berbeda dengan layer berikutnya karena adsorpsi
didominasi oleh interaksi solid adsorbent dengan
molekul gas
 Untuk layer kedua interaksi antara molekul gas
teradsorp dengan molekul gas sangat penting
 Ketiga, jika molekul berinteraksi secara lateral dengan
neighboring molekul di permukaan, secara energetik
lebih disukai molekul teradsorp pada surface yang
secara parsial tertutupi

dif dH g
 ad H m  
H m
dN T ,

dif dS g
 ad S m   S m
dN T ,A
Waktu Adsorpsi
 Parameter berguna dalam mengkarakterisasi
adsorpsi adalah waktu adsorpsi
 Jika molekul menabrak permukaan (misal tidak
ada gaya yg bekerja), ia akan terpantul secara
elastis dengan energi yang sama, tidak ada
transfer energi antara molekul gas dan
permukaan
 Konsekuensinya “hot” molekul tidak cool down
saat menabrak permukaan dingin.
 Waktu tinggal dipermukaan dapat diestimasi
dengan persamaan
2x 2x
 
x k BT / m
 Dimana x ketebalan daerah permukaan dan x = rerata
kecepatan normal terhadap permukaan
 Misal : N2 pada 25oC, x = 1 Å, x = 300 m/s,  ≈ 7 x 10-
13
s
 Ini berada pada kisaran periode vibrasi 10-13 s
 Adanya gaya tarik antara molekul dan permukaan
meningkat waktu tinggal molekul di permukaan
  = 0.eQ/kBT, dimana 0 = 10-13, … 10-12 s. Q adalah panas
adsorpsi
 Panas adsorpsi lebih dari 10 kJ/mol menunjukkan
tidak ada adsorpsi dan waktu tinggal dibawah 10 ps.
 Q = 40 kJ/mol karaktersitik untuk fisisorpsi
 Molekul yang teradsorpsi secara kimia (Q  100
kJ/mol) tidak meninggalkan permukaan
 Parameter penting lainnya adalah koefisien
akomodasi, didefinisikan oleh temperatur molekul
sebelum tabrakan T1, temperatur permukaan T2 dan
temperatur molekul yang dipantulkan T3.
T3  T1

T2  T1
 Untuk pantulan elastik, kecepatan rerata
molekul sebelum dan setelah menabrak
permukaan adalah sama sehingga temperatur
T1 = T3 dan  = 0
 Jika molekul tinggal lama di permukaan, ia akan
memiliki temperatur yang sama dengan
permukaan setelah desorpsi T2 = T3 dan  = 1
 Sehingga koefisien akomodasi mengukur
seberapa banyak energi ditransfer sebelum
molekul meninggalkan adsorbent kembali.
Kesetimbangan Adsorpsi
 Kesetimbangan ini terjadi ketika kosentrasi
molekul di fluida dalam keadaan setimbang
dengan adsorbat yang teradsorpsi dalam
padatan adsorben.

 Data kesetimbangan adsorpsi yang dihasilkan


pada temperatur konstan disebut adsorpsi
isoterm yang menyatakan hubungan antara
banyaknya zat yang teradsorpsi per unit massa
padatan dan tekanan gas adsorbatny
 Suatu isoterm adsorpsi adalah grafik dari jumlah
teradsorp versus tekanan fasa uap (atau
konsentrasi jika adsorpsi dari larutan)
 Jumlah teradsorp dapat diuraikan oleh berbagai
variabel diantaranya surface excess  dalam
mol/m2
 Kita menggunakan konvensi Gibbs (volume
interfacial excess V = 0) untuk solid, Gibbs
dividing plane ditempatkan dipermukaan solid
 Sehingga hubungan antara jumlah mol teradsorp
N dengan surface excess adalah
  = N/A A : total surface area
 Adsorpsi sering juga dipelajari menggunakan
powder atau porous material karena total surface
areanya besar dengan jumlah adsorbent sedikit
 Dalam eksperimen seperti itu, diukur volume (V)
atau massa (m = V/) teradsorp per gram adsorbent
 Model teoritis biasanya digunakan untuk
menghitung adsorpsi per surface area
 Dalam membandingkan model teoritis dengan hasil
adsorpsi secara eksperimen perlu diketahui specific
surface area
 Specific surface area  (m2/kg) adalah surface area
per kg adsorbent
 Jika ini telah diketahui maka luas dapat dihitung
A = mad dimana mad massa adsorbent
Klasifikasi Adsorpsi Isoterm
 Tergantung pada kondisi fisikokimia, beberapa
jenis isoterm adsorpsi teramati secara
eksperimen
 Ada 8 jenis yang umum dijumpai yang paling
sederhana adalah tipe A yaitu kenaikan linier
diuraikan oleh persamaan isoterm adsorpsi
Henry
  = KH.P
 KH = konstanta (mol m-2 Pa-1) untuk gas dan
(L/m2) untuk larutan
Jenis Isoterm
Adsorpsi
 Tipe B sangat umum dengan grafik melengkung
terhadap absis (sumbu x)
 Kebanyakan permukaan bersifat heterogen
 Terdapat beberapa adsorption sites yang
memiliki high affinity dan daerah yang memiliki
low affinity
 High affinity sites akan terisi lebih dahulu yang
teramati kenaikan tajam pada tekanan rendah
 Penjelasan lain terkadang adanya tolakan lateral
antar molekul teradsorp
 Tipe isoterm adsorpsi ini diuraikan oleh
persaman isoterm adsorpsi Freundlich
  = KF.Pq, KF & q (q < 1) adalah konstanta
 Tipe C disebut tipe Langmuir karena dapat diuraikan
oleh persamaan isoterm adsorpsi Langmuir
KLP 
 , 
1 KLP mon
 Dimana  adalah relative coverage dan KL konstanta
Langmuir. mon jumlah teradsorp maksimum untuk
isoterm Langmuir monolayer
 Isoterm adsorpsi tipe C dikarakterisasi dengan
kejenuhan pada konsentrasi tinggi
 Alasan bagi hal ini adalah permukaan tertutup
seluruhnya oleh molekul teradsorp
 Isoterm Langmuir teramati pada adsorpsi dari larutan
dan jarang untuk adsorpsi gas
 Tipe adsorpsi ini juga teramati pada material berpori,
saat semua pori terisi, isoterm akan jenuh
 Isoterm sigmoidal (tipe D)
mengindikasikan efek cooperative
 Satu molekul terikat pada permukaan
akan lebih baik jika dapat berinteraksi
dengan neighboring adsorbed molecule
 Konsekuensi dari interaksi lateral ini terjadi
kondensasi 2 dimensi
 Agar isoterm sigmoid ini teramati maka
dibutuhkan permukaan adsorbent datar
dan homogen
 Tipe E umum untuk adsorpsi gas
 Biasanya lengkung pertama berasal dari
adsorpsi monolayer
 Untuk tekanan lebih tinggi, semakin banyak
layer teradsorp diatas layer pertama
 Hingga, jika tekanan mencapai tekanan uap
jenuh, kondensasi akan memicu lapisan tebal
secara makroskopis
 Tipe ini dapat dijelaskan oleh persamaan
isoterm adsorpsi BET
 Tipe F akan terjadi jika ikatan monolayer pertama ke
adsorbent lebih lemah dibanding ikatan molekul
terhadap molekul yang lebih dulu teradsorp
 Ini terjadi jika panas adsorpsi lebih rendah panas
kondensasi
 Tipe G adalah isoterm adsorpsi afinitas tinggi. Molekul
terikat sangat kuat sehingga tidak ada yang tersisa yang
dapat dideteksi pada larutan atau fasa gas
 Perbedaan dengan tipe Langmuir ada pada aspek
kuantitatif bukan secara kualitatif
 Tipe ini teramati pada adsorpsi oleh polimer atau protein
dalam larutan
 Isoterm tipe H (seperti anak tangga) teramati
pada material berpori dan dicirikan oleh inhibisi
kedua
 Pada tekanan rendah lapisan tunggal monolayer
teradsorpsi dipermukaan seperti pada Langmuir
 Pada tekanan intermediate, multilayer mulai
terbentuk dan pori-pori telah terisi
 Kejenuhan pada tekanan tinggi disebabkan oleh
reduksi surface area efektif setelah pori-pori
telah terisi penuh
 Adsorpsi fisik gas pada padatan hampir
selalu digerakkan secara enthalpi atau
enthalpically driven (adHmdif < 0)
 Adsorpsi yang entropically driven bisa juga
terjadi namun biasanya entropi molekul
dipermukaan lebih kecil dibanding fasa gas
 Hal ini terjadi karena derajat kebebasan
vibrasi, rotasi dan translasi menjadi
terbatasi/restricted
Example 9.1
 Pada tekanan sangat rendah (P/Po < 0,1)
isoterm adsorpsi naik dengan tajam. Molekul
teradsorpsi menemukan banyak binding sites
yang kosong. Sejumlah kecil molekul
dipermukaan memiliki peluang terikat pada
strong binding sites di grain boundaries
 Hal ini bisa dilihat dari kalor adsorpsi
differensial, pada coverages dibawah 0,3
mol/m2, kalor adsorpsi menunjukkan maksimal
 Monolayer coverage dicapai pada tekanan
P/Po ≈ 0,1. pada titik ini slope tajam dari
isoterm adsorpsi berakhir
 Untuk monolayer pertama, kalor adsorpsi
yang konstan (secara umum) akan
teramati pada 43 kJ/mol
 Nilai ini sekitar 0,9 kJ/mol lebih tinggi
dibanding panas kondensasi benzene
 Pada tekanan tinggi (P/Po > 0,1) mulai
terbentuk multilayer. Didaerah multilayer ini
slope kurva naik tajam lagi sejalan dengan
kenaikan tekanan
 Untuk P  Po layer teradsorp akan sangat
tebal karena terjadi kondensasi makroskopik
 Kalor adsorpsi differensial sedikti diatas panas
kondensasi tetapi lebih kecil (secara signifikan)
dibanding nilai pada monolayer pertama
Model Adsorpsi – Isoterm Adsorpsi
Langmuir
 Langmuir mengasumsikan bahwa dipermukaan
ada sejumlah tertentu binding sites per unit area S.
S memiliki satuan mol/m2 (atau m-2)
 Diantara binding sites ini ada S1 yang ditempati
oleh adsorbate sehingga So = S – S1 akan
kosong/belum terisi
 Laju adsorpsi dalam mol per detik dan per unit
area berbanding lurus terhadap jumlah binding
sites kosong So dan tekanan kadPSo
 Laju desorpsi berbanding lurus dengan jumlah
molekul teradsorp S1 dan sama dengan kdeS1
dimana kde konstanta
Skema Model Adsorpsi Langmuir
 Saat setimbang, laju adsorpsi sama dengan laju
desorpsi sehingga:
 kdeS1 = kadPSo = kadP(S – S1)
  kdeS1 + kadPS1 = kadPS
  S1/S = kadP/(kde+ kadP)
 S1/S adalah coverage  dimana KL = kad/kde
sehingga persamaan Langmuir menjadi
KLP

1 KLP
 Tipikal isoterm
adsorpsi Langmuir
ditunjukkan oleh
gambar 9.6 untuk
konstanta Langmuir
yang berbeda
 Jika adsorpsi
melibatkan larutan
maka tekanan P
diganti dengan
konsentrasi c
 Alternatif persamaan isoterm adsorpsi Langmuir
dapat juga ditulis dalam jumlah teradsorp mol
per gram surface area

 Disini mon adalah jumlah mol teradsorp per gram


atau per unit area subtrat saat semua binding
sites ditempati dan monolayer molekul terbentuk
 mon berkaitan dengan surface area yang
ditempati oleh satu molekul teradsorp A dengan
persamaan mon = /(N0A) atau
 Alternatif persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat
juga ditulis dalam jumlah teradsorp mol per gram surface
area
mon K L P

1 KLP
 Disini mon adalah jumlah mol teradsorp per gram atau per
unit area subtrat saat semua binding sites ditempati dan
monolayer molekul terbentuk
 mon dihubungkan dengan surface area yang ditempati
oleh satu molekul teradsorp A dengan persamaan mon
= /(N0A) atau mon = 1/(N0A)
1  Q / k BT
k de  e
0
A
k ad 
2mk BT
 Untuk konstanta Langmuir didapat:

K L  K L0 eQ / k BT dimana
0  A 0
K L
2mk BT
 Harus diingat Laju adsorpsi terhitung adalah
batas atas, ini bisa digunakan untuk menghitung
laju kondensasi liquid
 Koefisien kondensasi atau sticking probability
adalah rasio antara kondensasi aktual dengan
batas atas. Nilai ini bisa diukur dengan
ekperimen molecular beam
 Untuk N2 pada tungsten sticking probability pada
27oC sebesai 0,61. O2 pada es 200 K hampir
satu
 Persamaan Langmuir memiliki
persyaratan kondisi antara lain:
1. Molekul terikat pada well determined
binding sites pada adsorbent
2. Tiap-tiap binding sites hanya dapat
mengikat satu molekul
3. Energi ikat/binding tidak tergantung pada
adanya molekul lain yang terikat
Isoterm Adsorpsi BET
 Pada Langmuir, adsorpsi maksimal adalah
monolayer, isoterm ini akan jenuh pada tekanan
tinggi
 Kondisi ini tidak realistik untuk beberapa kasus
sehingga untuk mengakomodasi multilayer,
Brunauer, Emmett dan Teller mengembangkan
teori Langmuir menjadi isoterm adsorpsi BET.
 Ide dasar dari isoterm adsorpsi BET adalah
asumsi isoterm Langmuir pada tiap-tiap layer
 Dalam isoterm BET diasumsikan bahwa kalor
adsorpsi layer pertama memiliki nilai tertentu Q1
dan untuk semua layer setelahnya dianggap
kalor adsorpsi Qi berkorelasi dengan kalor
kondensasi liquid
 Kondisi lainnya adalah adsorpsi dan desorpsi
hanya terjadi antara vapor dan surface
 Molekul teradsorp tidak dimungkinkan bergerak
dari satu layer ke layer yang lain
 Pada kesetimbangan laju desorpsi tiap-tiap layer
sama dengan laju adsorpsi
Model BET untuk Adsorpsi
Laju Adsorpsi dan Desorpsi

 Adsopsi ke vacant surface sites kad1PS0


 Desorpsi dari layer pertama = a1S1e-Q1/RT
 Adsorpsi ke layer ke-i kadiPSi-1
 Desorpsi dari layer ke-i = aiSie-Qi/RT
 Dimana a1 dan ai adalah faktor frekuensi seperti
halnya 1/0 sehingga didapat
n C P

nmon 1  
P
P0 
1  PP0 (C  1) P0
 Dimana n adalah jumlah total mol teradsorp per unit
area, nmon adalah jumlah mol teradsorp dalam satu
monolayer penuh per unit area (masing-masing binding
sites terisi satu molekul)
 P0 tekanan uap saat kesetimbangan dan
1
ak ( Q1 Qi ) / RT ( Q1 Qi ) / RT
C .e
i ad
i
e
ak 1 ad

 Persamaan 9.37 menunjukkan n/nmon tak berhingga saat


P/P0  1 hal ini terjadi karena adanya kondensasi
 Isoterm adsorpsi BET cukup luas digunakan, ada 2
parameter yang biasa ditentukan
1 i
k P Q1 / RT k P Qi / RT
 ead
dan   e ad
a1 ai
 Maka
2
n CS 0  /(1   ) C
 
nmon S 0  CS 0  /(1   ) (1   )[1    C ]

 Penting untuk dicermati bahwa  = P/P0


Pentingnya Paramater C
 Grafik berikut menunjukkan bagaimana isoterm BET
sangat tergantung pada parameter C
 Untuk C tinggi, binding molekul uap/gas langsung ke
surface adalah kuat dibanding gaya antar molekuler
 Oleh karenanya, pada tekanan rendah isoterm Langmuir
akan diperoleh, hanya pada tekanan tinggi, molekul
mulai membentuk multilayer
 Untuk nilai C yang rendah molekul lebih suka binding
antar mereka saat binding energy ke surface rendah
 Sehingga monolayer pertama hanya terbentuk pada
tekanan relatif tinggi, sekali terbentuk akan lebih mudah
untuk molekul berikutnya teradsorp
Gambar 9.9
Adsorpsi pada Permukaan Heterogen

Surface biasanya tidak sepenuhnya homogen,


beberapa faktor penyebabnya adalah :
1. different crystal faces
2. adanya cacat dan deviasi lainnya
3. adanya jenis zat yang berbeda misal pada
steel (Fe, C, Ni, Co) atau pada gelas (SiO2, B,
Na, K) yang masing-masing memiliki
konsentrasi berbeda-beda dipermukaan
 Pada permukaan heterogen, binding energy
suatu adsorbat umumnya tidak memiliki nilai
tertentu tapi ada distribusi binding energy
 Probabilitas menemukan binding site pada
interval energi Q …Q + dQ diuraikan oleh fungsi
distribusi (Q)dQ
 Adsorpsi teramati secara eksperimen adalah
jumlah semua peristiwa adsorpsi pada semua
jenis binding sites
 Pada temperatur tertentu, coverage didefinisikan

 ( P)    H (Q, P). f (Q).dQ
0

 f (Q)dQ  1
0

 Untuk isoterm adsorpsi pada well determined


homogeneous part H(Q,P) biasa digunakan
persamaan Langmuir
 Isoterm adsorpsi Freundlich diturunkan dari distribusi
adsorpsi eksponensial berdasarkan (Q)  e-Q/Q* dengan
asumsi perilaku Langmuir untuk H
k BT
P 2 Q*
   
 P0 
 Q* adalah konstanta yang mencirikan distribusi energi
adsorpsi
 Persyaratan dalam menurunkan persamaan ini adalah
Q* > kBT
Teori Potensial Polanyi
 Polanyi melakukan pendekatan berbeda untuk
menjelaskan fenomena adsorpsi
 Dia mengasumsikan molekul dekat permukaan
‘merasakan’ potensial (seperti halnya gravitasi
bumi) akibat gaya tarik van der waals
 Potensial ini menekan gas dekat permukaan
secara isotermal, saat tekanan lebih tinggi dari
tekanan uap setimbang, gas akan terkondensasi
 Jumlah mol teradsorp per unit area didefinisikan
oleh persaman:
xf1 C D0
 L  L 3  L
Vm Vm RT . ln( P0 / P) Vm
 Dimana xf jumlah mol teradsorps per unit area,
VmL volume molar liquid, C  BCAB/3 dan
D0 jarak atau jari-jari molekul
Contoh 9.3
Which one is best?
 Teori mana yang cocok untuk aplikasi tertentu?
 Teori adsorpsi Henry aplicable pada tekanan rendah
 Isoterm adsorpsi yang luas dipakai adalah persamaan
BET, biasanya cocok dengan hasil eksperimen untuk
0,05 < P/P0 < 0,35
 Untuk tekanan yang sangat kecil, fitting kurang sempurna
karena adanya heterogenitas
 Untuk tekanan tinggi, teori potensial lebih cocok,
setidaknya untuk adsorbent homogen dan flat. Juga
dapat digunakan pada nilai P/P0 dari 0,1 sd 0,8
 Untuk P/P0 > 0,35 adsorpsi didominasi oleh material
berpori.
Prosedur Pengukuran Luas Permukaan
Spesifik
 Untuk semua eksperimen dengan porous material
atau powder, kita perlu mengetahui luas
permukaan spesifik
 Biasanya luas permukaan spesifik ditentukan dari
eksperimen adsorpsi
 Jika adsorpsi suatu sampel dapat dijelaskan
dengan Langmuir, dari fitting hasil eksperimen kita
peroleh mon dalam satuan mol/g
 Lalu kita asumsikan nilai yang rasional untuk cross
sectional area dari satu gas A dan diperolehlah
luas permukaan spesifik
  = monANA
 Pada sebagian besar aplikasi praktis, isoterm adsorpsi
BET lebih sering digunakan karena dapat difiiting lebih
baik
 Pertama-tama kita mengukur isoterm adsorpsi massa
tertentu adsorbent kemudian mem-fittingkannya dengan
persamaan BET
 Biasanya model BET menguraikan adsorpsi untuk 0,05 <
P/P0 < 0,35 dengan cukup baik
 Sebagai hasil pengukuran kita akan memperoleh volume
gas teradsorp Vad yang jika kita ketahui tekanan dan
temperatur maka akan lebih membantu
 Biasanya digunakan kondisi standard untuk T & P
 Untuk analisis kita harus mentransformasi persamaan
adsorpsi BET, mula-mula kita tuliskan jumlah mol
teradsorp dengan volume: n/nmon = Vad/Vadmon,dimana
Vadmon adalah volume gas yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu monolayer lengkap
 Dengan mengatur ulang persamaan akan diperoleh
P / P0 1 P / P0 .(C  1)
ad
 ad
 ad
V (1  P / P0 ) CVmon CVmon
 Untuk analisis kita harus mentransformasi persamaan
adsorpsi BET, mula-mula kita tuliskan jumlah mol
teradsorp dengan volume: n/nmon = Vad/Vadmon,dimana Vadmon
adalah volume gas yang dibutuhkan untuk memperoleh
satu monolayer lengkap
 Dengan mengatur ulang persamaan akan diperoleh

P / P0 1 P / P0 .(C  1)
ad
 ad
 ad
V (1  P / P0 ) CVmon CVmon

 Dari slope dan intersep, maka C dan Vadmon dapat


ditentukan
Adsorpsi pada padatan berpori -
Histeresis
 Dalam aplikasi praktis sebagian besar material industri dan
alam memiliki pori. Berdasarkan rekomendasi IUPAC pori
diklasifikasikan menjadi:
 Makropori, memiliki diameter besar dari 50 nm. Makropori
demikian lebarnya sehingga gas seolah-olah teradsorp di
permukaan flat
 Mesopori berada pada range 2-50 nm, kondensasi kapiler
sering mendominasi pengisian mesopori, dibawah
temperatur kritis terbentuk multilayer. Pori disatu sisi
membatasi jumlah layer, namun disisi lain dapat
mendorong kondensasi kapiler
 Mikropori kecil dari 2 nm. Dalam mikropori, struktur fluida
teradsorp berbeda dengan struktur makroskopis ruah.
Liquid yang terjebak merupakan objek penelitian yang
intens karena memiliki sifat-sifat unik. Contoh materialnya
adalah zeolit
 Adsorpsi pada porous material biasa dicirikan dengan
histeresis dalam perilaku adsorpsi
 Histersesis : isoterm adsoprsi dan desoprsi tidak
berhimpitan
 Fenomena ini teramati saat setelah proses adsorpsi.
Eksperimen desorpsi dilakukan dengan menurunkan
tekanan secara progresiv dari nilai maksimumnya hingga
isoterm desorpsi terukur
 Selama proses desorpsi, fasa liquid menguap dari pori.
Isoterm desorpsi tidak mengikuti jalur yang sama dengan
adsorpsi tapi berada diatasnya
 Biasanya isoterm lebih datar dengan nilai P/P0 tinggi karena
pengisian pori menurunkan available surface area
Gambar 9.14
Gambar 9.15

Anda mungkin juga menyukai