Anda di halaman 1dari 21

MATERI QUR’AN DI SAM/SMU

Hidup Sederhana Dan Perintah Menyantuni Dhu’afa


(KAJIAN Q.S. AL-BAQARAH [2] : 177 )
Disusun guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Materi Qur’an di SMA/SMU

Dosen Pengampu :
Prof. Dra. Hj. Nina Nurmila, M.A, PhD
Imas Masripah, M.Pd.I

Disusun oleh :
Salsabila Firdausia (1202020151)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
A. PENDAHULUAN
Sebelum kita membahas ayat-ayat Al-Qur’an tentang perintah untuk menyantuni kaum
dhu’afa, terlebih dahulu kita bahas makna dari menyantuni kaum dhu’afa. Kata dhu’afa sendiri
berasal dari bahasa Arab (‫ )ضعفاء‬yang merupakan bentuk jamak dari kata (‫ )ضعيف‬yang artinya
adalah orang yang lemah. Makna dari menyantunni kaum dhu’afa ialah memberikan harta atau
barang yang bermanfaat untuk kaum dhu’afa, kaum dhu’afa sendiri ialah orang yang lemah atau
orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantunni sebagai kewajiban muslim untuk
saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Perlu digaris bawahi, bahwa
“memberi” tidak harus dengan uang, akan tetapi kita bisa memberikan barang-barang yang lain,
seperti memberikan makanan yang nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti halnya infak dan
kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan
digunakan untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan mendapat pahala yang
sama, ketika ia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan
mendapat pahala buruk dari orang miskin itu, in syaa Allah pahalanya tidak akan berkurang
setelah memberi kepada orang miskin itu.
Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan tentang pola hidup yang sederhana,
hal ini tergambar pada pribadi Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam. Banyak ayat al-
qur’an dan juga hadist yang menjelaskan tentang pola hidup sederhana dan juga perintah untuk
menyantuni kaum dhu’afa’ yang urgent untuk diketahui oleh setiap penuntut ilmu. Islam
mengajarkan kepada setiap orang yang memeluknya untuk berbuat baik kepada sesamanya
terlebih kepada orang-orang yang lemah yang membutuhkan bantuan dari orang lain. Setiap
kaum muslimin dan muslimat selama ini senang berhura-hura dan berprilaku konsumtif. Saat
ini mereka cenderung mengikuti hawa nafsu tanpa memperhitungkan bahwa itu perbuatan yang
sia-sia dan merugikan. Untuk mengatasi perbuatan seseorang agar bernilai ibadah dan dapat
mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, maka dari itu pentingnya memahami dalil naqli dan
aqli terutama dalam membentuk pola pikir hidup sederhana. Hidup sederhanan bukan berarti
kita menjadi fakir, namun bagaimana kita bersikap tunduk atau tawadhu’ di hadapan Allah
SWT.
B. TEKS DAN TERJEMAH AYAT
Q.S Al-Baqarah [2] : 177
ٰۤ
ِ‫اْل ِخ ِر َوالْ َم ٰل ِى َكة‬ ٰ ْ ‫وْم‬ ِ َ‫اّلل َوالْي‬ِ ٰ ٰ ‫ق َوالْ َم ْغ ِربِ َو ٰل ِك َّن الْ ِب َّر َم ْن ٰا َمنَ ِب‬
ِ ‫ْس الْ ِب َّراَ ْن تُ َولُّوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم قِبَ َل الْ َم ْش ِر‬
َ ‫۞ لَي‬
ٰۤ
‫فى‬ِ ‫َوالْ ِك ٰتبِ َوالنَّ ِب ّٖيٰنَ ۚ َو ٰاتَى الْ َما َل ع َٰلى ُحب ِّّٖه ذَ ِوى الْقُرْ ٰبى َوالْيَ ٰت ٰمى َوالْ َم ٰس ِكيْنَ َوابْنَ السَّ ِبيْ ِۙ ِل َوالسَّا ِىلِيْنَ َو‬
‫ضر َّٰۤا ِء‬ َّ ‫ص ِب ِريْنَ فِى الْبَأْسَ ٰۤا ِء َوال‬ ٰ ٰ ‫بِ َواَقَا َم الص َّٰلوةَ َو ٰاتَى ال َّز ٰكوةَ ۚ َوالْ ُموْ فُوْ نَ ِب َع ْه ِدهِ ْم اِذَا عَاهَدُوْ ا ۚ َوال‬ ۚ ‫ال ِّرقَا‬
ٰٰۤ ُ ٰٰۤ ُ ْ ْ
َ‫ك هُ ُم الْ ُمتَّقُوْ ن‬ َ ‫ول ِى‬ ‫صدَقُوْ ا ِۗ َوا‬ َ َ‫ك الَّ ِذيْن‬ َ ‫ول ِى‬ ‫سا‬ ِ ِۗ ‫َو ِحيْنَ البَأ‬
Artinya :
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi
kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir),
peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan
menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang
sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah :
177)

C. TERJEMAH PERKATA

Ayat Arti
َ ‫لَي‬
‫ْس‬ bukanlah
‫الْ ِب َّر‬ kebaikan/kebaktian
‫اَ ْن‬ bahwa
‫تُ َولُّوْ ا‬ kamu menghadapkan
‫ُوجُوْ هَ ُك ْم‬ Wajahmu
‫قِبَ َل‬ Kearah
ِ ‫الْ َم ْش ِر‬
‫ق‬ timur
ِ‫َوا ْل َم ْغ ِرب‬ dan barat
‫َو ٰل ِك َّن‬ akan tetapi
‫الْ ِب َّر‬ kebaikan/kebaktian
‫َم ْن‬ Orang
َ‫ٰا َمن‬ dia beriman
ٰ ٰ ‫ِب‬
ِ‫اّلل‬ dengan/kepada Allah
ِ َ‫َوا ْلي‬
‫وْم‬ dan hari
‫اْل ِخ ِر‬ْٰ Akhirat
ٰۤ
ِ‫َوالْ َم ٰلىِ َكة‬ dan malaikat
ِ‫َوالْ ِك ٰتب‬ dan Kitab
َ‫َوالنَّ ِب ّٖيٰن‬ dan Nabi-Nabi
‫َو ٰاتَى‬ dan memberikan
‫الْ َما َل‬ Harta
‫ع َٰلى‬ Atas
‫ُحب ِّّٖه‬ dicintainya
‫ذَ ِوى‬ kelompok
‫الْقُرْ ٰبى‬ kerabat
‫َوالْيَ ٰت ٰمى‬ dan anak-anak yatim
َ‫َوالْ َم ٰس ِكيْن‬ dan orang-orang miskin
َ‫َوابْن‬ dan orang
‫السَّبِيْ ِۙ ِل‬ (dalam) perjalanan
َ‫َوالس َّٰۤا ِىلِيْن‬ dan orang yang minta-minta
‫فى‬
ِ ‫َو‬ dan didalam
ۚ ‫ال ِّر َقا‬
ِ‫ب‬ memerdekakan hamba sahaya
‫َواَقَا َم‬ dan mendirikan
َ‫الص َّٰلوة‬ Sholat
‫َو ٰاتَى‬ dan menunaikan
َ‫ال َّز ٰكوة‬ zakat
َ‫َوالْ ُموْ فُوْ ن‬ dan orang-orang yang
menepati
‫ِب َع ْه ِدهِ ْم‬ pada janji mereka
‫اِذَا‬ apabila
‫عَاهَدُوْ ا‬ mereka berjanji
ٰ ٰ ‫َوال‬
َ‫ص ِب ِريْن‬ dan orang-orang yang sabar
‫ِفى‬ dalam
‫س ٰۤا ِء‬
َ ‫الْ َب ْأ‬ kesempitan
‫ضر َّٰۤا ِء‬
َّ ‫َوال‬ dan kemelaratan
َ‫َو ِحيْن‬ dan ketika
ِ ِۗ ْ‫الْبَأ‬
‫س‬ perang
ٰٰۤ ُ
‫ك‬
َ ‫ول ِى‬ ‫ا‬ mereka itulah
َ‫الَّ ِذيْن‬ orang-orang yang
‫صدَقُوْ ا‬
َ mereka benar
ٰٰۤ ُ
‫ك‬
َ ‫ول ِى‬ ‫َوا‬ dan mereka itu
‫هُ ُم‬ mereka
َ‫الْ ُمتَّقُوْ ن‬ orang-orang yang bertakwa

D. HUKUM ILMU TAJWID

Hukum Ilmu Tajwidnya :


1. Mad lin karena huruf ya sukun didahului dengan huruf sin berharakat fathah. Baca
panjang 2 harakat.
2. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf ba. Baca dengan jelas.
3. Ikhfa adalah alasan huruf nun sukun bertemu dengan huruf ta. Cara membacanya samar
dengan dengungan dan ditahan selama 3 gerakan.
4. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf lam berharakat dhamah memenuhi wau sukun
dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
5. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf jim berharakat dhamah memenuhi wau sukun
dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
6. Idzhar syafawi karena huruf mim sukun memenuhi huruf qaf. Cara membacanya
dengan jelas.
7. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf mim. Baca dengan
jelas.
8. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf mim. Baca dengan
jelas.
9. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf lam berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
10. Ghunnah karena biarawati ditandai tasydid dan cara membacanya dengan
bersenandung dan ditahan 3 harakat.
11. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf ba. Baca dengan jelas.
12. Idzhar karena huruf nun sukun memenuhi huruf hamzah. Baca dengan jelas tidak
berdengung sama sekali.
13. Mad badal karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu kata tetapi posisi hamzah
mendahului huruf mad. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
14. Tarqiq karena kata Allah diawali dengan huruf hijaiyah ba berharakat kasrah. Cara
membacanya tipis.
15. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf ya. Baca dengan jelas.
16. Mad lin karena huruf wau sukun didahului dengan huruf ya berharakat fathah. Baca
panjang 2 harakat.
17. Ada dua hukum di sini, pertama alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu
dengan huruf hamzah. Baca dengan jelas. Kedua, mad itu badal karena huruf mad
bertemu hamzah dalam satu kata tetapi posisi hamzah mendahului huruf mad. Cara
membacanya adalah 2 suku kata.
18. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf mim. Baca dengan
jelas.
19. Mad wajib muttashil alasannya karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu
kata. Baca 4 atau 5 suku kata.
20. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf kaf. Baca dengan jelas.
21. Mad original atau mad thabi'i karena huruf ta berharakat fathah memenuhi alif dan
setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
22. Ada dua hukum di sini, pertama alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu
dengan huruf syamsiyah nun. Baca idgham (masukkan huruf nun). Kedua, ghunnah
karena biarawati ditandai dengan tasydid dan cara membacanya dengan drone dan
menahan 3 harakat.
23. Gila tamkin karena sebelum surat ya bertasydid dan kasrah berharakat tegak. Cara
membacanya adalah 2 suku kata.
24. Mad badal karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu kata tetapi posisi hamzah
mendahului huruf mad. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
25. Ada dua hukum di sini, pertama alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu
dengan huruf mim. Baca dengan jelas. Kedua, Mad asli atau mad thabi'i karena huruf
mim berharakat fathah bertemu alif dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun,
waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
26. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf lam berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
27. Mad shilah qashirah karena huruf ha (kata ganti) bertemu dengan huruf selain
hamzah. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
28. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf qaf. Baca dengan jelas.
29. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf ba berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
30. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf ya. Baca dengan jelas.
31. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf ta berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
32. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf mim berharakat fathah memenuhi alif dan
setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid . Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
33. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf mim. Baca dengan
jelas.
34. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf sin berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
35. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf kaf berharakat kasrah bertemu ya sukun dan
setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
36. Qalqalah sughra karena huruf qalqalah ba berharakat sukun dan posisinya di tengah
kalimat. Cara membacanya ringan tercermin.
37. Alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah dosa. Baca
idgham (masukkan huruf sin).
38. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf ba berharakat kasrah memenuhi ya sukun dan
setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
39. Ada dua hukum di sini, pertama alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu
dengan huruf syamsiyah dosa. Baca idgham (masukkan huruf sin). Kedua, mad wajib
muttashil karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu kata. Baca 4 atau 5 suku kata.
40. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf lam berharakat kasrah bertemu ya sukun dan
setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
41. Alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah ra. Baca
idgham (masukkan huruf ra).
42. Mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwakafkan. Cara
membacanya dengan perpanjangan 2 sampai 6 harakat.
43. Qalqalah kubra karena huruf qalqalah ba diwaqaf. Cara membacanya tercermin lebih
tebal.
44. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf qaf berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
45. Alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah shad. Baca
idgham (masukkan huruf shad).
46. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf lam berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
47. Mad badal karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu kata tetapi posisi hamzah
mendahului huruf mad. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
48. Alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah zai. Baca
idgham (masukkan huruf zai).
49. Mad arid lissukun karena surat mad jatuh sebelum surat yang diwakafkan. Cara
membacanya dengan perpanjangan 2 sampai 6 harakat.

50. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf mim. Baca dengan
jelas.
51. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf mim berharakat dhamah memenuhi wau sukun
dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
52. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf fa berharakat dhamah memenuhi wau sukun dan
setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
53. Idzhar syafawi karena huruf mim sukun memenuhi huruf hamzah. Cara membacanya
dengan jelas.
54. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf dzal berharakat fathah bertemu alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
55. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf 'ain berharakat fathah memenuhi alif dan setelah
itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2
suku kata.
56. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf dal berharakat dhamah bertemu wau sukun dan
setelah itu tidak memenuhi hamzah, huruf bersukun, huruf bertanda waqaf, dan huruf
bertasydid. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
57. Ada dua hukum di sini, pertama alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu
dengan huruf syamsiyah shad. Baca idgham (masukkan huruf shad). Kedua, Mad asli
atau mad thabi'i karena huruf shad berharakat fathah memenuhi alif dan setelah itu tidak
memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
58. Mad original atau mad thabi'i karena huruf ra berharakat kasrah memenuhi ya sukun
dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
59. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf ba. Baca dengan jelas.
60. Mad wajib muttashil alasannya karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu
kata. Baca 4 atau 5 suku kata.
61. Alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah dhad. Baca
idgham (masukkan huruf dlad).
62. Mad wajib muttashil alasannya karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu
kata. Baca 4 atau 5 suku kata.
63. Mad original atau mad thabi'i karena huruf ha' berharakat kasrah memenuhi ya sukun
dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
64. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf ba. Baca dengan jelas.
65. Mad wajib muttashil karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu kata. Baca 4 atau 5
suku kata.
66. Alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah lam. Baca
idgham (masukkan huruf lam).
67. Aslinya mad atau mad thabi'i karena huruf dzal berharakat kasrah bertemu ya sukun
dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya
adalah 2 suku kata.
68. Asli mad atau mad thabi'i karena huruf qaf berharakat dhamah memenuhi wau sukun
dan setelah itu tidak memenuhi hamzah, huruf bersukun, huruf bertanda waqaf, dan
huruf bertasydid. Cara membacanya adalah 2 suku kata.
69. Mad wajib muttashil alasannya karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu
kata. Baca 4 atau 5 suku kata.
70. Alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu dengan huruf mim. Baca dengan
jelas.
71. Mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwakafkan. Cara
membacanya dengan perpanjangan 2 sampai 6 harakat.

E. ASBAB AN-NUZUL AYAT


Semenjak Allah memerintahkan berpindah kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis di
Palestina ke Ka’bah di Mekkah al-Mukarramah, terjadilah pertengkaran dan perdebatan
terusmenerus antara ahli kitab dan orang-orang Islam. Pertengkaran itu semakin sengit dan
memuncak, sampai-sampai para ahli kitab mengatakan bahwa orang yang shalat dengan tidak
menghadap ke Baitul Maqdis tidak sah dan tidak akan diterima Allah, dan orang itu tidak
termasuk pengikut para Nabi. Sedang dari pihak orang Islam mengatakan pula bahwa shalat yang
akan diterima Allah ialah dengan menghadap ke Masjidil Haram, kiblat Nabi Ibrahim as. sebagai
bapak dari segala Nabi.
Menurut riwayat Ar-Rabi dan Qatadah sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orangorang
Yahudi sembahyang menghadap ke arah barat, sedang orang Nasrani menghadap ke arah Timur.
Masing-masing golongan mengata-kan golongannyalah yang benar dan oleh karenanya golongan
yang berbakti dan berbuat kebajikan. Sedangkan golongan lain salah dan tidak dianggapnya
berbakti dan berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk membantu pendapat dan
persangkaan mereka. Di riwayat lain, juga ada yang memberi pendapat mengenai turunnya ayat
ini yang tidak sama dengan yang disebutkan di atas, akan tetapi bila diperhatikan urutan ayat -ayat
sebelumnya, yaitu ayat 174, 175, dan 176, maka yang paling sesuai adalah bahwa ayat ini
diturunkan Allah terhadap ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), karena pembicaraan masih berkisar
di sekitar mencerca dan membantah perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik dan tidak
wajar. Ayat ini juga bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani semata, tetapi
mencakup juga semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan dari langit, termasuk
umat Islam.
F. ANALISIS ISI KANDUNGAN
TAFSIR Q.S AL-BAQARAH [2] : 177
1. Tafsir Al-Muyassar
Bukanlah kebajikan di sisi Allah ta'ala itu dengan menghadap ke arah timur dan barat di dalam
sholat, bila tidak berdasarkan perintah Allah dan syariat Nya. akan tetapi kebajikan yang
sepenuhnya adalah perbuatan orang yang beriman kepada Allah dan mengimani Nya sebagai
Tuhan yang berhak disembah tanpa menyekutukan sesuatu dengan Nya, dan beriman kepada
hari kebangkitan dan pembalasan, dan kepada seluruh malaikat, dan kepada semua kitab-kitab
yang diturunkan, dan beriman kepada seluruh Nabi tanpa membeda-bedakan,
dan memberikan hartanya secara sukarela (meskipun sangat besar kecintaannya pada harta
tersebut) kepada kaum kerabat, anak-anak yatim yang membutuhkan bantuan yang telah
ditinggal mati oleh ayah-ayah mereka ketika mereka belum mencapai usia baligh, dan kepada
orang-orang miskin yang tidak memiliki sesuatu yang mencukupi dan menutupi kebutuhan
mereka,dan kepada orang-orang musafir yang terlilit kebutuhan yang jauh dari keluarga dan
hartanya, dan kepada mereka para peminta-minta yang terpaksa meminta-minta karena
keterdesakan kebutuhan mereka, dan mengeluarkan hartanya dalam membebaskan budak dan
tawanan, mendirikan shalat, dan membayar zakat yang wajib, dan orang-orang yang menepati
janji janji, dan orang-orang yang bersabar dalam kondisi kemiskinan dan sakit
mereka,dan dalam peperangan yang berkecamuk keras. Maka orang-orang yang berkarakter
demikian itulah orang-orang yang benar dalam keimanan mereka, dan mereka itulah orang-
orang yang takut terhadap siksaan Allah sehingga mereka menjauhi perbuatan maksiat-
maksiat kepada Nya.
2. Tafsir jalalain
(Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu) dalam salat (ke arah timur dan
barat) ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi dan Kristen yang
menyangka demikian, (tetapi orang yang berbakti itu) ada yang membaca 'al-barr' dengan ba
baris di atas, artinya orang yang berbakti (ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab) maksudnya kitab-kitab suci (dan nabi-nabi) serta memberikan harta
atas) artinya harta yang (dicintainya) (kepada kaum kerabat) atau famili (anak-anak yatim,
orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan) atau musafir, (orang-orang yang meminta-
minta) atau pengemis, (dan pada) memerdekakan (budak) yakni yang telah dijanjikan akan
dibebaskan dengan membayar sejumlah tebusan, begitu juga para tawanan, (serta mendirikan
salat dan membayar zakat) yang wajib dan sebelum mencapai nisabnya secara tathawwu` atau
sukarela, (orang-orang yang menepati janji bila mereka berjanji) baik kepada Allah atau
kepada manusia, (orang-orang yang sabar) baris di atas sebagai pujian (dalam kesempitan)
yakni kemiskinan yang sangat (penderitaan) misalnya karena sakit (dan sewaktu perang)
yakni ketika berkecamuknya perang di jalan Allah. (Mereka itulah) yakni yang disebut di atas
(orang-orang yang benar) dalam keimanan dan mengakui kebaktian (dan mereka itulah orang-
orang yang bertakwa) kepada Allah.
3. Tafsir Quraish Shihab
Sering dan banyak sekali manusia berbicara tentang kiblat seolah-olah kiblat itu sebagai satu-
satunya kebaikan, padahal tidak demikian. Sekadar menghadapkan muka ke barat atau ke
timur bukan merupakan pokok persoalan keagamaan atau kebajikan. Sumber kebajikan itu
bermacam-macam, sebagian merupakan pokok-pokok kepercayaan (akidah) dan sebagian
lagi induk kebajikan dan ibadah. Termasuk dalam kategori pertama, beriman pada Allah, pada
hari kebangkitan, hari pengumpulan seluruh makhluk dan hari pembalasan. Beriman pada
malaikat dan pada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para nabi dan beriman pada para
nabi itu sendiri. Kedua, menafkahkan harta secara sukarela untuk para fakir dari kerabat
terdekat, anak-anak yatim dan bagi siapa yang sangat membutuhkan juga para musafir yang
kehabisan sebelum sampai di tempat tujuan, para peminta-minta dan mengeluarka harta demi
memerdekakan budak. Ketiga, menjaga dan memelihara sembahyang. Keempat, menunaikan
kewajiban zakat. Kelima, menepati janji pada diri sendiri dan hak milik. Keenam, bersabar
atas segala cobaan yang menimpa diri dan harta atau termasuk bersabar di tengah medan
perang mengusir musuh. Orang-orang yang menyatukan dalam diri mereka pokok-pokok
kepercayaan (akidah) dan kebajikan, mereka adalah orang yang benar-benar beriman. Mereka
itulah yang membentengi diri dari kufur dan moral yang rendah.
4. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Ayat ini menjelaskan bahwa kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan ke barat, yaitu salat tanpa dibarengi kekhusyukan dan keikhlasan, karena menghadapkan
hal itu bukanlah pekerjaan yang susah. Tetapi kebajikan yang sesungguhnya itu ialah pada
hal-hal sebagai berikut. Kebajikan orang yang beriman kepada a) Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan apa pun; b) hari akhir yaitu hari pembalasan segala amal
perbuatan selama di dunia, sehingga mendorong manusia untuk selalu berbuat baik; c)
malaikat-malaikat yang taat menjalankan perintah Allah dan tidak pernah berbuat maksiat
sehingga mendorong manusia untuk meneladani ketaatannya; d) kitab-kitab yang diturunkan
kepada para rasul; e) dan nabi-nabi yang selalu menyampaikan kebenaran meskipun banyak
yang memusuhinya. Kebajikan orang yang memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat yang kurang mampu, anak yatim, karena mereka sudah kehilangan orang tua,
sehingga setiap orang beriman patut memberikan kebaikan kepada mereka, orang-orang
miskin yang hidupnya serba kekuarangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, orang-
orang yang dalam perjalanan atau musafir yang kehabisan bekal perjalanan, peminta-minta
untuk meringankan penderitaan dan kekurangannya, dan untuk memerdekakan hamba sahaya
yang timbul akibat praktik perbudakan. Kebajikan orang yang melaksanakan salat dengan
khusyuk dan memenuhi syarat dan rukunnya, menunaikan zakat sesuai ketentuan dan tidak
menunda-nunda pelaksanaannya, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji dan tidak
pernah mengingkarinya, orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa
peperangan dengan segala kesengsaraan, kepedihan dan berbagai macam kekurangan. Orang
yang mempunyai sifat-sifat ini, mereka itulah orang-orang yang benar keimanannya, dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Wahai orang-orang yang beriman!
diwajibkan atas kamu melaksanakan kisas, hukuman yang semisal dengan kejahatan yang
dilakukan atas diri manusia berkenaan dengan orang yang dibunuh apabila keluarga korban
tidak memaafkan pembunuh. Ketentuannya adalah orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa
memperoleh maaf dari saudaranya, yakni keluarga korban, hendaklah dia mengikutinya
dengan baik, yaitu meminta ganti dengan diat (tebusan) secara baik tanpa niat memberatkan,
dan pembunuh hendaknya membayar diat kepadanya dengan baik pula dan segera, tidak
menunda-nunda dan tidak mengurangi dari jumlah yang sudah disepakati, kecuali jika
keluarga pihak terbunuh memaafkan pembunuh dan juga tidak menuntut diat. Ketentuan
hukum yang demikian itu, yaitu kebolehan memaafkan pembunuh dan diganti dengan diat
atau tebusan, adalah keringanan dan rahmat dari tuhanmu supaya tidak ada pembunuhan yang
beruntun dan permusuhan dapat dihentikan dengan adanya pemaafan. Barangsiapa
melampaui batas setelah itu dengan berpura-pura memaafkan pembunuh dan menuntut diat,
tetapi setelah diat dipenuhi masih tetap melakukan pembunuhan terhadap pembunuh, maka ia
telah berbuat zalim dan akan mendapat azab yang sangat pedih kelak di akhirat. Ayat ini
mengisyaratkan bahwa pemaafan itu tidak boleh dipaksakan, sekalipun memaafkan lebih
bagus daripada menghukum balik dengan hukuman yang setimpal.
5. Tafsir Ibnu Katsir
Ayat ini mencakup sendi-sendi yang agung, kaidah-kaidah yang umum, dan aqidah yang
lurus. Penafsiran ayat ini adalah, ketika pertama kali Allah swt. memerintahkan orang-orang
mukmin menghadap Baitul Maqdis dan kemudian Dia mengalihkan ke Ka’bah, sebagian
Ahlul Kitab dan kaum muslimin merasa keberatan. Maka Allah memberikan penjelasan
mengenai hikmah pengalihan kiblat tersebut, yaitu bahwa ketaatan kepada Allah swt, patuh
pada semua perintah-Nya, menghadap ke mana saja yang diperintahkan, dan mengikuti apa
yang telah disyari’atkan, inilah yang disebut dengan kebaikan, ketakwaan, dan keimanan yang
sempurna.
Menghadap ke arah timur ataupun barat tidak dihitung sebagai kebaikan dan ketaatan jika
bukan karena perintah dan syari’at Allah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: laisal birra
an tuwalluu wujuuHakum bibalal masy-riqi wal maghribi wa laakinnal birra man aamana
billaaHi wal yaumil aakhiri (“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian..”
Sebagaimana firman-Nya mengenai hewan sembelihan qurban yang artinya: “Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-sekali tidak dapat mencapai [keridlaan Allah], tetapi ketakwaan
dari kamulah yang dapat mencapainya.” (al-Hajj: 37)
Mengenai ayat ini, al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, “Tidaklah shalat dan
beramal itu merupakan suatu kebaikan. Hal ini ketika Rasulullah berpindah dari Makkah ke
Madinah, serta diturunkannya berbagai kewajiban dan peraturan. Maka Allah Ta’ala
memerintahkan berbagai kewajiban dan pelaksanaannya.”
Abu al-Aliyah mengatakan: ketika itu orang-orang Yahudi menghadap ke arah barat,
sedangkan orang-orang Nasrani menghadap ke arah timur. Maka Allah Ta’ala berfirman:
laisal birra an tuwalluu wujuuHakum bibalal masy-riqi wal maghribi (“Tidaklah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian.”) Lebih lanjut Abu al-
Aliyah menuturkan: “Itulah pembicaraan tentang keimanan yang hakikatnya adalah
pengamalan.”
Mujahid mengatakan: “Tetapi kebaikan itu adalah apa yang ditetapkan di dalam hati berupa
ketaatan kepada Allah swt.”
Adh-Dhahhak menuturkan: “Tetapi kebaktian dan ketakwaan itu adalah pelaksanaan semua
kewajiban sebagaimana mestinya.”
Mengenai firman Allah Ta’ala: wa laakinnal birra man aamana billaaHi wal yaumil aakhiri;
ats-Tsauri mengemukakan: “Demikian itu adalah mencakup semua jenis kebaikan.” Imam
ats-Tsauri memang benar, karena orang yang memiliki sifat yang disebutkan di dalam ayat
ini, berarti ia telah masuk ke seluruh wilayah Islam dan mengambil segala bentuk kebaikan,
yaitu beriman kepada Allah Ta’ala, yang tiada sesembahan yang hak selain Dia, serta
membenarkan adanya para malaikat yang merupakan para duta yang menghubungkan antara
Allah dan para Rasul-Nya.
Beriman kepada “al-Kitab.” Al-Kitab merupakan isim jins (nama jenis) yang mencakup kitab-
kitab yang diturunkan dari langit kepada para nabi hingga diakhiri oleh yang termulia di antara
kitab-kitab itu, yaitu al-Qur’an yang menjadi tolok ukur bagi kitab-kitab sebelumnya, yang
kepadanya semua kebaikan bermuara, meliputi segala macam kebahagiaan di dunia dan
akhirat, dan semua kitab itu dinasakh (dihapus hukumnya, diganti dengan yang baru)
dengannya.
Selain itu, beriman kepada para nabi Allah Ta’ala secara keseluruhan, dari nabi pertama
hingga terakhir, yaitu Muhammad saw.
Firman Allah: wa aatal maala ‘alaa hubbiHi (“Dan memberikan harta yang dicintainya.”)
Artinya, menyedekahkan hartanya padahal ia sangat mencintai dan menyenanginya.
Demikian dinyatakan oleh Ibnu Mas’ud, Sa’id bin Jubair, dan lainnya. Sebagimana telah
diriwayatkan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim, hadits marfu’ dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik sedekah adalah engkau menyedekahkan harta sedang
engkau dalam keadaan sehat lagi tamak, engkau menginginkan kekayaan dan takut miskin.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Allah Ta’ala telah mengingatkan melalui firman-Nya yang artinya: “Sekali-sekali kamu tidak
akan meraih kebaikan hingga kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu sukai.” (QS. All
Imraan: 92)
Juga firman-Nya yang artinya: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Mubajirin) atas diri
mereka sendiri, meskipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS. Al-
Hasyr: 9)
Inilah pola yang lain lagi, yang sangat tinggi nilainya, yaitu mereka lebih mengutamakan
orang lain padahal sebenarnya mereka sendiri sangat membutuhkannya. Mereka
menginfakkan dan memberikan makanan yang dicintainya.
Dan firman Allah Ta’ala yang berikutnya: dzawil qurbaa (“Kepada kerabatnya.”) Mereka ini
lebih diutamakan untuk diberi sedekah, sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut ini:
“Sedekah kepada orang-orang miskin itu hanya (berpahala satu) sedekah saja. Sedangkan
sedekah kepada kerabat (berpahala) dua, yaitu sedekah dan silaturrahmi. Mereka itu orang
yang paling utama untukmu dan untuk mendapatkan kebaikan serta pemberianmu.”
Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada mereka melalui beberapa ayat
di dalam al-Qur’an.
Wal yataamaa (“Anak-anak yatim.”) Yaitu mereka yang tidak mempunyai orang yang
menafkahinya, dan ditinggal mati oleh ayahnya pada saat masih lemah, kecil, dan belum
baligh serta belum mempunyai kemampuan untuk mencari nafkah.
Wal masaakiina (“Dan orang-orang miskin.”) Yaitu mereka yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Mereka ini harus diberi sedekah agar dapat
menutupi kebutuhan dan kekurangannya.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
bahwasanya Rasulullah saw. pernah bersabda: “Orang miskin itu bukanlah orang yang
berjalan mengelilingi orang-orang, lalu memperoleh [dari meminta-minta] satu atau dua butir
kurma, sesuap nasi atau dua suap makanan, tetapi orang miskin adalah orang yang tidak
mendapatkan kekayaan yang mencukupinya, serta tidak mendapatkan jalan untuk mem -
perolehnya sehingga ia diberi sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Firman-Nya: wabnas sabiili (“Ibnu sabil.”) Yaitu orang yang berpergian jauh dan telah
kehabisan bekal. Orang ini perlu diberi sedekah supaya bisa sampai ke negerinya. Demikian
juga orang yang melakukan suatu perjalanan untuk berbuat ketaatan, maka dia pun perlu
diberi bekal yang mencukupi untuk keberangkatan dan kepulangannya. Dan tamu termasuk
dalam kategori Ibnu Sabil, sebagaimana dikatakan All bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, ia
mengatakan: “Ibnu Sabil adalah tamu yang singgah di rumah orang-orang Muslim.”
Hal yang sama juga dikatakan oleh Mujahid, Sa’id bin Jubair, Abu Ja’far al-Baqir, al-Hasan
al-Bashri, Qatadah, adh-Dhahhak, az-Zuhri, Rabi’ bin Anas, dan Muqatil bin Hayyan.
Was saa-iliina (“Orang orang yang meminta-minta.”) Mereka itu adalah orang yang tampak
meminta, maka ia diberi zakat dan sedekah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Fatimah bin Husain, dari ayahnya, Abdur Rahman Husain
bin Ali menceritakan, Rasulullah bersabda: “Orang yang meminta memiliki hak meskipun ia
datang dengan menunggang kuda.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud; Dha’if: Didha’ifkan oleh
Syaikh al-Albani dalam Dha’iifu1 Jaami’ (4746).
Firman-Nya: wa fir riqaabi (“Dan [memerdekakan] hamba sahaya.”) Mereka itu adalah budak
yang mempunyai perjanjian untuk menebus dirinya dan tidak mendapatkan biaya untuk
melakukan hal itu. Mengenai hal-hal tersebut di atas akan diuraikan lebih lanjut dalam
penafsiran ayat zakat dalam surat at-Taubah, insya Allah.
Firman Allah Ta’ala berikutnya: wa aqaamash shalaata (“Dan mendirikan shalat.”) Yaitu
menyempurnakan pelaksanaan amalan shalat secara tepat waktu berikut ruku’, sujud,
thuma’ninah, dan khusyu’ sesuai dengan yang disyari’atkan dan diridhai.
Firman-Nya: wa aataz zakaata (“Dan menunaikan zakat.”) Bisa berarti penyucian diri dan
pembersihannya dari akhlak hina dan tercela. Sebagaimana finnan Allah Ta’ala yang artinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10) Demikian juga ucapan Nabi Musa as.
kepada Fir’aun: “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan). Dan
akan kupimpin kejalan Rabbmu supaya kamu takut kepada-Nya?” (QS; An-Naazi’aat: 18-19).
Dan firman-Nya yang lain: “Dan kecelakaan yang besar bagi orang-orang yang
mempersekutukan (Allah). Yaitu orang-orang yang tidak menunaikan penyucian diri dan
mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS.Fushshilat: 6-7)
Bisa juga berarti zakat mal. Sebagaimana dikatakan oleh Sa’id bin Jubair dan Muqatil bin
Hayyan. Jadi, pemberian kepada beberapa pihak dan golongan yang disebutkan di atas
merupakan pemberian yang bersifat kerelaan hati, kebaikan, dan silaturrahmi.
Firman-Nya yang berikutnya: wal muufuuna bi ‘aHdiHim idzaa ‘aaHaduu (“Dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji. “Ayat ini sama seperti firman-Nya: “Yaitu orang-
orang yang menepati janji Allah dan tidak merusak perjanjian. ” (QS. Ar-Ra’ad: 20)
Lawan dari sifat ini adalah nifak (kemunafikan). Ditegaskan dalam hadits berikut: “Tanda-
tanda orang munafik itu ada tiga: Jika berbicara, bohong. Jika berjanji mengingkari. Dan jika
diberi kepercayaan berkhianat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan firman-Nya selanjutnya: wash shaabiriina fii ba’saa-i wadl-dlarraa-i wahiinal ba’si (“Dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.”) Artinya,
dalam keadaan miskin yang disebut dengan al-ba’sa. Juga dalam keadaan sakit dan menderita
yang disebut dengan adh-dharra.
Wahiinal ba’si; artinya ketika berada dalam peperangan_dan berhadapan dengan musuh.
Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abu al-Aliyah, Murrah al-
Hamadani, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Hasan al-Bashri, Qatadah, Rabi’ bin Anas, as-Suddi,
Muqatil bin Hayyan, Abu Malik, adh-Dhahhak, dan lain-lainya.
Kata “ash-shaabiriina” dijadikan manshub sebagai pujian dan anjuran untuk senantiasa
bersabar dalam menghadapi segala kondisi yang berat dan sulit tersebut. Wallahu aalam,
hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan bertawakal.
Dan firman-Nya: ulaa-ikal ladziina shadaquu (“Mereka itulah orang-orang yang benar
[imannya].”) Maksudnya, mereka yang telah menyandang sifat-sifat tersebut di atas adalah
orang-orang yang benar imannya. Karena mereka telah mewujudkan keimanan hati melalui
ucapan dan perbuatan. Mereka inilah orang-orang yang benar; wa ulaa-ika Humul muttaquun
(“dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa,”) karena mereka menjauhi segala hal yang
diharamkan, dan mengerjakan berbagai macam ketaatan.
6. Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah
pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an
Universitas Islam Madinah
Amalan baik tidaklah terbatas pada shalat menghadap ke timur atau barat saja, namun amalan
kebaikan adalah beriman kepada Allah, hari kiamat, para malaikat, kitab-kitab Allah, dan
semua rasul tanpa membeda-bedakan; memberikan harta yang dicintai kepada para kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang kehabisan bekal, orang yang meminta
pertolongan, dan budak yang ingin menebus dirinya dari perbudakan; mendirikan shalat pada
waktunya; membayar zakat kepada yang berhak menerimanya; menepati janji; serta bersabar
dalam menghadapi kemiskinan, penyakit, dan kecamuk peperangan. Orang-orang yang
memiliki ciri-ciri tersebut akan mendapat derajat yang tinggi, mereka adalah orang-orang
yang membuktikan keimanannya dengan perkataan dan perbuatan yang takut terhadap siksaan
Allah. Syeikh as-Syinqithi berkata: "Dalam ayat ini Allah tidak menjelaskan makna {‫}البأس‬
namun Allah menyebutkan dalam ayat lain bahwa yang dimaksud adalah peperangan
sebagaimana tersirat dari redaksi ayat, Allah berfirman: َّ‫ّللا الْمُ َع ِّوقِيْنَ ِمنْكُ ْم َوالْقَ ٰۤا ِىلِيْنَ ِ ِْل ْخ َوانِهِ ْم هَلُم‬
ُ ٰ ُ‫قَ ْد يَ ْعلَم‬
َ ْ‫ اِلَيْنَا ۚ َو َْل يَأْتُوْنَ الْبَأ‬Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di
ِۙ ً ‫س اِ َّْل قَلِي‬
‫ْل‬
antara kamu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah bersama kami.”
Tetapi mereka datang berperang hanya sebentar. (al-Ahzab: 18)
7. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri
Suriah
Tidaklah kebaikan yang banyak itu ketika menghadap ke arah timur dan barat saja, melainkan
mengimani 6 rukun iman dan mengerjakan pokok-pokok amal shalih. Yang dimaksud dengan
kitab di sini adalah berbagai jenis kitab, yaitu kitab-kitab Allah, memberikan harta yang
disenanginya kepada kerabatnya. Sesungguhnya memberi harta kepada mereka ketika fakir
itu merupakan sedekah dan penyambung hubungan, memberikan harta kepada anak-anak
yatim yang fakir (yang kehilangan bapak mereka di masa kecil), orang-orang miskin yang
tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka, musafir yang berhenti
di tengah perjalanan dari negeri mereka, orang-orang yang meminta-minta: yaitu orang-orang
yang meminta uang karena kebutuhan dan keterdesakan mereka, untuk membeli budak dan
melepaskan tawanan, mendirikan shalat dengan rukun dan syaratnya, menunaikan zakat wajib
untuk orang-orang yang berhak menerimanya disertai dengan sedekah sukarela, menepati
janji-janji Allah dan manusia, memberikan penghormatan kepada orang-orang yang sabar atas
penderitaan, kefakiran, sakit, dan kesulitan dengan kehilangan keluarga, harta dan anak.
Mereka itu adalah orang-orang yang benar keimanannya dan bertakwa kepada Tuhan dengan
mengerjakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, serta menjauhi
neraka. Abdur Razaq meriwayatkan dari Qatadah yang berkata: “Orang-orang Yahudi shalat
menghadap ke arah barat dan orang Nasrani shalat menghadap ke arah timur. Lalu turunlah
ayat {Laisal birru}”

G. KESIMPULAN
Islam tidak melarang umatnya memiliki harta sebanyak-banyaknya, bahkan sangat
dianjurkan untuk berusaha keras mendapatkan harta yang halal dan menggunakannya sesuai
dengan petunjuk Allah. Perilaku kehidupan orang yang mengamalkan isi kandungan ayat
diantaranya sebagai berikut: 1. Tidak bersikap sombong dengan harta yang dimilikinya. 2.
Menjadikan harta sebagai media untuk beribadah kepada Allah SWT. 3. Menjadikan harta sebagai
media untuk mencari ilmu. 4. Menghindari sikap boros.
Menerapkan perilaku hidup sederhana dan menyantuni kaum dhuafa, hendaknya
memperhatikan terlebih dahulu beberapa hal berikut ini 1. Tanamkan keimanan yang kuat dalam
hati, sebab setan selalu menggoda manusia agar tidak memberikan apapun yang dilikinya kepada
orang lain 2. B erlindunglah kepada Allah, dari sifat-sifat kikir, boros, dan sikap perilaku
menumpuk-menumpuk harta. 3. Jangan menganggap harta sebagai tumpuan kebahagiaan hidup
di dunia. 4. T anamkan keyakinan dalam hati bahwa Allah akan mempergulirkan nasib semua
hamba-Nya setiap saat. 5. Mulailah bersikap perilaku menyantuni kaum duafa sekarang juga agar
kelak setelah dewasa menjadi terbiasa.

DAFTAR PUSAKA

https://tafsirweb.com/675-surat-al-baqarah-ayat-177.html
https://mjna.my.id/asbabun_nuzul/view/2-177-177
http://baitsyariah.blogspot.com/2021/07/tafsir-surah-al-baqarah-ayat-177.html

Anda mungkin juga menyukai