Anda di halaman 1dari 18

Gangguan-Gangguan pada Organ Ekskresi

1. Gangguan dan Penyakit pada Ginjal


a. Batu Ginjal
Batu ginjal adalah massa padat seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih. Batu
ini juga dapat terbentuk di dalam ginjal. Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis. Batu
ginjal dapat terbentuk apabila urine mengalami
jenuh garam-garaman. Sekitar 80% batu ginjal
terdiri atas garam kalsium oksalat serta sisanya
berupa asam urat, sistein, dan mineral struvit.
Batu yang menyumbat ureter, pelvis
ginjal, dan tubulus dapat mengakibatkan nyeri
punggung. Batu juga bisa menyumbat saluran
Gambar Endapan garam yang membentuk batu ginjal
kemih sehingga urine akan menggenang. Urine Sumber: https://bit.ly/3F097JI, diunduh 28 September 2021
yang menggenang dapat menjadi sarang bakteri
sehingga dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih. Jika penyumbatan berlangsung lama, urine
akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal. Keadaan ini mengakibatkan ginjal membengkak
sehingga dapat memicu kerusakan ginjal.
Apabila batu ginjal masih berukuran kecil dan tidak mengakibatkan infeksi biasanya tidak perlu
dilakukan pengobatan. Batu tersebut dapat terbuang bersama cairan yang dikonsumsi dalam jumlah
banyak. Sementara itu, batu yang berukuran ± 1 cm di dalam pelvis ginjal atau di bagian ureter bisa
dipecahkan dengan gelombang ultrasonik. Pecahan-pecahan batu tersebut selanjutnya akan keluar
bersama dengan urine. Selain itu, batu ginjal juga dapat diangkat dengan membuat sayatan kecil
pada kulit. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemecahan menggunakan gelombang ultrasonik. Namun,
batu yang berukuran lebih besar perlu diangkat melalui pembedahan.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus yang umum dikenal sebagai kencing manis merupakan penyakit yang
disebabkan oleh kurangnya produksi hormon insulin. Hormon insulin berfungsi mengatur kadar
glukosa dalam darah. Pada penderita diabetes melitus, glukosa tersebut tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga ikut dikeluarkan bersama urine. Penyakit ini ditandai dengan hiperglisemia
(peningkatan kadar gula darah). Diabetes melitus juga ditandai dengan adanya poliuria (sering
buang air kecil dalam volume yang besar). Gejala yang lain berupa polidipsia (rasa haus terus-
menerus) dan polifagia (mudah lapar). Namun, gejala awal yang dapat digunakan untuk indikasi
penyakit diabetes melitus, yaitu tingginya kadar gula darah. Ketika kadar gula darah mencapai nilai
di atas 180 mg/dL, glukosa akan ikut dikeluarkan bersama urine. Jika kadar glukosa dalam darah
lebih tinggi, ginjal memerlukan air dalam volume yang besar untuk mengencerkan glukosa. Keadaan
inilah yang memicu terjadinya poliuria. Selain itu, jika kandungan glukosa dalam darah melebihi
batas normal dapat memperberat kerja ginjal dalam mereabsorpsi glukosa tersebut. Apabila kondisi
ini terjadi secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya gagal ginjal.
c. Albuminuria
Albuminuria adalah terdapatnya albumin maupun protein lain di dalam urine. Gangguan ini
terjadi akibat kerusakan alat filtrasi pada ginjal (glomerulus). Pada penyakit albuminuria yang
berat dapat mengakibatkan adanya pembengkakan yang berisi cairan pada daerah-daerah tertentu
(oedema), misalnya wajah dan pergelangan tangan. Kondisi ini dikarenakan kurangnya kadar
albumin di dalam darah sehingga tekanan osmotik di dalam pembuluh darah makin berkurang.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan cairan yang berada di pembuluh darah akan merembes ke
jaringan-jaringan lain di luar pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan pembengkakan.
d. Hematuria
Hematuria adalah penyakit yang ditandai adanya darah di dalam urine. Hematuria terjadi ketika
ada struktur saluran kemih yang mengalami kerusakan sehingga darah akan keluar bersama urine.
Hematuria juga dapat diakibatkan karena adanya infeksi pada kandung kemih. Infeksi tersebut
biasanya disebabkan karena ada gesekan dengan batu ginjal. Penyakit hematuria dapat dicegah
dengan cara tidak sering menahan buang air kecil, membersihkan tempat keluarnya urine dari arah
depan ke belakang, dan banyak minum air putih. Penanganan hematuria dilakukan berdasarkan
penyebab adanya darah tersebut sehingga diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab
hematuria. Apabila penyebab hematuria tidak serius, umumnya tidak dilakukan pengobatan. Namun,
jika terindikasi ada infeksi maka dapat diberikan antibiotik untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab infeksi pada saluran kemih.
e. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah penyakit akibat kekurangan hormon vasopresin atau hormon
antidiuretik (ADH) yang menyebabkan hilangnya kemampuan mereabsorpsi cairan. Akibatnya,
penderita mengeluarkan urine yang sangat banyak, bahkan dapat mencapai 20 liter per hari. Diabetes
insipidus dapat dicegah dengan cara berolahraga secara teratur, istirahat yang cukup, menghindari
stres, mengurangi konsumsi makanan yang mengandung banyak garam, serta memperbanyak
konsumsi sayuran dan buah-buahan. Adapun diabetes insipidus dapat diobati dengan cara
memberikan suntikan hormon antidiuretik sehingga intensitas pengeluaran urine kembali normal.
f. Nefritis
Nefritis adalah peradangan pada nefron akibat infeksi bakteri Streptococcus sp. Nefritis dapat
mengakibatkan seseorang mengalami uremia dan oedema. Uremia adalah kondisi terbawanya urine
ke dalam aliran darah akibat adanya kebocoran pada salah satu saluran dalam nefron. Sementara
itu, oedema adalah penimbunan air di beberapa bagian tubuh, misalnya kaki karena reabsorpsi air
terganggu.
g. Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah keadaan ginjal yang mengalami kerusakan permanen sehingga ginjal
tidak dapat menjalankan fungsinya. Gagal ginjal ditandai dengan oedema (pembengkakan) di seluruh
tubuh, hipertensi, dan kadar kreatinin lebih dari 1,10 mg/dL darah. Penanganan dan pengobatan
gagal ginjal bertujuan mengendalikan gejala, meminimalkan komplikasi, dan memperlambat
perkembangan penyakit. Dalam beberapa kasus serius, penderita gagal ginjal disarankan untuk
melakukan tindakan hemodialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal.
h. Anuria
Anuria ditandai dengan volume urine yang dihasilkan lebih sedikit. Keadaan ini disebabkan
oleh adanya kerusakan pada glomerulus. Akibatnya, proses filtrasi terganggu sehingga zat-zat sisa
beracun lolos dari saringan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penumpukan zat-zat beracun
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran urine sehingga pengeluaran urine
menjadi terhambat atau tidak maksimal. Akibatnya, volume urine yang dikeluarkan menjadi lebih
sedikit.
i. Poliuria
Poliuria ditandai dengan produksi urine yang melebihi batas normal. Poliuria dapat terjadi
karena penyakit diabetes yang tidak dirawat. Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya poliuria,
yaitu rusaknya medula ginjal, penyakit anemia, dan sering minum obat-obatan tertentu.
2. Gangguan dan Penyakit pada Kulit
a. Xerosis
Xerosis adalah keadaan kulit yang tampak kering dan kasar. Keadaan ini terjadi pada seluruh
tubuh terutama pada tungkai bawah yang diakibatkan oleh kelembapan kulit yang rendah. Xerosis
ini mencerminkan adanya kelainan pada proses maturasi dari epidermis sehingga menghasilkan
permukaan kulit yang tidak rata. Kelainan ini ditandai adanya rasa gatal sehingga terjadi peradangan
pada permukaan kulit. Peradangan ini disebabkan adanya kelainan pada lapisan tanduk.
b. Jerawat
Jerawat adalah kondisi abnormal kulit yang
ditandai dengan tersumbatnya pori-pori kulit sehingga
menimbulkan kantong nanah yang meradang. Munculnya
jerawat dapat dipicu karena produksi minyak yang
berlebihan akibat peningkatan produksi hormon
androgen. Produksi minyak yang berlebih tersebut
bercampur dengan sel kulit mati. Ketika sel-sel kulit mati
bercampur dengan debu atau kotoran, campuran yang
tebal dan lengket tersebut dapat membentuk penyumbat
yang menjadi bintik hitam atau putih. Selain itu, bakteri
cenderung berkembang biak pada pori-pori kulit yang Gambar Jerawat yang menyerang kulit
tersumbat. Akibatnya, pori-pori yang tersumbat terus Sumber: https://bit.ly/3F9fjzi, diunduh 28 September 2021
membengkak dan mungkin pecah sehingga menyebabkan
radang ke kulit sekitarnya. Penyumbatan pori-pori juga dapat terjadi karena penggunaan kosmetik
yang mengandung banyak minyak atau penggunaan bedak yang menyatu dengan foundation.
Foundation yang terkandung pada bedak menyebabkan bubuk bedak mudah menyumbat pori-
pori kulit. Jerawat dapat dicegah dengan beberapa upaya antara lain rajin membersihkan wajah,
mengurangi konsumsi makanan berlemak, tidak menggunakan kosmetik secara berlebihan,
menghindari stres, dan minum banyak air putih.
c. Biang Keringat
Biang keringat disebabkan oleh tersumbatnya saluran keringat sehingga terjadi penumpukan
keringat di bawah lapisan kulit. Sumbatan ini dipicu oleh bakteri Staphylococcus epidermidis. Bakteri
tersebut biasanya hidup di permukaan kulit dan tidak menyebabkan infeksi, tetapi berperan dalam
memicu penyumbatan saluran keringat. Selain itu, saluran keringat juga dapat tersumbat oleh
sel-sel kulit mati yang tidak dapat terbuang secara sempurna. Penumpukan keringat inilah yang
mengakibatkan iritasi pada kulit dan ruam, biasanya ditandai dengan munculnya bintik-bintik
kemerahan yang disertai rasa gatal.
Biang keringat umumnya terjadi pada suhu panas dan kondisi lembap, yaitu pada saat tubuh
yang tertutup pakaian mengeluarkan keringat lebih banyak dari biasanya. Bagian tubuh yang dapat
terkena biang keringat antara lain leher, punggung, dan dada.
Meski tidak berbahaya, tetapi biang keringat membuat rasa tidak nyaman sehingga dapat
mengganggu aktivitas. Oleh karena itu, diperlukan beberapa upaya untuk mencegah biang keringat,
di antaranya menggunakan baju berbahan katun yang longgar dan menyerap keringat, menjaga
kebersihan kulit, menjaga kulit agar tetap kering dengan mandi secara teratur atau membasuh badan
dengan air dingin, saat cuaca panas usahakan tetap berada di ruangan ber-AC atau kipas angin, serta
mengoleskan krim yang mengandung anhydrous lanolin untuk membantu mencegah penyumbatan
kelenjar keringat. Adapun beberapa upaya penanganan biang keringat antara lain menggunakan
pelembap kulit yang mengandung kalamin atau krim yang mengandung hidrokortison dengan
kadar rendah untuk meringankan ruam, minum tablet antihistamin jika biang keringat terasa
sangat mengganggu, dan menggunakan sabun antiseptik atau antibakteri untuk mengurangi adanya
gangguan akibat infeksi bakteri.
d. Lentigo
Lentigo ditandai adanya bercak-bercak hiperpigmentasi pada kulit yang berwarna cokelat
hitam. Jika bercak ini terdapat pada kulit yang terkena sinar matahari disebut solar lentigo. Apabila
bercak ini muncul pada kulit orang yang sudah tua, bercak tersebut tidak dapat hilang. Namun, jika
bercak muncul pada kulit orang yang masih muda, bercak dapat hilang jika tidak terkena paparan
sinar matahari. Lentigo yang muncul pada orang masih muda disebut freckles.
e. Kanker Kulit
Kanker kulit adalah pertumbuhan sel-sel kulit yang bersifat ganas (tidak terkendali). Kanker ini
dapat diakibatkan oleh beberapa faktor berikut.
1) Paparan zat-zat yang bersifat karsinoganik.
2) Menurunnya daya tahan kulit.
3) Berkurangnya melanosit.
4) Paparan zat-zat radioaktif.
5) Paparan sinar UV.
f. Eksim atau Dermatitis
Eksim ditandai dengan kulit yang meradang dan mengalami iritasi. Radang ini umumnya terjadi
di bagian tangan dan kaki. Eksim pada orang yang berkulit putih akan tampak berwarna merah
muda, lalu berubah menjadi cokelat. Sementara itu, eksim pada kulit gelap akan tampak lebih gelap
sehingga memengaruhi pigmen kulit. Eksim ini apabila dibiarkan dapat menimbulkan rasa gatal dan
memicu terjadinya infeksi. Oleh karena itu, eksim perlu diobati untuk menghilangkan rasa gatal.
g. Skabies
Skabies adalah penyakit yang diakibatkan oleh reaksi alergi terhadap tungau (Sarcoptes scabei).
Penyakit ini ditandai dengan timbulnya rasa gatal pada malam hari, tampak lepuh-lepuh kecil, serta
terjadi abrasi yang dikarenakan adanya garukan dan goresan pada ruam. Penyakit ini dapat menular
melalui kontak kulit, tidur seranjang, dan menggunakan handuk yang sama dengan orang yang
terinfeksi.
h. Kusta atau Lepra
Kusta adalah penyakit infeksi kronis pada kulit yang diakibatkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae. Penyakit ini apabila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan kerusakan pada kulit, saraf,
anggota gerak, dan mata.
3. Gangguan dan Penyakit pada Paru-Paru
a. Tuberkulosis (TBC)
TBC adalah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri tersebut menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintik-bintik
kecil. Gejala-gejala penyakit TBC di antaranya batuk berkepanjangan yang disertai dahak (dahak
bercampur darah), sesak napas, nyeri pada dada, demam lebih dari sebulan, berkeringat pada malam
hari, nafsu makan menurun, serta badan lemah dan lesu. Untuk mencegah timbulnya penyakit TBC
dapat dilakukan dengan cara menutup mulut dan hidung saat batuk, menghindari kontak dengan
penderita TBC, tidak merokok, menjaga kebersihan lingkungan, mengonsumsi makanan bergizi,
menghindari polusi udara, serta melakukan vaksinasi dengan vaksin BCG (Bacille Calmette-Guérin).
Adapun pengobatan TBC dapat dilakukan dengan cara mengonsumsi beberapa jenis antibiotik
dalam jangka waktu tertentu.
b. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit peradangan paru-paru pada bagian alveolus. Peradangan tersebut
dapat disebabkan oleh infeksi patogen, seperti bakteri Streptococcus pneumoniae atau Coronavirus.
Peradangan pada alveolus dapat menyebabkan terbentuknya cairan kental di dalam kantong alveolus.
Adanya cairan tersebut dapat mengganggu proses pertukaran gas antara oksigen dengan karbon
dioksida di dalam alveolus. Akibatnya, oksigen yang diserap oleh darah menjadi berkurang. Gejala-
gejala penyakit pneumonia di antaranya batuk berdahak, demam, nyeri dada saat bernapas, serta
kelelahan dan nyeri otot. Pencegahan penyakit pneumonia dapat dilakukan dengan cara pemberian
vaksin PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine) dan vaksin Coronavirus, seperti Sinovac, AstraZeneca,
dan Moderna, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga kebersihan lingkungan, membuat ventilasi
udara yang cukup, serta menjaga keseimbangan nutrisi. Adapun pengobatan penyakit pneumonia
dapat dilakukan dengan cara pemberian antibiotik dan obat-obatan, serta melakukan penyedotan
cairan yang terdapat di dalam alveolus.
c. Emfisema
Emfisema adalah penyakit yang terjadi karena ketidaknormalan susunan dan fungsi alveolus.
Ketidaknormalan pada alveolus tersebut berupa hilangnya elastisitas alveolus sehingga dapat
menyebabkan penurunan fungsi alveolus. Gejala yang dialami oleh penderita emfisema antara lain
sulit bernapas, batuk kronis, nafsu Alveolus normal Alveolus penderita emfisema
makan berkurang sehingga berat
badan menurun, serta sering merasa
kelelahan. Pencegahan emfisema
dapat dilakukan dengan cara berhenti
merokok, berolahraga secara teratur,
serta menghindari zat-zat yang dapat
mengakibatkan iritasi, seperti asap
knalpot, parfum, dan cat. Selain itu,
Alveolus yang
pencegahan juga dapat dilakukan mengalami
dengan menghindari polusi udara Alveolus kerusakan

dan menerapkan pola hidup sehat. Gambar Perbandingan alveolus normal dan alveolus penderita emfisema
Penyakit emfisema dapat diobati Sumber: https://bit.ly/39Xa7A9, diunduh 28 September 2021
dengan melakukan terapi paru, terapi
oksigen, operasi mengangkat bagian alveolus yang mengalami kerusakan, dan transplantasi paru-
paru.
d. Kanker Paru-Paru
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel pada paru-paru yang tidak terkendali. Sel-sel
tersebut dapat menyebar ke seluruh jaringan paru-paru bahkan di sekitar paru-paru. Gejala-gejala
yang ditimbulkan antara lain batuk disertai darah, berat badan menurun secara drastis, nyeri di
bagian dada, dan sulit bernapas. Penyakit kanker paru-paru dapat dipicu oleh masuknya zat-zat
yang bersifat karsinogenik, seperti asap rokok, asbes, debu, dan polusi udara. Pencegahan penyakit
kanker paru-paru dapat dilakukan dengan cara berhenti merokok, mengonsumsi makanan yang
bergizi, dan berolahraga secara teratur. Adapun kanker paru-paru dapat diobati dengan melakukan
operasi pengangkatan sel-sel kanker, radioterapi, dan kemoterapi.
e. Pleuritis
Pleuritis adalah penyakit peradangan pada pleura (selaput paru-paru) yang disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya akumulasi cairan pada pleura.
Gejala yang dialami oleh penderita pleuritis di antaranya nyeri pada bagian dada dan batuk kering.
Pencegahan penyakit pleuritis dapat dilakukan dengan menghindari obat-obatan yang memicu
alergi dan menerapkan pola hidup sehat. Sementara itu, pengobatan pleuritis dapat dilakukan
dengan cara penyedotan sebagian cairan di dalam pleura.
4. Gangguan dan Penyakit pada Hati
a. Hepatitis atau Radang Hati
Hepatitis adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh kebiasaan mengonsumsi minuman
beralkohol dan obat-obatan dosis tinggi. Hepatitis juga dapat terjadi karena infeksi virus hepatitis.
Radang hati ini dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi pada organ tubuh yang lain. Hepatitis
dapat dibedakan menjadi hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C.
1) Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan adanya kerusakan pada jaringan hati yang terjadi secara mendadak.
Kerusakan ini disebabkan oleh virus Hepatitis A. Penyakit ini biasanya ditularkan melalui
makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh cairan saliva penderita hepatitis A.
Penyakit ini ditandai dengan gejala-gejala seperti berikut.
a) Lemas dan letih.
b) Demam.
c) Mual dan muntah.
d) Urine berwarna gelap dan feses berwarna pucat.
2) Hepatitis B
Hepatitis B terjadi akibat adanya kerusakan pada jaringan hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B. Penyakit ini umumnya menyerang orang dewasa. Pada umumnya penyakit ini
muncul akibat dari kekebalan tubuh yang menurun. Hepatitis B dapat menular melalui darah,
keringat, dan air liur. Penyakit ini sering kali tidak menimbulkan gejala sehingga penderitanya
tidak menyadari tubuhnya telah terinfeksi. Meski demikian, gejala tetap dapat muncul setelah
1–5 bulan sejak pertama kali terpapar virus. Gejala yang dapat muncul di antaranya demam,
sakit kepala, mual, muntah, lemas.
3) Hepatitis C
Hepatitis C terjadi akibat adanya kerusakan pada jaringan hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis C. Penyakit ini biasanya ditularkan secara langsung melalui darah, jarum suntik bekas
penderita, atau ibu hamil kepada janinnya. Penyakit ini ditandai dengan gejala-gejala seperti
berikut.
a) Lemah, letih, lesu, dan nyeri otot.
b) Demam ringan.
c) Mual dan nafsu makan menurun.
d) Tubuh menguning (mata dan kulit tampak berwarna kuning).
e) Urine berwarna gelap dan feses berwarna pucat.
f) Kadang-kadang timbul gejala flu ringan.
b. Penyakit Kuning (Jaundice)
Penyakit kuning dapat menyerang orang
dewasa maupun anak-anak. Penyakit ini disebut
sebagai penyakit kuning karena gejala awalnya
ditandai dengan warna kulit dan mata menjadi
kuning. Gejala tersebut menunjukkan adanya
gangguan pada hati atau adanya gangguan
pada metabolisme bilirubin. Warna kulit dan
mata menjadi kuning karena bilirubin dalam
tubuh meningkat. Selain itu, gejala penyakit ini
di antaranya demam, cepat lelah, pusing, dan Gambar Warna mata dan kulit penderita jaundice
kadang disertai pingsan. Sumber: https://bit.ly/3miJhZ1, diunduh 28 September 2021

c. Sirosis Hati (Pengerasan Organ Hati)


Penyakit ini ditandai oleh kerusakan pada sel hati yang disebabkan oleh kebiasaan mengonsumsi
obat-obatan atau minuman beralkohol. Selain itu, penyakit ini juga dapat diakibatkan oleh infeksi
virus atau bakteri, adanya sel tumor atau kanker, serta adanya penumpukan racun dalam tubuh
yang berlebihan. Gejala-gejala penyakit sirosis hati sebagai berikut.
1) Perut kembung dan banyak angin serta nyeri pada daerah ulu hati.
2) Perut mengeras dan membesar.
3) Demam, meriang, dan tubuh sulit digerakkan.

Hati Sehat Hati Penderita Sirosis


Gambar Hati sehat dan hati penderita sirosis
Sumber: https://bit.ly/3lkBNFH, diunduh 28 September 2021
Struktur dan Fungsi Hati
Hati merupakan organ manusia yang berukuran paling besar. Organ ini mempunyai berat sekitar 1,5 kg
atau sekitar 3–5% dari berat badan. Hati berada di bagian atas sebelah kanan abdomen dan di bawah tulang
rusuk. Hati mempunyai keunikan di antaranya dapat memperbarui atau menumbuhkan kembali sel-sel yang
sudah rusak akibat terluka atau penyakit. Namun, jika hati mengalami kerusakan secara berulang-ulang dalam
jangka waktu yang lama, kondisi ini dapat mengakibatkan kerusakan hati sehingga sel-selnya tidak dapat
diperbarui lagi.
1. Struktur Hati
Hati terdiri atas dua lobus utama, yaitu lobus kiri dan lobus kanan dengan posisi sedikit saling
menindih. Lobus kanan hati berukuran 5–6 kali lebih besar daripada lobus kiri. Selain itu, lobus kiri hati
memiliki bentuk lebih runcing daripada lobus kanan. Antara lobus kanan dan lobus kiri dipisahkan oleh
ligamen falsiformis. Setiap lobus terdiri atas banyak lobulus. Lobulus merupakan unsur terkecil yang
menyusun hati. Struktur lobulus berbentuk persegi enam dengan panjang kurang lebih 1 mm.
Bagian luar hati dilindungi oleh kapsula hepatika. Dalam jaringan hati terdapat beberapa pembuluh
darah, yaitu arteri hepatika dan vena porta hepatika. Arteri hepatika mengangkut 30% darah dari
jumlah total darah yang ada hati. Darah ini berasal dari percabangan aorta sehingga darah yang diangkut
merupakan darah yang mengandung banyak oksigen. Sementara itu, vena porta hepatika mengangkut
70% darah dari jumlah total darah yang ada di hati. Darah ini mengangkut sari-sari makanan dari
usus halus. Pembuluh yang mengangkut darah keluar dari hati adalah vena porta hepatika. Pertemuan
antara pembuluh arteri hepatika dan vena porta hepatika membentuk sinusoid. Pada sinusoid terjadi
spesialisasi sel yang membentuk sel Kupffer. Sel ini bertugas memfagositosis sel darah merah. Dari
fagositosis ini akan menghasilkan zat warna empedu. Selanjutnya, zat warna empedu akan diekskresikan
oleh kanalikuli biliaris dalam bentuk cairan empedu.
Jaringan hati tersusun atas sel-sel hepatosit. Antarlapisan hepatosit dipisahkan oleh lakuna,
sedangkan antara hepatosit satu dengan hepatosit yang lain dipisahkan oleh kanalikuli biliaris.

Sinusoid Vena sentral

Lobulus Kanalikuli biliaris


Sel Kupffer
Vena sentral Sinusoid hati
Hepatosit
Saluran empedu
Kanalikuli biliaris Vena porta hepatika
Arteri hepatika
Lobus hati

Lobulus

Gambar Struktur hati


Sumber: Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas Thirteenth Edition, Mc-Graw Hill Education
2. Fungsi Hati
Hati memiliki beberapa fungsi berikut.
a. Tempat Menyimpan Energi
Hati menyimpan energi dalam bentuk glikogen. Glikogen merupakan hasil pengubahan dari
glukosa oleh hormon insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin
berfungsi mengatur kadar glukosa dalam darah. Jika terdapat kelebihan glukosa dalam darah,
hormon insulin akan mengubah glukosa tersebut menjadi glikogen. Hal ini bertujuan untuk menjaga
keseimbangan gula dalam darah. Glikogen disimpan di dalam hati. Jika sewaktu-waktu dibutuhkan,
glikogen diubah kembali menjadi glukosa dengan bantuan hormon glukagon.
b. Menyimpan Vitamin
Hati mengambil vitamin dari aliran darah yang diangkut oleh pembuluh portal hepatik.
Selanjutnya, hati akan mengumpulkan dan menyimpan persediaan vitamin A, D, E, dan K. Vitamin D,
E, dan K dapat disimpan selama beberapa bulan, sedangkan vitamin A dapat disimpan hingga empat
tahun.
c. Sebagai Pabrik Kimia Tubuh
Beberapa protein penting yang ditemukan di dalam darah dihasilkan oleh hati. Salah satu jenis
protein dalam darah, yaitu albumin. Albumin berfungsi membantu ketersediaan kalsium dan unsur-
unsur penting lain dalam aliran darah. Albumin juga membantu pergerakan air dari aliran darah ke
jaringan tubuh. Selain albumin, hati juga memproduksi globin. Globin ikut berperan membentuk
hemoglobin yang merupakan protein sel darah merah yang berperan mengangkut oksigen.
Jenis protein lain yang ditemukan di dalam hati, yaitu globulin. Globulin merupakan protein
yang membentuk antibodi. Globulin berperan dalam sistem kekebalan tubuh yang melawan
mikroorganisme yang menyerang tubuh. Selain itu, globulin juga merupakan komponen kunci dari
membran sel yang mengangkut lemak dalam aliran darah ke jaringan tubuh. Zat kimia lain yang
dihasilkan oleh hati adalah fibrinogen dan protrombin. Zat kimia ini membantu menyembuhkan
luka serta membantu darah membentuk zat pembeku dan kolesterol.
d. Pembersih atau Detoksifikasi
Hati membantu membersihkan zat-zat racun, seperti obat-obatan dan alkohol dari aliran
darah. Hati melakukannya dengan cara menyerap zat-zat racun tersebut, lalu menetralkannya
menggunakan cairan empedu.
e. Memproduksi Cairan Empedu
Selain berperan dalam sistem pencernaan, hati juga berperan dalam sistem ekskresi. Dalam
sistem ekskresi, hati berperan mengekskresikan cairan empedu secara terus-menerus. Setiap
harinya, hati mampu mengekskresikan cairan empedu sekitar 800–1.000 mL. Cairan empedu
mengandung air, asam empedu, garam empedu, kolesterol, fosfolipid (lesitin), zat warna empedu
(pigmen bilirubin dan biliverdin), serta beberapa jenis ion.
Cairan empedu berperan mengelmusikan lemak di dalam usus halus, mengaktifkan enzim
lipase, mengubah zat yang tidak larut dalam air menjadi zat yang larut dalam air, serta membentuk
urea dan amonia. Cairan empedu berasal dari penghancuran hemoglobin dari eritrosit yang telah
tua. Hemoglobin ini akan diuraikan menjadi hemin, zat besi, dan globin. Zat besi dan globin akan
disimpan di dalam hati, lalu dikirim ke sumsum tulang merah. Zat-zat tersebut digunakan dalam
pembentukan antibodi atau hemoglobin baru. Sementara itu, hemin diubah menjadi biliverdin yang
bewarna hijau kebiruan. Biliverdin diubah menjadi bilirubin yang merupakan zat warna kuning
oranye dan disimpan dalam kantong empedu. Selanjutnya, bilirubin dikeluarkan bersama cairan
empedu menuju usus dua belas jari, lalu menuju usus besar. Di usus besar, bilirubin diubah menjadi
urobilinogen. Urobilinogen diubah menjadi urobilin dan sterkobilin. Urobilin memberi warna
kuning pada urine dan sterkobilin memberi warna kecokelatan pada feses.
Proses Pembentukan Urine dan Faktor yang Memengaruhi Produksi Urine

1. Proses Pembentukan Urine


Proses pembentukan urine terjadi di dalam ginjal. Pembentukan urine terjadi melalui serangkaian
proses filtrasi (penyaringan zat-zat sisa yang beracun), reabsorpsi (penyerapan kembali zat-zat yang
masih diperlukan tubuh), dan augmentasi (penambahan zat sisa yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh).
a. Filtrasi
Pembentukan urine diawali dengan filtrasi yang terjadi di dalam kapiler glomerulus, yaitu
kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsula Bowman. Filtrasi terjadi ketika tekanan
darah memaksa air, urea, dan zat terlarut kecil lainnya dari darah dalam glomerulus masuk ke lumen
kapsula Bowman. Filtrasi berlangsung saat darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Pada
saat darah melalui arteriola aferen, tekanan darah relatif cukup tinggi, sedangkan tekanan darah di
arteriola eferen relatif cukup rendah. Kondisi ini terjadi karena diameter arteriola aferen lebih besar
dan ukurannya lebih pendek dibandingkan arteriola eferen. Keadaan inilah yang mengakibatkan
terjadinya proses filtrasi. Selanjutnya, berliter-liter darah didorong ke ruang glomerulus yang
berukuran kecil.
Di glomerulus terdapat sel-sel endotelium kapiler yang berpori (podosit), membran basiler,
dan epitel kapsula Bowman yang dapat mempermudah proses filtrasi. Selain struktur glomerulus
tersebut, faktor lain yang mempermudah proses filtrasi, yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik. Tekanan hidrostatik (TH) adalah tekanan darah terhadap dinding pembuluh. Sementara
itu, tekanan osmotik (TO) adalah tekanan yang dihasilkan oleh air (pelarut lain) pada membran
filtrasi.
Permeabilitas membran filtrasi ini 100–1.000 kali lebih permeabel dibandingkan permeabilitas
kapiler pada jaringan lain. Pada proses filtrasi ini, sel-sel darah, trombosit, dan sebagian besar protein
plasma disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Sementara itu, zat-zat kecil yang terlarut
dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, kalsium, klorida bikarbonat,
garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil saringan tersebut
merupakan urine primer (filtrat glomerulus). Jadi, urine primer komposisinya masih serupa dengan
darah, tetapi tidak mengandung protein dan elemen seluler, misalnya sel darah merah. Cairan filtrasi
dari glomerulus ini akan masuk ke tubulus kontortus proksimal dan mengalami proses reabsorpsi.
b. Reabsorpsi
Proses reabsorpsi yang berlangsung di tubulus kontortus proksimal meliputi reabsorpsi air,
reabsorpsi zat-zat tertentu, dan reabsorpsi zat-zat penting yang masih diperlukan tubuh.
1) Reabsorpsi air
Pada keadaan normal, sekitar 99% dari air yang menembus membran filtrasi akan
direabsorpsi sebelum mencapai ureter. Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal yang
dilakukan secara pasif melalui proses osmosis.
2) Reabsorpsi zat tertentu
Reabsorpsi zat-zat tertentu dapat terjadi secara transpor aktif dan difusi. Zat-zat yang
mengalami transpor aktif pada tubulus kontortus proksimal, yaitu K+, PO43–, NO3–, glukosa,
dan asam amino. Ion Na+ mengalami difusi dari sel tubulus menuju pembuluh kapiler. Difusi
ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tubulus. Difusi
tersebut dapat meningkat karena permeabilitas sel tubulus yang tinggi terhadap ion natrium.
Permeabilitas yang tinggi disebabkan oleh banyaknya mikrovili yang memperluas permukaan
tubulus.
3) Reabsorpsi zat yang penting bagi tubuh
Zat-zat penting bagi tubuh yang secara aktif direabsorpsi, yaitu asam amino, glukosa, asam
asetoasetat, dan vitamin. Glukosa dan asam asetoasetat merupakan sumber energi, sedangkan
asam amino merupakan bahan pengganti sel yang telah rusak. Zat-zat tersebut direabsorpsi
secara aktif di tubulus kontortus proksimal sehingga tidak akan ditemukan lagi di lengkung
Henle. Pada saluran menurun lengkung Henle, reabsorpsi air terus berlangsung selama filtrat
itu bergerak di sepanjang tubulus tersebut.
Setelah terjadi reabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan sepanjang saluran lengkung
Henle, tubulus akan menghasilkan urine sekunder. Pada urine sekunder ini zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun akan bertambah, misalnya konsentrasi urea sebesar 0,03% dalam urine primer
dapat mencapai 2% dalam urine sekunder. Selanjutnya, urine sekunder akan masuk ke tubulus
kontortus distal dan mengalami proses augmentasi.
c. Augmentasi
Augmentasi atau sekresi tubular adalah proses penambahan zat-zat yang tidak diperlukan
oleh tubuh ke dalam urine sekunder yang berlangsung di tubulus kontortus distal. Sel-sel tubulus
menyekresi ion hidrogen (H+), amonium (NH3), urea, kreatinin, dan racun ke dalam lumen tubulus
melalui proses difusi. Ion-ion ini lalu menyatu dengan urine sekunder.
Penambahan ion hidrogen pada proses augmentasi sangat penting untuk menjaga kesetimbangan
pH dalam darah. Jika pH dalam darah mulai turun, sekresi ion hidrogen akan meningkat sampai pH
darah kembali normal (7,3–7,4) dan urine yang dihasilkan memiliki pH sekitar 4,5–7,5. Selain itu,
pada tahap augmentasi berlangsung proses pembersihan zat-zat sisa dari dalam tubuh. Dari proses
augmentasi akan dihasilkan urine sesungguhnya. Urine yang terbentuk akan disimpan sementara di
kantong kemih. Setelah itu, urine akan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. Komposisi urine yang
dikeluarkan, yaitu 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, seperti pigmen empedu.
Pigmen empedu berfungsi memberi warna pada urine.

2. Faktor yang Memengaruhi Produksi Urine


Volume urine yang dikeluarkan setiap orang dalam setiap hari berbeda-beda. Kondisi ini dapat
terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi urine di
antaranya hormon antidiuretik, usia, gaya hidup dan aktivitas, kondisi kesehatan, psikologis, cuaca, serta
jumlah air yang diminum.
a. Hormon Antidiuretik
Hormon antidiuretik memengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus kontortus proksimal
sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Pada saat tubuh kekurangan cairan,
konsentrasi air dalam darah akan menurun. Akibatnya, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh
darah menuju ginjal. ADH meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan permeabilitas saluran
pengumpul (tubulus kolektivus). Dengan demikian, air akan berdifusi keluar dari tubulus kolektivus,
lalu masuk ke darah. Keadaan tersebut dapat memulihkan konsentrasi air dalam darah. Akibatnya,
urine yang dihasilkan lebih sedikit dan pekat.
b. Usia
Anak balita lebih sering mengeluarkan urine daripada lansia. Keadaan ini karena anak balita
belum bisa mengendalikan rangsangan untuk mikturasi. Selain itu, anak balita mengonsumsi lebih
banyak makanan berwujud cairan sehingga urine yang dihasilkan lebih banyak. Sementara itu,
pengeluaran urine pada lansia lebih sedikit. Keadaan ini karena setelah usia 40 tahun, jumlah nefron
yang berfungsi akan menurun kira-kira 10% setiap tahun. Kondisi ini akan mengurangi kemampuan
ginjal dalam memproses pengeluaran urine.
c. Gaya Hidup dan Aktivitas
Seseorang yang sering berolahraga, urine yang terbentuk akan lebih sedikit dan lebih pekat.
Keadaan ini karena cairan tubuh lebih banyak digunakan untuk membentuk energi. Pada saat
berolahraga, tubuh memerlukan energi lebih banyak. Kecukupan energi tersebut dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas fisik, baik aerobik maupun anaerobik. Energi tersebut dapat terbentuk dari
serapan karbohidrat, lemak, protein, keseimbangan cairan, dan kecukupan elektrolit. Setelah itu,
seluruh komponen asal energi tersebut diabsorpsi dan masuk ke proses metabolisme yang akan
diubah menjadi energi. Hasil dari proses metabolisme tersebut berubah menjadi proses kimia yang
mengubah bahan makanan menjadi dua bentuk energi, yaitu energi mekanik dan energi panas.
Dengan demikian, untuk mengatur suhu tubuh agar tetap stabil, cairan tubuh yang dikeluarkan
lebih banyak dalam bentuk keringat.
d. Kondisi Kesehatan
Produksi urine pada orang yang sehat berbeda dengan orang yang sakit. Orang yang sedang
sakit dapat mengeluarkan urine lebih banyak ataupun lebih sedikit tergantung jenis penyakit yang
dideritanya.
e. Psikologis
Orang yang cemas, proses metabolismenya lebih cepat sehingga akan lebih sering mengeluarkan
urine. Selain itu, umumnya tekanan darah orang yang cemas akan meningkat sehingga darah yang
mengalir menuju ginjal juga meningkat. Kondisi ini menyebabkan produksi urine makin meningkat.
f. Cuaca
Apabila cuaca panas, cairan tubuh lebih banyak dikeluarkan dalam bentuk keringat. Jika cuaca
dingin, cairan tubuh lebih banyak dikeluarkan dalam bentuk urine.
g. Jumlah Air yang Diminum
Apabila mengonsumsi banyak air minum, konsentrasi protein dalam darah akan menurun.
Kondisi ini dapat mengakibatkan menurunnya tekanan koloid protein sehingga tekanan filtrasi
kurang efektif. Akibatnya, volume urine yang diproduksi akan meningkat.
Struktur dan Fungsi Ginjal
Manusia memiliki dua buah ginjal yang berwarna merah gelap dan berbentuk seperti kacang merah.
Ginjal memiliki panjang sekitar 10–13 cm dan lebar 5–7,5 cm. Bagaimana mekanisme ekskresi yang dilakukan
oleh ginjal? Zat-zat apa saja yang diekskresikan oleh ginjal? Untuk memperjelas pemahaman Anda mengenai
struktur dan fungsi ginjal, simaklah uraian berikut.
1. Letak Ginjal
Ginjal terletak di sebelah kiri dan kanan ruas tulang pinggang di dalam rongga perut. Ginjal berada
di bawah diafragma dan di belakang peritonium, tepatnya di bawah hati pada sisi kanan serta di bawah
limpa pada sisi kiri. Letak ginjal kiri lebih tinggi daripada ginjal kanan karena di atas ginjal kanan
terdapat hati yang menempati sebagian besar ruang di rongga perut.
2. Struktur Ginjal
Ginjal manusia tersusun atas tiga bagian, yaitu korteks, medula, dan pelvis. Korteks atau kulit ginjal
merupakan bagian luar ginjal. Sementara itu, medula atau sumsum ginjal terletak di sebelah dalam
bagian korteks. Adapun pelvis ginjal (rongga ginjal) merupakan bagian dalam ginjal yang berupa ruang
kosong.
Sebuah ginjal manusia terdapat sekitar satu juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional dan
struktural terkecil dalam sistem ekskresi pada ginjal. Setiap nefron terdiri atas badan Malpighi dan
saluran nefron. Pada bagian nefron inilah berlangsung proses penyaringan zat-zat sisa dalam darah,
reabsorpsi air dan zat-zat penting, serta penambahan zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Nefron
terdapat di bagian korteks dan medula ginjal. Sekarang, perhatikan bagian-bagian ginjal beserta struktur
nefron dalam ginjal pada gambar berikut.

Letak ginjal dalam tubuh Penampang ginjal

Korteks
Medula
Vena kava Arteri renalis
Arteri renalis
dan vena renalis Vena renalis
Aorta
Ureter
Kantong kemih
Uretra
Ureter Pelvis
Kapsula Bowman
Glomerulus
1

Tubulus Korteks Nefron


2

kontortus distal
3
1

Tubulus kontortus
4

proksimal Kapiler Medula


2
4

peritubular
3

Vasa
recta Lengkung Bagian korteks dan
Tubulus
Henle turun medula ginjal
kolektivus
Lengkung
Henle naik
Struktur nefron

Gambar Ginjal dan bagian-bagiannya


Sumber: Biology Twelfth Edition, Pearson Education
Pada bagian korteks terdapat badan Malpighi dan saluran nefron yang meliputi tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distal. Badan Malpighi mengandung glomerulus yang diselubungi oleh
kapsula Bowman. Glomerulus berupa anyaman pembuluh kapiler darah, sedangkan kapsula Bowman
berbentuk cawan berdinding tebal yang mengelilingi glomerulus. Glomerulus menghubungkan arteriola
aferen (lebar) dengan arteriola eferen (sempit). Oleh karena itu, glomerulus juga berperan mengatur
tekanan darah. Fungsi utama glomerulus sebagai penyaring/filtrasi cairan darah.
Pada bagian medula terdapat lengkung Henle naik, lengkung Henle turun, dan pembuluh-pembuluh
darah yang berfungsi untuk mengumpulkan hasil ekskresi. Pembuluh-pembuluh itu disebut tubulus
kolektivus. Tubulus kolektivus berhubungan dengan rongga ginjal (pelvis ginjal) yang berfungsi
menampung sementara urine yang telah terbentuk. Selanjutnya, urine tersebut akan dialirkan menuju
ureter yang bermuara pada kantong kemih (vesika urinaria). Kantong kemih berfungsi sebagai tempat
penampungan urine sementara. Jika kantong kemih telah mengandung banyak urine, dinding kantong
kemih akan tertekan sehingga otot melingkar pada pangkal kantong kemih meregang. Akibatnya, akan
timbul rasa ingin buang air kecil. Selanjutnya, urine akan dikeluarkan melalui uretra.
3. Fungsi Ginjal
Ginjal memiliki beberapa fungsi seperti berikut.
a. Menjaga keseimbangan air dalam tubuh dengan cara mengatur volume plasma darah dan volume
air.
b. Membuang sisa metabolisme, misal urea, asam urat, kreatinin, obat-obatan, dan zat lain yang bersifat
racun.
c. Mengatur kandungan elektrolit dengan menyaring zat-zat kimia yang masih berguna bagi tubuh
(natrium, fosfor, dan kalium) serta mengembalikannya ke saluran peredaran darah.
d. Menjaga tekanan osmosis dengan cara mengatur ekskresi garam-garam.
e. Menjaga asam basa cairan darah dengan cara mengekskresikan urine yang bersifat basa atau
mengekskresikan urine yang bersifat asam.
f. Menghasilkan zat-zat berikut.
1) Eritropoietin (EPO), yang merangsang sumsum tulang untuk membuat sel-sel darah merah
(eritrosit).
2) Kalsitriol, merupakan bentuk aktif vitamin D yang membantu menjaga keseimbangan kadar
kalsium dalam tubuh.
Jenis-Jenis Gangguan pada Sistem Pernapasan Manusia
Organ-organ pernapasan seperti hidung, faring, trakea, bronkus, dan paru-paru dapat mengalami gangguan.
Gangguan-gangguan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kelainan struktur dan fungsi organ-organ
pernapasan. Adapun jenis-jenis gangguan atau kelainan yang dapat terjadi pada sistem pernapasan manusia
sebagai berikut.
1. Asfiksi
As iksi adalah gangguan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan atau gangguan penggunaan oksigen
oleh jaringan sehingga menyebabkan penurunan fungsi paru-paru, pembuluh darah, dan jaringan tubuh
lainnya. Gejala-gejala penyakit as iksi antara lain rendahnya kadar oksigen, kejang-kejang, kesadaran
menurun, terjadi depresi pada pusat pernapasan, serta denyut jantung dan pernapasan akan terhenti.
Pencegahan penyakit as iksi dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi
makanan yang bergizi, olahraga secara teratur, dan istirahat yang cukup. Sementara itu, cara mengatasi
penyakit as iksi, yaitu dengan melakukan resusitasi untuk merangsang jantung dan paru-paru dalam
menyuplai oksigen ke jaringan tubuh, terutama otak serta mengonsumsi obat-obatan seperti epinefrin.
2. Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik adalah gangguan yang disebabkan oleh keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbon dioksida dalam darah. Akibatnya, keseimbangan asam basa dalam darah terganggu.
Gejala-gejala yang dialami penderita asidosis respiratorik di antaranya denyut jantung tidak teratur, batuk,
napas lebih dalam dan lebih cepat, serta mudah lelah. Penyakit asidosis respiratorik dapat dicegah dengan
cara menghindari paparan asap rokok dan asap kendaraan bermotor. Cara mengatasi penyakit asidosis
respiratorik, antara lain dengan mengonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan fungsi paru-paru
dan menggunakan bantuan pernapasan melalui ventilator mekanik.
3. Asma
Asma adalah gangguan pada rongga saluran pernapasan yang diakibatkan oleh kontraksi otot polos
pada bronkus sehingga mengakibatkan penderita sulit bernapas. Adapun gejala-gejala asma antara lain
sesak napas, nyeri di bagian dada, dan napas berbunyi. Asma dapat disebabkan oleh alergen yang masuk
ke tubuh. Alergen dapat berupa asap rokok, debu, dan rambut halus dari hewan peliharaan. Alergen yang
masuk ke tubuh akan memicu sistem imun dalam tubuh untuk memproduksi prostaglandin dan histamin.
Kedua senyawa tersebut yang mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran pernapasan. Cara mencegah
asma dengan menghindari alergen yang memicu asma dan menjaga kebersihan udara di lingkungan sekitar.
Adapun cara mengatasi asma dapat dilakukan dengan pemberian obat asma menggunakan nebulizer atau
inhaler, membantu latihan napas yang panjang dan dalam, serta menciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang agar tidak memperparah sesak napas.
4. Emfisema
Em isema adalah penyakit yang terjadi karena ketidaknormalan susunan dan fungsi alveolus. Gejala-
gejala yang dialami oleh penderita em isema antara lain sesak napas, batuk kronis, serta nafsu makan
berkurang sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Penyakit em isema dapat dicegah dengan cara
berhenti merokok dan berolahraga secara teratur untuk meningkatkan kapasitas paru-paru. Adapun cara
mengatasi penyakit em isema di antaranya mengonsumsi obat-obatan, seperti bronchodilator, mucolytic,
dan steroid yang dosisnya disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit, serta melakukan terapi yang
meliputi rehabilitasi paru, suplemen oksigen, dan terapi nutrisi.
5. Kanker Paru-Paru
Kanker paru-paru diakibatkan oleh adanya tumor ganas yang terbentuk di dalam epitel bronkiolus
dan biasanya diderita oleh perokok. Gejala-gejala kanker paru-paru yang sering dialami antara lain
batuk berkepanjangan, napas lebih pendek, dada terasa sakit, dan berat badan menurun. Cara mencegah
penyakit kanker paru-paru di antaranya berhenti merokok, menghindari asap rokok, berolahraga secara
teratur, dan mengonsumsi makanan bergizi. Adapun cara mengatasi penyakit kanker paru-paru dengan
melakukan radioterapi.
6. COVID-19
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dari golongan Coronavirus, yaitu SARS-
CoV-2 atau sering disebut virus Corona. COVID-19 dapat ditularkan melalui percikan air (droplet) yang
keluar saat penderita COVID-19 batuk atau bersin, benda yang terkena droplet penderita COVID-19, dan
kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19. Gejala-gejala yang dialami oleh penderita COVID-19 antara
lain demam, batuk kering, sakit tenggorokan, sesak napas, dan hilangnya kemampuan mengecap rasa
atau mencium bau. Untuk mengetahui seseorang terinfeksi virus SARS-CoV-2 atau tidak, dapat dilakukan
melalui tes swab. Salah satu metode yang digunakan dalam tes swab, yaitu Polymerase Chain Reaction
(PCR). PCR adalah metode swab yang dilakukan untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 dengan menguji
keberadaan materi genetik dari virus tersebut. COVID-19 dapat dicegah dengan selalu menerapkan protokol
kesehatan, yaitu 5M (mencuci tangan sesering mungkin menggunakan sabun di air mengalir, menjaga
jarak aman, memakai masker, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilitas dan interaksi). Selain
itu, COVID-19 juga dapat dicegah dengan vaksinasi berupa vaksin COVID-19. Adapun cara penanganan
apabila seseorang terkon irmasi positif COVID-19, yaitu melakukan isolasi dengan pengawasan tenaga
medis di rumah sakit atau tempat yang disediakan, mengonsumsi makanan bergizi, terutama makanan
yang mengandung vitamin C dan E, serta istirahat yang cukup.
7. Pneumonia
Pneumonia adalah radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Diplococcus pneumoniae.
Peradangan pada alveolus menyebabkan terbentuknya cairan kental di dalam kantong alveolus. Adanya
cairan tersebut dapat mengganggu proses pertukaran gas di dalam alveolus. Akibatnya, oksigen yang
diserap oleh darah menjadi berkurang. Gejala-gejala yang dialami penderita pneumonia antara lain
demam tinggi, batuk berdahak, sesak napas, nyeri di bagian dada, sakit kepala, dan kelelahan. Adapun cara
mencegah penyakit pneumonia di antaranya menjaga kebersihan lingkungan di sekitar tempat tinggal,
rajin mencuci tangan menggunakan sabun, berhenti merokok, istirahat yang cukup, dan mengonsumsi
makanan bergizi. Sementara itu, cara mengatasi penyakit pneumonia, yaitu mengonsumsi antibiotik serta
terapi herbal menggunakan daun sambiloto dan kencur.
8. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dan ditandai dengan terbentuknya bintik-bintik kecil pada dinding alveolus. Gejala-gejala yang dialami
oleh penderita TBC antara lain batuk berkepanjangan, batuk disertai dahak dan kadang-kadang berdarah,
demam, serta nafsu makan berkurang sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Cara mencegah
terjadinya penyakit TBC antara lain berhenti merokok, melakukan imunisasi melalui vaksinasi BCG pada
saat balita, dan mengonsumsi makanan bergizi. Sementara itu, cara mencegah penularan penyakit TBC
antara lain menutup mulut dan hidung saat batuk, serta membuka jendela pada siang hari agar sinar
matahari dapat masuk dan udara tersirkulasi. Adapun cara mengatasi penyakit TBC, antara lain melakukan
terapi kombinasi antibiotik dalam jangka waktu tertentu.
9. Influenza
In luenza diakibatkan oleh infeksi Orthomyxovirus yang menimbulkan radang pada selaput mukosa
di saluran pernapasan. Gejala-gejala yang biasa dialami oleh penderita in luenza antara lain demam
tinggi, hidung tersumbat, batuk, wajah pucat, tubuh terasa lemas, dan nafsu makan berkurang. Cara
mencegah penyakit in luenza dengan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, menggunakan
masker saat bepergian agar terhindar dari patogen, mencuci tangan menggunakan sabun dengan bersih,
dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Adapun cara mengatasi penyakit in luenza antara lain istirahat
yang cukup, mengonsumsi makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengonsumsi obat-
obatan seperti parasetamol untuk menurunkan demam, serta mengonsumsi minuman yang mengandung
gula dan elektrolit agar terhindar dari dehidrasi.
10. Polip
Polip adalah penyakit yang disebabkan oleh pembengkakan kelenjar limfa di hidung sehingga
mengakibatkan penyempitan atau penyumbatan saluran napas. Gejala-gejala yang dialami oleh penderita
polip antara lain hidung tersumbat atau berair, bersin-bersin, nyeri pada wajah, sakit pada gigi rahang
atas, serta rongga hidung terasa gatal dan perih. Cara mencegah penyakit polip di antaranya menjaga
kesehatan dan kebersihan hidung, menggunakan masker saat bepergian, serta menghindari obat-obatan
yang dapat memicu alergi. Adapun cara mengatasi penyakit polip, antara lain mengonsumsi obat-obatan
seperti kortikosteroid untuk mengecilkan ukuran polip dan melakukan tindakan operasi apabila ukuran
polip sudah membesar.
11. Bronkitis
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau in lamasi.
Gejala-gejala yang timbul antara lain batuk berdahak, sakit pada tenggorokan, sesak napas, hidung
tersumbat, dan demam. Cara mencegah penyakit bronkitis antara lain berhenti merokok, menghindari
paparan asap rokok, dan tidak mengonsumsi alkohol. Cara mengatasi penyakit bronkitis dengan melakukan
senam pernapasan, mengonsumsi air putih yang cukup, dan menggunakan masker untuk mengurangi
risiko infeksi.
12. Difteri
Difteri merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan atas, yaitu faring dan laring. Penyakit
ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Difteri dapat menyerang sejak masih bayi. Gejala-gejala
yang dialami oleh penderita difteri di antaranya terbentuk lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi
tenggorokan dan amandel, demam, sakit pada tenggorokan, pembengkakan kelenjar limfa pada leher, serta
sesak napas. Penyakit difteri dapat dicegah dengan melakukan imunisasi melalui vaksinasi DPT. Vaksinasi
tersebut dilakukan secara bertahap. Dosis pertama diberikan saat anak berusia 2 bulan, dosis kedua pada
usia 4 bulan, dan dosis ketiga pada usia 6 bulan. Dosis keempat diberikan di antara usia 15–18 bulan,
dan dosis terakhir pada usia 4–6 tahun. Setelahnya, anak perlu mendapat vaksin penguat (booster) setiap
10 tahun sekali. Cara mengatasi penyakit difteri, yaitu mengonsumsi antibiotik dan antitoksin sesuai
resep yang diberikan oleh dokter.
13. Hipoksia
Hipoksia adalah gangguan yang diakibatkan oleh kekurangan oksigen di dalam jaringan sehingga
dapat mematikan sel-sel dalam jaringan tubuh. Seseorang yang mengalami hipoksia ditandai dengan
warna kulit kebiruan, sesak napas, dan sakit pada kepala. Hipoksia dapat disebabkan oleh keracunan zat-
zat karsinogenik serta gangguan pada jantung dan paru-paru. Cara mencegah terjadinya hipoksia antara
lain tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang atau narkoba, olahraga secara teratur, dan selalu waspada
saat berada di lingkungan dengan kadar oksigen rendah, seperti pegunungan, area kebakaran, dan berada
di dalam air dalam waktu cukup lama. Cara mengatasi hipoksia, yaitu memasok oksigen ke dalam tubuh
menggunakan slang oksigen, melakukan intubasi atau pembuatan saluran udara mekanis yang berfungsi
menyalurkan oksigen ke paru-paru, dan jika hipoksia disebabkan oleh keracunan gas karbon monoksida
dapat diatasi dengan memasukkan penderita ke ruang hiperbarik agar oksigen dalam darah meningkat.
14. Pleuritis
Pleuritis adalah gangguan yang disebabkan oleh peradangan selaput pleura sehingga timbul rasa
nyeri saat bernapas. Gejala-gejala yang dapat dialami oleh penderita pleuritis antara lain batuk kering,
sesak napas, demam, sakit pada bagian dada, bahu, sendi, dan otot, serta merasa mual. Adapun cara
mencegah penyakit pleuritis antara lain menerapkan pola hidup sehat, mengonsumsi makanan bergizi,
dan menghindari obat-obatan yang memicu alergi. Cara mengatasi penyakit pleuritis, yaitu mengonsumsi
obat-obatan yang mengandung antibiotik dan melakukan penyedotan cairan dari dalam rongga pleura
(torakosentesis).
15. Sianosis
Sianosis adalah gangguan yang disebabkan oleh kandungan O2 yang rendah dalam darah sehingga
kulit dan membran mukosa berwarna kebiruan atau pucat. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain
sesak napas, kulit berwarna kebiruan, sakit pada bagian dada, lengan, dan jari tangan, serta berkeringat
dingin. Cara mencegah sianosis di antaranya olahraga secara teratur, mengonsumsi makanan bergizi, dan
rajin melakukan senam pernapasan. Adapun cara mengatasi sianosis, yaitu memberikan oksigen kepada
penderita.
16. Laringitis
Laringitis adalah peradangan pada laring yang disebabkan oleh infeksi patogen. Gejala-
gejala yang ditimbulkan antara lain batuk, nyeri di bagian tenggorokan, kesulitan berbicara, dan
suara menjadi serak. Adapun cara mencegah penyakit laringitis, antara lain menjaga kebersihan lingkungan
di sekitar tempat tinggal, menghindari kebiasaan membersihkan tenggorokan, mengonsumsi makanan
mengandung vitamin A, E, dan C, menghindari makanan pedas, dan istirahat yang cukup. Cara mengatasi
penyakit laringitis, yaitu memperbanyak minum air putih dan mengonsumsi makanan bergizi.
17. Rinitis
Rinitis adalah peradangan pada rongga hidung yang disebabkan oleh infeksi patogen dan alergi. Gejala-
gejala yang dialami oleh penderita rinitis antara lain bersin-bersin, hidung tersumbat atau hidung berair,
serta terjadi iritasi di sekitar hidung. Cara mencegah penyakit rinitis antara lain menghindari lingkungan
berpolusi atau terpapar asap rokok dan menghindari obat-obatan yang memicu alergi. Sementara itu,
cara mengatasi penyakit rinitis, yaitu dengan mengonsumsi obat dekongestan dan antihistamin, serta
melakukan imunoterapi.
18. Sinusitis
Sinusitis adalah peradangan pada rongga hidung bagian atas yang disebabkan oleh
infeksi patogen, alergi, dan polusi udara. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain demam, hidung
mengeluarkan cairan berwarna kuning kehijauan, nyeri pada wajah, dan napas berbau. Adapun cara
mencegah penyakit sinusitis antara lain menjaga kesehatan tubuh dengan cara mengonsumsi makanan
yang mengandung vitamin C, rajin mencuci tangan menggunakan sabun, berhenti merokok, olahraga
secara teratur, dan menjaga kelembapan udara dalam ruangan (misal memasang alat pelembap udara atau
humidiϔier). Cara mengatasi penyakit sinusitis, yaitu mengonsumsi antibiotik dan steroid, serta melakukan
operasi jika sinusitis dalam keadaan parah.
19. Faringitis
Faringitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pharyngitis sehingga
mengakibatkan terjadinya peradangan pada faring. Gejala-gejala yang dialami oleh penderita faringitis
antara lain kerongkongan terasa nyeri saat menelan, batuk berkepanjangan, serta nafsu makan berkurang.
Adapun cara mencegah faringitis, yaitu rajin mencuci tangan menggunakan sabun, menggunakan masker
saat bepergian, menjaga kebersihan lingkungan di sekitar tempat tinggal, dan tidak menggunakan peralatan
makan atau alat mandi yang sama dengan penderita faringitis. Penyakit faringitis dapat diatasi dengan
cara mengonsumsi antibiotik dan makanan bergizi untuk menjaga daya tahan tubuh.
20. Adenoid
Adenoid (kesan wajah bodoh) adalah gangguan yang disebabkan oleh adanya pembengkakan
kelenjar limfa oleh polip dan amandel sehingga menyumbat saluran napas. Gejala-gejala yang dialami
penderita adenoid di antaranya mulut selalu terbuka, kesulitan berbicara, suara sengau saat berbicara,
dan mendengkur saat tidur. Cara mencegah penyakit adenoid antara lain menghindari makanan yang
dapat mengiritasi amandel, seperti makanan berminyak, makanan atau minuman dingin, makanan yang
mengandung bahan pengawet, penyedap rasa, dan pewarna sintesis, serta memperbanyak minum air putih.
Sementara itu, cara mengatasi penyakit adenoid, yaitu melakukan tindakan operasi (adenoidektomi).
Macam-Macam Volume Udara Pernapasan
Volume udara pernapasan dapat dibedakan menjadi volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume
cadangan ekspirasi, volume sisa/residu, kapasitas vital, dan volume total paru-paru.
1. Volume tidal adalah volume udara pernapasan biasa, besarnya kurang lebih 500 cc atau 500 mL.
2. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume) atau udara komplementer adalah volume udara
yang masih dapat dimasukkan secara maksimal setelah melakukan inspirasi biasa, besarnya
kurang lebih 1.500 cc atau 1.500 mL.
3. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume) atau udara suplementer adalah volume udara yang
masih dapat dikeluarkan secara maksimal setelah melakukan ekspirasi biasa, besarnya kurang lebih 1.500 cc
atau 1.500 mL.
4. Volume sisa/residu (residual volume) adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah
melakukan ekspirasi maksimal, besarnya kurang lebih 1.000 cc atau 1.000 mL.
5. Kapasitas vital (vital capacity) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan semaksimal mungkin setelah
melakukan inspirasi maksimal, besarnya kurang lebih 3.500 cc atau 3.500 mL. Kapasitas vital merupakan
jumlah dari volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi.
6. Volume total paru-paru (total lung volume) adalah volume udara yang dapat ditampung paru-paru
semaksimal mungkin, besarnya kurang lebih 4.500 cc atau 4.500 mL. Volume total paru-paru merupakan
jumlah dari volume sisa ditambah kapasitas vital.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gra ik berikut.

Volume tidal : 500 mL






Volume cadangan inspirasi : 1.500 mL Kapasitas vital Volume total paru-paru


Volume cadangan ekspirasi : 1.500 mL (3.500 mL) (4.500 mL)
Volume sisa : 1.000 mL

5.000
Volume Udara Pernapasan (mL)

4.000 Volume
1.500 mL cadangan Kapasitas
inspirasi vital
3.000
500 mL Volume tidal

2.000 Volume Volume total


1.500 mL cadangan paru-paru
ekspirasi
1.000
1.000 mL Volume sisa
0

Gambar Grafik volume udara pernapasan pada manusia


Sumber: New Understanding Biology for Advanced Level Fourth Edition, Stanley Thornes

Anda mungkin juga menyukai