Anda di halaman 1dari 5

1. Adsorpsi ada dua jenis, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.

Physisorption (adsorpsi fisika)


Terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara larutan dan
permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka
substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Physisorption ini memiliki gaya
tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol.
Contoh : adsorpsi oleh arang aktif. Aktivasi arang aktif pada temperatur yang tinggi akan
menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin besar
luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada permukaan
media adsorpsi.
Chemisorption (adsorpsi kimia)
Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam
larutan dengan molekul dalam media. Chemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik,
yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der
Walls atau melalui ikatan hidrogen. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada
permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung
mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Contoh : Ion
exchange.
(Atkin, 1999: 437-438).

Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia dapat dilihat pada tabel 1.

Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia

Molekul terikat pada adsorben oleh Molekul terikat pada adsorben oleh
gaya Van der Walls ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai


-40 kJ/mol 800kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan Monolayer

Adsorpsi hanya terjadi pada suhu Adsorpsi dapat terjadi pada suhu
dibawah titik didih adsorbat tinggi

Jumlah adsorpsi pada permukaan Jumlah adsorpsi pada permukaan


merupakan fungsi adsorbat merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktivasi Melibatan energi aktivasi tertentu
tertentu

Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

(Atkin, 1999: 437-438)

2. a.IsothermLangmuir.
Meskipun terminology adsorpsi pertama kali diperkenalkan oleh Kayser (1853-1940), penemu teori
adsorpsi adalah Irving Langmuir (1881-1957), Nobel laureate in Chemistry (1932). Isoterm adsorpsi
Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi,yaitu :
(1) Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer),

(2) Panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, dan

(3) Semua situs dan permukaannya

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap
terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben
dengan molekulmolekul zat yang tidak teradsorpsi.

C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, x/m adalah konsentrasi adsorbat yang terjerap
per gram adsorben, k adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi dan (x/m)mak
adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari adsorben.

b. Persamaan Isoterm Adsorpsi Freundlich

Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan monolayer dari
molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs
aktif pada permukaan adsorben

bersifat heterogen. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan

sebagai berikut.

Log (x/m) = log k + 1/n log c………………………………………………………..(2),

sedangkan kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 2.

Bagi suatu sistem adsorbsi tertentu, hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan
luas atau persatuan berat adsorben dengan konsentrasi yang teradsorpsi pada temperatur tertentu
disebut dengan isoterm adsorbsi ini dinyatakan sebagai:

x/m = k. Cn……………………………………………………………………………………………(1)
dalam hal ini :
x = jumlah zat teradsorbsi (gram)

m = jumlah adsorben (gram)

C = konsentrasi zat terlarut dalam larutan, setelah tercapai kesetimbangan adsorpsi

k dan n = tetapan, maka persamaan (1) menjadi :

log x/m = log k + n log c……………………………………………………………………..(2)

persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorbsi menuruti isoterm Freundlich,
maka aluran log x/m terhadap log C akan merupakan garis lurus. Dari garis dapat dievaluasi tetapan
k dan n.  (Tim Labor Kimia Fisika,2012).

Dari persamaan tersebut, jika konsentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot sebagai ordinat dan
konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada koordinat logaritmik, akan diperoleh
gradien n dan intersept. Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air.
Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat
ditentukan efisisensi dari suatu adsorben.

Tim Dosen Kimia Fisika.2012.Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik.Semarang:


FMIPA UNNES.
4. Mekanisme
Adsorpsi.

Untuk mengetahui mekanisme adsorpsi atau jenis interaksi yang terjadi antara kation Cr(III)
dengan biomassa S. cerevisiae dilakukan dengan cara menjenuhkan lebih dulu adsorben dengan
kation Cr(III), kemudian mendesorpsinya dengan eluen-eluen yang memiliki kekuatan
mendesorpsi berbeda, yaitu H2O untuk mengetahui interaksi secara pemerangkapan, KNO 3
untuk mengetahui mekanisme pertukaran ion, HNO3 untuk mengetahui mekanisme jenis ikatan
hidrogen dan dengan eluen Na2 EDTA untuk mengetahui kation logam yang membentuk
kompleks. Hasil desorpsi kation logam Cr(III) disajikan pada Tabel 3.

Pada Tabel 3. tampak bahwa persentase desorpsi Cr(III) yang terbesar adalah dengan eluen
KNO3 yang dapat digunakan menunjukkan mekanisme adsorpsi Cr(III)
[Type text]

Tabel 3. Desorpsi kation Cr(III) pada biomassa S. cerevisiae

Pelarut Persentase Cr (III) yang terdesorpsi (%)

H2O 7,94
KNO3 26,73
HNO3 7,03
Na2EDTA 6,74
Jumlah 48,44

dengan situs aktif biomassa S. cerevisiae adalah mekanisme pertukaran ion, kemudian
mekanisme adsorpsi berikutnya adalah melalui pemerangkapan, pembentukan ikatan
hidrogen dan melalui pembentukan kompleks. Apabila dikonfirmasikan pada harga energi
adsorpsinya, adsorpsi Cr(III) dengan biomassa S. cerevisiae menunjukkan adsorpsi fisika dan
demikian pula jika dikaji bilangan gelombang data spektra FTIR S. cerevisiae yang belum
dan telah berinteraksi dengan Cr(III) tampak ada pergeseran yang relatif kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa mekanisme adsorpsi Cr(III) dengan situs-situs aktif S. cerevisiae
menjadi beraksi ganda, seperti yang dikemukakan Schiewer dan Volesky (2000) dan Kim, et
al. (2005). Berdasarkan klasifikasi Pearson, kation Cr(III) termasuk asam keras, sehingga
akan membentuk ikatan yang kuat dengan basa keras, seperti –OH, -COO-, -NH2-, dan gugus
gugus fungsional ini yang telah teridentifikasi ada pada situs biomassa S. cerevisiae.

Schiewer, S. dan Volesky B.2000. Biosorption Processes for Heavy Metal Removal, Chapman and
Hall, London. UK.

Volesky, B and Holan, Z.R., 1995, Biosorption of Heavy Metal, Biotechnol. Prog. Vol 11, no.3.

Anda mungkin juga menyukai