Anda di halaman 1dari 25

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

PERCOBAAN I
ADSORBSI ISOTERMIS

OLEH
NAMA : ASA ANNISA D1B120172
IRMA LAWAI D1B120222
KRISNA SURYA D1B120226
NUR ASRINA D1B120
SISKA DEWI LARASANTI P D1B120
KELOMPOK : IV (ENAM)
KELAS : 05 ALIH JENJANG
ASSITEN :
UNIVERISTAS MEGAREZKY
FAKULTAS FARMASI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan cairan pada permukaan zat penyerap

(adsorbsi). Zat yang diserap disebut adsorbat. Zat padat terdiri dari atom-atom

atau molekul-molekul yang saling tarik menarik dengan daya tarik Van Der

Waals. Kalau ditinjau molekul-molekul di dalam zat padat, maka gaya tarik

menarik antara satu molekul dengan molekul yang lain disekelilingnya adalah

seimbang. Sebab gaya tarik yang satu akan dinetralkan oleh yang lain yang

letaknya simetri (atau resultantenya = 0) (Firdaus, 2021).

Peristiwa adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik

atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan

zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada

gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat

dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Komponen yang terserap disebut adsorbat

(adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben

(adsorbent /substrate). Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi

adsorpsi fisik dan kimia. Adsorbsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya Van der

Waals dan merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara

zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan

pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorbsi pada permukaan adsorben
sedangkan adsorpsi kimia adalah dimana antara adsorben dan adsorbat terjadi

suatu ikatan kimia (Suriadi, 2013).

Untuk adsorben dengan luas permukaan tertentu, makin tinggi konsentrasi

adsorbat makin besar zat yang dapat diserap. Proses adsorbsi berada dalam

keadaan setimbang apabila kecepatan desorbsi sama dengan kecepatan adsorbsi.

Apabila salah satu zat ditambah atau dikurangi maka akan terjadi kesetimbangan

baru.

Desorbsi adalah kebalikan adsorbsi, yaitu peristiwa terlepasnya kembali

adsorbat dari permukaan adsorben. Adsorbsi isotermis adalah adsorbsi yang

terjadi pada temperatur tetap. Untuk menerangkan fenomena adsorbsi secara

kuantitatif kita mendasarkan pada teori termodinamika dari Gibbs dan Van’t Hoff

(Firdaus, 2021).

B. Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui adsorbsi suatu larutan

pada suhu tetap oleh padatan.

C. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengamati peristiwa adsorbsi suatu

larutan pada suhu tetap oleh padatan.

D. Prinsip Percobaan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

1. Adsorbsi

Adsorbsi adalah suatu proses di mana molekul-molekul dari fasa gas atau

cair terikat pada permukaan padatan atau cairan. Molekul-molekul yang

terikat pada permukaan disebut adsorbat sedangkan substansi yang mengikat

disebut adsorben. Metode adsorbsi dengan menggunakan karbon aktif paling

umum digunakan, karena mudah dilakukan, sangat efektif dan biayanya

murah.

Definisi lain dari adsorbsi adalah akumlasi sejumlah molekul (senyawa,

ion, maupun atom) yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorbsi dapat

terjadi antara dua fasa, seperti fasa cair –padat, fasa padat-gas dan antara fasa

gas-cair. Proses adsorbsi biasanya dikelaskan melaui isoterm adsorbsi, yaitu

jumlah adsorbat pada adsorben sebagai fungsi tekanannya (jika gas) atau

konsentrasi (jika cair) pada suhu konstan. Kuantitas yang teradsorbsi hampir

selalu dinormalkan oleh massa adsorben untuk memungkinkan perbandingan

bahan yang berbeda.

Ada 5 bentuk isoterm adsorbsi yang sampai saat ini digunakan untuk

menjelaskan isoterm, yaitu Langmuir, Fruendlich, dan BET (Brunauer,

Emmet, dan Teller), seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :
Bentuk Isoterm Adsorbsi

Tingkat penyerapan adsorbat tergantung pada volume pori yang dapat

dilalui.

- Isoterm adsorbsi bentuk I menunjukkan bahwa adsorben memiliki bentuk

pori sangat kecil atau mikropori dan interaksi yang berlangsung adalah

interaksi monolayer.

- Isoterm adsorbsi bentuk II dan bentuk IV menunjukkan bahwa adsorben

memiliki bentuk pori sangat besar atau makropori dengan interaksi dari

monolayer hingga multilayer yang tidak terbatas.

- Isoterm adsorbsi bentuk III menunjukkan bahwa adsorben memiliki bentuk

pori yang variatif antara mikropori dan mesopori.

- Isoterm adsorbsi bentuk IV dan bentuk V memiliki karakteriristik interaksi

gas-padat yang lemah. Isoterm adsorbsi bentuk IV menjelaskan bahwa proses

adsorbsiberlangsung secara multilayer. Isoterm adsorbsi bentuk IV

menunjukkan bahwa adsorben memiliki bentuk pori sedang atau mesopori.


- Isoterm adsorbsi bentuk V menunjukkan bahwa adsorben memiliki bentuk

pori yang bervariasi yakni mikropori dan mesopori. (Loth Botahala, 2019).

Mekanisme adsorpsi digambarkan sebagai proses dimana molekul

yang semula ada pada larutan, menempel pada permukaan zat adsorben secara

fisika. Suatu molekul dapat teradsorpsi jika gaya adhesi antara molekul

adsorbat dengan molekul adsorben lebih besar dibanding dengan gaya kohesi

pada masing-masing molekul ini. Proses adsorpsi biasanya dilakukan untuk

mengurangi senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair, sehingga

limbah cai dapat dimurnikan. Proses adsorpsi terjadi karena adanya luas

permukaan, makin luas permukaan adsorben yang disediakan maka makin

banyak molekul yang diserap. (Imas Eva Wijayanti, 2019).

2. Jenis-Jenis Adsorbsi

Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (kemisorpsi)

dan adsorpsi fisika (fisisorpsi).

a. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gayagaya kimia dan diikuti oleh

reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi.

Besarnya energi adsorpsi kimia sekitar 100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini

menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan

reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi

berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi

sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan
sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali. Artinya pelepasan

kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil.

b. Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi)

Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gayagaya fisika. Besarnya energi

adsorpsi fisika sekitar 10 kj/mol. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara

fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik

yang cepat, sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain.

Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals, dan dapat terjadi

pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi

dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat

mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion.

Karena itu ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat

bertukar tempat dengan ionion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini

merupakan penggabungan dari mekanisme kemisorpsi dan fisisorpsi,

karena adsorpsi jenis ini akan mengikat ion-ion yang diadsorpsi dengan

ikatan secara kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepas kembali untuk dapat

terjadinya pertukaran ion.

Banyak kasus adsorpsi tidak hanya mengikuti satu jenis tipe adsorpsi

tetapi mengikuti kedua tipe adsorpsi tersebut. Beberapa sistem

menunjukkan fisisorpsi pada temperatur rendah dan kemisorpsi pada

temperatur yang lebih tinggi. (Masruhin, 2018).


3. Adsorbsi Isoterm

Dalam proses adsorpsi dikenal dengan adanya istilah isoterm adsorpsi

yang menggambarkan hubungan antara zat yang teradsopsi oleh adsorben

dengan tekanan atau konsentrasi pada kesetimbangan dan temperatur tetap.

Proses adsorbsi biasanya dijelaskan melalui isoterm adsorpsi, yaitu

jumalah adsorbat pada adsorben sebagai fungsi tekanannya (jika gas) atau

konsentrasi (jika cair) pada suhu konstan. Kuantitas yang teradsorpsi hamper

selalu dinormalkan pada massa adsorben untuk memungkinkan perbandingan

bahan yang berbeda. . (Loth Botahala, 2019).

Dalam sistem cair, isoterm adsorpsi menyatakan variasi adsorben dan

adsorbat yang terjadi dalam larutan pada suhu konstan. Pada kondisi

kesetimbangan terjadi distribusi larutan antara fasa cair dengan fasa padat.

Rasio dari distribusi tersebut merupakan fungsi konsentrasi dari larutan. Pada

umumnya jumlah material yang diserap persatuan berat dari adsorben

bertambah sejalan dengan bertambahnya konsentrasi meskipun hal tersebut

tidak selalu berbanding lurus. (Masruhin, 2018).

Beberapa jenis adsorpsi isoterm yang dikenal adalah :

a. Isoterm Adsorpsi Langmuir

Pertama kali dikembangkan untuk proses penyerapan gas pada

permukaan padatan. Isoterm adsorpsi Langmuir dibuat berdasarkan

beberapa asumsi, yaitu :


1) Adsorpsi maksimum terjadi saat terbentuk lapisan tunggal yang

menyeluruh.

2) Energi adsorpsi adalah konstan dan tidak tergantung pada sifat

permukaan.

3) Adsorpsi terjadi tanpa disertai interaksi antar molekul-molekul

adsorbat.

4) Adsorbat teradsorpsi pada lokasi tertentu sehingga tidak dapat

bergerak pada permukaan padatan dan bersifat irreversible.

Isoterm adsorpsi Langmuir dianggap bahwa hanya sebuah adsorpsi

tunggal yang terjadi. Adsorpsi tersebut terlokalisasi, artinya

molekulmolekul zat hanya dapat diserap pada tempattempat tertentu dan

panas adsorpsi tidak tergantung pada permukaan yang tertutup oleh

adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan

adsorpsi kimia.

b. Isoterm Adsorpsi Freundlich

Persamaan ini diturunkan secara empirik, dan berlaku untuk gasyang

bertekanan rendah. Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan adsorpsi

jenis dimana adsorpsi terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat.

Asumsi yang digunakan pada isoterm adsorpsi Freundlich adalah :

1) Tidak ada asosiasi dan disosiasi molekulmolekul adsorbat setelah

teradsorpsi pada permukaan padatan.


2) Hanya berlangsung mekanisme adsorpsi secara fisis tanpa adanya

chemisorption.

3) Permukaan padat bersifat homogen. (Masruhin, 2018).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorbsi

Faktor- faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain:

a. Waktu kontak dan pengadukan

Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan

adsorpsi. Jika fase cair yang berisi adsorben dalam keadaan diam, maka

difusi adsorbat melalui permukaan adsorben akan lambat. Maka

diperlukan pengadukan untuk mempercepat adsorpsi.

b. Luas permukaan adsorben

Luas permuakaan sangat berpengaruh terutama untuk tersedianya

tempat adsorpsi. Semakin besar luas permukaan adsorben maka semakin

besar pula adsorpsi yang dilakukan. Besarnya ukuran dan pori-pori

adsorben mempengaruhi luas permukaannya. Semakin kecil ukuran

adsorben maka luas permukaan akan semakin besar. Semakin besar pori-

pori adsorben maka semakin besar pula luas permukaan adsorben. Pori-

pori dapat diperbesar dengan aktivasi.

c. Jenis adsorben

Ada dua jenis adsoben yakni adsorben alam dan buatan. Adsorben

buatan biasanya lebih sering digunakan daripada adsorben alam karena


ukuran pori-pori adsorben buatan dapat dikontrol sehingga daya

adsorbsinya lebih baik.

d. Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul adsorbat menetukan batas kemampuannya melewati

ukuran pori adsorben. Kecepatan adsorpsi menurun seiring dengan

kenaikan ukuran partikel.

e. Temperatur

Pada adsorpsi biasanya terjadi secara eksotermis. Kecepatan adsorpsi

akan naik pada temperatur yang lebih rendah dan akan turun pada

temperatur lebih tinggi. Namun, pada adsorpsi kimia biasanya

membutuhkan panas.

f. Konsentrasi adsorbat

Adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat.

Adsopsi akan tetap jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat

yang diserap dengan konsentrasi adsorben yang tersisa dalam larutan.

(Prolessara Prasodjo, 2010)

5. Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan

dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan

permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan

senyawa-senyawa kimia tertentu cuma sifat adsorpsinya selektif, tergantung

pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya jerap karbon aktif
sangat besar, yaitu 25- 100% terhadap beratnya. Oleh karena hal tersebut,

karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan industri. Karbon aktif dapat

dibuat dari berbagai bahan Biomassa yang mengandung karbon, misalnya

tempurung kelapa, batu bara, kulit kacang, dan gambut. (Khamaluddin

Aditya, dkk. 2016).

Arang aktif (arang jerap) dihasilkan oleh pemanasan atau pembakaran

kayu, tempurung kelapa atau tulang-tulang hewan tanpa adanya zat asam

(oksigen) dalam tungku khusus dengan suhu sangat tinggi antara 800 – 900

derajat Celcius sampai partikel-partikel karbon terbentuk dan untuk

menghilangkan karbondioksida dan zat-zat lainnya. Proses ini menghhasilkan

struktur pori-pori dengan ppermukaan sangat luas.

Sebelum abad ke-19 yang digunkan adalah arang biasa (bara api yang

padam), tetapi daya ikatnya (daya asorbansinya) hanya kira-kira sperempat

daya ikat arang aktif yang kita kenal sekarang.. Arang, bilamana diaktifkan,

mempunyai daya ikat sampai empat kali lipat dari arang biasa.

Arang aktif atau biasa juga disebut karbon aktif, activated charcoal

atau carbo adsorbens, adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas

permukaan yang sangat besar atau luas. Hal ini diperoleh dengan

mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Walaupun pengaktifan biasanya

hanya untuk tujuan memperbesar luas permukaannya saja, namun usaha itu

berkaitan dengan peningkatan kemampuan daya adsorbsi (daya ikat) arang

aktif itu.
Menurut Raymund Hall dan M. Baldwin dalam bukunya, arang aktif

didefinisikan sebagai karbon yang tidak mempunyai bentuk yang tetap dan

yang penuh dengan pori-pori, yang terjadi oleh destilasi destruktif dari hampir

semua bahan berkarbon, seperti kayu, tempurung kelapa, tongkol jagung, dan

bahan-bahan tulang hewan.

Farmakope Indonesia juga mencatat bahwa carbon adsorbens (arang

jerap / arang aktif) adalah sisa destilasi destruktif dari beberapa bahan organik

yang telah diberi perlakuan khusus untuk mempertinggi daya jerap. (P.A

Siboro, 2020).

6. Titrasi Asam Basa

Titrasi adalah cara analisa tentang pengukuran jumlah larutan yangg

dibutuhkan untuk bereaksi secara tepat dengan zat yang terdapat dalam

larutan lain. Larutan yang diketahui normalitasnya disebut larutan standart,

biasanya dimasukkan dalam buret sebagai zat penitrasi atau titran. Larutan

yang akan ditentukan normalitasnya diletakkan dalam Erlenmeyer dan disebut

juga sebagai zat yang dititrasi atau analit.

Titrasi dilakukan dengan cara membuka kran buret pelan-pelan. Titik

akhir titrasi terjadi pada saat terjadi perubahan warna. Perubahan warna dapat

dilihat dengan menggunakan zat penunjuk atau indikator. Pada saat itulah

gram ekivalen dari titran sama dengan gram ekivalen dari zat yang dititrasi,

dimana jumlah mol asam setara dengan jumlah mol basa.


Proses penetapan kadar suatu larutan asam dengan larutan standar basa

yang diketahui normalitasnya atau sebaliknya disebut titrasi asam-basa. Titrasi

asam-basa terdiri atas :

a. Titrasi asam kuat dengan basa kuat.

b. Titrasi asam kuat dengan basa lemah.

c. Titrasi asam lemah dengan basa kuat.

Asam dan garam dari basa lemah dapat dititrasi dengan larutan baku-basa.

Proses ini dinamakan alkalimetri. Basa dan garam dari asam lemah dapat

dititrasi dengan larutan baku-asam. Proses ini dinamakan asidimetri. Suatu

larutan asam dapat ditentukan kadarnya dengan penambahan larutan standar-

basa yang tepat ekivalen dengan jumlah basa yang ada. Titik di mana saat

tersebut tercapai dinamakan titik ekivalen atau titik akhir teoritis, di mana

jumlah asam adalah ekivalen dengan jumlah basa. Untuk menentukan titik

ekivalen ini digunakan indikator asam-basa, yaitu suatu zat yang berubah

warnanya tergantung pH-nya. Jika pada suatu titrasi dengan indikator tertentu

timbul perubahan warna, maka titik akhir titrasi telah tercapai dan titik

tersebut dinamakan titik akhir titrasi. (Yos. F. da Lopes dkk, 2016).


B. Urain Bahan

1. Asam asetat (Farmakope Indonesia:41)

Nama resmi : ACIDUM ACETICUM

Nama lain : Asam asetat, cuka

RM /BM : CH3COOH / 60,05

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk,

rasa asam, tajam

Kelarutan : larut dalam air dengan etanol (95%) dengan

gliserol p

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2. Hidroklorida (Farmakope Indonesia: 53)


Nama resmi : ACIDUM CHLORIDIUM

Nama Lain : Asam Klorida

RM/BM : HCL / 36,46

Pemerian :Cairan, tidak berwarna, berasap, bau

merangsang, jika di encerkan dengan dua

bagian air asap dan bau hilang.

Penyimpanan : Baik dalam wadah tertutup.


3. Indikator PP (Farmakope Indonesia)

Nama resmi : PHENOLPHTHALEINUM

Nama lain : fenolftalein

RM/BM : C20H1404/ 312,33

Pemerian : serbuk hablur; putih atau putih kekuningan

lemah; tidak berbau; stabil diudara.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; larut dalam

etanol; agak sukar larut dalam eter.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya pada suhu ruang.

4. Natrium Hidroksida ( Farmakope Indonesia)

Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM

Nama lain : Natrium Hidroksida

RM/BM : NaOH/ 40,00

Pemerian :putih atau praktis putih, rapuh, dan

menunjukkan pecah hablur jika terpapar

diudara.

Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam etanol

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat.


BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

a. Bunsen/kaki tiga/kasa

b. Buret

c. Cawan Porselin

d. Corong

e. Eksikaor

f. Gelas arloji

g. Gelas ukur

h. Handscoon

i. Kertas Saring

j. Labu Erlenmeyer

k. Pipet ukur

l. Statif/klem

2. Bahan yang digunakan

a. Asam Asetat

b. HCl

c. Indikator PP

d. NaOH 0,1 N
B. Cara Kerja

1. Panaskan karbon dalam cawan porselin, jaga jangan sampai membara,

kemudian didinginkan dalam eksikator. Masukkan dalam enam buah labu

erlenmeyer dengan berat karbon masing-masing 1 gram.

2. Buatlah larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03

dan 0,015 M dengan volume masing-masing 100 ml. Larutan ini dibuat dari

pengenceran larutan 0,15 N.

3. Satu erlenmeyer yang tidak ada karbon aktifnya diisi 100 ml 0,03 M larutan

asam asetat, untuk dipakai sebagai kontrol.

4. Tutup semua labu dan kocoklah secara periodik selama 30 menit, kemudian

biarkan diam untuk paling sedikit 1 jam agar terjadi ketesimbangan.

5. Saringlah masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10 ml

pertama dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi karena

kertas saring.

6. Titrasi 25ml larutan filtrat dengan 0,1N NaOH baku dengan indikator PP.

Lakukan 2 kali untuk masing-masing larutan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil titrasi NaOH 0,1 N

Konsentrasi Volume titrasi


Titrasi I 0.015 m 34,6 ml
Titras II 0.12 m 26,7 ml
Titrasi III 0.09 m 20,4 ml
Titrasi IV 0,15 m 4 ml
Titrasi V 0.03 m 9,3 ml
Titrasi VI 0.06 m 8,3 ml

2. Pembanding

Larutan pembanding Volume titrasi


25 ml 9,4 ml

B. Pembahasan

Percobaan adsorbsi isotermis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengamati

peristiwa adsorbsi suatu larutan pada suhu tetap oleh padatan

Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum isoterm adsorbsi ini

adalah melakukan penimbangan pada arang yang akan digunakan sebanyak 7

gram setalah itu akan dilakukan pemanasan arang terlebih dahulu. Pemanasan

dihentikan pada saat timbul asap, bukan pada saat arang menjadi berwarna merah

(membara). Ketika arang dipanaskan, pori-pori pada permukaan arang akan

membuka sehingga nantinya arang menjadi aktif dan dapat digunakan untuk
mengabsorbsi asam asetat secara maksimal. Apabila pemanasan arang terlalu

lama, akibatnya akan berubah menjadi abu dan tidak lagi dapat digunakan

sebagai absorben lagi. Filtrat pertama dibuang untuk meminimalisir kertas saring.

Dalam percobaan ini variasi konsentrasi larutan asam asetat yang

digunakan, yakni 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03; dan 0,015 m. variasi konsentrasi

ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang dalam mengabsorbsi larutan

asam asetat dengan berbagai konsentrasi pada temperatur konstan (isoterm).

Berdasarkan tabel di atas larutan yang telah disaring akan dititrasikan

dengan NaOH 0,1% dengan penambahan indicator PP (Fenolftalein) kedalam

larutan titrat yang akan di titrasi dengan dua hingga tiga tetes indicator PP

(Fenolftalein), larutan titrat dengan konsentrasi I 0,015 m di titrasi dengan NaOH

berubah warna menjadi pink dengan volume titrasi 34,6 ml. kemudian

konsentrasi II 0,12 m di tirasi dengan NaOH berubah warna menajdi pink dengan

volume titrasi 26,7 ml. konsentrasi III 0,09 m di titrasi dengan NaOH berubah

warna menjadi pink dengan volume titrasi 20,4 ml. kemudia konsentrasi IV 0,15

m di titrasi dengan NaOH berubah warna menjadi pink dengan volume titrasi 4

ml. konsentrasi V 0,03 m di titrasi dengan NaOH menghasilkan warna pink

dengan volume titrasi 9,3 ml. kemudian yang terakhir dengan konsentrasi VI

0,06 m di titrasikan dengan NaOH berubah warna menjadi pink dengan volume

titrasi 8,3 ml.


Adapun larutan pembanding yang dititrasikan sebanyak 25 ml. larutan

pembanding ini di titrasikan menghasilkan warna pink dengan volume titrasi 9,4

ml.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu konsentrasi titrasi satu

sampai titrasi keenam didapatkan volume titrasi. Pada titrasi satu sampai ke

titra keenam semakin menurun volume titrasinya. Dan pada larutan

pembanding volume titrasinya itu 9,4 ml.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh praktikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk laboratorium, agar menyediakan kotak P3K.

2. Sedangkan untuk para asisten, agar semakin semangat dan tetap menjalin

hubungan baik dengan praktikan serta berusaha untuk membuka pikiran

praktikan agar lebih mudah mengelolah sesuatu dengan kalimat sendiri

sesuai pemahamannya.
DAFTAR PUSTAKA

Aditya Khamaluddin, dkk. 2016. Penentuan Model Isoterm Adsorpsi Ion Cu(II) Pada

Karbon Aktif Tempurung Kelapa. Pekanbaru; Universitas Riau.

Firdaus, Sirajul. 2021. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Fakultas Farmasi.

Universitas Megarezky Makassar.

Suriadi, Alpius. 2013. Adsorpsi Isoterm. Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Tanjungpura Pontianak.

Lopes Yos. F. da, dkk. 2016. Titrasi Asam & Basa. Department of Dryland

Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic. Nusa

Tenggara Timur

Loth Botahala. 2019. Perbandingan Efektivitas Daya Adsorbsi Sekam Padi dan

Cangkang Kemiri terhadap Logam Besi (Fe) pada air Sumur Gali,

Deepublish, Yogyakarta

Masruhin. 2018. Penjerapan Logam Berat Timbal (Pb) Dengan Menggunakan Lignin

Hasil Isolasi Jerami Padi. Makassar; Fakultas Teknologi Industri Universitas

Muslim Indonesia.

P.A Siboro.2020. Arang Aktif Penyembuh Berbagai Penyakit, .The Siboro Institute
Wijayanti Imas Eva. 2019. Studi Kinetika Adsorpsi Isoterm Persamaan Langmuir

Dan Freundlich Pada Abu Gosok Sebagai Adsorben. Jakarta; Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai