tidak terlalu tinggi. Persamaan ini yang ditemukan pada kahir tahun 1800-an, suatu
persamaan empiris yang tidak diturunkan dari model yang khusus tetapi kebetulan saja cocok
dengan data eksperimen dalam sejumlah kasus. Persamaan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk:
C = k C1/2
Dimana C merupakan konsentrasi zat yang terlarut teradsorpsi pada suatu fasa padat yang
berkesetimbangan dengan suatu larutan dengan konsentrasi zat terlarut C L. Satuan yang
biasanya dipakai untuk C adalah milimol zat terlarut per gram adsorben dan untuk
CLmolaritas: k dan n adalah konstanta terlihat bahwa jika n=1 persamaan Frenndlich
direduksi ke bentuk pernyataan kesetimbangan lain seperti hokum Henry atau hokum
distribusi Nernst untuk zat terlarut di dalam eksraksi pelarut, ini umumnya n > 1 dan karena
itu grafik C vs CL (disebut isotherm adsorpsi) menyerupai kurva 2a. Untuk mengevaluasi k
dan n kita dapat mengambil logaritma dari kedua ruas persamaan Freundlich, menghasilkan:
Log C= Log k + (
) log CL
(Day dan Underwood.2002:526-527)
Hubungan antara jumlah adsorbat yang terjerap dengan konsentrasi adsorbat dalam
larutan pada konsentrasi pada keadaan kesetimbangan dan suhu tetap, dapat dinyatakan
dengan isoterm dan adsorpsi. Model isoterm Freundlich menggunakan asumsi bahwa zat
adsorpsi terjadi secara fisika. Model isotherm Freundlich, merupakan persamaan empirik
yang dinyatakan dengan persamaan:
q= Kf C1/n
dengan Kf dan n merupakan konstanta Freundlich Kf dan n adalah fungsi suhu dengan
persamaan:
Kf= Kf,
exp (-kf, 0
T)
n=
dengan
, Kf
pendekatan kinetika, yaitu kesetimbangan terjadi bila kecepatan adsorpsi sama dengan
kecepatan desorpsi. Asumsi yang digunakan pada persamaan Langmuir, adsorpsi secara
kimia (Sembodo. 2005).
Selama bertahun-tahun adsorben-adsorben yang paling atau sangat lazim adalah zat
padat yang secara kasar dapat dilakukan karakterisasi sebagai polar. Ini mencakup bahanbahan organik seperti sukrosa, amilum dan selulosa atau bahan-bahan anorganik seperti
kalsium dan magnesiumkarbonat, gel silica dan aluminium. Adsorpsi (adsorben-adsorben)
seperti itu memperlihatkan afinitas yang tinggi terhadap zat terlarut polar, terutama jika
polaritasdari zat itu terlarut tersebut rendah. Berdasarkan pengalaman dengan system-sistem
sperti itu, mincul beberapa aturan umum jika semua factor lain sama, semakin polar suatu
senyawa maka semakin kuat senyawa tersebut akan diadsorpsi. Jika factor-faktor lain sama,
berat molekul yang besar kecenderungan untuk mengisi tempat-tempat permukaan zat terlarut
(Day dan Underwood. 2002:528).
sebesar 0,0625 M yang teradsorpsi 0,138 gram, C sebesar 0,0313 M yang teradsorpsi 0,026
gram, C sebesar 0,0156 yang teradsorpsi 0,076 gram. Hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan teori disebabkan leh praktikan yang kurang teliti dalam melakukan percobaan yaitu
pada penggunaanlarutan NaOH pada buret pertama yang tidak dapat mengalamititik akhir
titrasi ketika asa asetat dititrasi. Hal ini bias sja terjadi akibat larutan NaOH yang digunakan
telah terkontaminasi oleh bahan lain yang tidak diketahui disebabkan kelalaian praktikan.
Dari pengaluran log
terhadap log C diperoleh kurva yang tidak linear dimana
y= 1,043x 3,128. 1,043 merupakan nilai n dan 3,128 adalah nila log K.
I.
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Day, JR. dan Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Kundari, N. A. dan Wiyunita, S. 2008. Tinjauan Kesetimbangan Adsorpsi Temabaga dalam Limbah
Pencuci dalam IPB dengan Zeolit. Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir Batan.
Yogyakarta.
Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka
Sediawan, W. B. 2000. Berbagi Teknologi Proses Pemisahan. Prosiding Presentasi Ilmiah Daur
Bahan Bakar Nuklir V. Jakarta.
Sembodo, Bregas. 2005. Isotherm Kestimbangan Adsorpsi Timbal pada Abu Sekam Padi.Jurnal
Ekuilibrium. Vol 4 No 2. Semarang.
Shadily, Hasan. 1973. Ensiklopedia Umum. Yogyakarta: Kanisus.
LAPORAN ARGENTOMETRI
04.22 HENDRAYANA TAUFIK
Oleh :
Hendrayana Taufik
E1A078002
Mahasiswa Teknologi Pangan
Universitas Al-Ghifari Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.Salah satu cara
untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi).
Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan
pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum ini untuk menentukan konsentrasi sampel AgNO3 dengan cara
titrasi pengendapan dan menentukan pembakuan larutan natrium klorida dan perak nitrat
serta menentukan analisa sampel.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsipnya adalah berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa
(Cl- dan CNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai penitrasi dengan cara Mohr, Volhard,
dan Fajans. Dan teknik pengendapan untuk memisahkan analit dari pengganggupenggangunya sehingga diperoleh bentuk yang tidak larut/kelarutannya kecil sekali
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida
(Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990)
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang
sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn
dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.
AmBn Ma++ NbHasil kali kelarutan = (CA+)M (CB-)Ntitrasi argentometri adalah titrasi dengan
menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut.
Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan
terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks
yang stabil .
AgNO3 + 2 KCN K(Ag(CN)2) +KNO3
konsentrasi larutan
jenuh zat
padat
es.
Kebanyakan
garam
arut
ion
eter,
sejenis. Mis.
pada AgCl,
[Ag+][Cl-]
tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 1x10-10)di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-]
=
1x10-5 M;
[Cl-] turun menjadi 1x10-6 M, kanan sesuai arah: Ag+ + Cl- AgCl
Ke
dalam endapan terjadi penambahan garam, sedangkan jumlah Cl-dalam larutan menurun.
1) menyempurnakan pengendapan
2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan
Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi
menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir
tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan
supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik
akhir. Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu
dengan pembauran sinar (Underwood, 1986).
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik
akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika
didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan
adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat berubah
akibat adsorpsi pada penukaan (Khopkar, 1990).
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan
krisodin.
Indikator
tersebut
merupakan
indikator
dengan brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana
basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah
indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).
Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan.Indikator
ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan warna
yang disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan
baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu
jelas jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena
koagulasi. Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut. Indikator-indikator
tersebut bekerja pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu
saja, yaitu pada keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel,
1990).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita
akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter
yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis,
pengaruh kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 1990).
Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik
terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas
karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih
larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan
sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan
tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan K s.p(konstanta
hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion
penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion
sejenis ini digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan (Vogel, 1990).
Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam
yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek
aktivitas. Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali
konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung
pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah
kelarutannya (Vogel, 1990).
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang
membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk
kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang
(disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya
reaksi kompleksasi (Vogel, 1990). Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan
untuk analisis secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik
akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan
mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak
dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting
juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga pengendapan
bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi,
demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit
sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator
yang digunakan untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan
indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua
ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode
ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga
terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena
warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) Ag2CrO4(s)
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi,
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag 2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) 2AgOH(s) Ag2O(s) + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena
reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya
atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak,
maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap
sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk
kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
b. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan
Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan
Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN-sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X -ditambahkan
Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) AgX(s)
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) AgSCN(s)
SCN-(aq) + AgX (s) X-(aq) + AgSCN(aq)
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling
mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ionion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan
sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat
baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion
karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan
asam.
c. Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang
dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau
basa
lemah
organik
yang
dapat
membentuk
endapan
dengan
ion
perak.
Misalnyafluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein
akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan
agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak
sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila
endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit
kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana
masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion
X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga
negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut.
Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X -; menjelang titik ekivalen,
ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang
ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen
tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian
menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif
dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah
mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi
penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih
atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik
akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni
(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi)
dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.
Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid
yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1990)
URAIAN BAHAN
1. Aquades /air suling (FI III,96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA Nama lain : Air suling
RM : H2O
BM : 18,02
Kelarutan : larut dalam etanol dan gliser
Kegunaan : sebagai pelarut
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat .
Struktur : H-O-H
Pemerian : Hablur putih atau serbuk putih halus ,tidak berbau, rasa pahit
Penyimpanan : Dalam wadah tertutupm baik, terlindungi dari cahaya
Struktur : CH(OH)-CH(NHCH3)-CH3 ,HCL
sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan
dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4
- 2HCrO4 Cr2O7
2- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion
perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan
galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri
termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses
argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan
untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini
dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ AgCl + Na+
KCN + Ag+ AgCl + K+
KCN + AgCN K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat
digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CNtercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena propes tersebut dikemukakan pertama
kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam
kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum. (Harizul, Rivai. 1995)
BAB III
BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
3.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan adalah perak nitrat, natrium klorida, indikator, sampel K dan
aquades.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Dik : N AgNO 3 = 0,1 N
V NaCl = 25 ml
Percobaan 1
Hasil dari percobaan 1 didapatkan V AgNO = 3,2 ml
Percobaan 2
Hasil dari percobaan 2 didapatkan V AgNO = 3,2 ml
terlalu basa, atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah
menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator.
Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang
merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah
AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk
endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.
Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga
dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir
titrasi menjadi sulit tercapai.
Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans.
Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah,
karena indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan
larutan yang terlalu asam.
Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang
ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna. Ketika
ditambahkan dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi
amilum. Dan ketika ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna
kuning.
Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat
terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X - dalam sampel dengan
Ag+. Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat
dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid.
Faktor yang menyebabkan kelebihan titran berpengaruh kecil, tetapi untuk larutan
encer, masalahnya menjadi serius. Maka diperlukan faktor koreksi, yang dicapai dengan
titrasi blanko (blank titration), yaitu diambil suspensi CaCO3 yang bebas ion Cl- dengan
volume clan indikator sebanyak yang digunakan dalam titrasi sebenamya, lalu ditambah
AgN03 sampai tercapai wama tertentu; jumlah AgN03 dikurangkan dari hasil titrasi
sebenamya, yang dilakukan sampai mencapai warna seperti blanko tersebut (Harjadi,
1990).
Selama titrasi mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara
lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik
ekivalen tercapai, clan dioklusi oleh endapan AgCI yang terbentuk kemudian; akibatnya
ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi, 1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter yang penting
adalah:
1. Temperatur: Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan
yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan
terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur.
2. Sifat pelarut: Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. berkurangnya kelarutan di
dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasr pemisahan dua zat.
3. Efek
ion
sejenis:
Kelarutan
enddapan
dalam
air
berkurang
jika
larutan
itu
lengkap. Dalam mencuci endapan di mana susut karena melarut mungkin cukup
berarti. Dapatlah digunakan suatu ion sejenis dalam cairan pencuci untuk
mengurangi kelarutan. Ion itu harus juga ion dari zat pengendap, dan tentu saja bukan
ion yang sedang diselidiki. 4. Efek ion-ion lain: Beberapa endapan bertambah
kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan.
Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koef sien
aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion
yang dihasilkan.
4. Pengaruh
hidrolisis:
akanmenghasilkan
jika
garam
perubahan
dari
+
asam
(H ). Kation
lemah
dari
dilarutkan
spesies
gararn
dalam
air,
mengalami
Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi
jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi.
Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan tewat
jenuh. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian pula kopresipitasi (Khopkar,
2002).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel
termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I -. Argentometri adalah titrasi
pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada 4 metode argentometri yaitu metode Mohr,
Volhard, Vajans, Duckel. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi
indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur
volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992). Titik akhir
potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan
analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang
mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator
kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang
dititrasi. Hasil yang didapat pada praktikum kali ini yaitu Normalitas AgNO3 = 0,1 N.
Normalitas NaCl = 0,0128 N.
5.2. Saran
Pada praktikum kali inidan selanjutnya mudah-mudahan diperhatikan sebaiknya
sebelum melakukan percobaan alat yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih agar
diperoleh hasil yang murni dari ekstraksi tersebut. Dan pada saat melakukan
titrasi sebaiknya dilakukan dengan hati-hati supaya tidak kelebihan titran. Dan juga
diberikan waktu yang lebih leluasa agar praktikan dapat menganalisa hasilnya dengan
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia (hal 176 187)
Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers (hal 406 410)
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia (hal
61)
A. L. Underwood, (1989), Analisa Kuantitatif Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta
Harjadi W, (1993), Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia, Jakarta.
Khopkar, (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia,
Jakarta. Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Kelima. Jakarta : Erlangga
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS
Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College
Publishing
Beranda
My Gallery
Komik Ngasal
Fav. VideoSempril
Fashion Si Mpril
Meme-Rage
(Christian, 1994).
IV. TEORI DASAR
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara
untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (Day &
Underwood, 2001).
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida
(Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam
larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara
sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan
indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam
larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator
titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(Skoog et al.,1996)
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO 3). Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag + dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam
larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Isnawati, 2010).
Metode-metode dalam titrasi argentometri
1. Metode Mohr; metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan
larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan
perak klorida dan setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan
bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna
merah
2. Metode Volhard; Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan
larutan baku kalium atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan
secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai
indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam
lingkungan asam nitrat 0,5 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam,
sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga
titik akhir tidak dapat ditunjukkan
3. Metode Fajans; Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan
bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak
memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan.
Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid
(Estie,2010).
Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu keadaan tertentu. Jika Q
adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka kesimpulan yang lebih
umum mengenai pengendapan dasar larutan adalah :
Pengendapan terjadi jika Q > Ksp
Pengendapan tak terjadi jika Q < Ksp
Larutan tepat jenuh jika Q = Ksp
(Petrucci, 1989).
Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka dikatakan garam
tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali larutan dari suatu garam
tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan
hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan temperatur. Umumnya
kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil
kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar (Petrucci, 1989).
Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut didefinisikan sebagai jumlah terbanyak (yang
dinyatakan baik dalam gram atau dalam mol) yang akan larut dalam kesetimbangan dalam
volume pelarut tertentu. Meskipun pelarut-pelarut selain air digunakan dalam banyak
aplikasi, larutan dalam air adalah yang paling penting dan bagus disini. Garam menunjukkan
interval kelarutan yang besar dalam air (Oxtoby et al., 2001).
Kelarutan dapat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Suatu larutan lewat jenuh merupakan
kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan itu dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada
umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya
proses pelarutan bersifat endotermik. Akan tetapi ada zat yang bersifat eksotermik dalam
melarut. Sedangkan pengaruh tekanan udara, tekanan udara di atas cairan berpengaruh kecil
sekali terhadap kelarutan zat padat dan cair dalam pelarut cair. Akan tetapi kelarutan suatu
gas bertambah dalam larutan bila tekanan parsial gas tersebut di permukaan bertambah besar
(Syukri, 1999).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis,dll.
(Pantang, 2010).
V. ALAT DAN BAHAN
5.1 Alat
a. Batang pengaduk
b. Buret
c. Corong saring
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f. Kaca arloji
g. Labu Erlenmeyer
h. Labu ukur
i. Neraca analitis
j. Pipet tetes
k. Volum pipet
5.2 Bahan
a. Akuades
b. Idikator fluorescence
c. Kalium kromat
d. Natrium klorida
e. Perak nitrat
VI. PROSEDUR
6.1 Pembuatan larutan natrium klorida 0,0401 N
Natrium klorida yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven, ditimbang
sebanyak 0,2344 gram dengan menggunakan neraca analitis. Natrium klorida
yang tertimbang dilarutkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades hingga
tanda batas. Sebelum ditandabataskan, dinding labu ukur dikeringkan dengan tisu.
Kemudian larutan natrium klorida dihomogenkan.
[NaCl] (N)
V AgNO3 (mL)
[AgNO3] (N)
25
0,0401
18,90
0,0530
25
0,0401
18,90
0,0530
[NaCl] (N)
V AgNO3 (mL)
[AgNO3] (N)
25
0,0560
26,43
0,0530
26,49
25
0,0562
0,0530
VIII. PEMBAHASAN
Titrasi argentometri adalah jenis titrasi dimana hasil reaksi titrasinya yaitu endapan dan ion
kompleks (garam yang sukar mengion), proses titrasi ini menggunakan larutan Perak nitrat
sebagai larutan standar. Dalam titrasi argentometri dikenal beberapa metode berdasarkan pada
indikator yang digunakan yaitu metode Mohr ( pembentukan endapan berwarna), metode
Volhard(penentuan zat warna yang mudah larut) dan metode fajans(indicator adsorpsi) tetapi
ada satu metode yang tidak menggunakan indicator yaitu metode Guy lussac. Dalam
pembahasan ini akan menjelaskan tentang proses kerja terbentuknya endapan dengan metode
Mohr untuk standarisasi larutan perak nitrat dan metode Fajans untuk menentukan
konsentrasi sampel natrium klorida.
Larutan perak nitrat harus dilindungi dari cahaya matahari, dan paling baik disimpan dalam
botol coklat. Hal ini dikarenakan perak nitrat mudah terurai atau terdekomposisi oleh cahaya.
AgNO3 (aq) Ag2O (s) + HNO3(aq)
(Rivai, 1995).
Oleh karena itu, larutan perak nitrat distandarisasi terlebih dahulu terhadap natrium klorida.
Natrium klorida bersifat tidak higroskopis, namun udara lembab dapat membuat padatan
natrium klorida juga menjadi lembab, sehingga untuk hasil yang akurat, natrium klorida harus
dikeringkan terlebih dahulu dalam oven dan didinginkan sebelum ditimbang.
Pada percobaan titrasi pengendapan argentometri ini, hal pertama yang dilakukan
adalah pembuatan larutan baku primer. Natrium klorida ditimbang kemudian dikeringkan
terlebih dahulu didalam oven. Natrium klorida mudah mengikat air di udara sehingga jika
terlalu lama disimpan dikhawatirkan natrium klorida yang akan digunakan banyak
mengandung air, yang akan berpengaruh dalam penimbangan. Setelah dingin natrium klorida
kemudian ditimbang kembali sesuai dengan yang dibutuhkan. Kemudian dilarutkan dalam
labu ukur dengan akuades hingga tanda batas.
Selanjutnya dilakukan pembakuan larutan satandar sekunder dalam hal ini perak nitrat
dengan menggunakan metode mohr. Larutan natrium klorida dimasukan kedalam Erlenmeyer
kemudian ditambahkan indicator kalium kromat. Larutan harus bersifat netral, tidak terlalu
asam maupun basa (pH antara 6-8). Larutan natrium klorida tersebut kemudian dititrasi
dengan perak nitrat. Pada titrasi ini akan terbentuk endapan yang berwarna putih, yaitu
endapan perak klorida. Jika ion perak ditambahkan kedalam suatu larutan yang mengandung
ion klorida dengan konsentrasi tinggi dan ion kromat dengan konsentrasi rendah maka perak
klorida akan mengendap terlebih dahulu, endapan yang dihasilkan berwarna putih. Pada titik
akhir, ion perak yang berlebih diendapkan sebagai perak kromat yang berwarna merah bata.
Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentitrasi ion halida seperti natrium klorida dengan
perak nitrat sebagai peniter dan kalium kromat sebagai indikator. Ketika natrium klorida
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator kalium dikromat yang
kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan perak nitrat akan terbentuk endapan putih yang
merupakan perak klorida. Dan ketika natrium klorida sudah habis bereaksi dengan perak
nitrat sementara jumlah perak nitrat masih ada maka perak nitrat akan bereaksi dengan
indikator kalium kromat yang berwarna merah bata. Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara
cepat dan pengocokannya pun juga kuat agar ion perak tidak teroksidasi menjadi perak
oksida yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit dicapai.
Pada titik akhir titrasi akan menunjukkkan perubahan warna suspensi dari kuning manjadi
kuning-coklat. Perubahan ini terjadi karena timbulnya perak kromat saat hampir mencapai
titik ekivalen, hampir semua ion klorida berikatan manjadi perak klorida. Larutan standar
yang digunakan dalam metode ini adalah perak nitrat yang memiliki normalitas 0,0530 N,
adanya indikator kalium kromat menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran
sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah bata, yang menunjukkan titik akhir adalah
perubahan warnanya dari warna endapan analit dengan ion perak . Pada analisa ion klorida
terjadi reaksi :
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
sedangkan pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi :
2Ag+(aq) + CrO42-(aq) Ag2 CrO4 (s)
Pengaturan pH sangat diperlukan agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi jadi
pengendalian pH sangat diperlukan untuk memberikan konsentrasi yang tepat dari anion
indikator tanpa mengendapkan zat yang tidak diinginkan. Apabila pH terlalu tinggi maka
akan tenrbentuk endapan perak hidroksida yang selanjutnya terurai menjadi perak oksida
sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) 2AgOH (s) --> Ag2O(s) + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion kromat sebagian akan berubah manjadi dikromat.
2H+ + 2CrO42- Cr2O72- + H2O
Reaksi inilah yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak menimbulkan
endapan atau sangat lambat.
Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk secara baik bila tidak secara lokal akan
terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen
tercapai dan dioklusi oleh endapan perak klorida yang terbentuk kemudian, akibatnya titik
akhir menjadi tidak tajam.
Kelemahan titrasi Mohr adalah jika terjadi kelebihan titran akan menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, sehingga titik akhir titrasi tidak akurat. Selain itu
indikator kalium kromat juga harus dengan konsentrasi tertentu, jika kelebihan warna kalium
kromat akan menjadi kuning sehingga perubahan warna pada saat titik akhir sulit dilihat
karena kalium kromat bereaksi dengan perak nitrat membentuk perak dikromat yang
berwarna krem.
Selanjutnya digunakan metode fajans untuk penentuan konsentrasi sampel natrium klorida.
Metode ini menggunakan indikator adsorpsi yaitu suatu zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna akibat modifikasi struktur
organiknya. Dalam percobaan ini menggunakan larutan baku perak nitrat dengan sampel
berupa larutan yang mengandung ion klorida. Kemudian larutan natrium klorida ditambahkan
indikator adsorpsi, yaitu indicator fluorescence, sehingga larutan akan berubah menjadi
warna kuning kehijauan. Fluoresence dalam larutan berair akan mengalami penguraian
sebagian menjadi ion hidrogen dan ion fluor, yang bermuatan negatif. Ion fluor ini akan
memberikan warna kuning kehijauan pada larutan, selain itu juga indikator adsorpsi jika
disuasana basa akan berwarna kuning kehijauan. Jika larutan perak nitrat ditambahkan ke
larutan natrium klorida yang telah mengandung zat indikator adsorpsi (fluoresence), titik
akhir ditentukan oleh perubahan warna dari kuning kehijauan sampai terbentuknya endapan
berwarna merah muda, jika didiamkan akan terbentuk endapan berwarna keunguan dengan
larutan yang tidak berwarna. Terbentuknya endapan karena adanya hubungan dengan hasil
kali kelarutan dimana jika ditambahkan suatu garam dengan satu ion-sekutu akan
menghasilkan endapan garam padat, dalam proses ini ion sekutu adalah perak nitrat, ion
perak maupun ion klorida merupakan ion sekutu yang jika ditambahkan garam klorida
menghasilkan endapan perak klorida.
Pada awal titrasi, ion dari indikator adsorpsi yang bermuatan negatif tidak bereaksi dengan
larutan perak nitrat dan larutan natrium klorida karena berlebihnya ion klorida yang
bermuatan negatif tetapi perubahan warna tercapai disebabkan oleh titik kesetaraan yang
telah dicapai dimana ion perak berlebih yang menyebabkan ion dari zat indikator berubah
menjadi positif karena terikat dengan ion perak berlebihan sehingga timbul warna merah bata
pada endapan.
Jika ion klorida yang berlebih, ion klorida dengan fluoresence tidak akan bereaksi :
Ag+ + FL- (AgCl) (AgFL)
Ion klorida tergantikan oleh ion perak karena ion klorida terpolarisasi sehingga kuat
diadsorsi.
Indikator adsopsi ini bersifat ionik dan membuat endapan berwarna akibat sifatnya yang
menyerap warna membuat endapan tampak warna muda. Jadi akibat perubahan warna ini
bukan proses pengendapan tetapi proses penyerapan atau perpindahan warna ke permukaan
endapan yang dihasilkan.
IX. KESIMPULAN
Sampel natrium klorida dapat diketahui konsentrasinya dengan titrasi argetometri
metode fajans yaitu 0,0561N dari konsentrasi sebenarnya 0,0565N dan KSR 0,70%.
DAFTAR PUSTAKA
Christian, G.D. 1994.Analytical Chemistry. Fifth Edition. John Wiley & Sons.
New York.
Day, R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif, diterjemahkan
oleh Lis Sopyan. Erlangga.Jakarta.
Estie.2008.Desain Praktikum Kimia
Analisis. http://estie.files.wordpress.com/2008/03/halaman-isi.pdf
Isnawati,R. 2010. Standarisasi Larutan
AgNO3.http://yi2ncokiyute.blogspot.com/2010/07/standarisasilarutanagn
o3.html
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis, N.H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia
Modern, diterjemahkan oleh S.S. Achmadi. Edisi keempat. Jilid I.
Erlangga. Jakarta.
Pantang, M.A.
2010. Argentometri. http://muhammadcank.files.wordpress.com/2010/0
2/kelarutan.doc
Hyoo mengatakan...
Wah pembahasannya mantap mbak, saya mengutip artikelnya ya~~
Thanks ^0^
31 Oktober 2011 19.25
TITRASI PENGENDAPAN
OLEH
NAMA
: SARTINI
STAMBUK
: F1C1 11 046
KELOMPOK
: II
LABORATORIUM KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
perak
ion
perak
larutan
Ag+ untuk
KBr.
Percobaan
mendapatkan
ini
endapan
AgBr. Terbentuknya endapan tersebut dapat diketahui dengan melakukan percobaan ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada percobaan ini yaitu bagaimana penentuan kadar
bromida dalam sampel dengan cara fajans ?
C. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan yaitu penentuan kadar bromida dalam sampel dengan
cara fajans.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Endapan adalah zat yang memisahkan diti sebagai suatu fase padat yang keluar dari
larutan. Endapan dapat berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan
penyaringan atau penyusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi larutan
jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan tidak bergantung pada tekanan karena
prosesnya dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer. Kelarutan zat bergantung
pada sifat dan konsentrasi zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut (Vogel, 1985).
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam
cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang
dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini
dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer
dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan
digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, 1990).
Titrasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui jumlah zat kimia
yang luas pemakaiannya. Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume
larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang akan
ditentukan. Larutan pereaksi ini biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti dan disebut
pentiter atau larutan baku. Sedangkan proses penambahan pentiter ke dalam larutan zat yang
akan ditentukan disebut titrasi. Dalam proses titrasi pengendapan, ada beberapa hal yang
mesti diperhatikan yaitu sebagai berikut terjadinya kesetimbangan, zat yang akan ditentukan
harus bereaksi secara stoikiometri dengan zat pentiter, endapan yang terbentuk harus cukup
sukar larut, sehingga terjamin kesempurnaan reaksi sampai 99,9%, harus tersedia cara
penentuan titik akhir yang sesuai (Rivai, 1995).
Titrasi yang meliputi reaksi-reaksi pengendapan tidak hampir demikian melimpah
pada analisa titrimetrik seperti yang meliputi reaksi-reaksi redoks. Titrasi yang terbatas ini
melibatkan pengendapan ion perak dengan ionseperti halogen dan tiosianat. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya indikator yang sesuai. Pada titrasi larutan encer, kecepatan
reaksinya terlalu lambat untuk titrasi secara mudah. Karen titik ekivalen didekati dan titran
ditambahkan secara perlahan-lahan, maka suatu derajat lewat jenuh yang tinggi tidak
akan terjadi dan pengendapan akan berlangsung secara lambat(Underwood dan Day, 1980).
Argentometri adalah titrasi dengan menggunakan larutan AgNO 3. Argentometri
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu argentometri pemebentukan endapan dan
Argentometri pembentukan kompleks (Noor dan Aminhar, 2006). Titrasi argentometri
merupakan titrasi dengan menggunakan larutan perak nitrat untuk menentukan kadar
halogen. Penelitian ini menggunakan titrasi argentometri dengan metode Mohr yakni mulamula Ag+ yang ditambahkan bereaksi membentuk endapan AgCl berwarna putih. Apabila
Cl- sudah habis bereaksi maka kelebihan Ag+ selanjutnya bereaksi dengan CrO42- yang berasal
dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan dan membentuk endapan Ag 2CrO4 yang berwarna
merah bata, berarti titik akhir titrasi sudah tercapai (Antara, et al., 2008).
Titrasi argentometri didasarkan pada reaksi :
AgNO3 + Cl-
AgCl + NO3-
Metode ini membutuhkan larutan titran yang cukup banyak dan keakuratannya
sangat bergantung pada kecermatan personal yang melakukan dalam menentukan
titik akhir titrasi serta waktu titrasi yang cukup lama. Dalam praktek, biasanya
terjadi perbedaan antara titk ekivalen dan titik akhir titrasi sehingga menyebabkan
hasil yang sedikit bias (Rachmat, et al., 2010).
Pada proses titrasi, pereaksi ditambahkan secara bertetes-tetes ke dalam
analit, biasanya menggunakan buret. Pereaksi adalah larutan standar yang
konsentrasinya telah diketahui dengan pasti dengan cara distandarisasi. Penambahan pereaksi
dilakukan terus menerus hingga teracapai ekivalen antara
pereaksi dan analit, keadaan ini disebut titik ekivalen. Agar dapat mengetahui kapan
terjadinya ekivalen antara pereaksi dan analit, para kimiawan menambahakan zat kimia yang
dinamakan indikator. Indikator akan memberikan reaksi berupa perubahan warna larutan,
terbentuknya endapan, atau terbentuknya senyawa kompleks berwama. Saat terjadinya
tanggap tersebut disebut titik akhir titrasi (Soebiyanto, et al., 2005).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
B.
1.
Alat
Pipet ukur 25 mL
Erlenmeyer 250 mL
Buret 25 mL
Pipet tetes
2.
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
KBr
Fluorosein 0,1 %
AgNO3 0,1 N
Aquades
C.
Prosedur Kerja
1,2 gram KBr
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1.
2.
Tabel Pengamatan
No
Perlakuan
Hasil Pengamatan
KBr + Fluoresein
Perhitungan
Diketahui :
N AgNO3
V AgNO3
Mr KBr
= 0,1N = 0,1mol.ek/L
= 15 mL = 15.10-3 L
= 119 g/mol
+ KBr
AgBr
KNO3
B. Pembahasan
Argentomentri atau Titrasi pengendapan adalah penetapan kadar zat yang didasarkan
atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan perak nitrat.
Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan endapan cara
ini dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion yang dapat membentuk endapan garam
perak, atau untuk penetapan kadar perak tersebut.
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi
jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir
titrasi yang mudah diamati.
Pada percobaan ini bahan yang digunakan sebagai titrant yaitu KBr. Pemilihan ion
Br- ini karena mudah teridentifikasi dan memiliki elektronegativitas tinggi yang cenderung
membentuk endapan. Ketika melarutkan KBr dengan aquades kemudian larutan tersebut
ditambahkan dengan indikator fluorosein dan dikocok sampai homogen terjadi perubahan
warna larutan menjadi hijau kekuning-kuningan. Pemberian indikator fluorosein tersebut
karena memberikan perubahan yang nampak pada titik akhir titrasi. Selain itu, indikator
fluorosein tidak ikut bereaksi namun mempengaruhi proses titrasi. Setelah larutan berubah
warna akibat penambahan indikator, maka larutan selanjutnya dititrasi dengan AgNO 3. Ketika
tercapai titik akhir pada larutan, ion Ag+ dalam keadaan berlebihan dan ion Ag+ ini menjadi
lapisan adsorpsi pertama dan ion NO3- ditandai dengan warna merah muda pada permukaan
endapan dari senyawa kompleks antara ion fluorosein dan ion perak yang terbentuk pada
permukaan setelah kelebihan ion perak dan pemberian fluorosein. Titik eqivalen terjadi
karena titrant dan titratnya memiliki jumlah mol yang sama.
Larutan tersebut dititrasi sampai muncul sifat fisika dari larutan seperti perubahan
warna dan terbentuknya endapan sehingga pada saat itulah titrasi dihentikan atau disebut
titik akhir titrasi. Terbentuknya endapan tergantung dari Ksp suatu larutan. Jika Ksp<Q maka
larutan akan membentuk endapan. Setelah tercapai titik akhir titrasi maka dihitung volume
AgNO3 yang digunakan yaitu sebesar 15 mL sehingga dapat dihitung kadar bromida dalam
larutan sebesar 59,5 %.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah kadar bromida dalam sampel dengan cara
fajans sebesar 59,5 %.
B. Saran
Saran yang dapat saya berikan adalah kelengkapan bahan yaitu AgNO3 untuk
percobaan titrasi pengendapan ini segera dilengkapi agar praktikan bisa melakukan dan
menganalisa sendiri tentang titrasi pengendapan.
DAFTAR PUSTAKA
Antara, I K. G., I W. Budiarsa Suyasa, dan A. A. Bawa Putra, 2008, Kajian Kapasitas dan Efektivitas
Resin Penukar Anion untuk Mengikat Klor dan Aplikasinya pada Air, Jurnal Kimia 2. Vol. 2
No. 87.
Badawi, Rachmat, Ismulawardi, Agoes Noegraha, dan Subroto, 2010,Pemanfaatan Grafit Pensil
sebagai Elektrode Selektif Ion Bermembran AgCl/Ag2S untuk Analisa Ion Klorida, Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.
Rivai. H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Soebiyanto, Nur Hidayati, Dewi Sulistyawati, 2005, Konsentrasi Indikator Terkontrol Pada
Argentometri Mohr, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi, Surakarta.
Underwood, A.L, dan Day, R.A., 1981, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Jilid I, PT. Kalman
Media Pustaka, Jakarta.
Yudhi,
KALENDER
Free Calendar
PENGUINS
MENGENAI SAYA
Sartini Chemistry
Lihat profil lengkapku
ARSIP BLOG
2013 (5)
Mei (5)
PEMBUATAN KALIUM TETRAPEROKSOKROMAT (V)
MAKALAH METODE PEMISAHAN KIMIA KROMATOGRAFI
CAIR
TETAPAN KALORIMETER
TITRASI PENGENDAPAN
ANALISIS GRAVIMETRI
2012 (5)
Endapan adalah zat yang memisahkan diti sebagai suatu fase padat yang keluar dari
larutan. Endapan dapat berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan
penyaringan atau penyusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi larutan
jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan tidak bergantung pada tekanan karena
prosesnya dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer. Kelarutan zat bergantung
pada sifat dan konsentrasi zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut (Vogel, 1985).
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam
cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang
dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini
dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer
dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan
digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, 1990).
Titrasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui jumlah zat kimia
yang luas pemakaiannya. Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume
larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang akan
ditentukan. Larutan pereaksi ini biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti dan disebut
pentiter atau larutan baku. Sedangkan proses penambahan pentiter ke dalam larutan zat yang
akan ditentukan disebut titrasi. Dalam proses titrasi pengendapan, ada beberapa hal yang
mesti diperhatikan yaitu sebagai berikut terjadinya kesetimbangan, zat yang akan ditentukan
harus bereaksi secara stoikiometri dengan zat pentiter, endapan yang terbentuk harus cukup
sukar larut, sehingga terjamin kesempurnaan reaksi sampai 99,9%, harus tersedia cara
penentuan titik akhir yang sesuai (Rivai, 1995).
AgCl + NO3-
Metode ini membutuhkan larutan titran yang cukup banyak dan keakuratannya
sangat bergantung pada kecermatan personal yang melakukan dalam menentukan
titik akhir titrasi serta waktu titrasi yang cukup lama. Dalam praktek, biasanya
terjadi perbedaan antara titk ekivalen dan titik akhir titrasi sehingga menyebabkan
hasil yang sedikit bias (Rachmat, et al., 2010).
Pada proses titrasi, pereaksi ditambahkan secara bertetes-tetes ke dalam
analit, biasanya menggunakan buret. Pereaksi adalah larutan standar yang
konsentrasinya telah diketahui dengan pasti dengan cara distandarisasi. Penambahan pereaksi
dilakukan terus menerus hingga teracapai ekivalen antara
pereaksi dan analit, keadaan ini disebut titik ekivalen. Agar dapat mengetahui kapan
terjadinya ekivalen antara pereaksi dan analit, para kimiawan menambahakan zat kimia yang
dinamakan indikator. Indikator akan memberikan reaksi berupa perubahan warna larutan,
terbentuknya endapan, atau terbentuknya senyawa kompleks berwama. Saat terjadinya
tanggap tersebut disebut titik akhir titrasi (Soebiyanto, et al., 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Antara, I K. G., I W. Budiarsa Suyasa, dan A. A. Bawa Putra, 2008, Kajian Kapasitas dan Efektivitas
Resin Penukar Anion untuk Mengikat Klor dan Aplikasinya pada Air, Jurnal Kimia 2. Vol. 2
No. 87.
Badawi, Rachmat, Ismulawardi, Agoes Noegraha, dan Subroto, 2010,Pemanfaatan Grafit Pensil
sebagai Elektrode Selektif Ion Bermembran AgCl/Ag2S untuk Analisa Ion Klorida, Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.
Khopkhar, SM., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
Rivai. H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Soebiyanto, Nur Hidayati, Dewi Sulistyawati, 2005, Konsentrasi Indikator Terkontrol Pada
Argentometri Mohr, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi, Surakarta.
Underwood, A.L, dan Day, R.A., 1981, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Jilid I, PT. Kalman
Media Pustaka, Jakarta.
Yudhi,