Anda di halaman 1dari 36

Surface phenomena in Adsorption

Adsorpsi
Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya dalam keadaaan
tidak setimbang (unbalance) yang cenderung tertarik ke arah dalam (gaya kohesi > gaya adhesi).
Ketidakseimbangan gaya-gaya tersebut menyebabkan zat padat atau zat cair tersebut cenderung
menarik zat atau gas lainnya yang bersentuhan pada permukaannya. Fenomena konsentrasi zat
pada permukaan padatan atau cairan disebut fasa adsorpsi. Zat- zat yang diserap pada permukaan
padatan atau cairan disebut fasa teradsorpsi atau adsorbat, sedangkan zat yang menyerap atau
menariknya disebut adsorben.
Umumnya, daya serap zat padat terhadap gas tergantung pada jenis adsorben dan gas, luas
permukaan adsorben, temperatur dan tekanan gas. Peristiwa adsorpsi terjadi sangat cepat dan
reversibel. Apabila dalam keadaan kesetimbangan kodisinya diubah, misalnya tekanannya
diturunkan atau temperatur dinaikkan, maka sebagian adsorbat akan terlepas dan membentuk
kesetimbang baru.
1. Jenis-jenis Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi
dibagi menjadi dua yaitu:
A. Adsorpsi Fisika (Physical Adsorption)
Adsorpsi fisika terjadi apabila suatu adsorbat dialirkan pada permukaan padatan yang
bersih. Molekul-molekul adsorbat tersebut terikat secara lemah karena adanya gaya Van der
Waals tanpa terjadi reaksi kimia antara adsorbat dan adsorben. Adsorpsi ini relatif cepat dan
bersifat reversibel. Adsorpsi jenis ini dapat berlangsung di bawah temperatur kritis adsorbat
yang relatif rendah, sehingga panas adsorpsi yang dilepaskan juga rendah. Karena ikatannya
lemah, maka ikatan ini dapat diputuskan dengan mudah yaitu dengan cara pemanasan pada
temperatur 150-200oC.
B. Adsorpsi Kimia (Chemisorption)
Adsorpsi kimia melibatkan reaksi kimia antara molekul-molekul adsorbat tertentu dengan
adsorben dimana terbentuk ikatan kovalen dan ion antara adsorbat dan adsorben. Adsorpsi
ini umumnya terjadi pada temperatur diatas temperatur kritis adsorbat, sehingga panas
adsorpsi yang dibebaskan tinggi.
Hal-hal yang membedakan antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia dapat dilihat pada
tabel 1.
1

Surface phenomena in Adsorption

Tabel 1. Perbedaan antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia[3]


Parameter
1. Panas adsorpsi
2. Temperatur operasi

Adsorpsi Fisika
Adsorpsi Kimia
-1
Rendah, - (8-20 kJ mol ) Tinggi, - (40-800 kJ mol-1)
Rendah,
tergantung Lebih tinggi, tergantung

3. Energi aktifasi
4. Reversibilitas
5. Lapisan

energi aktifasi
Tidak ada (nol)
Reversibel
Multilayer

energi aktifasi
Rendah (<25 kkal/mol)
Irreversibel
Monolayer

Adsorbent and adsorbate


Adsorbent (also called substrate) - The solid that provides surface for adsorption high surface
area with proper pore structure and size distribution is essential good mechanical strength
and thermal stability are necessary
Adsorbate - The gas or liquid substances which are to be adsorbed on solid
Surface coverage, = 0~1
The solid surface may be completely or partially covered by adsorbed molecules,
number of adsorption sites occupied

Definition, =number of adsorption sites available


2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi
Banyaknya molekul-molekul gas yang teradsorp pada permukaan adsorben dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
2.1. Sifat adsorben
a. Kemurnian adsorben
Adsorben yang lebih murni memiliki daya adsorpsi yang lebih baik.
b. Luas permukaan dan volume pori adsorben
Semakin besar luas permukaan adsorben maka semakin besar pula jumlah adsorbat
yang dapat diserap.
2.2. Jenis adsorbat
a. Kepolaran adsorbat
Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diadsorpsi daripada molekulmolekul yang kurang polar. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan
molekul-molekul yang kurang polar yang telah teradsorpsi lebih dahulu.
b. Ukuran molekul adsorbat
Rongga tempat terjadinya adsorpsi dapat dicapai melewati ukuran yang sesuai,
sehingga molekul-molekul yang bisa diadsorpsi adalah molekul-molekul yang berdiameter
sama atau lebih kecil dari diameter pori.
2

Surface phenomena in Adsorption

2.3 Temperatur
Ketika molekul-molekul gas (adsorbat) melekat pada permukaan adsorben terjadi
pembebasan sejumlah panas/energi, karena itu peristiwa adsorpsi adalah peristiwa
eksotermis. Sesuai dengan azas Le Chatelier pada adsorpsi fisika, berkurangnya temperatur
akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi dan sebaliknya.
V3>V2
V2>V1

P4>P3

T3 >T2
T4 >T3

V4>V3
V1

P2>P1

Pressur
e

T2 >T1

P3>P2

Vol. adsorbed

Vol. adsorbed

T1

P1

T5 >T4

Pressur
e
Adsorption Isotherm

Temperature
Adsorption Isobar

Temperature
Adsorption Isostere

2.4 Tekanan
Tekanan yang dimaksud disini adalah tekanan adsorbat. Pada adsorpsi fisika, kenaikan
tekanan adsorbat, dapat menaikkan jumlah yang diadsorpsi. Sebaliknya, pada adsorpsi kimia
kenaikan tekanan adsorbat justru mengurangi jumlah yang teradsorp.
3. Kesetimbangan Adsorpsi
Pada saat fluida yang mengandung adsorbat dikontakkan dengan padatan adsorben,
molekul-molekul adsorbat berpindah dari fluida ke padatan sampai konsentrasi adsorbat di
aliran fluida berada dalam keadaan setimbang dengan adsorbat yang teradsorp dalam padatan
adsorben. Data kesetimbangan adsorpsi yang dihasilkan pada temperatur konstan biasanya
disebut isoterm adsorpsi (adsorption isotherm), dimana terdapat hubungan antara jumlah zat
yang teradsorp per unit massa padatan dan konsentrasi adsorbat di larutan. Untuk mengukur
adsorpsi isoterm, massa padatan dan konsentrasi larutan yang telah diketahui kuantitasnya
dikontakkan sampai terjadi kesetimbangan. Adsorpsi isoterm dapat dihitung dengan
mengukur konsentrasi adsorbat di larutan pada saat awal dan pada saat kesetimbangan.

Surface phenomena in Adsorption

Brunauer mengklasifikasikan adsorpsi isoterm kedalam lima jenis kurva, seperti dalam
gambar 2.1. berikut:

Type I is found for porous materials with

small pores e.g. charcoal.

It is clearly Langmuir

monolayer type, but the other 4 are not

Type II

for non-porous materials

Type III

porous materials with

cohesive force between adsorbate

molecules

greater than the adhesive force between adsorbate


molecules and adsorbent

Type IV

staged adsorption (first

monolayer then build up of additional

layers)

Type V porous materials with cohesive force

between adsorbate

molecules and adsorbent being

greater than that between

adsorbate molecules

Gambar 2.1 Lima tipe isoterm adsorpsi fisika

Tipe I

Jenis ini disebut Langmuir isoterm, menggambarkan adsorpsi satu lapis (monolayer).
Banyaknya adsorbat mendekati harga pembatas saat P/Po mendekati satu. Jenis ini biasanya
diperoleh dari adsorben berpori kecil (micropore) kurang dari 2 nm dan luas area eksternal
yang sangat sedikit. Kurva jenis ini biasanya diperoleh dari adsorben karbon aktif dan zeolit
molecular sieve.

Tipe II
Jenis ini adalah bentuk normal isoterm pada adsorben tak berpori (nonporous) atau padatan
berpori besar (macroporous), yang menunjukkan adsorspsi monolayer-multilayer. Titik B
4

Surface phenomena in Adsorption

yang ditunjukkan pada gambar menunjukkan kondisi awal tahap linier dari isoterm, biasanya
digunakan untuk mengindikasikan tekanan relatif saat pelapisan monolayer selesai.

Tipe III
Jenis ini menunjukkan tipe kuantitas adsorben semakin tinggi saat tekanan relatif bertambah.
Tidak adanya titik B seperti pada jenis kedua disebabkan karena interaksi adsorbat-adsorbat
yang lebih kuat dibanding adsorbat-adsorben. Sama seperti tipe II, jumlah lapisan pada
permukaan adsorben tidak terbatas (multilayer).

Tipe IV
Jenis ini hampir sama dengan tipe II pada rentang tekanan relatif rendah sampai menengah.
Volume terbesar adsorbat yang teradsorpsi dihitung dari capillary condensation yang telah
sempurna mengisi pori. Kurva jenis ini dihasilkan dari padatan berukuran mesopore (2-50
nm).

Tipe V
Jenis ini hampir sama dengan tipe III, dihasilkan dari interaksi yang rendah antara adsorben
dengan adsorbat. Tipe V juga ditunjukkan oleh pori dengan ukuran sama seperti tipe IV.
Beberapa teori dan model emperis telah dikembangkan untuk menggambarkan berbagai jenis
adsorpsi isoterm, diantaranya adalah persamaan emperis Freundlich (Isoterm Freundlich) dan
persamaan yang diturunkan secara teoritis oleh Langmuir (Isoterm Langmuir)[3,4].

3.1. Isoterm Freundlich


Persamaan emperis untuk isoterm adsorpsi yang dikembangkan oleh Freundlich adalah
sebagai berikut:
q = KF.C1/n

(2.1)

dengan:
KF dan n adalah konstanta, n>1
q

= massa adsorbat yang teradsorpsi/massa adsorben

C = konsentrasi adsorbat (mol/volume)


Persamaan Freundlich dapat dilinierisasi dengan me-logaritmakan persamaan diatas,
menjadi:
log q = log KF + 1/n log C

(2.2)

Harga KF dan n dapat ditentukan dengan membuat grafik log q vs log C.


5

Surface phenomena in Adsorption

log q
= tg-1 (1/n)

log K
log C
Gambar 2.2. Persamaan linier dari isoterm Freundlich
3.2. Isoterm Langmuir
Persamaan teoritis isoterm Langmuir adalah sebagai berikut:
q

q m KAC
1 KAC

(2.3)

dengan:
q

= massa adsorbat yang teradsorpsi/massa adsorben

qm

= massa adsorbat/massa adsorben untuk menghasilkan sebuah


monolayer yang lengkap

= konsentrasi adsorbat (mol/volume)

KA

= konstanta Langmuir

Persamaan di atas diturunkan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:


1. Gas teradsorpsi terbatas pada permukaan lapisan tunggal.
2. Tidak ada interaksi lateral di antara molekul-molekul adsorbat.
3. Entalpi adsorpsi untuk semua molekul sama.
Persamaan isoterm Langmuir dapat diubah dalam bentuk persamaan linier menjadi:
C
1
C

q KAq m q m

(2.4)

atau
1
1
1
1

q q m K A .q m C

(2.5)

Dengan menggambarkan data kesetimbangan adsorpsi maka harga KA dan qm dapat


diketahui.
6

Surface phenomena in Adsorption

= tg-1 ()

1/C
Gambar 2.3. Persamaan linier dari isoterm Langmuir
4.

Adsorpsi Kontinyu
Adsorpsi dengan aliran kontinyu dapat dilakukan pada unggun tetap (fixed bed), unggun
bergerak (moving bed), dan unggun yang terfluidisasi (fluidized bed).
Pada adsorpsi aliran kontinyu dengan unggun bergerak, fasa fluida yang mengandung
adsorbat dan fasa padatan dimasukkan dengan kecepatan tetap pada ujung-ujung kolom
yang berlawanan sehingga terjadi aliran yang berlawanan arah pada saat melewati kolom.
Kolom adsorpsi jenis ini telah banyak digunakan dalam industri pengolahan minyak untuk
memisahkan gas-gas hidrokarbon.
Pada adsorpsi aliran kontinyu dengan unggun terfluidisasi, fluida mengalir ke atas melewati
partikel padatan dengan kecepatan cukup untuk menembus partikel, tetapi tidak
menyebabkan partikel tersebut keluar dari kolom. Pada operasi steady state padatan dapat
ditambahkan secara terus menerus melalui puncak kolom dan mengurangi padatan tersebut
dalam jumlah yang sama pada bagian bawah kolom. Jika dibandingkan dengan kolom
adsorpsi unggun tetap, adsorber jenis ini membutuhkan modal dan biaya opersi yang lebih
besar, tetapi dapat dioperasikan dengan laju alir masuk yang lebih besar dan partikel yang
lebih kecil tanpa terjadi kehilangan tekanan yang berlebihan.
Dalam fixed bed adsorpsi, konsentrasi dari fasa fluida yang mengandung adsorbat dan
fasa padatan akan berubah terhadap waktu sesuai dengan posisinya pada unggun. Pada
awalnya kebanyakan transfer massa terjadi pada bagian atas kolom (masukan pada unggun),
dimana fluida akan mengadakan kontak yang pertama kalinya dengan adsorben. Jika
adsorben tidak mengandung adsorbat pada awalnya, maka konsentrasi dari fluida akan turun
dan mendekati nol sebelum mencapai bagian bawah kolom. Setelah beberapa lama maka
adsorben dekat daerah hulu akan mengalami kejenuhan dan kemudian transfer massa akan
mengambil tempat selanjutnya yang lebih jauh dari bagian hulu. Daerah dimana paling
banyak terjadi perubahan konsentrasi disebut adsorption zone.
7

Surface phenomena in Adsorption

Dengan semakin bertambahnya waktu maka adsorption akan terus bergerak pada unggun
tersebut sampai akhirnya adsorben menjadi jenuh dan tidak dapat mengadsorp lagi.

Gambar 2.4. Pergerakan zona adsorpsi pada kolom adsorpsi unggun tetap
Pada keadaan awal, fluida kontak dengan adsorben yang masih segar pada bagian hulu.
Adsorbat diserap secara bertahap dari fluida pada saat melewati kolom adsorben. Panjang
daerah dimana sebagian besar kontak adsorpsi terjadi disebut zona adsorpsi (adsorption
zone).
Panjang zona adsorpsi berubah-ubah tergantung pada harga konsentrasi adsorbat yang
disaring. Pengurangan konsentrasi adsorbat terus terjadi pada saat fluida melewati kolom
pada zona adsorpsi. Zona adsorpsi akan bergerak ke bawah seperti gelombang yang sangat
pelan. Akhirnya tepi bagian bawah dari zona adsorpsi dan konsentrasi adsorbsat pada aliran
keluar akan meningkat dengan cepat. Keadaan ini disebut titik tembus (breakpoint) dan
grafik antara konsentrasi adsorbat yang keluar dengan waktu setelah breakpoint disebut
kurva terobosan (breakthrough).
Titik tembus dan kurva terobosan tergantung pada sifat dari adsorbat dan adsorben serta
kondisi operasi. Kurva tersebut menjadi landai bila kecepatan perpindahan massa berkurang.
Karena kecepatan perpindahan massa selalu terbatas, kurva terobosan memanjang dan
berbentuk seperti huruf S (S-shape). Waktu untuk mencapai breakpoint biasanya meningkat
bila ukuran partikel dan laju alir diperkecil. Gambar 2.5. memperlihatkan kurva terobosan
yang ideal untuk adsorber unggun tetap.

Gambar 2.5. Kurva terobosan yang ideal untuk adsorber unggun tetap
5.

Panas Adsorpsi

Adsorption heat
Adsorption is usually exothermic (in special cases dissociated adsorption can be
endothermic)
The heat of chemisorption is in the same order of magnitude of reaction heat; the heat of
physisorption is in the same order of magnitude of condensation heat
8

Surface phenomena in Adsorption

Kesetimbangan antara fasa terkondensi dan uap diterangkan oleh persamaan ClausiusClapeyron sebagai berikut:

d(lnP)
L

dT
RT 2

(2.6)

dengan P adalah tekanan uap, T adalah temperatur dan L adalah perubahan entalpi evaporasi. Jika
rumus di atas diaplikasikan pada kesetimbangan antara suatu lapisan teradsorpsi (adsorbed layer)
dengan gas, maka persamaan tersebut harus dimodifikasikan karena perubahan entalpi pada
umumnya tidak konstan, tetapi tergantung pada fraksi permukaan yang yang tertutupi (). Degree
of coverage () merupakan perbandingan banyaknya gas yang teradsorp pada beberapa tekanan
atau konsentrasi (q) dengan jumlah molekul gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan tunggal
(qm).
Perubahan entalpi yang tergantung pada harga disebut isosteric entalpi adsorpsi (Hst).
Dengan menganggap isosteric entalpi adsorpsi tidak tergantung pada temperatur, maka Hst dapat
dicari dengan persamaan:
H st
(lnP)

T
RT 2

(2.7)

Jika persamaan (2.7) diintegrasikan maka akan dihasilkan:

P1
H st 1 1

R T1 T2
P2

ln

(2.8)

dengan:
P1 dan P2 = tekanan uap (kPa)
T1 dan T2 = temperatur adsorpsi (K)
R

= konstanta gas

Hst

= isosteric entalpi adsorpsi (kJ/mol)

Panas adsorpsi dihitung melalui hubungan antara isosteric entalpi adsorpsi (Hst ) dengan
panas adsorpsi (Q), yaitu;
Q = - Hst

(2.9)

Gambar 2.6. menampilkan adsorpsi isoterm pada dua tipe temperatur.

U
p
t
a
k
e

Surface phenomena in Adsorption

T2
T1
T1>T2

P2

Pressure

P1

Gambar 2.6. Adsorpsi isoterm pada dua tipe temperatur

Seputar Problem Kesetimbangan Fasa


Seorang peneliti akan mengerjakan eksperimen adsorpsi secara kontinyu menggunakan adsorben maupun
penelitian tentang reaksi katalitik senyawa organik menjadi senyawa hidrokarbon (MTG process) dengan
menggunakan katalis zeolit.Metanol diumpankan harus dalam fasa uap sebelum berkontak dengan katalis.
Untuk itu dirancang sistem pengumpan seperti terlihat pada gambar skema sistem umpan metanol dibawah
ini. Ada 2 opsi aliran yakni :
Opsi 1 : aliran gas N2 langsung menuju ke Reaktor dengan membuka kran 1 dan menutup kran 2.
Opsi 2 : Aliran gas N2 lewat bubbler dengan menutup kran 1 dan membuka kran 2 dan selanjutnya menuju
Reaktor. Aliran gas N2 lewat pipa yang ujungnya tercelup dalam cairan metanol sehingga terbentuk
gelembung-gelembung gas yang membawa uap metanol.
Kran 1

N2, Uap organik dan laju alir ?? CampuranGas


menuju unggun adsorben/ Reaktor Unggun Katalis

Kran 2
10 ml/min

Termometer
Gas keluar
bubbler

Gas
N2

Fasa Cair
Organik

Water Bath
suhu 200C

B
Skema sistem umpan uap metanol

Apabila peralatan bubler berisi metanol 50 ml pada suhu 20 0C dan ke dalamnya dialirkan gas N2 dengan
laju 10 ml//menit. Tekanan uap (mmHg) metanol dapat dinyatakan sebagai (Antoine equation)
A
log P = - B dalam rentang suhu -10 - 80 0C. Harga konstata A= 38324, B= 8,8017 dan kerapatan
T
cairan metanol 0,7914 g/ml pada 200C.
Ila dianggap seluruh sistem beroperasi dalam tekanan atmosfer, suhu .... oC dan cairan organik berada pada
kondisi kesetimbangan dengan fasa cair-uap-nya, maka
a) Perkirakanlah fraksi volume dan laju alir uap metanol dalam ml/min dalam aliran menuju reaktor untuk
opsi 1 dan opsi 2.
b) Perkirakan dalam jangka waktu berapa lama cairan metanol dalam tabung bubbler tersebut akan habis
terbawa oleh aliran gas N2 baik untuk opsi 1 dan opsi 2.
10

Surface phenomena in Adsorption


Kel

Fase cair Organik


1 komponen

Fase cair senyawa


organik 2 komponen

Harga konstata A, Antoine


equation

Harga konstata B
Antoine equation

Kerapatan
cairan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Seputar Problem Adsorpsi Aseton Menggunakan Karbon Aktif


Kemampuan adsorpsi adsorpsi karbon aktif terhadap aseton fasa gas dilakukan pada suatu
penelitian menggunakan jenis adsorben karbon aktif yang telah diaktivasi. Proses aktivasi
dilakukan dengan pemanasan pada temperatur 80 oC sampai kandungan air menguap semua
dengan dengan mengalirkan gas inert N2 dengan laju 50 cc/menit pada temperatur 80 oC selama 2
jam.Setelah itu, proses adsorpsi dilakukan dengan mengalirkan gas N2 dengan laju yang sama dan
dilewatkan pada wadah cairan aseton sehingga gas N2 membawa uap aseton menuju ke unggun
adsorben karbon aktif didalam pipa U. Keluaran gas dari kolom adsorber dianalisa dengan
menggunakan Gas Chromatography. Pada waktu adsorpsi t 0 yaitu pada saat terjadinya kontak
pertama kali antara adsorbat dengan adsorben, kemudian diteruskan dengan pengambilan data
dalam jangka waktu tertentu selama uji adsorpsi berlangsung. Pengambilan sample dilakukan
dengan mengumpankan sampel gas keluar kedalam gas chromatografi dan sampling dihentikan
ketika adsorben telah jenuh, ini dapat ditandai dengan tercapainya konsentrasi kesetimbangan
adsorpsi (C*) yang relatif tidak berubah lagi. Dalam hal ini dapat ditandai dengan konsentrasi
keluaran dari kolom adsorber sama dengan konsentrasi sebelum proses adsorpsi dilakukan. Dalam
penelitian ini
Skema susunan peralatan adsorpsi secara sederhana dapat dilukiskan pada gambar berikut.
C
G
Gas keluar unggun
out ??
F
D
N2=50 cc/menit

C
A

H
E

Skema proses adsorpsi


A= tabung gas N2
B = wadah sampel penguapan
C = Unggun adsorben D = Pipa U kolom adsorpsi gelas
11

E = Hot plate heater


G = Three way Valve

F = termometer
H= gas chromatography

Surface phenomena in Adsorption

adsorpsi dapat dikatakan sudah mencapai konsentrasi kesetimbangan bila luas area puncak
keluaran analisa gas chromatography mendekati sama, tidak mengalami perubahan. Jumlah
ADSORBAT terdsorpsi (q) ini adalah merupakan akumulasi yang dihitung dengan neraca massa
dalam system unggun tetap pada kondisi tidak tunak (unsteady state). Penyelesaian perhitungan
neraca massa untuk mencari harga q tersebut diselesaikan dengan bantuan grafis hasil plot antara
waktu adsorpsi vs kadar olefin (Cout). Ada 4 percobaan secara seri dilakukan yang masing-masing
seri hasilnya dapat ditabelkan sebagai berikut.

Hasil percobaan adsorpsi aseton menggunakan karbon aktif pada 27 oC


Waktu
sampling
0
2
4
6
9
12
15
18
21
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75

Kadar aseton Cout (mol/ml gas)


Percob-1 Percob-2 Percob-3 Percob-4
0.55386

0.18828

0.25257

0.80624

0.46210

0.17418

0.36484

0.86155

0.40642

0.16374

0.45660

2.98357

0.37730

0.15660

4.05978

4.29001

0.34946

1.93905

4.49788

4.65540

2.18978

3.84329

4.69825

5.09771

2.55811

3.93139

4.81529

5.22757

2.69071

3.95117

4.92518

5.46420

2.76379

4.01582

5.14533

5.59259

2.78357

3.98322

5.20669

5.71146

2.90518

4.06747

5.37043

5.92282

2.90939

4.14238

5.38600

6.01733

2.91471

4.11967

5.42263

5.98802

2.89731

4.05410

5.48307

6.06403

2.92203

4.06509

5.49717

6.12026

2.93815

4.22608

5.53014

6.16440

2.94309

4.23982

5.59259

6.30012

2.96287

4.24715

5.60560

6.30744

2.97606

4.26180

5.62813

6.32045

2.98394

4.26784

5.67666

6.40286

q, jumlah aseton teradsopsi (mol/g karbon)


Percob-1
Percob-2
Percob-3
Percob-4
0

693.27

1144.25

1503.03

1559.31

1407.18

2291.94

2977.49

2813.79

2132.96

3442.09

3934.66

3588.29

3233.60

4794.49

4521.75

4398.96

3953.62

5372.69

4974.76

5040.01

4209.81

5532.50

5361.11

5560.90

4360.82

5669.66

5699.81

6004.83

4468.63

5789.08

5969.20

6372.10

4586.38

5939.34

6249.56

6792.57

4684.07

6109.08

6521.23

7202.57

4737.73

6223.12

6730.15

7505.53

4788.05

6318.89

6920.79

7785.66

4842.60

6445.56

7077.46

8049.44

4894.59

6591.33

7208.04

8266.94

4932.29

6676.90

7322.14

8449.31

4962.61

6701.32

7402.85

8568.73

4984.28

6718.37

7457.14

8638.09

4994.41

6727.73

7499.00

8700.33

4997.17

6729.84

7515.99

8729.18

Bila anda sedang mahasiswa sedang kerja skripsi dengan hasil data seperti diatas, diminta pembimbing
untuk memahami secsra detail tentang adsorpsi, maka hal berikut yang harus anda kerjakan adalah :
Apakah yang dimaksud dengan kesetimbangan adsorpsi dan buatlah plot secara kurva ideal-nya.
12

Surface phenomena in Adsorption

Buatlah plot antara kadar aseton hasil monitor gas chormatografi dengan waktu sampling dalam
proses adsorpsi.
Analisalah apakah kesetimbangan adsorpsi telah tercapai untuk setiap hasil percobaan
Berapakah konsentrasi aseton dan jumlah yang teradsorpsi untuk masing-masing percobaan pada
kondisi kesetimbangannya
Dapatkah anda menentukan isotherm yang manakah cocok untuk hasil percobaan adsorpsi aseton
(model Langmuir, Freundlich, Temkon ataukah lainnya).
Hitungkah berbagai koefisien adsorpsi yang ada pada setiap model adsorpsi tersebut.

Adsorpsi Aseton menggunakan karbon aktif pada Tadsorpsi = 45 oC


Kadar aseton Cout, (mol/ml gas)
q, jumlah aseton teradsopsi (mol/g karbon)

Waktu
(menit)

Percobaan -1

Percobaan -2

Percobaan -3

Percobaan -1

Percobaan -2

1,19

0,83

1,06

0,0

0,0

0,0

1,07

0,60

1,16

760,0

1276,8

1255,1

0,84

0,74

3,83

1569,1

2565,7

2122,3

1,18

3,91

4,11

2362,3

3391,8

2577,3

Percobaan -3

2,69

4,13

4,36

3164,3

3921,0

3148,3

12

3,12

4,41

4,43

3557,6

4345,0

3651,4

15

3,47

4,51

4,61

3785,9

4688,2

4103,6

18

3,49

4,71

4,62

3937,6

4967,7

4516,0

21

3,55

4,91

4,81

4073,3

5164,2

4886,3

25

3,54

4,92

4,91

4240,2

5367,0

5298,5

30

3,61

4,94

5,04

4426,9

5608,9

5731,0

35

3,58

5,00

5,14

4599,8

5822,9

6084,5

40

3,64

4,99

5,22

4764,6

6020,0

6377,4

45

3,67

5,08

5,29

4898,9

6190,4

6615,6

50

3,69

5,04

5,40

5015,2

6342,4

6787,6

55

3,75

5,13

5,45

5102,7

6475,5

6904,0

60

3,77

5,23

5,56

5162,2

6540,2

6967,0

65

3,81

5,25

5,59

5199,3

6563,4

6983,4

70

3,83

5,27

5,59

5214,5

6572,5

6987,3

75

3,84

5,28

5,59

5219,0

6573,0

6988,1

Adsorpsi Chloroform pada karbon aktif pada 27 oC


Kadar chloroform Cout (mol/ml gas)
Waktu
(menit)

Percoba
an-1

Percobaan2

Percobaan3

Percobaa
n-4

0.08637

0.08191

0.16473

0.05313

0.05489

0.15287

0.04792

0.05351

0.09462

0.05329

0.10830

12

q, jumlah chloroform teradsopsi


(mol/g karbon)

0.16985

Percoba
an-1
0,0

Percoba
an-2
0,0

Percoba
an-3
0,0

Percoba
an-4
0,0

0.18990

944,0

1301,2

1431,5

1629,6

0.15089

0.49106

1.00716

2.14214

1.23955

3.16266

3.89041

1893,4
2837,1
4239,8

2606,3
3911,6
5621,0

2865,0
4179,1
5518,9

3211,3
4658,9
6172,4

2.31942

2.98895

3.84952

4.32341

15

2.84632

3.93978

4.24479

4.67785

18

2.94112

4.05357

4.35887

5.01299

21

2.99768

4.25976

4.41461

5.14738

24

3.04252

4.29023

4.54927

5.14622

5176,2
5538,6
5770,7
5971,1
6150,2

6715,1
7243,0
7547,8
7785,6
7973,7

6262,9
6780,0
7190,3
7565,1
7899,9

7039,6
7720,8
8288,9
8760,7
9152,0

13

Surface phenomena in Adsorption


27

3.13046

4.43312

4.66774

5.40086

30

3.10670

4.46400

4.70515

5.73017

34

3.20732

4.50370

4.74912

5.77570

38

3.22135

4.55975

4.71956

5.80536

42

3.25725

4.55015

4.77617

5.85096

46

3.21275

4.59114

4.91335

5.87582

51

3.28487

4.62133

4.97803

5.84346

55

3.31848

4.64967

5.03848

5.88203

60

3.33561

4.68485

5.09111

5.87575

65

3.38567

4.70453

5.14013

5.92038

70

3.42214

4.70977

5.21928

5.93243

75

3.39753

4.71466

5.25678

5.93849

80

3.44097

4.72160

5.27859

5.96520

90

3.44734

4.72370

5.28060

5.97508

6301,5
6439,3
6601,6
6731,9
6848,2
6966,9
7105,6
7187,0
7271,1
7331,6
7362,0
7388,2
7407,8
7412,3

8125,5
8240,8
8374,9
8482,2
8576,5
8662,1
8744,2
8793,5
8832,9
8853,2
8864,8
8872,8
8876,7
8878,2

8181,7
8430,8
8740,2
9045,5
9343,3
9587,0
9821,0
9973,2
10124,0
10239,3
10309,8
10339,6
10348,6
10350,0

9467,2
9722,9
9975,9
10160,2
10306,8
10408,4
10517,1
10595,0
10667,1
10721,0
10755,0
10782,7
10798,9
10805,8

Adsorpsi Toluena pada karbon aktif pada 27 oC


q, Jumlah Toluen teradsorpsi
Kadar toluena Cout (mol/ml gas)
(mol/gr karbon)
t(me
nit)

Percoba
an-1

Percoba
an-2

Percoba
an-3

Percoba
an-4

Percobaa
n-1

Percoba
an-2

Percoba
an-3

Percoba
an-4

0.70899

0.78800

0.79354

0.72285

0.68958

0.70691

0.67156

0.57246

1893,19

2209,30

2620,50

3391,50

0.68473

0.52117

0.55721

0.58771

3793,17

4493,31

5307,20

6820,80

13

0.60434

0.42415

0.67364

0.58978

5717,03

6856,49

7993,30

10245,30

16

0.50662

0.45672

0.54404

0.59879

7690,74

9237,72

10683,00

13666,60

20

0.43454

0.44286

0.66810

1.58570

9712,00

11613,71

13374,40

16809,10

24

0.41236

0.41167

1.59956

2.43399

11759,66

14002,32

15770,20

19437,80

28

0.68473

0.75126

2.68626

3.45000

13737,26

16304,57

17600,90

21544,40

32

1.26481

1.85183

2.83388

4.03354

15476,18

18203,58

19086,00

23203,20

36

2.57953

2.74517

3.33010

4.90609

16684,55

19544,29

20390,80

24454,30

40

3.00090

3.33079

3.63781

5.39677

17406,82

20470,90

21470,50

25323,60

45

3.17901

3.70850

3.85404

6.07180

18099,83

21291,98

22636,80

26002,30

50

3.36129

3.75217

4.00444

6.09051

18666,71

21965,59

23674,70

26438,20

54

3.57960

4.02661

4.18740

6.12031

19008,06

22415,41

24411,70

26773,30

58

3.69741

4.15760

4.26779

6.36219

19255,28

22751,70

25075,00

27032,40

63

3.71197

4.26364

4.63303

6.24160

19517,98

23089,11

25748,10

27313,80

68

3.77504

4.29621

4.88253

6.43149

19753,52

23378,00

26206,10

27570,90

73

3.90048

4.34888

4.98094

6.55070

19923,07

23637,00

26542,30

27719,80

78

3.99335

4.40640

5.17430

6.55416

20016,22

23857,60

26776,40

27825,80

84

3.99543

4.55402

5.31499

6.51674

20088,12

24035,98

26917,00

27967,30

95

4.01899

4.64966

5.33786

6.54931

20200,19

24175,80

27048,80

28230,40

102

4.05641

4.65382

5.39608

6.61168

20241,62

24215,90

27092,90

28351,30

110

4.06196

4.67739

5.40439

6.69208

20264,91

24246,13

27106,10

28409,50

120

4.07998

4.69263

5.41202

6.70386

20277,53

24256,80

27111,50

28417,70

Bisa disempurnakan kerjaan anda sesuai kelompoknya masing-masing---- dikumpulkan

Pola Kurva Terobosan Toluena, Chloroform, dan Aseton


14

Surface phenomena in Adsorption

Kurva terobosan adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi adsorbat
keluaran kolom adsorpsi terhadap waktu adsorpsi. Waktu adsorpsi disini adalah waktu yang diukur
pada interval tertentu selama terjadinya

kontak antara adsorbat dengan karbon aktif yang

berlangsung secara kontinyu.


Salah satu variabel yang mempengaruhi pola kurva terobosan adalah konsentrasi adsorbat,
sehingga untuk mendapatkan konsentrasi adsorbat yang berbeda maka ketiga jenis adsorbat
(toluena, chloroform dan aseton) diemisikan pada temperatur yang berbeda pula sesuai persamaan
Antoine masing-masing. (lihat tabel 3.1 sub bab III.6).
Kurva terobosan adsorpsi toluena, chloroform, dan aseton hasil penelitian dapat dilihat
pada gambar 4.1., 4.2.,dan 4.3. Kurva terobosan tersebut merupakan hasil pengukuran konsentrasi
adsorbat pada interval waktu tertentu yang diukur pada tepi bagian bawah dari unggun karbon
aktif.

Gambar 4.1. Kurva terobosan adsorpsi toluena pada kondisi eksperimen:


Tadsorpsi = 27oC, temperatur toluena yang teremisi dari saturator:
() : 75oC, () : 65oC, () : 50oC, () : 35oC

15

Surface phenomena in Adsorption

Gambar 4.4. Kapasitas adsorpsi toluena terhadap waktu

Gambar 4.2. Kurva terobosan adsorpsi chloroform pada kondisi eksperimen:


Tadsorpsi = 27oC, temperatur chloroform yang teremisi dari saturator:
() : 30oC, () : 25oC, () : 20oC, () : 10oC
16

Surface phenomena in Adsorption

Gambar 4.5. Kapasitas adsorpsi chloroform terhadap waktu

Gambar 4.3. Kurva terobosan adsorpsi aseton pada kondisi eksperimen:


Tadsorpsi = 27oC, temperatur aseton yang teremisi dari saturator:
17

Surface phenomena in Adsorption

() : 40oC, () : 30oC, () : 20oC, () : 10oC

Gambar 4.6. Kapasitas adsorpsi aseton terhadap waktu

Tabel 4.1. Data Kesetimbangan adsorpsi toluena, chloroform, dan aseton pada karbon
aktif.
Jenis Adsorbat
Toluena

Chloroform

Aseton

C* (mol/cc)
4,07998
4,69263
5,41202
6,70386
3,44180
4,71527
5, 27117
5,96441
2,98394
4,26784
5,67660
6,40286

q* (mol/gr karbon aktif)


20277,53
24256,80
27111,47
28417,74
7412,26
8878,19
10349,99
10805,81
4997,17
6729,84
7515,99
8729,18

18

Surface phenomena in Adsorption

Gambar 4.10. Adsorpsi isoterm toluena, chloroform, dan aseton

Perhitungan konstanta Isoterm Freundlich dan Langmuir

Konstanta Isoterm Freundlich dihitung dengan menggunakan hubungan linierisasi


antara log q* vs log C* sebagai berikut :

log q* = log KF + 1/n log C*

Konstanta Isoterm Langmuir dihitung dengan menggunakan hubungan liniersasi


antara 1/C* vs 1/q* sebagai berikut:
1
1
1
1

q* q m K A .q m C*

Jenis

C*

q*

Adsorbat

(mol/cc)

(mol/gr AC)

4.07998
4.69263
5.41202
6.70386
3.4418

TOLUENE

log C*

log q*

1/C*

1/q*

20277.53
24256.8

0.61066
0.67142

4.30702
4.38483

0.24510
0.21310

4.93E-05
4.12E-05

27111.47
28417.74
7412.26

0.73336
0.82632
0.53679

4.43315
4.45359
3.86995

0.18477
0.14917
0.29055

3.69E-05
3.52E-05
1.35E-04

19

Surface phenomena in Adsorption


CHLOROFOR
M

ASETON

4.71527
5.27117
5.96441
2.98394
4.26784
5.6766
6.40286

8878.19
10349.99
10805.81
4997.17
6729.84
7515.99
8729.18

0.67351
0.72191
0.77557
0.47479
0.63021
0.75409
0.80637

3.94832
4.01494
4.03366
3.69872
3.82800
3.87599
3.94097

0.21208
0.18971
0.16766
0.33513
0.23431
0.17616
0.15618

1.13E-04
9.66E-05
9.25E-05
2.00E-04
1.49E-04
1.33E-04
1.15E-04

Gambar 4.12. Linierisasi persamaan Isoterm Freundlich untuk toluene, chloroform, dan aseton.

20

Surface phenomena in Adsorption

Gambar 4.13. Grafik linierisasi persamaan isoterm Langmuir untuk toluene, chloroform, dan
aseton.

Tabel 4.3. Harga konstanta Freundlich dan Langmuir

Tipe
Isoterm
Freundlich

Parameter
isoterm
KF
n

Langmuir

KA
qm
(q/qm)

C* - daerah konsentrasi (mol/cc)


(4,080 - 6,704) (3,442- 5,964) (2,984 - 6,403)
ADSORBAT
Toluene
Chloroform
Aseton
8388,80
1,51

3039,48
1,40

2396,87
1,46

0,1
20000
1,01 - 1,42

0,075
33333,33
0,22 - 0,32

0,01
100000
0,05 - 0,09

21

Surface phenomena in Adsorption

Bentuk kurva terobosan yang terbentuk pada gambar 4.1., 4.2., dan 4.3., pada kolom
unggun tetap (fixed bed) menunjukkan kemampuan adsorpsi unggun karbon aktif yang sebenarnya
pada jenis adsorbat dan adsorben, kondisi operasi serta geometri kolom.
Secara umum kurva terobosan yang terbentuk pada gambar 4.1., 4.2., dan 4.3., cukup
memadai karena pola kurva membentuk S-shape, yang ditandai dengan terbentuknya garis datar
(flat) sebelum tercapainya titik tembus, kurva terobosan (breakthrough), dan garis datar lagi yakni
tercapainya kesetimbangan adsorpsi. Ini menunjukkan pemakaian jumlah karbon aktif sebesar 0,5
gram dan penetapan kondisi operasi serta diameter dan jenis kolom cukup tepat. Disamping itu
pola kurva terobosan yang terbentuk juga bisa memperlihatkan zona adsorpsi pada unggun karbon
aktif.
Garis datar yang merupakan konsentrasi keluaran kolom adsopsi (Cout) yang relatif konstan
dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama (toluena 20 menit, chloroform 9 menit, dan aseton
6 menit). Dalam waktu tersebut zona adsorpsi belum mencapai tepi bagian bawah unggun
karbon aktif (masih ada karbon aktif yang belum mengalami adsorpsi). Zona adsorpsi terus
bergerak seiring dengan berlangsungnya waktu kontak sampai akhirnya mencapai tepi bagian
bawah unggun karbon aktif (titik tembus). Tepat setelah pencapaian titik tembus ini, konsentrasi
keluaran kolom adsorpsi (Cout) meningkat dengan cepat dan mengikuti pola kurva yang berbentuk
S-shape. Kurva ini kemudian dikenal dengan kurva terobosan yang merupakan daerah utama
terjadinya proses adsorpsi. Proses adsorpsi pada unggun karbon aktif akan berakhir setelah
mencapai harga Cout yang konstan (Cout = C*). Pada kondisi ini seluruh bagian karbon aktif telah
jenuh mengadsorpsi.
Perbedaan kelandaian dan ketajaman kurva terobosan yang terbentuk untuk masing-masing
adsorbat disebabkan oleh pergerakan zona adsorpsi yang berbeda untuk masing-masing adsorbat.
Pergerakan zona adsorpsi ini sendiri dipengaruhi laju adsorpsi adsorbat oleh karbon aktif. Untuk
selanjutnya, laju adsorpsi ketiga jenis adsorbat dapat dilihat pada sub bab IV.3.
Bagian datar (flat) pada awal adsorpsi, gambar

4.1., 4.2., dan 4.3., menunjukkan

kemampuan karbon aktif dalam menurunkan dan mengadsorp kadar uap masing-masing adsorbat.
Untuk toluena dapat diturunkan sampai 0,5 mol/cc (46 mg/l), sedangkan chloroform dan
aseton dapat diturunkan masing masing sebesar 0,2 mol/cc (24 mg/l), dan 0,5 mol/cc (29
mg/l).

22

Surface phenomena in Adsorption

IV.2. Kapasitas Adsorpsi Toluena, Chloroform dan Aseton Terhadap Waktu Adsorpsi
Hasil kurva terobosan yang tebentuk pada gambar 4.1., 4.2., 4.3., dibuat suatu grafik yang
menyatakan hubungan antara jumlah adsorbat yang teradsorp (q) oleh karbon aktif terhadap waktu
adsorpsi. Harga q dihitung berdasarkan neraca massa pada sub bab III.8.
Grafik hubungan q vs t untuk adsorpsi toluena disajikan pada gambar 4.4., chloroform
pada gambar 4.5., dan aseton pada gambar 4.6.
Pada adsorpsi toluena (gambar 4.4.) terlihat bahwa untuk keempat jenis konsentrasi
kesetimbangan, harga q secara drastis terus menaik pada rentang waktu 0 sampai 35 menit
pengontakan antara toluena dan karbon aktif, dan kesetimbangan adsorpsi tercapai setelah menit
ke-80. Jika dilihat dari posisi masing-masing kurva maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi
toluena yang makin tinggi akan menyebabkan jumlah toluena yang teradsorpsi semakin besar. Hal
ini menandakan bahwa konsentrasi kesetimbangan toluena sampai C* = 6,7 mol/cc masih berada
dalam kemampuan adsorpsi karbon aktif.
Fenomena yang sama dijumpai pada hasil adsorpsi chloroform dan aseton. Untuk adsorpsi
chloroform (gambar 4.5.) harga q secara drastis menaik pada rentang waktu 0 sampai 12 menit
pengontakan dan kesetimbangan adsorpsi tercapai setelah menit ke-60. Sedangkan untuk adsorpsi
aseton (gambar 4.6.) harga q naik secara drastis pada rentang waktu 0 sampai 12 menit dan
kesetimbangan adsorpsi tercapai pada menit ke-75.
Harga q yang naik drastis pada rentang waktu tersebut, dijelaskan melalui theory of pore
filling yang mengatakan bahwa proses adsorpsi terjadi terlebih dahulu pada struktur pori mikro
dari permukaan karbon aktif. Sehingga laju adsorpsi yang terjadi pada interval tersebut akan
sangat besar untuk adsorbat yang mempunyai ukuran molekul yang lebih kecil karena secara
geometris sesuai dengan ukuran pori mikro.
Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi ketiga jenis adsorbat pada karbon aktif untuk masingmasing konsentrasi kesetimbangannya diperlihatkan pada tabel 4.1.
Kapasitas adsorpsi adsorbat pada karbon aktif dipengaruhi oleh harga degree of coverage
(). Pada tabel 4.1. dapat dilihat bahwa untuk jenis adsorbat yang sama, konsentrasi
kesetimbangan adsorbat yang semakin besar akan meningkatkan jumlah adsorbat yang teradsorpsi
pada karbon aktif. Ini disebabkan harga degree of coverage () karbon aktif masih berada dalam
batas kemampuannya untuk mengadsorpsi ketiga jenis adsorbat. Sehingga konsentrasi

23

Surface phenomena in Adsorption

kesetimbangan (C*) masih berkesetimbangan dengan harga q*. Harga untuk ketiga jenis
adsorbat dapat dilihat pada tabel 4.3. sub bab IV.5.
IV.4. Kesetimbangan Adsorpsi
Untuk melihat kapasitas adsorpsi terbaik karbon aktif pada ketiga jenis adsorbat, maka
dilakukan uji adsorpsi isoterm toluena, chloroform, dan aseton pada temperatur 27 oC terhadap
karbon aktif. Dari adsorpsi isoterm tersebut, diperoleh hubungan antara

konsentrasi

kesetimbangan adsorpsi terhadap kapasitas adsorpsi ketiga jenis adsorbat seperti ditunjukkan pada
gambar 4.10.

Gambar 4.10. Adsorpsi isoterm toluena, chloroform, dan aseton


Pada gambar 4.10. terlihat bahwa kurva adsorpsi isoterm toluena terletak pada bagian
paling atas, kemudian diikuti oleh kurva adsorpsi isoterm chloroform, dan aseton. Hasil penelitian
tersebut cukup bisa diterima karena secara teoritis jika polaritas adsorbat semakin rendah, maka
jumlah adsorbat yang teradsorp akan semakin tinggi pada adsorben yang bersifat non polar.
Derajat kepolaran suatu molekul dinyatakan dengan momen dipol dengan satuan Debye.
Tabel 4.3. memperlihatkan momen dipol dari ketiga jenis adsorbat dalam fasa gas.
Tabel 4.3. Momen dipol toluena, chloroform, dan aseton[20]
Jenis Adsorbat
Toluena
Chloroform

Momen Dipol
(Debye)
0,375
1,04
24

Surface phenomena in Adsorption

Aseton

2,88

Untuk lebih membandingkan pengaruh polaritas dari ketiga jenis adsorbat terhadap
kapasitas adsorpsi karbon aktif, dapat dilihat pada diagram batang gambar 4.11. Jumlah toluena,
chloroform, dan aseton yang teradsorp dibandingkan pada konsentrasi kesetimbangan adsorpsi
yang sama, yakni C* = 5 mmol/cc.

Gambar 4.11. Pengaruh polaritas adsorbat terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif.
Pada gambar 4.11. jelas terlihat bahwa pada kondisi kesetimbangan adsorpsi pada
temperatur 27oC, laju alir gas carrier N2 sebesar 70 cc/menit, dan jumlah karbon aktif sebesar 0,5
gr, polaritas yang semakin besar akan menurunkan kapasitas adsorpsi karbon aktif. Dengan kata
lain, toluena teradsorpsi dengan baik pada karbon aktif diikuti oleh chloroform dan aseton.
IV.5. Penentuan Konstanta Freundlich dan Langmuir.
Untuk melihat apakah adsorpsi toluena, chloroform, dan aseton mengikuti isoterm adsorpsi
model Freundlich atau Langmuir, maka dapat dibuktikan melalui nilai koefisien determinasi (R 2)
yang ditunjukkan oleh grafik linierisasi kedua model tersebut.
Konstanta Freundlich (KF dan n) dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.3)
dengan menggambarkan grafik linierisasi antara log C* vs log q*, sedangkan konstanta Langmuir
(KA dan qm) dapat dicari dengan menggunakan persaman (2.4) dengan mengambarkan grafik
25

Surface phenomena in Adsorption

linierisasi antara 1/C* vs 1/q* . Hasil grafik linierisasi Isoterm Freundlich dan Langmuir untuk
toluena, chloroform, dan aseton dapat dilihat pada gambar 4.12. dan 4.13.
Dari gambar 4.12. dan 4.13. dapat dilihat bahwa pengujian data-data dengan menggunakan
persamaan isoterm model Freundlich dan Langmuir menunjukkan grafik linierisasi yang baik untuk
chloroform dan aseton. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R 2) berkisar 0,97 0,98 (hampir mendekati satu). Sedangkan untuk toluena, nilai koefisien determinasi sedikit rendah,
berkisar 0,87 -0,90. Ini disebabkan perbandingan jumlah toluena yang teradsorp dengan jumlah
maksimum toluena yang terasdsorp pada permukaan atau harga degree of coverage () lebih besar
dari satu. Sehingga ada kemungkinan terjadinya pembentukan lapisan jamak (multilayer) pada
permukaan karbon aktif.
Nilai koefisien determinasi (R2) yang hampir sama dari setiap adsorbat

untuk kedua

model isoterm menunjukkan bahwa adsorpsi ketiga jenis adsorbat mengikuti kedua model isoterm
baik isoterm Freundlich maupun isoterm Langmuir. Kedua model isoterm ini dipenuhi,
kemungkinan besar karena adsorpsi terjadi pada konsentrasi adsorbat yang rendah.
Harga konstanta Freundlich dan Langmuir dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.3. Harga konstanta Freundlich dan Langmuir

Tipe
Isoterm
Freundlich

Parameter
isoterm
KF
n

Langmuir

KA
qm
(q/qm)

C* - daerah konsentrasi (mol/cc)


(4,080 - 6,704) (3,442- 5,964) (2,984 - 6,403)
ADSORBAT
Toluene
Chloroform
Aseton
8388,80
1,51

3039,48
1,40

2396,87
1,46

0,1
20000
1,01 - 1,42

0,075
33333,33
0,22 - 0,32

0,01
100000
0,05 - 0,09

IV.6. Pengaruh Temperatur Terhadap Kapasitas Adsorpsi


Salah satu variabel operasi yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi karbon aktif adalah temperatur
adsorpsi. Untuk melihat pengaruh temperatur terhadap kapasitas adsorpsi, dilakukan percobaan
terhadap aseton pada temperatur adsorpsi 27 oC, 45oC, dan 60oC. Sebanyak 0,5 gr karbon aktif
digunakan sebagai adsorben, laju alir gas carrier N2 sebesar 70 cc/menit, dan aseton diemisikan
26

Surface phenomena in Adsorption

pada suhu 30oC. Jumlah aseton yang teradsorp pada ketiga temperatur adsorpsi dapat dilihat pada
gambar 4.14.

Gambar 4.14. Pengaruh temperatur adsorpsi terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif.
Pada gambar 4.14. dapat dilihat bahwa pada temperatur adsorpsi 27oC, kapasitas adsorpsi
karbon aktif berada pada titik optimum. Kenaikan temperatur adsorpsi pada 45 oC dan 60oC
mengakibatkan kapasitas adsorpsi karbon aktif yang semakin menurun.
Penurunan kapasitas adsorpsi pada rentang temperatur di atas 27oC mengindikasikan
bahwa proses adsorpsi yang terjadi merupakan adsorpsi fisika yang bersifat eksotermis. Hal ini
sesuai dengan prinsip Le Chatelier yang mengatakan bahwa pada proses adsorpsi terjadi pelepasan
sejumlah panas/energi dari adsorbat ke adsorben atau proses adsorpsi adalah proses eksotermis
sehingga peningkatan temperatur pada tekanan yang tetap akan mengurangi kapasitas adsorpsi.
IV.7. Perhitungan Panas Adsorpsi
Perhitungan panas adsorpsi dilakukan untuk melihat apakah jenis adsorpsi yang terjadi
termasuk adsorpsi fisika atau adsorpsi kimia. Untuk menentukan jenis adsorpsi ini, dilakukan
perhitungan panas adsorpsi terhadap aseton dengan kesetimbangan adsorpsi pada temperatur 27 0C
dan 450C. Dari masing-masing adsorpsi isoterm pada temperatur tersebut, diperoleh kapasitas
adsorpsi aseton oleh karbon aktif dari setiap konsentrasi kesetimbangan adsorpsi seperti
diperlihatkan pada gambar 4.15.
IV.7. Perhitungan Panas Adsorpsi
Perhitungan panas adsorpsi dilakukan untuk melihat apakah jenis adsorpsi yang terjadi
termasuk adsorpsi fisika atau adsorpsi kimia. Untuk menentukan jenis adsorpsi ini, dilakukan
perhitungan panas adsorpsi terhadap aseton dengan kesetimbangan adsorpsi pada temperatur 27 0C
dan 450C. Dari masing-masing adsorpsi isoterm pada temperatur tersebut, diperoleh kapasitas
adsorpsi aseton oleh karbon aktif dari setiap konsentrasi kesetimbangan adsorpsi seperti
diperlihatkan pada gambar 4.15.

27

Surface phenomena in Adsorption

Gambar 4.15. Adsorpsi isoterm aseton pada dua tipe temperatur.


Panas adsorpsi dihitung pada harga q* atau degree of coverage () yang sama untuk kedua
temperatur adsorpsi. Dalam hal ini harga q* yang diambil sebesar 6573 mol/gr karbon aktif.
Panas adsorpsi dihitung dengan menggunakan persamaan (2.8):


H st 1
1
ln P1

P
R T1 T2

atau

C1 * H st 1 1
ln
C2 * R T1 T2

(4.3)

Dari gambar 4.15., untuk q* = 6573 mol/gr karbon aktif maka:


T1 = 318 K C1* = 5,27537 mol/cc
T2 = 300 K C2* = 4,15153 mol/cc
dengan mengambil harga R = 8,314 J/mol K, maka dari persamaan (4.2) diperoleh:
Hst = 10,556 KJ/mol atau panas adsorpsi (Q) = - 10,56 KJ/mol.
28

Surface phenomena in Adsorption

Proses adsorpsi secara fisika (physical adsorption) umumnya mempunyai harga panas
adsorpsi pada daerah - (8 - 20) KJ/mol, sehingga berdasarkan panas adsorpsi yang diperoleh
dapat dikatakan bahwa adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika.
Oleh karena aseton mempunyai harga polaritas yang paling tinggi diantara ketiga adsorbat (
lihat sub Bab IV.4.), maka dapat dipastikan bahwa adsorpsi toluena dan chloroform pada karbon
aktif terjadi secara fisika juga.

Pembagian Tugas Kelompok Fenomena Permukaan Kimia Fisika -2


29

Surface phenomena in Adsorption

Diserahkan sesaat sebelum UAS Mei 2010, diketik dengan softcopy dan tulisan
tangan
UAS open book ---kesetimbangan Fasa---- Fenomena Permukaan

NPM

Nama

906604073

Arini Aristia Saputra

906604142

Dian Nindita

906604211

Imia Ribka Banurea

906604281

Ni Matulloh

906604350

Rickie Edwardo

906604432

Shufi Ramadiani Swari

906604016

Adityo Fajar Nugroho

906604060

Arief Surya Wibawa

906604136

Damayanti

906604205

Ira Mutiara Dewi

906604275

Mahandika Natakusuma

906604344

Qurrota A Yunin

906604426

Rizky Kurniawan

906604022

Ali Indradi

906604086

Bagus
Priyogoreno
Adiwidodo

906604155

Eka Rahmawati

906604224

Ismail Marzuki

906604294

Nita Irawana

906604363

Raedita Novisa

906604445

Susanto

906604054

Annisa Nurfitriyana

906604123

Christine Novalina H

906604193

Fita Sefriana

906604262

M. Andhika Akbar

906604331

Puji Lestari Handayani

906604413

Rici Adi Sa Bani

906604483

Ahmad Erfan

906604035

Andhika Akhmariadi

906604092

Bhakti Dwi Yoga

906604161

Efniarsi S Panggalo

Kel

Adsorbsi sesuai
contoh/lagi
(Hasil Penelt)

Atkins , Physical
Chemistry, 8 th ed.;
Bab 25

Tugas-01

Tugas-02; No.soal

Adsorption
Equilib Data
Handbook)

Adsorpsi
aseton pada
suhu 27 oC

25.3; 25.5, 25.7


25.4(b); 25.5 (b);
25.8 (b)
25.4; 25.5; 25.6
25.30

Sample-1

Adsorpsi
CO2- hal 39
Dengan Act
Carbon

Adsorpsi
aseton pada
suhu 45 oC

25.3; 25.5, 25.7


25.9 (b); 25.11(b);
25.13(b)
25.7; 25.9; 25.11
25.33

Sample 2

Adsorpsi
CO2- hal 55
Zeolit 13-x

Adsorpsi
chloroform
pada suhu 27
oC

25.3; 25.5, 25.7


25.4(b); 25.5 (b);
25.8 (b)
25.4; 25.5; 25.6
25.35

Sample 3

Adsorpsi
CO2- hal 57
dgn
mordenite

Adsorpsi
toluene pada
suhu 27 oC

25.3; 25.5, 25.7


25.9 (b); 25.11(b);
25.13(b)
25.7; 25.9; 25.11
25.30

Sample 4

Adsorpsi
CO2- hal 43
dgn metal
impreg

Adsorpsi
aseton aseton
pada suhu 27

25.3; 25.5, 25.7


25.4(b); 25.5 (b);
25.8 (b)

Sample 5

Adsorpsi
H2- hal 116

Soal-soal
Scaums
Bab 23

30

Surface phenomena in Adsorption


906604230

Ius Pratama

906604306

Novio Valentino

906604376

Rainudy Deswanto Atmoko

906604451

Seswila Deflin

906604041

Anggia Ferdianti

906604110

Byan Muslim Pratama

906604180

Febri Aditya Rachman

906604256

Krisna Irawan

906604325

Prima Ernest

906604395

Renta Uly Panjaitan

906604470

Yuniar Nuraeni

906604104

Bongguk Reagan Monang

906604174

Ernawati

906604243

Jaka Wibowo

906604312

Nurul Satwika Utami

906604382

Ramadhan

906604464

Soleh Apip

906604533

Gita Agitia Fransisca

906604501

Billy D.m. Sagala

906604571

Laili Purnamasari

906620612

Muhammad
Dunggio Yusuf Ramly

906604496

Ayu Setya Ismawati

906604565

Indri Kusumawati

906604634

Wiwie Chaeruni

906604546

Ichiko Thambryana Dwita

906604514

Eva Herawati Hutagaol

906604584

Najma

906604621

Wiwid Murdany

906604615

Soraya Zahra

906604520

Gefin Yesya

906604602

Rizky Aulia P. Dewi

906604552

Indika Sunarko

oC

25.4; 25.5; 25.6


25.33

Adsorpsi
aseton pada
suhu 45 oC

25.3; 25.5, 25.7


25.9 (b); 25.11(b);
25.13(b)
25.7; 25.9; 25.11
25.35

Sample 1

Adsorpsi
CH4- hal
125 dengan
Act. carbon

Adsorpsi
chloroform
pada suhu 27
oC

Sample 2

Adsorpsi
CH4- hal
129 dengan
Act. carbon

Adsorpsi
toluene pada
suhu 27 oC

25.3; 25.5, 25.7


25.9 (b); 25.11(b);
25.13(b)
25.7; 25.9; 25.11
25.33

Sample 3

Adsorpsi
CH4- hal
135 dengan
Act. carbon

Adsorpsi
toluene pada
suhu 27 oC

25.3; 25.5, 25.7


25.4(b); 25.5 (b);
25.8 (b)
25.4; 25.5; 25.6
25.35

25.3; 25.5, 25.7


25.4(b); 25.5 (b);
25.8 (b)
25.4; 25.5; 25.6
25.30

Dead line : Saat sebelum UAS, Mei 2010


25.3 Distinguish between the following adsorption isotherms: Langmuir, BET, Temkin, and Freundlich.
25.5 Describe the essential features of the LangmuirHinshelwood, EleyRideal, and Mars van Krevelen
mechanisms for surface-catalysed reactions.
31

Surface phenomena in Adsorption


25.7 Discuss the unique physical and chemical properties of zeolites that make them useful heterogeneous
catalysts.

25.1b

A monolayer of CO molecules is adsorbed on the surface of 1.00 g of an Fe/Al 2O3 catalyst at 77 K, the

boiling point of liquid nitrogen. Upon warming, the carbon monoxide occupies 4.25 cm 3 at 0 oC and 1.00 bar. What
is the surface area of the catalyst?
25.2b The volume of gas at 20 oC and 1.00 bar adsorbed on the surface of 1.50 g of a sample of silica at 0 oC was
1.60 cm3 at 52.4 kPa and 2.73 cm3 at 104 kPa. What is the value of Vmon?
25.3b The adsorption of a gas is described by the Langmuir isotherm with K = 0.777 kPa-1 at 25oC. Calculate the
pressure at which the fractional surface coverage is (a) 0.20, (b) 0.75.
25.4b A certain solid sample adsorbs 0.63 mg of CO when the pressure of the gas is 36.0 kPa and the temperature
is 300 K. The mass of gas adsorbed when the pressure is 4.0 kPa and the temperature is 300K is 0.21 mg. The
Langmuir isotherm is known to describe the adsorption. Find the fractional coverage of the surface at the two
pressures.
25.5b

A solid in contact with a gas at 8.86 kPa and 25 oC adsorbs 4.67 mg of the gas and obeys the Langmuir

isotherm. The enthalpy change when 1.00 mmol of the adsorbed gas is desorbed is +12.2 J. What is the equilibrium
pressure for the adsorption of the same mass of gas at 45 oC?

25.6b Nitrogen gas adsorbed on a surface to the extent of 1.242 cm 3 g-1 at 350 kPa and 180 K, but at 240
K the same amount of adsorption was achieved only when the pressure was increased to 1.02 MPa. What is
the enthalpy of adsorption of nitrogen on the surface?

===================================================================
25.1 The data below are for the chemisorption of hydrogen on copper powder at 25 oC. Confirm that they fit the
Langmuir isotherm at low coverages. Then find the value of K for the adsorption equilibrium and the adsorption
volume corresponding to complete coverage.
---------------------------------------------------------------------------------p/Pa
V/cm

25

129

253

540

1000

1593

0.042

0.163

0.221

0.321

0.411

0.471

25.2 The data for the adsorption of ammonia on barium fluoride are reported below. Confirm that they fit a BET
isotherm and find values of c and Vmon.
(a) = 0 oC, p* = 429.6 kPa:
p/kPa

14.0 37.6

65.6

79.2

82.7

100.7

106.4

V/cm3

11.1 13.5

14.9

16.0

15.5

17.3

16.5

(b) = 18.6 oC , p* = 819.7 kPa:


p/kPa

5.3

8.4

14.4

29.2

62.1

74.0

80.1

102.0

9.2

9.8

10.3

11.3

12.9

13.1

13.4

14.1

V/cm

32

Surface phenomena in Adsorption


25.3 The following data have been obtained for the adsorption of H2 on the surface of 1.00 g of copper at 0 oC.
The volume of H2 below is the volume that the gas would occupy at STP (0 oC and 1 atm).
p/atm
V/cm

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

23.8

13.3

8.70

6.80

5.71

Determine the volume of H2 necessary to form a monolayer and estimate the surface area of the copper sample. The
density of liquid hydrogen is 0.708 g cm -3.
25.4 The adsorption of solutes on solids from liquids often follows a Freundlich isotherm. Check the applicability
of this isotherm to the following data for the adsorption of acetic acid on charcoal at 25 oC and find the values of
the parameters c1 and c2.
--------------------------------------------------------------[acid]/(mol dm-3) 0.05

0.10

0.50

1.0

1.5

wa/g

0.06

0.12

0.16

0.19

0.04

-------------------------------------------------------------wa is the mass adsorbed per unit mass of charcoal.


25.5A. Akgerman and M. Zardkoohi (J. Chem. Eng. Data 41, 185 (1996)) examined the adsorption of phenol
from aqueous solution on to fly ash at 20 oC. They fitted their observations to a Freundlich isotherm of the form cads
= Kcsol1/n, where cads is the concentration of adsorbed phenol and csol is the concentration of aqueous phenol. Among
the data reported are the following:
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------csol/(mg g-1)

8.26

15.65

25.43

31.74

40.00

cads/(mg g-1)

4.41

9.2

35.2

52.0

67.2

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Determine the constants K and n. What further information would be necessary in order to express the data in terms
of fractional coverage, ?
25.6 M.-G. Olivier and R. Jadot (J. Chem. Eng. Data 42, 230 (1997)) studied the adsorption of butane on silica
gel. They report the following amounts of absorption (in moles per kilogram of silica gel) at 303 K:
p/kPa

31.00
-1

n/(mol kg ) 1.00

38.22
1.17

53.03 76.38
1.54

2.04

101.97

130.47

165.06

182.41

205.75

219.91

2.49

2.90

3.22

3.30

3.35

3.36

Fit these data to a Langmuir isotherm, and determine the value of n that corresponds to complete coverage and the
constant K .

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------===================================================================
25.7 The designers of a new industrial plant wanted to use a catalyst code-named CR-1 in a step involving the
fluorination of butadiene. As a first step in the investigation they determined the form of the adsorption isotherm.
The volume of butadiene adsorbed per gram of CR-1 at 15 oC varied with pressure as given below. Is the Langmuir
isotherm suitable at this pressure?
33

Surface phenomena in Adsorption


p/kPa 13.3 26.7

40.0

53.3

66.7

80.0

V/cm 17.9 33.0 47.0

60.8

75.3

91.3

Investigate whether the BET isotherm gives a better description of the adsorption of butadiene on CR-1. At 15 oC ,
p*( butadiene) = 200 kPa. Find Vmon and c.
25.8The removal or recovery of volatile organic compounds (VOCs) from exhaust gas streams is an important
process in environmental engineering. Activated carbon has long been used as an adsorbent in this process, but the
presence of moisture in the stream reduces its effectiveness. M.-S. Chou and J.-H. Chiou (J. Envir. Engrg. ASCE,
123, 437(1997)) have studied the effect of moisture content on the adsorption capacities of granular activated
carbon (GAC) for normal hexane and cyclohexane in air streams. From their data for dry streams containing
cyclohexane, shown in the table below, they conclude that GAC obeys a Langmuir type model in which qVOC,RH=0 =
abcVOC/(1+ bcVOC), where q = mVOC/mGAC, RH denotes relative humidity, a the maximum adsorption capacity, b is an
affinity parameter, and p is the abundance in parts per million (ppm). The following table gives values of qVOC, RH=0
for cyclohexane:
qVOC, RH=0 for cyclohexane
41.5
57.4
76.4
C
C
C

99 C

c/ppm

33.6
C

200
500
1000
2000

0.080
0.093
0.101
0.105

0.069
0.083
0.088
0.092

0.052
0.072
0.076
0.083

0.042
0.056
0.063
0.068

0.027
0.042
0.045
0.052

3000

0.112

0.102

0.087

0.072

0.058

(a) By linear regression of 1/qVOC, RH=0 against 1/cVOC, test the goodness of fit and determine values of a and b.
(b) The parameters a and b can be related to adsH, the enthalpy of adsorption, and bH, the difference in activation
energy for adsorption and desorption of the VOC molecules, through Arrhenius type equations of the form a =
kaexp(-adsH/RT) and b = kbexp(-bH/RT). Test the goodness of fit of the data to these equations and obtain values
for ka, kb, adsH, and bH.
(c) What interpretation might you give to ka and kb?

25.9The release of petroleum products by leaky underground storage tanks is a serious threat to clean ground
water. BTEX compounds (benzene, toluene, ethylbenzene, and xylenes) are of primary concern due to their ability
to cause health problems at low concentrations. D.S. Kershaw, B.C. Kulik, and S. Pamukcu (J. Geotech. &
Geoenvir. Engrg. 123, 324(1997)) have studied the ability of ground tyre rubber to sorb (adsorb and absorb)
benzene and o-xylene. Though sorption involves more than surface interactions, sorption data is usually found to fit
one of the adsorption isotherms. In this study, the authors have tested how well their data fit the linear ( q = Kceq),
Freundlich (q = KFceq1/n), and Langmuir (q = KLMceq/(1 + KLceq) type isotherms, where q is the mass of solvent
sorbed per gram of ground rubber (in milligrams per gram), the Ks and M are empirical constants, ceq the
equilibrium concentration of contaminant in solution (in milligrams per litre).
(a) Determine the units of the empirical constants.
(b) Determine which of the isotherms best fits the data in the table below for the sorption of benzene on ground
rubber.
ceq/(mg dm-3)

97.10 36.10

10.40

6.51

6.21
34

2.48

Surface phenomena in Adsorption


q/(mg g-1)

7.13

4.60

1.80

1.10

0.55

0.31

(c) Compare the sorption efficiency of ground rubber to that of granulated activated charcoal which for benzene has
been shown to obey the Freundlich isotherm in the form q = 1.0ceq1.6 with coefficient of determination R2 = 0.94.

Perhitungan luas area adsorben berdasar BET


Dalam rangka untuk mempertinggi kemampuan adsorbent untuk meningkatkan daya adsorpsinya dilakukan dengan cara
imprenasi yakni dengan menambahkan aditif H 3BO3 (asam Borat) pada karbon aktif dengan penambahan (loading) maingmasing sebesar 10, 20, 30 dan 40 % berat. Namun penambahan ini mengakibatkan perubahan luas permukaan karbon aktif.
Untuk itu diperlukan pengukuran luas permukaan karbon aktif pada setiap sampelnya dengan menggunakan teknik adsorpsi
BET (Brunauer-Emmett-Teller) isotherm. Adsorpsi menggunakan gas nitrogen dengan adsorpsi pada suhu cairnya sekitar
-160 oC (luas permukaan molekul Nitrogen Am = 16.2 x 10 -20 m2/molekul. Data hasil pengukuran dinyatakan dalam bentuk
Relative Pressure (P/Po) dengan N2 Gas adsorbed Vgas(cc/g) STP, ditabelkan sebagai berikut ini.
Sampel 1 : karbon
Aktif 10 % H3BO3
Relative
Pressure
P/Po

N2Gas
adsorbed
Vgas(cc/g) STP

Sampel 2 : karbon
aktif 20 % H3BO3
Relative
Pressure
P/Po

N2Gas
adsorbed
Vgas(cc/g) STP

Sampel 3 : karbon
aktif 30 % H3BO3
Relative
Pressure
P/Po

N2Gas
adsorbed
Vgas(cc/g) STP

Sampel 4 : karbon
aktif 10 % H3BO3
Relative
Pressure
P/Po

N2Gas
adsorbed
Vgas(cc/g) STP

Sampel 5 : karbon
aktif 0 % H3BO3
Relative
Pressure
P/Po

N2Gas adsorbed
Vgas(cc/g) STP

0.10303

235.8829

0.09908

225.9445

0.10745

196

0.10357

70.9784

0.1047

120.46

0.20589

254.4628

0.19729

242.3983

0.20173

213.261

0.20588

77.3084

0.2093

124.04

0.30287

262.6898

0.3006

250.6621

0.30686

220.5637

0.29918

80.6982

0.3019

125.95

0.40724

267.0637

0.39608

254.694

0.41124

224.144

0.4024

83.2202

0.3500

126.72

35

Surface phenomena in Adsorption


0.50118

269.4409

0.50008

257.6146

0.50415

226.1801

0.50349

85.5294

0.4030

127.56

0.60215

271.4324

0.60127

257

0.6046

227.9705

0.60384

87.5082

0.5048

128.83

89.6787

0.6049

129.99

92.4311

0.7049

131.11
132.49

0.70301
0.80165

273.1399
275.0377

0.70155
0.79845

262.3891
265.3141

0.7043

229.6781

0.80264

231.6689

0.70239
0.79904

0.89859

277.4719

0.90648

270.7953

0.89632

235.0283

0.90097

96

0.8027

0.99437

289.7143

0.9906

298.0822

0.99062

276.2888

0.99049

158.2712

0.8986

134.46

0.9500

140.05

0.9949

144.93

Bila Anda konsultan karbon aktif, diminta client AM untuk mendapatkan data-data dan informasi sebagai berikut :

Plot antara Relative Pressure (P/Po) dengan N2 Gas adsorbed Vgas(cc/g) STP. Sampel mana yang mempunyai
keamampuan adsorpsi yang paling besar
Analisalah secara kasar sampel mana mempunyai kemampuan luas permukaan yang paling besar.
Berdasarkan BET isotherm menggunakan persamaan
pada batas
P / P0
1
c 1

( P / P0 ) ( P / P0 )
berapakah berlakunya?
V (1 P / P ) cVm Y=a
cVm+ bX, dengan membuat harga
Untuk menghitung luas permukaan sampel maka anda diminta untuk0 melinerisasi
Y=
dan/ harga
P
P X= p/po. Berapakah harga intercept (i) dan slopenya (s) untuk masing-masing sampel
0

V (konstanta
1 P / cP=0 )i.s + 1, jelaskan secara analitis saja
Apakah harga
Apa yang dimaksud dengan Vm dan berapakah harganya
Akhirnya dapatkah anda menghitung luas permukaan untuk masing-masing sampel karbon aktif

36

Anda mungkin juga menyukai