Anda di halaman 1dari 23

Ginjal adalah salah satu alat pengeluaran (ekskresi) di dalam tubuh, berbentuk seperti kacang yang

fungsinya menyaring kotoran dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Jika
ginjal tidak bisa menjalankan fungsinya akan berakibat fatal terhadap tubuh, dan dalam dunia kedokteran
dikenal dengan istilah penyakit gagal ginjal. Untuk dapat mencegah terjadinya penyakit ginjal pada tubuh
kita, maka kita perlu tahu hal apa saja yang dapat menyebabkan serta jenis penyakit ginjal tersebut.

Jenis penyakit ginjal di bagi dua yaitu penyakit gagal ginjal akut dan penyakit gagal ginjal kronik masing-
masing jenis memiliki penyebab yang berbeda berikut penjelasan lengkapnya:

Penyebab Penyakit Ginjal Akut


Penyebab Penyakit ginjal akut dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat disebabkan oleh:
o hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang hebat.

o Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare, berkeringat


banyak dan demam.
o Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.

o Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan berlebihan


berupa urin.
o Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah ginjal.

2. Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.


o Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga menyebabkan
peradangan dan merusak ginjal.
o Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.

o Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot yang rusak
menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau luka bakar yang
hebat.
o Multiple myeloma.

o Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik, Wegener’s


granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.
3. Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.
o Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin
berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan kerusakan
ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
o Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari saluran
kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
o Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.

o Batu ginjal

Penyebab Penyakit Ginjal Kronik


Penyebab penyakit ginjal kronik biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit serius, dimana akan
berdampak secara perlahan-lahan terhadap kerusakan dari organ ginjal Anda. Beberapa penyakit yang
berperan menjadi penyebab penyakit gagal ginjal adalah:
 Hypertensi atau penyakit tekanan darah tinggi. Penyakit darah tinggi yang sudah tidak terkontrol,
akan merusak pembuluh darah dan nefron yang ada didalam ginjal. Dimana nefron yang rusak ini
tidak bisa lagi untuk melakukan tugasnya menyaring semua limbah, natrium dan kelebihan cairan
dari darah. Dengan adanya kelebihan cairan dan natrium yang ada didalam aliran darah anda
maka akan memberikan tekanan ekstra pada dinding pembuluh darah dan menyebabkan
meningkatkannya tekanan darah anda hingga berlebih. Dengan adanya tekanan darah yang
berlebihan inilah yang menjadi factor utama penyebab penyakit gagal ginjal.
 Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)

 Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)

 Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik

 Menderita penyakit kanker (cancer)

 Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri
(polycystic kidney disease)

 Adanya kerusakan sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak
dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis.

Demikian tentang beberapa penyebab penyakit ginjal. Semoga bermanfaat.


Sumber: http://sip-online.blogspot.com tgl. 30 November 2012

PENYAKIT GINJAL --- Kenali Tanda-tandanya


Dengan berat hanya sekitar 150 gram atau sebesar kira-kira separuh genggaman tangan kita, ginjal
memiliki fungsi sangat strategis dalam mempengaruhi kinerja semua bagian tubuh. Selain mengatur
keseimbangan cairan tubuh, eletrolit, dan asam basa, ginjal juga akan membuang sisa metabolisme yang
akan meracuni tubuh, mengatur tekanan darah dan menjaga kesehatan tulang.
Menurut ahli ginjal, penyakit ginjal disebut kronik jika kerusakannya sudah terjadi selama lebih dari tiga
bulan dan lewat pemeriksaan terbukti adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal.

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan sehingga terjadi gagal ginjal
yang merupakan stadium terberat penyakit ginjal kronik. Jika sudah sampai stadium ini, pasien
memerlukan terapi pengganti ginjal berupa cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal yang biayanya
mahal.

Kenali Tanda-Tanda Penyakit Ginjal


Tanda-tanda penyakit ginjal sering tanpa keluhan sama sekali, bahkan tak sedikit penderita mengalami
penurunan fungsi ginjal hingga 90 persen tanpa didahului keluhan. Oleh karena itu, pasien sebaiknya
waspada jika mengalami gejala-gejala seperti, tekanan darah tinggi, perubahan jumlah kencing, ada
darah dalam air kencing, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki, rasa lemah serta sulit tidur,
sakit kepala, sesak, dan merasa mual dan muntah.

Penyakit ginjal memang bukan penyakit menular, setiap orang dapat terkena penyakit ginjal, namun
mereka yang memiliki faktor risiko tinggi seperti mereka yang memiliki riwayat darah tinggi di keluarga,
diabetes, penyakit jantung, serta ada anggota keluarga yang dinyatakan dokter sakit ginjal sebaiknya
melakukan pemeriksaan dini.
Ada beberapa jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengetahui kesehatan ginjal, salah satunya
yang paling umum adalah pemeriksaan urin. Jika ada kandungan protein atau darah dalam air kencing
tersebut, maka menunjukkan kelainan dari ginjal.
Atau bisa juga melakukan pemeriksaan darah guna mengukur kadar kreatinin dan urea dalam darah. Jika
kadar kedua zat itu meningkat, menunjukan gejala kelainan ginjal. Sementara pemeriksaan tahap lanjut
untuk mengenali kelainan ginjal berupa pemeriksaan radiologis dan biopsi ginjal. Biasanya pemeriksaan
ini atas indikasi tertentu dan sesuai saran dokter.

Langkah Pencegahan Penyakit Ginjal


Gangguan ginjal bisa dicegah dengan berbagai cara, terutama dengan menerapkan gaya hidup sehat.
Berhenti merokok, memperhatikan kadar kolesterol, kendalikan berat badan, menghindari kekurangan
cairan dengan cukup minum air putih tidak lebih dari 2 liter setiap hari. "Minum air secara berlebihan
justru akan merusak ginjal," kata Dr.David Manuputty, SpBU dari RSCM Jakarta.

Selain gaya hidup sehat, lakukan pemeriksaan kesehatan tahunan pada dokter, mintalah pula agar urin
Anda diperiksa untuk melihat adanya darah atau protein dalam urin. Yang tak kalah penting, berhati-
hatilah dalam menggunakan obat anti nyeri khususnya jenis obat anti inflamasi non steroid.

http://artikel-info-kesehatan.blogspot.co.id/2009/06/penyakit-ginjal-kenali-tanda-tanda

Cara Terbebas dari Batu Ginjal

Batu ginjal adalah salah satu kondisi kesehatan paling menyakitkan yang
dapat dirasakan seseorang. Namun ada cara mudah terbebas dari batu ginjal.

Caranya dengan memelihara asupan kalsium dan cairan yang tinggi serta mengurangi asupan garam rafinasi.

Cara ini seperti dilansir Journal of Urology dapat membantu mencegah pembentukan batu ginjal.

Peneliti menemukan bahwa asupan kalsium dan cairan yang tinggi dikaitkan dengan rendahnya risiko
pembentukan batu ginjal, sedangkan partisipan dengan asupan terendah memiliki risiko paling tinggi.

Dari 20 persen wanita yang makan kalsium paling banyak, misalnya, 28 persen diantaranya cenderung tidak
memiliki batu ginjal dibandingkan dengan 20 persen wanita yang memakan kalsium paling sedikit.

Temuan serupa juga terjadi pada wanita yang minum cairan paling banyak, dimana 20 persen diantaranya lebih
rendah kemungkinannya memiliki batu ginjal dibandingkan wanita yang minum cairan paling sedikit.

Asupan garam juga tampaknya memiliki efek terbesar karena 20 persen wanita yang makan garam terbanyak, 61
persen lebih mungkin memiliki batu ginjal daripada 20 persen wanita yang makan garam paling sedikit.

Penemuan tentang kalsium bisa dibilang cukup menarik karena selama ini diyakini bahwa asupan kalsium
berkontribusi pada pembentukan batu ginjal.

Namun ternyata makan makanan yang kaya kalsium seperti biji wijen, sarden, collard hijau, bayam, rumput laut,
kacang garbanzo, dan brokoli dapat membantu mencegah pembentukan batu ginjal.
Dandelion, tanaman herbal kuat yang dikenal sebagai diuretik, juga membantu meningkatkan jumlah urine yang
dihasilkan tubuh, yang diyakini mampu membantu mencairkan komponen yang berkontribusi pada
pembentukan batu ginjal dan mengeluarkannya dari tubuh.

Lidah buaya, cuka sari apel, cranberry, magnesium, kalium dan potassium juga bisa membantu mencegah
pembentukan batu ginjal.

“Protein dan oksalat di dalam tubuh justru lebih bisa menyebabkan batu ginjal daripada kalsium,” tulis Dr. George
Kessler dan Col. Leen Kapklein dalam buku The Bone Density Program: 6 Weeks to Strong Bones and a Healthy
Body seperti dilansir dari Natural News, Senin (8/4/2012).

“Semakin alami kalsium yang Anda dapatkan dari makanan dalam menu diet Anda, semakin kecil kemungkinan Anda
memiliki batu ginjal.” (Rahma Lillahi Sativa-detikHealth)

Sumber: detikHealth.com, Tanggal 9-04-2012

Dasar Diagnosis dan Diagnosis Banding Gagal Ginjal Kronis

3.1 Anamnesis pada Gagal Ginjal Kronis

Pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 1-3 (laju filtrasi glomerulus > 30 mL/menit/1,73
m²) sering tidak mengalami gejala apa pun. Gejala “negatif” yang mungkin tampak adalah
berkurangnya laju filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate [GFR]) tanpa gangguan klinis
yang jelas pada keseimbangan cairan dan elektrolit atau endokrin/gangguan metabolik (Arora,
2015).

Umumnya, gangguan ini menjadi nyata secara klinis pada penyakit ginjal kronis stadium 4-5
(GFR < 30 mL/menit/1,73 m²). Pasien dengan penyakit tubulointerstisial, penyakit kistik,
sindrom nefrotik, dan kondisi lain yang terkait dengan gejala “positif” (misalnya, poliuria,
hematuria, edema) lebih mungkin untuk mengalami tanda-tanda penyakit pada stadium
awal (Arora, 2015).

Manifestasi uremik pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 diyakini bersifat
sekunder akibat akumulasi beberapa toksin. Identifikasi toksin-toksin tersebut umumnya belum
diketahui. Asidosis metabolik pada stadium 5 dapat bermanifestasi sebagai kurangnya energi
protein, hilangnya massa otot, dan kelemahan otot. Disfungsi pengaturan keseimbangan garam
dan air oleh ginjal pada penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan edema perifer, dan tidak
jarang, edema paru dan hipertensi (Arora, 2015).

Anemia, yang pada penyakit ginjal kronis terutama berkembang sebagai akibat dari penurunan
sintesis eritropoietin oleh ginjal, bermanifestasi klinis sebagai rasa mudah lelah, kapasitas
olahraga yang berkurang, gangguan fungsi kognitif dan kekebalan tubuh, serta berkurangnya
kualitas hidup. Anemia juga terkait dengan perkembangan penyakit kardiovaskular, timbulnya
gagal jantung, perkembangan klinis gagal jantung menjadi lebih berat, dan peningkatan
mortalitas kardiovaskular (Arora, 2015).

Manifestasi lain dari uremia pada stadium akhir penyakit ginjal (End-Stage Renal Disease
[ESRD]), yang lebih mungkin terjadi pada pasien dengan dialisis tidak adekuat, meliputi (Arora,
2015):

 Perikarditis: dapat dipersulit oleh tamponade jantung, memungkinkan terjadinya


kematian
 Ensefalopati: dapat berkembang menjadi koma maupun kematian
 Neuropati perifer
 Restless leg syndrome
 Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah, diare
 Manifestasi kulit: kering kulit, pruritus, ekimosis
 Kelelahan, meningkatnya rasa mengantuk, gagal tumbuh
 Malnutrisi
 Disfungsi ereksi, penurunan libido, amenore
 Disfungsi trombosit dengan kecenderungan perdarahan

3.2 Pemeriksaan Fisik pada Gagal Ginjal Kronis

Pemeriksaan fisik yang cermat sangat penting. Hal ini akan mendukung penemuan karakteristik
dari kondisi yang mendasari penyakit ginjal kronis (misalnya lupus, arteriosklerosis parah, dan
hipertensi) atau komplikasinya (seperti anemia, pendarahan diatesis, dan perikarditis). Namun,
kurangnya temuan pada pemeriksaan fisik tidak mengecualikan penyakit ginjal sebagai
diagnosis. Penyakit ginjal kronis bahkan seringkali tidak bergejala sehingga skrining pasien
tanpa tanda atau gejala pada kunjungan kesehatan rutin amatlah penting (Arora, 2015).

Uji saring untuk depresi juga dinilai penting pada penyakit ginjal kronis. Empat puluh lima
persen pasien dewasa dengan penyakit ginjal kronis memiliki gejala depresi pada tahap inisiasi
terapi dialisis, yang dinilai menggunakan skala pelaporan mandiri. Namun, skala ini dapat
mempertegas ada tidaknya gejala somatik, khususnya gangguan tidur, kelelahan, dan anoreksia
yang dapat muncul berdampingan dengan gejala penyakit kronis (Arora, 2015).

Hedayati et al melaporkan bahwa 16-item Quick Inventory of Depressive Symptomatology-Self


Report (QIDS-SR[16]) dan Beck Depression Inventory (BDI) adalah alat saring yang efektif
untuk depresi. Skor 10 dan 11, pada masing-masing uji saring, adalah skor cutoff terbaik untuk
identifikasi episode depresi mayor pada populasi pasien dalam studi mereka. Penelitian tersebut
membandingkan BDI dan QIDS-SR (16) dengan baku emas wawancara psikiatri terstruktur pada
272 pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 2-5 yang belum ditangani dengan
dialisis (Arora, 2015).

3.3 Diagnosis Banding Gagal Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronis dapat memiliki berbagai presentasi yang berbeda tergantung pada stadium
penyakit dan penyebabnya, serta faktor-faktor seperti usia pasien. Anamnesis yang rinci dan
pemeriksaan fisik sangatlah penting. Selain studi laboratorium rutin, pemeriksaan juga harus
mencakup perhitungan dan perkiraan laju filtrasi glomerulus (GFR), pengukuran tingkat
albumin, dan akuisisi studi radiologis. Diagnosis banding untuk penyakit ginjal kronis termasuk
kondisi dan gangguan berikut (Arora, 2015):

 Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus [SLE])


 Stenosis arteri ginjal
 Obstruksi saluran kemih
 Granulomatosis Wegener
 Gagal Ginjal Akut
 Sindrom Alport
 Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal
 Glomerulonefritis kronis
 Nefropati diabetes
 Sindrom Goodpasture
 Mieloma Multipel
 Nefrolitiasis
 Nefrosklerosis
 Glomerulonefritis progresif

4. Pemeriksaan Penunjang pada Gagal Ginjal Kronis

Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan penyakit ginjal kronis biasanya meliputi
hitung darah lengkap, panel metabolik dasar, dan urinalisis, dengan perhitungan fungsi ginjal.
Anemia normokromik normositik biasanya terlihat pada penyakit ginjal kronis. Penyebab lain
dari anemia ini harus dikesampingkan (Arora, 2015).

Kadar nitrogen darah (Blood Urea Nitrogen [BUN]) dan kadar kreatinin serum akan meningkat
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hiperkalemia atau kadar bikarbonat yang rendah
dapat ditemukan. Kadar serum albumin juga dapat diukur, karena pasien mungkin mengalami
hipoalbuminemia akibat kehilangan protein urin atau malnutrisi. Pemeriksaan terhadap profil
lipid harus dilakukan pada semua pasien penyakit ginjal kronis sebab hal ini dapat menjadi risiko
penyakit kardiovaskular (Arora, 2015).

Kadar fosfat serum, 25-hidroksivitamin D, alkali fosfatase, dan hormon paratiroid diukur untuk
mencari bukti penyakit tulang yang berkaitan dengan disfungsi ginjal. Ultrasonografi ginjal dan
studi pencitraan lain dapat diindikasikan (Arora, 2015).

Pengukuran kadar serum cystatin-C memiliki peran yang besar dalam estimasi fungsi ginjal.
Cystatin-C adalah suatu protein kecil yang diekspresikan pada semua sel berinti, diproduksi
dengan laju yang konstan, dan bebas disaring oleh glomerulus. Cystatin-C tidak diekskresikan,
tetapi sebaliknya diserap kembali oleh sel-sel epitel tubular dan mengalami proses katabolisme
sehingga tidak kembali ke aliran darah. Sifat tersebut memampukan cystatin-C sebagai penanda
fungsi ginjal endogen yang bermakna (Arora, 2015).

Dalam kasus tertentu, tes berikut dapat dipilih sebagai bagian dari evaluasi pasien dengan
penyakit ginjal kronis:

 Elektroforesis protein serum dan urin, serum dan urin rantai bebas: uji saring untuk
protein monoklonal yang mungkin mewakili mieloma multipel.
 Antibodi antinuklear (ANA), kadar antibodi DNA untai ganda: uji saring untuk lupus
eritematosus sistemik.
 Kadar komplemen serum: hasil mungkin menurun pada beberapa glomerulonefritis.
 Kadar antibodi sitoplasmik antineutrofil sitoplasmik dan perinuklear (Cytoplasmic and
Perinuclear Pattern Antineutrophil Cytoplasmic Antibody [C-ANCA and P-ANCA]):
temuan positif membantu dalam diagnosis granulomatosis dengan poliangiitis
(granulomatosis Wegener); hasil P-ANCA positif juga membantu dalam diagnosis
poliangiitis mikroskopis.
 Antibodi antiglomerular (Anti–glomerular Basement Membrane [anti-GBM]): kehadiran
antibodi antiglomerular sangat sugestif pada penyakit yang didasari oleh sindrom
Goodpasture.
 Serologi hepatitis B dan C, Human Immunodeficiency Virus (HIV), Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL) : kondisi ini berhubungan dengan beberapa
glomerulonefritis.
 Pencitraan dan pertimbangan dari studi fungsi kandung kemih: mengevaluasi
kemungkinan obstruksi dan kelainan urologi lainnya.

4.1 Uji Saring pada Gagal Ginjal Kronis

Berdasarkan rekomendasi berbasis bukti terbaru dari American College of Physicians (ACP)
mengenai uji saring, pemantauan, dan pengobatan orang dewasa dengan penyakit ginjal kronis
stadium 1-3, uji saring penyakit ginjal kronis diperlukan untuk orang dewasa asimtomatik tanpa
faktor risiko untuk penyakit ginjal. Posisi ACP, bagaimana pun, telah diperdebatkan oleh
American Society of Nephrology (ASN) (Arora, 2015).

Rekomendasi ACP, yang diterbitkan pada bulan Oktober 2013 adalah sebagai berikut:

 Dewasa asimptomatik tanpa faktor risiko penyakit ginjal kronis tidak harus menjalani uji
saring untuk penyakit tersebut (Tingkat: Rekomendasi lemah, bukti berkualitas rendah)
 Orang dewasa dengan atau tanpa diabetes yang saat ini sedang diterapi dengan
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor atau Angiotensin II Receptor Blocker
(ARB) tidak harus diuji untuk proteinuria (Tingkat: Rekomendasi lemah, bukti
berkualitas rendah)
 Dalam mengobati pasien dengan hipertensi dan penyakit stadium 1-3, dokter harus
memilih terapi farmakologis yang mencakup baik ACE inhibitor (bukti-kualitas sedang)
atau ARB (bukti berkualitas tinggi) (Tingkat: rekomendasi kuat)
 Tingkat lipoprotein berdensitas rendah yang tinggi pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis stadium 1-3 harus dikelola dengan terapi statin (Tingkat: rekomendasi kuat, bukti-
kualitas sedang)

Namun ASN, dalam menanggapi rekomendasi ACP, merilis sebuah pernyataan yang sangat
menganjurkan uji saring penyakit ginjal kronis, bahkan pada pasien tanpa faktor risiko penyakit
tersebut. ASN menunjukkan bahwa penyakit ginjal kronis stadium awal biasanya tanpa gejala
dan bahwa menemukan dan mengobatinya secara dini dapat memperlambat perkembangan
penyakit tersebut (Arora, 2015).

Komunitas nefrologi juga tidak setuju dengan rekomendasi ACP atas tidak perlunya pengujian
untuk proteinuria, dengan atau tanpa diabetes, pada orang dewasa yang mendapat terapi ACE
inhibitor atau ARB, atas dasar pentingnya penilaian kesehatan ginjal pada orang dewasa pada
obat antihipertensi (Arora, 2015).

4.2 Urinalisis pada Gagal Ginjal Kronis

Pada pasien dewasa yang tidak berisiko tinggi untuk penyakit ginjal kronis, uji saring untuk
protein total dapat dilakukan dengan dipstick urin standar, sesuai dengan pedoman dari National
Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI). Jika tes dipstick
positif (1+ atau lebih), pasien harus menjalani tes untuk konfirmasi proteinuria (Arora, 2015).
Meskipun pengambilan sampel urin 24 jam untuk total protein dan kreatinin (CrCl) dapat
dilakukan, rasio protein total dan kreatinin (P/C) pada sampel urin sewaktu memungkinkan
pendekatan terpercaya (ekstrapolasi) terhadap ekskresi protein pada urin 24 jam. Pada anak-
anak, remaja, dan dewasa muda secara khusus, spesimen urin pagi pertama adalah lebih baik
untuk spesimen acak proteinuria ortostatik (dianggap jinak) dapat dikecualikan (Arora, 2015).

Pasien dengan rasio P/C di atas 200 mg/mg harus menjalani evaluasi diagnostik penuh. Nilai
yang lebih besar daripada 300-350 mg/mg termasuk dalam kisaran nefrotik.

Untuk uji saring pasien yang berisiko tinggi, KDOQI merekomendasikan menggunakan dipstick-
albumin yang spesifik. Hal ini karena albuminuria merupakan penanda yang lebih sensitif dari
total protein untuk penyakit ginjal kronis pada diabetes, hipertensi, dan penyakit glomerulus.
Sebuah tes dipstick positif harus diikuti dengan perhitungan rasio albumin-kreatinin. Rasio lebih
besar dari 30 mg/mg harus diikuti dengan evaluasi diagnostik penuh (Arora, 2015).

Untuk memantau proteinuria pada orang dewasa dengan penyakit ginjal kronis, KDOQI
merekomendasikan pengukuran rasio P/C dari sampel urin sewaktu, menggunakan rasio
albumin-kreatinin. Namun, rasio P/C total diterima jika rasio albumin-kreatinin tinggi (> 500
sampai 1000 mg/g) (Arora, 2015).

Proteinuria dipstick mungkin menunjukkan masalah glomerulus atau tubulointerstitial. Temuan


sel darah merah pada sedimen urin dan casts sel darah merah menunjukkan glomerulonefritis
proliferatif. Piuria dan/atau casts sel darah putih menunjukkan nefritis interstitial (terutama jika
eosinofiluria hadir) atau infeksi saluran kemih (Arora, 2015).

4.3 Formula Fungsi Ginjal

Formula Cockcroft-Gault untuk memperkirakan klirens kreatinin (CrCl) harus digunakan secara
rutin sebagai cara sederhana untuk memberikan pendekatan yang dapat diandalkan terhadap
fungsi ginjal residual pada semua pasien dengan penyakit ginjal kronis. Rumus fungsi ginjal
tersebut adalah sebagai berikut:

 CrCl (laki-laki) = ([140-usia] x berat badan dalam kg) / (kreatinin serum x 72)
 CrCl (perempuan) = CrCl (laki-laki) x 0.85

Atau, persamaan dari studi Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dapat digunakan
untuk menghitung laju filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate [GFR]). Persamaan ini
tidak memerlukan berat badan pasien.

Namun, MDRD tidak akurat memperhitungkan GFR yang terukur pada di atas 60 mL/menit/1,73
m2. Stevens et al menemukan bahwa persamaan yang dibuat oleh Chronic Kidney Disease
Epidemiology Collaboration (CKD-EPI) lebih akurat daripada persamaan studi MDRD secara
keseluruhan dan pada sebagian subkelompok dan bahwa hal itu dapat memperkirakan GFR yang
tepat atau di atas 60 mL/menit/1,73 m2.
Namun, sebuah studi oleh Silveira et al menemukan bahwa baik persamaan CKD-EPI dan
MDRD kurang akurat dalam menentukan GFR pada pasien dengan diabetes tipe 2. GFR terukur
adalah 103 ± 23 mL/menit /1,73 m², sementara GFR CKD-EPI adalah 83 ± 15 mL/menit/1,73
m², dan GFR MDRD adalah 78 ± 17 mL/menit/1,73 m². Akurasi untuk persamaan CKD-EPI
adalah 67% dan 64% untuk persamaan MDRD.

Perhitungan fungsi ginjal pada pasien anak-anak dihitung dengan menggunakan rumus Schwartz.
Formula ini sangat mungkin melebih-lebihkan GFR, mungkin karena perubahan dalam metode
yang digunakan untuk mengukur kreatinin, Schwartz et al telah mengusulkan sebuah persamaan
diperbarui yang mencakup cystatin-C. Namun, sebagian besar pedoman dosis untuk penyesuaian
obat karena berkurangnya GFR menggunakan persamaan Schwartz semula.

Umur merupakan pertimbangan penting sehubungan dengan estimasi GFR. Pada pria 70 kg
berusia 25 tahun, nilai kreatinin serum 1,2 mg/dL mewakili GFR sebesar 74 mL/menit/1,73 m 2,
tetapi pada pria 70 kg berusia 80 tahun, nilai kreatinin yang sama mewakili GFR sebesar 58
mL/menit/1,73 m2. Dengan demikian, pada pria 70 berusia 80 tahun, kreatinin serum 2 mg/dL
benar-benar menunjukkan gangguan ginjal berat, dengan GFR terukur 32 mL/menit/1,73 m2
yang diukur dengan persamaan MDRD.

Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut GFR terukur harus ditentukan menggunakan rumus
seperti persamaan MDRD, yang meliputi usia sebagai variabel. Hal ini akan memungkinkan
penyesuaian dosis obat yang harus dibuat dengan akurat dan nefrotoksin harus dihindarkan pada
pasien yang memiliki penyakit ginjal kronis yang lebih luas daripada yang diperlihatkan oleh
nilai kreatinin serum saja (Arora, 2015).

4.4 Ultrasonografi Ginjal

Ultrasonografi (USG) ginjal berguna untuk uji saring hidronefrosis, yang mungkin tidak diamati
pada obstruksi awal, atau pada keterlibatan retroperitoneum dengan fibrosis, tumor, atau
adenopati difus. Ginjal yang kecil dan ekogenik dapat diamati pada gagal ginjal lanjut.
Sebaliknya, ginjal biasanya berukuran normal pada nefropati diabetik lanjut. Ginjal yang terkena
mulanya membesar dari hiperfiltrasi. Kelainan struktural, seperti yang mengindikasikan ginjal
polikistik, juga dapat diamati pada ultrasonografi. Ultrasonografi ginjal adalah modalitas
pencitraan awal pilihan untuk anak-anak. Namun, ahli radiologi harus memiliki pelatihan khusus
untuk dapat mengenali ukuran ginjal yang abnormal atau pengembangan pada pasien
anak (Arora, 2015).

4.5 Radiografi Ginjal dan Abdomen

Sebuah pielogram retrograd dapat diindikasikan jika terdapat indeks kecurigaan klinis yang
tinggi untuk obstruksi, meskipun temuan pada ultrasonografi ginjal negatif. Pielografi intravena
tidak umum dilakukan karena potensi toksisitas ginjal dari kontras intravena. Namun, prosedur
ini sering digunakan untuk mendiagnosis batu ginjal. Foto polos abdomen sangat berguna untuk
mencari batu radioopak atau nefrokalsinosis, sementara voiding cystourethrogram (VCUG)
merupakan kriteria standar untuk diagnosis refluks vesikoureteral (Arora, 2015).

4.6 CT, MRI dan Radionuclide Scan

Computed Tomography (CT) scanning dapat lebih baik menentukan massa ginjal dan kista,
sebagaimana juga tercatat pada ultrasonografi. CT scan adalah tes yang paling sensitif untuk
mengidentifikasi suatu batu ginjal. CT scan dengan kontras intravena harus dihindari pada pasien
dengan gangguan ginjal untuk menghindari gagal ginjal akut. Risiko ini secara signifikan
meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal kronis sedang atau berat. Dehidrasi juga
meningkatkan risiko ini.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna pada pasien yang dinyatakan perlu
menjalani CT scan, tetapi tidak bisa menerima kontras intravena. Modalitas pencitraan ini dapat
diandalkan dalam diagnosis trombosis vena ginjal, sebagaimana CT scan dan venografi ginjal.

Magnetic Resonance Angiography (MRA) kini semakin berguna untuk diagnosis stenosis arteri
ginjal, meskipun arteriografi ginjal tetap menjadi kriteria standar. Namun kontras MRI cukup
bermasalah bagi pasien dengan penyakit ginjal kronis karena mereka memiliki risiko rendah
untuk berkembangnya fibrosis sistemik, tetapi dapat berpotensi fatal.

Scan radionuklida ginjal dapat digunakan untuk uji saring stenosis arteri ginjal bila dilakukan
dengan pemberian captopril. Pemeriksaan ini juga menilai kontribusi ginjal terhadap total laju
filtrasi glomerulus (GFR) secara kuantitatif. Namun, scan radionuklida tidak dapat diandalkan
pada pasien dengan GFR kurang dari 30 mL/menit/1,73 m² (Arora, 2015).

4.7 Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal perkutan dilakukan paling sering dengan bimbingan ultrasonografi dan penggunaan
jarum pegas semiotomatis atau lainnya. Prosedur ini umumnya diindikasikan ketika gangguan
ginjal dan/atau proteinuria mendekati kisaran nefrotik hadir dan diagnosis tidak jelas setelah
pemeriksaan yang tepat.

Biopsi juga diindikasikan

https://josephinewidya.wordpress.com/2016/03/16/penyakit-ginjal-kronis-diagnosis-dan-pemeriksaan-
penunjang

Pemeriksaan Radiologis pada pemeriksaan penyakit Ginjal dapat dilakukan berbaga pemeriksaan
diantaranya :
1. KUB(FPA)
Kidney Ureter Bladder (Foto Polos Abdomen) adalah pengambilan foto X-ray yang menampilkan
ginjal, ureter, dan kandung kemih. KUB biasa digunakan sebagai langkah awal dalam mendiagnosis
masalah pada sistem perkemihan dan biasanya dilakukan bersamaan dengan IVP dan USG
.
Tujuan dari KUB :

 Untuk menentukan ukuran, bentuk, dan posisi dari ginjal dan kandung kemih
 Untuk mendeteksi kelainan pada sistem perkemihan seperti batu ginjal

 Untuk membantu membedakan antara penyakit urologi dan gastrointestinal, yang keduanya
menghasilkan nyeri perut.

 Untuk menemukan benda asing (misal yg sudah tertelan)

 Untuk mendeteksi adanya udara atau cairan di ruang sekitar organ perut (ruang peritonial)

KUB radiography

Yang Harus dipertimbangkan dalam melakukan KUB :


Ibu Hamil sebaiknya tidak menjalani tes ini karena paparan radiasi dapat membahayakan janin.
Adanya obesitas yang berat, gas atau feses di usus atau sisa barium di abdomen pada tindakan x-ray
sebelumnya dapat mengganggu visualisasi secara jelas dari sistem perkemihan.

2. IVP (IntraVenous Pyelogram / Intra vena pyelografi)


Intra vena pyelografi adalah pemeriksaan x-ray khusus dari ginjal, kandung kemih dan ureter (saluran
yang membawa urin dari ginjal ke kandung kemih).
Bagaimana tes dilakukan?
IVP dilakukan di rumah sakit bagian Radiologi. Pasien diharuskan mengosongkan kandung kemih
segera sebelum prosedur IVP dimulai. Pasien akan disuntikan kontras yodium (pewarna) kedalam suatu
vena pada tangan. dengan begitu radiologist dapat mengetahui anatomi serta fungsi ginjal, ureter dan
kandung kemih. Serangkaian gambar x-ray diambil pada waktu yang berbeda untuk melihat bagaimana
ginjal membuang zat pewarna dan bagaimana pengumpulan zat tersebut dalam urin.
dengan begitu radiologist dapat mengetahui anatomi serta fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.

Tujuan pemeriksaan IVP:


1. Pemeriksaan IVP dapat membantu dokter mengetahui adanya kelainan pada sistem perkemihan,
dengan melihat kerja ginjal dan sistem perkemihan pasien.
2. Pemeriksaan IVP dapat mengetahui gejala seperti kencing darah (hematuri) dan sakit pada daerah
punggung.
3. Dengan IVP Dokter dapat mengetahui adanya kelainan pada sistem urinaria/perkemihan dari :
a. Batu ginjal,
b. pembesaran prostat,
c. tumor pada ginjal, ureter, dan kandung kemih.

Indikasi IVP : kolik ginjal akut, hematuria non glomeruler, batu saluran kemih, kesulitan berkemih,
"neurogenic bladder", infeksi saluran kemih berulang, nyeri abdomen yang tidak jelas penyebabnya dan
komplikasi post operasi.

IntraVena Pyelograf
3. Ultrasonography (USG)
USG adalah suatu teknik pencitraan dengan suatu gelombang suara (ultrasonik) dengan frekuensi yang
lebih tinggi dari kemampuan pendengaran manusia. USG dilakukan untuk memvisualisasikan organ
dalam dan otot serta struktur dan ukurannya.

USG

keuntungan usg pada ginjal : dapat membedakan massa kistik ataukah solid dan ukurannya
kerugian usg pada ginjal : tidak bisa deteksi kelainan ureter, sulit pada orang gemuk, banyak gas di usus.

http://patofisiologi.blogspot.co.id/2014/09/pemeriksaan-radiologis-penyakit-ginjal.html

Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk mendiagnosa kelainan pada
ginjal antara lain :

Foto Polos Abdomen


Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang pertama dilakukan bila ada keluhan nyeri
abdomen atau nyeri di sekitar area urogenital. Manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat
gambaran secara keseluruhan di rongga abdomen dan pelvis.

Setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto polos abdomen.
Pada foto ini dapat menunjukkan bayangan, besar, bentuk dan posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat
kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam ginjal. Harus diperhatikan batas
muskulus psoas kanan dan kiri. Serta Batu radioopak di daerah ureter dan buli- buli.
Interpretasi terhadap kalsifikasi pada saluran ginjal harus dilakukan dengan hati-hati
karena flebolit pada kelenjar mesenterika dan vena pelvis yang berada di atasnya sering disalah
artikan sebagai batu ureter. Film yang diambil saat inspirasi dan ekspirasi akan mengubah
posisi ginjal dan sering kali dapat mengkonfirmasi bahwa daerah yang mengalami
kalsifikasi pada abdomen tersebut adalah batu.

BOF normal

Foto Polos Abdomen:

- Distribusi gas di usus Normal

- Kontur Hepar dan lien tidak membesar

- Kontur ren D/S Normal

- Psoas Shadow simetris

- Tulang baik

- Tidak tampak adanya bayangan batu radioopak sepanjang tractus urinarius

Pielografi Intravena (PIV)


Pemeriksaan piolegrafi intravena dilakukan dengan menyuntikkan bahan kontras secara
intravena dan dilakukan pengambilan gambar radiologis secara serial yang disesuaikan dengan saat zat
kontras mengisi ginjal, berlanjut ke ureter, dan ke kandung kemih. Indikasi pemeriksaan PIV adalah untuk
mendeteksi lokasi obstruksi misalnya pada batu ginjal, konfirmasi penyakit ginjal polikistik, atau adanya
kelainan anatomis yang tidak terdeteksi oleh teknik pemeriksaan lain. Pemeriksaam PIV memerlukan
persiapan yaitu :

a. 2 hari sebelum foto PIV penderita hanya makan bubur kecap


b. Minum air putih yang banyak
c. Jam 24.00 WIB minum obat pencahar/laksans untuk membersihkan kolon dari feses yang menutupi
daerah ginjal.
d. Selanjutnya puasa sampai dilakukan foto
e. Dilarang banyak bicara untuk mengurangi udara (gas) dalam lambung dan usus.

Untuk bayi dan anak diberikan minum yang mengandung karbonat, tujuannya untuk
mengembangkan lambung dengan gas. Usus akan berpindah, sehingga bayangan kedua ginjal dapat
dilihat melalui lambung yang terisi gas. Sebelum pasien disuntikkan urofin 60% harus dilakukan terlebih
dahulu uji kepekaan. Jika pasien alergi terhadap kontras maka pemeriksaan pielografi intravena
dibatalkan.

Dosis urografin 60 mg % untuk orang dewasa adalah 20 ml. Kalau perlu diberikan dosis rangkap
yaitu 40 ml. Tujuh menit setelah penyuntikan dibuat film bucky anteroposterior abdomen. Foto
berikutnya diulangi pada 15 menit, 30 menit dan 1 jam. Sebaiknya segera setelah pasien disuntik
kontras, kedua ureter dibendung, baru dibuat foto 7 menit. Kemudian bendunag dibuka, langsung dibuat
foto di mana diharapkan kedua ureter terisi. Dilanjutkan dengan foto 1 dan 2 jam, malahan foto 6, 12
dan 24 jam.

Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior abdomen setelah penyuntikan, ulangi
pemotretan film antero-porterior abdomen dengan jarak waktu setelah disuntik kontras intravena,
masing-masing 4 menit, 8 menit, 25 menit, foto terlambat jika konsentrasi dan eksresi sangat kurang
pada 1-8 jam. Foto terakhir biasanya film berdiri. Pada pasien hipertensi, film harus dibuat setelah
penyuntikan 30 detik sampai 1 menit, dan tiap-tiap menit setelah itu, untuk 5 menit pertama.

Beberapa ahli menyatakan bahwa PIV masih merupakan pencitraan yang terbaik untuk
memberikan gambaran secara vertikal mengenai struktur anatomi dari saluran kemih. Akan tetapi kurang
disukai karena adanya risiko alergi terhadap zat kontras.

Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni,


 Tidak memiliki riwayat alergi
 Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan mengukur kadar BUN atau kreatininnya
(<2). Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau
tidak berfungsi, akan sangat berbahaya bagi pasien.

Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius
yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi
 Kelainan kongenital
 Radang atau infeksi
 Massa atau tumor
 Trauma

Pada pielografi normal akan diperoleh gambaran bentuk ginjal seperti kacang. Kutub ( pool ) atas
ginjal kiri setinggi Th.11, bagian bawah, batas bawah setinggi korpus vertebra L3. Ginjal kanan letaknya
kira-kira 2 cm lebih rendah daripada yang kiri. Pada pernafasan, kedua ginjal bergerak dan pergerakan ini
dapat dilihat dengan fluoroskopi. Arah sumbu ke bawah dan lateral sejajar dengan muskuli psoas kanan
dan kiri. Dengan adanya lemak perirenal, ginjal mendapat lebih jelas terlihat. Hal ini terutama dapat
dilihat pada orang gemuk. Pelvis renalis kemudian dilanjutkan dengan kalik mayor, biasanya Dari kalik
mayor dilanjutkan dengan kalik minor. Jumlahnya bervariasi antara 6-14. Kedua ureter berjalan lurus
dari pelvis renis ke daerah pertengahan sakrum dan berputar ke belakang lateral dalam suatu arkus,
turunke bawah dan masuk ke dalam dan depan untuk memasuki trigonum buli- buli.

Tiga tempat penyempitan ureter yang normal, yaitu pada sambungan pelvis
dan ureter dengan buli-buli, dan ada persilangan pembuluh darah iliaka.

ivp menit ke 5
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi nefrogram dan sistem
pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya
semiopaque, jadi putihnya sedang-sedang saja.
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang ada di ren,
misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.

Menit ke 15

Penilaian ureter:

1) Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja, itu mungkin di sebabkan kontraksi ureter saat pengambilan
foto, jadi tidak nampak ketika difoto.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter.
Maksudnya diameternya, normal < 0.5 cm
4) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque.
Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu.

Contoh penyakit pada menit ke 15 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis, ureteritis.


Menit ke 45 : Menilai buli-buli

 Apakah dinding buli reguler? adakah additional shadow (divertikel) ataupun filling defect (masa tumor)
dan indentasi prostat.
gambaran dinding yang menebal ireguler dicurigai adanya sistitis kronis.

Contoh penyakit pada menit ke 45 yaitu cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis

POST MIKSI
Kita harus menilai apakah setelah pasien berkemih kontras di buli minimal? Seandainya terdapat
sisa yang banyak kita dapat mengasumsikan apakah terdapat sumbatan di distal buli ataupun otot
kandung kencing yang lemah.Normalnya yaitu sisa 1/3 dari buli-buli penuh

Urografi Retrograde
Indikasi urografi retrograde adalah untuk melihat anatomi traktus urinarius bagian atas dan lesi-
lesinya. Hal ini dikerjakan apabila pielografi intravena ti dak berhasil menyajikan anatomi dan lesi-
lesi traktus urinarius bagian atas. Keistimewaan urografi retrigrad berguna melihat fistel.

Urografi retrograd memerlukan prosedur sistoskopi. Kateter dimasukkan oleh ahli urologi.
Kerjasama antara ahli urologi dan radiologi diperlukan karena waktu memasukkan kotras, posisi pasien
dapat dipantau(dimonitor) dengan fluoroskopi atau televisi. Udara dalam kateter dikeluarkan, kemudian
25 % bahas kontras yang mengandung iodium disuntikkan dengan dosis 5-10 ml dibawah
pengawasan fl uoroskopi. Harus dicegah pengisian yang berlebihan karena risiko ekstravasasi ke
dalam sinusrenalis atau intravasasi ke dalam kumpulan saluran-saluran (collecting duct). Ekstravasasi
kontras dapat menutupi bagian-bagian yang halus dekat papilla. Rutin dibuat proyeksi frontal dan oblik.
Kemudian kateter diangkat pada akhir pemeriksaan, lalu dibuat foto polos abdomen. Jika ada obstruksi
dibuat lagi foto 15 menit kemudian.
Komplikasi dapat berupa sepsis, perforasi ureter, ekstravasasi bahankontras, reaksi bahan
kontras, hematuri dan anuri berhubung dengan edema pada sambungan ureter dan vesika.
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostik ( pencitraan diagnostik) untuk
pemeriksaan alat alat dalam tubuh manusia, diman kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis,
gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, tidak
menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali
tidak akan memperburuk penyakit penderita. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik
berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk meentukan
kelainan berbagai organ tubuh.
Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan non invasif yang dapat dilakukan secara bed-side
dan relatif tidak mahal. Pada ginjal pemeriksaan ini cukup efektif dan akurat dalam mendeteksi adanya
abses renal, pyohidronefrosis, atau adanya batu saluran kemih. Selain itu USG juga cukup baik dalam
menilai parenkim ginjal, ketebalan korteks ginjal, serta mendeteksi hidronefrosis.
Sonogram ginjal normal :
Ukuran ginjal normal dewasa : Ginjal kanan : 8 – 14 cm (rata-rata 10,74 cm) , Ginjal kiri : 7 –12
cm (rata-rata 11.10 cm), Diameter antero-posterior 4 cm dan diameter melintang rata-rata 5 cm. Ukuran
panjang ginjal normal secara USG lebih kecil bila dibandingkan dengan yang terlihat secara radiografi.
Ginjal normal memperlihatkan sonodensitas kortek yang lebih rendah (hipoekoik)
dibandingkan dengan sonodensitas hati,limpa dan sinus renalis. Tebal kortek kira-kira 1/3 – 1/2
sinus renalis dengan batas rata atau bergelombang pada ginjal yang lobulated. Sedangkan sinus
renalis yang terletak ditengah ginjal memberikan sonodensitas yang tinggi (hiperekoik)
disebabkan karena komposisinya yang terdiri atas lemak dan jaringan parenkim ginjal. Didalam
sinus renalis terdapat garis-garis anekoik, yaitu irisan kalises yang bila diikuti akan bergabung
pada daerah anekoik besar, yaitu pelvis renals.

usg ginjal normal

Computed tomography Scan (CT-Scan).


Pemeriksaan CT scan pada kasus infeksi saluran kemih bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pielonefritis akut. Dengan CT scan kontras, pielonefritis akut akan tampak sebagai
daerah yang underperfusion. Adapun keunggulan CT adalah memberikan resolusi anatomi yang
lebih baik, sehingga membantu untuk kasus sulit. CT scan juga bermanfaat pada kasus abses
renal atau pionefrosis. Kekurangan dari CT adalah efek radiasi pada tubuh. Diperkirakan pada
orang dewasa pemeriksaan CT abdomen tunggal memberikan efek radiasi setara dengan 500
kali pemeriksaan foto polos toraks.
normal

Magnetic Resonance Imaging (MRI) .

normal

Pemeriksaan MRI manfaat utamanya pada ginjal adalah untuk mendeteksi adanya massa ginjal.
Keuntungan dari pemeriksaan MRI adalah memberikan gambaran multiplanar, secara jelas memberikan
gambaran antara jaringan normal dengan jaringan yang patologis serta tidak ada efek radiasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai