Anda di halaman 1dari 5

Penyakit dan Gangguan pada Sistem Ekskresi

Penyakit dan gangguan pada sistem ekskresi dapat menyerang organ-organ ekskresi, yaitu ginjal, paru-
paru, kulit, dan hati. Organ-organ ekskresi tersebut dapat mengalami berbagai penyakit dan gangguan sehingga
tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
1. Penyakit dan Gangguan pada Ginjal
Ginjal dapat mengalami penyakit maupun gangguan. Jenis penyakit maupun gangguan pada ginjal
sebagai berikut.
a. Nefritis
Nefritis merupakan peradangan pada nefron karena infeksi bakteri Streptococcus sp. Nefritis
dapat mengakibatkan seseorang menderita uremia dan oedema. Uremia adalah terbawanya urine
yang mengandung urea dan asam urat ke dalam aliran darah akibat adanya kebocoran pada salah satu
saluran dalam nefron. Sementara itu, oedema adalah penimbunan air di kaki karena reabsorpsi air
terganggu. Adanya urea di dalam darah dapat menyebabkan penyerapan air terganggu. Selanjutnya,
air akan menumpuk di kaki atau organ tubuh yang lain.
Penyakit nefritis dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, misalnya minum banyak
air putih, berolahraga secara rutin, menjaga kebersihan makanan dan minuman, serta memperbanyak
konsumsi buah dan sayur. Adapun penyakit nefritis dapat ditanggulangi melalui cuci darah atau
pencangkokan ginjal.
b. Batu Ginjal
Batu ginjal merupakan massa padat seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih.
Namun, batu ini juga dapat terbentuk di dalam ginjal. Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Batu ginjal dapat terbentuk apabila urine mengalami jenuh terhadap garam-garaman. Sekitar 80%
batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat dan sisanya berupa asam urat, sistein, dan mineral struvit.
Ukuran batu ginjal bervariasi. Batu yang berukuran kecil tidak menimbulkan gejala. Sementara
itu, batu di dalam kandung kemih dapat mengakibatkan nyeri di bagian perut bagian bawah. Batu
yang menyumbat ureter, pelvis ginjal, dan tubulus dapat mengakibatkan nyeri di bagian punggung.
Batu juga dapat menyumbat saluran kemih sehingga urine akan menggenang. Urine tersebut
dapat menjadi sarang bakteri dan dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih. Jika penyumbatan
berlangsung lama, urine akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal. Keadaan ini mengakibatkan
ginjal menggelembung sehingga dapat memicu kerusakan ginjal.
Apabila batu ginjal masih berukuran kecil dan tidak mengakibatkan infeksi biasanya tidak
perlu dilakukan pengobatan. Batu tersebut dapat terbuang bersama cairan yang dikonsumsi dalam
jumlah banyak. Sementara itu, batu yang berukuran ±1 cm di dalam pelvis ginjal atau di bagian ureter
dapat dipecahkan dengan gelombang ultrasonik. Pecahan batu tersebut selanjutnya akan dibuang
bersama urine. Selain itu, batu tersebut juga dapat diangkat dengan membuat sayatan kecil pada
kulit. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengobatan ultrasonik. Namun, batu yang berukuran lebih besar
perlu diangkat melalui pembedahan. Terbentuknya batu ginjal dapat dicegah dengan beberapa cara
antara lain mengurangi atau membatasi konsumsi garam, minum cukup air putih setiap hari, dan
tidak menahan buang air kecil. Selain itu, mengurangi konsumsi vitamin C juga merupakan salah
satu usaha mencegah terbentuknya batu ginjal. Hal ini karena vitamin C dengan dosis tinggi akan
meningkatkan risiko batu ginjal. Vitamin C yang tidak diserap tubuh akan dikeluarkan melalui urine
dalam bentuk oksalat. Oksalat merupakan salah satu komponen pembentuk batu ginjal.
c. Albuminuria
Albuminuria adalah kondisi terdapatnya albumin maupun protein lain di dalam urine. Gangguan
ini disebabkan adanya kerusakan alat iltrasi pada ginjal (glomerulus). Albumin yang mencapai
ginjal melalui pembuluh darah pada umumnya akan mengalami iltrasi pada glomerulus dan tetap
berada di pembuluh darah. Namun, akibat kerusakan glomerulus albumin tersebut lolos dari proses
penyaringan dan ikut dikeluarkan bersama urine. Albuminuria dapat terjadi karena pola hidup yang
tidak sehat, misalnya kurang minum air putih serta terlalu banyak mengonsumsi protein, kalsium,
dan vitamin C. Akibat kebiasaan tersebut, glomerulus harus bekerja lebih keras dalam menyaring
darah sehingga dapat meningkatkan risiko kerusakan glomerulus.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah albuminuria antara lain dengan membatasi
konsumsi protein, minum banyak air putih, serta cukup mengonsumsi buah-buahan dan sayuran.
Adapun penanggulangan penyakit albuminuria selain menggunakan obat-obatan yang diresepkan
oleh dokter, juga dapat dilakukan dengan menerapkan diet rendah protein agar ginjal tidak bekerja
terlalu berat dalam menyaring darah.
d. Hematuria
Hematuria adalah penyakit yang ditandai adanya darah di dalam urine. Hematuria terjadi ketika
ada struktur saluran kemih yang mengalami kerusakan sehingga darah akan keluar bersama urine.
Hematuria juga dapat diakibatkan adanya infeksi pada kandung kemih. Infeksi tersebut biasanya
disebabkan adanya gesekan dengan batu ginjal. Penyakit hematuria dapat dicegah dengan cara tidak
menahan buang air kecil, membersihkan tempat keluarnya urine dari arah depan ke belakang, dan
banyak minum air putih. Penanganan hematuria dilakukan berdasarkan penyebab adanya darah
tersebut sehingga diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab hematuria. Apabila penyebab
hematuria tidak serius, umumnya tidak dilakukan pengobatan. Namun, jika terindikasi ada infeksi
maka dapat diberikan antibiotik untuk membersihkan infeksi bakteri pada saluran kemih.
e. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah penyakit kekurangan hormon vasopresin atau hormon antidiuretik
(ADH) yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mereabsorpsi cairan. Akibatnya, penderita
mengeluarkan urine yang berlimpah, bahkan dapat mencapai 20 liter per hari. Diabetes insipidus dapat
dicegah dengan cara berolahraga secara teratur, istirahat yang cukup, menghindari stres, mengurangi
konsumsi makanan yang mengandung banyak garam, serta memperbanyak konsumsi sayuran dan
buah-buahan. Adapun upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan cara memberikan suntikan
hormon antidiuretik sehingga intensitas pengeluaran urine kembali normal.
f. Diabetes Melitus
Diabetes melitus atau dikenal sebagai kencing manis merupakan penyakit yang ditandai dengan
hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah). Peningkatan kadar gula darah ini terutama terjadi
setelah makan. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya produksi insulin (DM tipe I) atau kurangnya
sensitivitas jaringan tubuh terhadap insulin (DM tipe II). Diabetes melitus ditandai dengan gejala
poliuria (sering buang air kecil dalam volume yang besar), polidipsia (rasa haus terus-menerus),
dan polifagia (mudah lapar). Namun, gejala awal yang dapat digunakan untuk indikasi penyakit ini,
yaitu kadar gula darah yang tinggi. Ketika kadar gula darah mencapai nilai di atas 160–180 mg/dl,
glukosa akan turut dikeluarkan bersama urine. Jika kadar glukosa dalam darah lebih tinggi, ginjal akan
memerlukan air dalam volume yang besar untuk mengencerkan glukosa. Keadaan inilah yang memicu
terjadinya poliuria. Diabetes melitus dapat dicegah dengan cara mengurangi porsi makan, menurunkan
berat badan, menghindari makanan yang mengandung gula dan lemak, serta mengonsumsi buah dan
sayuran. Adapun cara menanggulangi diabetes melitus, yaitu dengan melakukan terapi insulin.
g. Kanker Ginjal
Kanker ginjal terjadi ketika sel-sel ginjal tumbuh dan berkembang secara tidak terkendali.
Kondisi ini dapat mengakibatkan adanya darah dalam urine, kerusakan ginjal, dan dapat menyerang
organ lain jika sel-sel kanker sudah menyebar. Meskipun penyebabnya belum diketahui pasti, kanker
ginjal dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti tidak merokok dan menghindari
penggunaan bahan-bahan kimia yang memicu kanker. Kanker ginjal dapat ditanggulangi dengan
melakukan operasi, terapi ablasi, dan radioterapi.
2. Penyakit dan Gangguan pada Kulit
Penyakit dan gangguan pada kulit dapat mengganggu proses pengeluaran keringat. Beberapa penyakit
dan gangguan pada kulit yang mengganggu proses ekskresi sebagai berikut.
a. Jerawat
Jerawat adalah kondisi abnormal kulit yang ditandai dengan tersumbatnya pori-pori kulit
sehingga menimbulkan kantong nanah yang meradang. Munculnya jerawat dapat dipicu karena
produksi minyak yang berlebihan akibat peningkatan produksi hormon androgen. Produksi minyak
yang berlebih tersebut bercampur dengan sel kulit mati. Ketika sel-sel kulit mati bercampur dengan
debu atau kotoran, campuran yang tebal dan lengket tersebut dapat membentuk penyumbat yang
menjadi bintik hitam atau putih. Selain itu, bakteri cenderung berkembang biak pada pori-pori
kulit yang tersumbat. Akibatnya, pori-pori yang tersumbat terus membengkak dan mungkin pecah
sehingga menyebabkan radang ke kulit sekitarnya. Penyumbatan pori-pori juga dapat terjadi karena
penggunaan kosmetik yang mengandung banyak minyak atau penggunaan bedak yang menyatu dengan
foundation. Foundation yang terkandung pada bedak menyebabkan bubuk bedak mudah menyumbat
pori-pori kulit. Jerawat dapat dicegah dengan beberapa upaya antara lain rajin membersihkan
wajah, mengurangi konsumsi makanan berlemak, tidak menggunakan kosmetik secara berlebihan,
menghindari stres, dan minum banyak air putih.
b. Biang Keringat
Biang keringat disebabkan oleh tersumbatnya saluran keringat sehingga terjadi penumpukan
keringat di bawah lapisan kulit. Sumbatan ini dipicu oleh bakteri Staphylococcus epidermidis. Bakteri
tersebut biasanya hidup di permukaan kulit dan tidak menyebabkan infeksi, tetapi berperan dalam
memicu penyumbatan saluran keringat. Selain itu, saluran keringat juga dapat tersumbat oleh
sel-sel kulit mati yang tidak dapat terbuang secara sempurna. Penumpukan keringat inilah yang
mengakibatkan iritasi pada kulit dan ruam, biasanya ditandai dengan munculnya bintik-bintik
kemerahan yang disertai rasa gatal.
Biang keringat umumnya terjadi pada suhu panas dan kondisi lembap, yaitu pada saat tubuh
yang tertutup pakaian mengeluarkan keringat lebih banyak dari biasanya. Bagian tubuh yang dapat
terkena biang keringat, yaitu leher, punggung, dan dada.
Meski tidak berbahaya, tetapi biang keringat membuat rasa tidak nyaman sehingga dapat
mengganggu aktivitas. Oleh karena itu, diperlukan beberapa upaya untuk mencegah biang keringat,
di antaranya menggunakan baju berbahan katun yang longgar dan menyerap keringat, menjaga
kebersihan kulit, menjaga kulit agar tetap kering dengan mandi teratur atau membasuh badan
dengan air dingin, saat cuaca panas usahakan tetap berada di ruangan ber-AC atau kipas angin, serta
mengoleskan krim yang mengandung anhydrous lanolin untuk membantu mencegah penyumbatan
kelenjar keringat. Adapun beberapa upaya penanganan biang keringat antara lain menggunakan
pelembap kulit yang mengandung kalamin atau krim yang mengandung hidrokortison dengan
kadar rendah untuk meringankan ruam, minum tablet antihistamin jika biang keringat terasa sangat
mengganggu, dan menggunakan sabun antiseptik atau antibakteri untuk mengurangi adanya gangguan
akibat infeksi bakteri.
3. Penyakit dan Gangguan pada Paru-Paru
Paru-paru dapat mengalami beberapa jenis penyakit dan gangguan yang dapat mengganggu proses
ekskresi karbon dioksida dan uap air. Penyakit dan gangguan yang dapat menyerang paru-paru sebagai
berikut.
a. Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit lain yang menyerang
alveolus. Namun, paling banyak pneumonia disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae
atau pneumokokus. Pada penderita pneumonia, sekumpulan kantong-kantong udara kecil di ujung
saluran pernapasan dalam paru-paru akan membengkak dan dipenuhi cairan. Akibatnya, proses
difusi dan ekskresi gas-gas pernapasan menjadi kurang maksimal. Secara umum, pneumonia dapat
ditandai dengan gejala-gejala seperti batuk, demam, dan kesulitan bernapas. Penyakit pneumonia
dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti tidak merokok, menjaga daya tahan
tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan menggunakan masker jika berada di
lingkungan yang udaranya tercemar. Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan melakukan
vaksinasi berupa Hib (Haemophilus inϔluenza tipe b) dan PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine).
Adapun penanggulangan pneumonia dapat dilakukan berdasarkan faktor penyebabnya.
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri akan diberikan antibiotik. Pneumonia yang disebabkan oleh
virus akan diberikan pengobatan yang hampir sama dengan penderita lu, tetapi lebih ditekankan
dengan istirahat yang cukup dan pemberian cairan yang cukup banyak serta gizi yang baik untuk
membantu pemulihan daya tahan tubuh. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur dapat diobati
dengan pemberian antijamur.
b. Emϐisema
Em isema adalah penyakit paru obstruktif kronik. Em isema merupakan penyakit yang gejala
utamanya berupa penyempitan (obstruksi) saluran napas karena kantong udara di paru-paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Alveolus yang menggelembung
tersebut akan memenuhi dada tanpa meninggalkan ruang sedikitpun untuk pertukaran udara sehingga
saluran udara menjadi terganggu dan aliran udara menjadi terhenti. Peristiwa ini mengakibatkan
terganggunya proses ekskresi gas-gas pernapasan. Gejala utama dari em isema antara lain batuk,
produksi lendir meningkat, dan kesulitan bernapas.
Em isema dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, misalnya tidak merokok,
berolahraga secara teratur, dan mengonsumsi makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan
tubuh. Adapun upaya penanggulangan penyakit em isema antara lain berhenti merokok, berolahraga
secara teratur, menghindari udara dingin, serta menghindari zat-zat yang dapat mengakibatkan iritasi
saluran pernapasan seperti asap knalpot, parfum, dan bau cat. Selain itu, dokter akan memberikan
obat-obatan berupa bronkodilator, antiin lamasi, antibiotik (diberikan jika terjadi infeksi paru-paru),
antioksidan, dan mukolitik.
4. Penyakit dan Gangguan pada Hati
Sebagai organ ekskresi, hati berfungsi menghasilkan cairan empedu. Produksi cairan empedu dapat
terganggu jika hati mengalami penyakit dan gangguan seperti berikut.
a. Batu Empedu
Batu empedu merupakan batuan kecil yang terbentuk di kantong empedu sehingga dapat
menyumbat saluran empedu. Batu empedu terbentuk dari endapan kolesterol, pigmen bilirubin, dan
garam kalsium yang mengeras. Namun, kebanyakan batu empedu terbentuk dari kolesterol. Gejala-
gejala batu empedu, yaitu serangan sakit perut di sebelah kanan di bagian atas yang biasanya timbul
setelah mengonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak dan santan. Batu empedu yang
terdapat di kantong empedu dapat mengganggu proses penyimpanan cairan empedu. Sementara,
batu empedu yang berada di saluran empedu dapat menghambat proses pengeluaran cairan empedu.
Akibatnya, cairan empedu tidak dapat dialirkan menuju usus halus sehingga proses pencernaan lemak
menjadi terganggu.
Keberadaan batu empedu sering kali tidak menimbulkan gejala sehingga tidak memerlukan
penanganan secara khusus. Namun, jika terjadi komplikasi, penyakit ini harus segera ditangani. Batu
empedu dapat ditangani dengan pemberian obat-obatan hingga melakukan operasi pengangkatan
kantong empedu. Walaupun fungsi organ ini penting, tubuh kita tetap dapat bertahan tanpa
memilikinya. Tanpa kantong empedu, hati akan tetap mengeluarkan cairan empedu yang membantu
proses pencernaan lemak. Namun, lebih baik mencegah daripada mengobati. Penyakit batu empedu
dapat dicegah dengan cara mengurangi konsumsi makanan yang mengandung banyak kolesterol atau
lemak hewani, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, memperbanyak konsumsi sayur dan buah,
serta berolahraga secara teratur.
b. Penyakit Kuning (Jaundice)
Penyakit kuning dapat menyerang orang dewasa maupun anak-anak. Penyakit ini disebut jaundice
karena gejala awalnya ditandai dengan warna kulit dan mata menjadi kuning. Kondisi ini disebabkan
adanya peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah
yang sudah tua. Normalnya, hati akan merombak bilirubin dan membuangnya ke dalam usus sehingga
dapat dikeluarkan bersama dengan tinja. Apabila terdapat gangguan dalam proses ini, terjadilah
penyakit kuning.
Penyakit kuning dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Oleh karena itu, tidak semua kasus
penyakit kuning dapat dicegah. Namun, untuk meminimalkan risiko terkena penyakit kuning ada
beberapa cara yang dapat dilakukan di antaranya menjaga berat badan tetap pada batas yang sehat
(berat badan tubuh harus memiliki proporsi seimbang dengan tinggi badan), tidak mengonsumsi
minuman beralkohol, melakukan vaksinasi hepatitis A dan B, tidak menggunakan jarum suntik dan
sikat gigi secara bergantian, serta menjaga kebersihan makanan dan minuman.

Anda mungkin juga menyukai