ABSTRAK
Atraksi merupakan elemen pariwisata yang berperan penting dalam
pengembangan destinasi wisata.Dengan strategi pengembangan yang tepat,
atraksi wisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memajukan
perekonomian kawasan wisata. Tuktuk, Ambarita, dan Siallagan adalah tiga
desa di Pulau Samosir yang memiliki nilai keberagaman geologi, budaya, dan
hayati. Proses supervolcano yang terjadi di masa lampau menjadikan kawasan
ini kaya akan potensi daya tarik wisata. Namun, potensi atraksi di kawasan ini
belum dikembangkan dengan baik.Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini adalah
mengkaji elemen atraksi wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep
geopark.Penelitian dilakukan menggunakan metode campuran
konkuren.Kuesioner terstruktur didistribusi kepada 100 wisatawan untuk
mendapatkan persepsi mengenai elemen-elemen atraksi berbasis geopark di
kawasan kajian.Data diolah menggunakan aplikasi SPSS.Analisa dilakukan
dengan mengkaitkan data kuantitatif dengan literatur, observasi dan depth
interview.Hasil penelitian menunjukkan daya tarik yang paling dominan adalah
atraksi alam dan atraksi budaya, diikuti oleh atraksi sosial dan atraksi
buatan.Penelitian ini membuktikan bahwa konsep geopark dapat diterapkan
pada elemen atraksi di Tuktuk, Ambarita, dan Siallagan sebagai strategi
pengembangan destinasi wisata.
PENDAHULUAN
Kawasan wisata Danau Toba berada di tujuh kabupaten, satu diantaranya yaitu
Kabupaten Samosir.Destinasi wisata di kabupaten ini sesuai untuk dikembangkan
karena keberagaman atraksi yang dimilikinya (Pardede & Suryawan, 2016). Sebagai
destinasi wisata, Tuktuk, Ambarita, dan Siallagan merupakan geosite yang kaya akan
keberagaman geologi, budaya, dan hayati (Dossier Toba Caldera Geopark, 2014).
LANDASAN TEORI
Destinasi Wisata
Setiap destinasi wisata memiliki keistimewaan yang khas, setiap wisatawan juga
memiliki kebutuhan tertentu (Sanda, 2016).Vengesayi (2003) menjelaskan bahwa
perasaan dan opini wisatawan terkait dengan kemampuan destinasi tersebut dalam
memuaskan kebutuhan mereka merupakan daya tarik destinasi.Bagi wisatawan,
keunikan yang dimiliki oleh destinasi merupakan daya tarik utama (Ginting&
Wahid, 2015).
Sementara itu, pengembangan destinasi wisata adalah rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan untuk membangun strategi secara menyeluruh bagi sebuah destinasi,
dimana strategi tersebut menjangkau batasan-batasan organisasional serta
mempertimbangkan tingkat kemampuan dan karakter destinasi itu sendiri
(Haughland dkk, 2011). Crouch (2007) mengidentifikasi sepuluh komponen yang
harus diperhatikan dalam mengalokasi sumber daya untuk pembangunan destinasi
wisata, yang diantaranya budaya, sejarah dan hiburan.
Atraksi
Daya tarik sebuah destinasi wisata yang paling utama adalah atraksi atau pemikat
yang ada pada destinasi tersebut (Meinung, 1995; Formica, 2002; Vengesayi dkk,
2009). Menurut Middleton (2009), daya tarik destinasi wisata terdiri dari atraksi
alam, budaya, sosial, dan buatan.
No Middleton Meliputi
1 Atraksi Alam lansekap,
geografi,
pemandangan,
flora, fauna
2 Atraksi Budaya sejarah, mitos,
dongeng, seni
3 Atraksi Sosial gaya hidup,
bahasa,
partisipasi
masyarakat
4 Atraksi Buatan bangunan,
monumen,
pertokoan, area
tematik
ruang lingkup tersendiri. Atraksi alam meliputi lansekap kawasan, letak geografis,
pemandangan serta kekayaan flora dan faunanya. Atraksi budaya meliputi sejarah,
mitos, dongeng, dan seni yang dikembangkan di kawasan wisata. Atraksi sosial
meliputi gaya hidup penduduk lokal, bahasa yang digunakan, serta partisipasi
masyarakat dalam pengembangan kawasan wisata. Dan atraksi buatan meliputi
bangunan yang ada dikawasan wisata, monumen, pertokoan, serta area tematik.
Geotourism& Geopark
Newsome dan Dowling (2010) mengembangkan pengertian geotourism sebagai
bentuk pariwisata alam yang secara khusus berfokus pada geologi dan lansekap,
serta mempromosikan pariwisata dengan tema konservasi geodiversity dan
pemahaman ilmu geoscience melalui apresiasi dan pembelajaran.
Geopark adalah kawasan dengan fitur-fitur geologi yang menarik atau fenomena
geologi yang dilindungi, namun dapat dipergunakan untuk tujuan pendidikan, sains,
dan pariwisata (Farsani dkk, 2011).
Salah satu atraksi alam di destinasi wisata geopark harus berupa geosite (Eder &
Patzak, 2004; Newsome, 2006; UNESCO, 2010; Farsani dkk, 2011; Hose, 2012;
Dowling, 2013).Menurut Newsome dan Dowling (2006), geotourism mencakup
kunjungan ke geosite untuk tujuan rekreasi, melibatkan rasa ingin tahu, serta
mengapresiasi dan mempelajari tempat yang dikunjunginya.
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi metode campuran
konkuren/sewaktu-waktu (concurrent mixed methods) yang merupakan penelitian
yang menggabungkan antara data kuantitatif dan data kualitatif dalam satu waktu
(Creswell, 2010). Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan mengobservasi
kawasan kajian dan melakukan depth interview dengan lima key person diantaranya
adalah Tokoh Pariwisata, Elemen Pemerintah / Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya
Kabupaten Samosir, Elemen Pemerintah / Dinas Tata Ruang Kabupaten Samosir,
Praktisi Geologi serta Aktivis Pariwisata Danau Toba. Kemudian, pengambilan data
kuantitatif dilakukan dengan membagikan 100 kuesioner untuk responden yang
merupakan wisatawan.Data tersebut lalu diolah dengan menggunakan SPSS.
Selanjutnya semua data akan dianalisa menggunakan metode triangulasi untuk
mendapatkan solusi dari permasalahan yang ada pada kawasan kajian.
Dalam penelitian ini dipilih 3 (tiga) destinasi wisata di Kabupaten Samosir yang
akan menjadi kawasan kajian yang akan diteliti, yaitu Desa Tuktuk, Ambarita dan
Siallagan. Tuktuk, Ambarita, dan Siallagan merupakan 3 desa geosite yang berada di
Danau Toba. Secara geografis, Tuktuk merupakan gerbang menuju Pulau Samosir
dan memiliki garistepian air yang menjadi pusat akomodasi penginapan, resort,
restoran, dan hiburan lainnya. Dalam aspek sosial budaya, Ambarita merupakan
pusat generator aktivitas di pulau Samosir dan juga menjadi wadah interaksi antara
warga lokal dengan wisatawan.Secara historis dan kultural, Siallagan merupakan
desa dengan nilai-nilai budaya masyarakat batak yang masih kental dan terjaga
orisinalitasnya, sehingga kawasan ini mempunyai daya tarik budaya bagi
wisatawan.Dengan lokasi yang berdekatan dan mudah diakses secara bersamaan,
tiga desa ini memang mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi pariwisata Pulau
Samosir.
PEMBAHASAN
Daya tarik sebuah destinasi wisata yang paling inti adalah atraksi atau pemikat yang
ada pada destinasi tersebut (Formica, 2002; Vengesayi dkk, 2009).Dalam hal ini,
atraksi merupakan salah satu elemen utama produk pariwisata (Cooper, 2002;
Crouch, 2007; Middleton, 2009; Xu, 2010). Pada bagian ini akan dibahas elemen-
elemen atraksi menurut Middleton (2009) berupa atraksi alam, atraksi budaya,
atraksi sosial, dan atraksi buatan.
Pernyataan Mean
1. Menurut saya tempat ini sangat
4.35
menarik
2. Saya tertarik dengan batuan yang
3.59
ada di tempat ini
3. Saya tertarik pada sejarah
3.87
terbentuknya tempat ini
4. Saya tertarik pada flora dan
3.91
fauna di tempat ini
5. Saya tertarik untuk mempelajari
4.06
banyak hal di tempat ini
6. Saya mengerti tentang sejarah
2.90
bebatuan di sini
7. Saya tertarik pada konservasi
3.71
alam tempat ini
8. Saya tertarik pada pelestarian
3.94
budaya Batak disini
9. Saya tertarik pada benda-benda
3.88
peninggalan sejarah di tempat ini
10. Kebudayaan lokal dilestarikan di 3.62
Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
747
Prosiding Seminar Kearifan Lokal dan Lingkungan Binaan 25-26 Januari 2017
tempat ini
11. Menurut saya, pelestarian
3.51
budaya di tempat ini sangat baik
12. Hiburan di tempat ini ditawarkan
4.21
oleh penduduk lokal
13. Tempat ini menjaga nilai-nilai
3.63
kearifan lokal
14. Terdapat fasilitas untuk melihat
3.17
situs-situs geologi di tempat ini
15. Terdapat museum di tempat ini 3.32
16. Terdapat sanggar di tempat ini 3.15
rata-rata (format penilaian 1 =
sangat tidak setuju, 5 = sangat 3.68
setuju)
1. Atraksi Alam
Salah satu atraksi alam di destinasi wisata geopark harus berupa geosite (Eder &
Patzak, 2004; Newsome, 2006; UNESCO, 2010; Farsani dkk, 2011; Hose, 2012;
Dowling, 2013). Berdasarkan Tabel 2, pada umumnya wisatawan setuju bahwa
kawasan kajian ini menarik (4.35). Daya tarik itu berupa atraksi alam yang dimiliki
oleh kawasan kajian, hal ini juga dikemukakan oleh narasumber.
“Daya tarik utama Danau Toba ini adalah panoramanya.Fokus utama wisatawan
datang kesini karena mereka nyaman dan menikmati keindahan
alamnya.”(Narasumber Utama: Tokoh Pariwisata / Masyarakat di Desa Tuktuk)
“Desa itu didominasi batuan hasil energi magma terakhir ….geosite disana adalah
bumi yang mereka pijak. Mereka hidup di atas lahan yang merupakan lelehan
lava.”(Narasumber Utama : Praktisi Geologi / Dinas Pertambangan Provinsi
Sumatera Utara)
Gambar 2. Gambar 3.
Geosite Riodasit di Tuktuk Geosite Kaldera di Tuktuk
Destinasi wisata ini akan berkembang lebih baik apabila atraksi alam dilengkapi
dengan sarana untuk mengapresiasi kawasan, seperti geotrail dan stone garden,
sebab salah satu strategi untuk mengembangkan geopark yaitu pembangunan
fasilitas-fasilitas dan rute-rute yang mengintegrasikan seluruh sumber daya alam di
lokasi (Poch dan Llordés, 2011).
Selain keindahan, elemen geopark berupa konservasi (3.71) dan edukasi (4.06) juga
mendapat tanggapan positif wisatawan.Tingginya minat wisatawan pada atraksi alam
berbasis geopark di kawasan kajian menunjukkan bahwa kawasan memiliki potensi
besar sebagai sebuah geopark.Hal ini juga disebutkan oleh narasumber utama.
“Prospek pengembangan pariwisata geopark untuk kawasan wisata Danau Toba ini
menurut saya sangat menjanjikan.”(Narasumber Utama: Elemen Pemerintah / Dinas
Tata Ruang, Permukiman, Kebersihan, dan Pertamanan Kabupaten Samosir)
2. Atraksi Budaya
Setiap destinasi menawarkan limpahan keunikan dan keindahan sumber daya sejarah
dan kebudayaan yang berbeda, termasuk pengalaman dalam menikmati kualitas dan
gaya hidup di destinasi tersebut (Crouch, 2007). Salah satu elemen utama yang
menentukan pilihan konsumen terhadap suatu destinasi adalah daya tarik budaya
yang mencakup sejarah, legenda, kepercayaan, keseninan, hiburan, museum,
perayaan, dan festival (Middleton dkk, 2009).
Pada umumnya wisatawan tertarik akan budaya Batak di kawasan kajian (3.94) (lihat
tabel 1). Ketertarikan wisatawan tentang benda-benda peninggalan sejarah di
kawasan kajian cukup tinggi (3.88). Geoheritage berupa warisan budaya menjadi
kemudi dari geotourism yang memperkuat kemampuan geotourism sebagai sumber
daya promosi dan pengembangan wilayah secara berkelanjutan yang melestarikan
kekayaan dan keberagaman warisan bumi (Rodrigues dkk, 2011). Daya tarik kultural
yang dimiliki kawasan kajian juga dikemukakan oleh salah satu narasumber utama
depth interview.
“.... sudah sangat banyak wisatawan yang mengunjungi kawasan ini untuk meneliti
sejarah terbentuknya sejak 2012 .... Peninggalan sejarah juga masih dijaga dengan
Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
750
Pengembangan Elemen Atraksi Destinasi Wisata Di Geosite Nurlisa Ginting
Tuktuk, Ambarita, Dan Siallagan, Kabupaten Samosir Narosu Siregar
Stephanie
Tomy
Febriandy
baik, seperti makam tua, batu kursi Siallagan, dsb.yang juga dijadikan daya tarik
wisata.Budaya Batak yang kental masih dilestarikan sampai sekarang ....”
(Narasumber Utama: Elemen Pemerintah / Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya
Kabupaten Samosir)
Atraksi kulturaldi kawasan kajian adalah peninggalan sejarah serta budaya, yang
terdiri dari: batuan, rumah adat, dan tarian tradisional.Salah satu bentuk peninggalan
sejarah berupa museum yaitu museum Huta Raja Sillagan yang didalamnya banyak
berisi rumah adat khas Batak serta peninggalan sejarah batu kursi Huta Raja
Sillagan. Didalam museum, pengunjung juga bisa menikmati tarian Sigale-gale yang
merupakan tarian khas suku Batak yang sangat terkenal. Sigale-gale merupakan
sebuah boneka berbentuk manusia yang dapat digerakkan serta menari dengan
diiringi oleh musik tradisional. Para wisatawan sangat menikmati pertunjukkan
tarian Sigale-gale. Bahkan ada yang turut menari bersama. Hal ini mengindikasi
bahwa wisatawan memiliki ketertarikan yang positif terhadap warisan budaya
kawasan kajian.
Menurut Richard & Wilson (2004) dalam Rivera (2008), festival kultural muncul
untuk memperbaiki citra suatu tempat, menambah kehidupan suatu tempat, serta
memberikan masyarakat kebanggaan. Dengan semakin populernya penggunaan
festival kultural sebagai instrumen pengembangan pariwisata secara global, semakin
banyak festival diselenggarakan oleh promotor pariwisata guna untuk menaikkan
permintaan pariwisata dan sejalan dengan itu, hal ini juga dapat menciptakan citra
baru dipasaran (Kotler, 1993, dalam Rivera, 2008).
Setiap tahun, pemerintah pusat mengadakan Festival Danau Toba yang sudah
diselenggarakan selama 4 tahun terakhir sejak tahun 2012. Acara yang disajikan
pada festival juga beragam, mulai dari tarian tradisional, perlombaan, atraksi seni
dan budaya, serta pemilihan Ucok Butet Geopark Kaldera Toba. Acara ini juga
semakin menambah nilai positif dari kawasan kajian. Selain memberi publikasi yang
lebih luas, kebudayaan khas Batak juga dapat semakin dikenal oleh masyarakat serta
wisatawan.
3. Atraksi Sosial
Atraksi sosial merupakan daya tarik wisata yang menyangkut gaya hidup dan
kebiasaan masyarakat lokal, bahasa, serta kesempataan untuk melakukan interaksi
social (Yoeti, 2002; Middleton, 2009).
Berdasarkan Tabel 3, pada umumnya wisatawan berpendapat positif terhadap atraksi
wisata sosial di kawasan kajian (3.92). Tingginya respon wisatawan mengenai
keterlibatan masyarakat dalam menyediakan hiburan bagi wisatawan (4.21)
menunjukkan bahwa atraksi sosial antara masyarakat dan wisatawan berjalan dengan
baik.Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Middleton (2009)
bahwa salah satu indikator dalam atraksi sosial adalah aktivitas masyarakat lokal.
Kawasan Tuktuk merupakan kawasan strategis bisnis dan juga sebagai pusat
konsentrasi wisatawan sehingga aktivitas masyarakat lokal di Tuk-Tuk sebagian
besar adalah menyediakan penginapan, restoran dan berbagai macam
hiburan.Terdapat juga aktivitas pembuatan cenderamata khas batak berupa pahatan
ukiran dan ulos.Pada kawasan Ambarita dan Siallagan, terdapat aktivitas jual beli di
pasar lokal yang menjual cenderamata khas Batak, namun belum tertata dengan
baik.Kemudian adanya aktivitas nelayan yang menangkap lobster untuk dijual
kepada wisatawan.
Namun, pada Desa Wisata Ambarita, tidak ada interaksi sosial dan aktivitas
disana.Padahal, pengembangan dan promosi desa wisata bisa dilakukan guna untuk
meningkatkan jumlah wisatawan dan interaksi sosial antara wisatawan dengan warga
lokal di kawasan ini.Interaksi tidak sematamata untuk suatu transaksi wisata.Ini
berlanjut pada pemenuhan kebutuhan untuk mengenal kebiasaan dan budaya masing-
masing, terutama wisatawan dalam mengenal budaya setempat sebagai salah satu
daya tarik wisata.(Oktaviyanti, 2013).
Gambar 12. Kebiasaan Masyarakat untuk Bermusik dan Wisatawan yang Ikut Bernyanyi
Meskipun atraksi sosial mendapatkan nilai positif dari wisatawan, kawasan ini masih
kurang daya tarik sosialnya dibandingan dengan daya tarik wisata lainnya. Padahal,
daya tarik sosial seperti aktivitas warga lokal,gaya hidup, kebiasaan
masyarakatmenjadi ketertarikan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata
kedaerah tersebut.Masyarakat lokal dapat meningkatkan atraksi sosial dengan
mengembangkan dan menata desa wisata pada kawasan ini, agar interaksi antara
warga lokal dengan wisatawan meningkat serta mempertahankan pola hidup yang
menjunjung tinggi nilai budayanya.Mengingat Desa Wisata merupakan Suatu
kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan
keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi dsb serta mempunyai
potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi sosial bagi wisatawan (Zebua, 2016).
4. Atraksi Buatan
Tidak hanya keindahan alam yang menjadi elemen utama daya tarik wisata, namun
daya tarik buatan seperti museum, dan teater juga memiliki peran penting dalam
membentuk daya tarik suatu kawasan wisata (Middleton, 2009). Menurut Middleton
(2009), elemen-elemen yang penting dalam menunjang daya tarik buatan yaitu
bangunan dan infrastruktur wisata seperti monumen, pertokoan, dan area tematik.
Tanggapan wisatawan terhadap bangunan seperti sanggar dan museum cukup positif
(3.17 dan 3.15). Namun, pada kawasan kajian hanya ditemukan tiga buah
infrastruktur wisata, yaitu satu buah gedung kesenian di Tuktuk, satu buah pasar
kerajinan tangan di Ambarita, dan satu buah museum sejarah Batak di
Siallagan.Untuk museum dan gedung kesenian sendiri belum begitu lengkap, masih
belum ada penjelasan yang cukup mengenai museum tersebut.Hal ini juga
dikemukakan oleh narasumber.
Hal di atas menunjukkan bahwa wisatawan masih belum paham bahwa museum dan
sanggar seni hendaknya bisa memberikan edukasi kepada pengunjung sehingga
dapat memahami dengan benar sejarah tentang kawasan kajian.
Merujuk pada ketentuan geopark menurut UNESCO (2010), suatu geopark harus
memiliki sarana yang bisa memberikan pengetahuan kepada pengunjung.Tanggapan
wisatawan terhadap fasilitas ini cukup positif (3.15).Namun, pada kenyataannya,
tidak ada sarana yang bisa memberikan edukasi tentang sejarah terbentuknya tempat
di kawasan kajian. Banyak wisatawan yang belum mengerti tentang apa itu geopark
juga mengenai kawasan kajian merupakan sebuah geopark. Fasilitas hiburan yang
memanfaatkan keadaan geologis kawasan kajian juga tidak ditemukan.Tidak ada
sarana yang bisa membuat pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan
geosite.Hal ini sesuai pernyataan narasumber.
Salah satu hal yang bisa dilakukan pada kawasan kajian guna menambah daya tarik
wisata berbasis geopark yaitu meningkatkan kualitas museum dengan cara
menambah koleksi, menambah cakupan edukasi, dan sebagainya (Middleton, 2009).
Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
755
Prosiding Seminar Kearifan Lokal dan Lingkungan Binaan 25-26 Januari 2017
KESIMPULAN
Kawasan kajian ini merupakan tempat wisata yang cukup menarik bagi
wisatawan.Kekayaan geosite yang ada di kawasan kajian dapat menjadi daya tarik
utama bagi wisatawan yang berkunjung. Kebudayaan, sejarah dan gaya hidup
masyarakat lokal juga dapat mendongkrak daya tarik wisata. Beberapa elemen lain
seperti museum, desa wisata dan outbound bisa ditambahkan di kawasan kajian agar
dapat menambah pengalaman bagi wisatawan yang berkunjung. Pemerintah
seharusnya memberikan perhatian dan dukungan yang lebih lagi terhadap
pengembangan kawasan kajian agar dapat menjadi kawasan wisata yang lebih
menarik.Peneliti merekomendasikan dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadapap
kawasan wisata Tuktuk, Ambarita dan Siallagan untuk melengkapi data dari
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anuar, A.N.A., Ahmad, H., Jusoh, H., Hussain, M.Y. (2012). The roles of tourism
system towards development of tourist friendly destination concept.Asian
Social Science, 8(6). 146 – 155.
Biagi, B., Ladu, M.G., Royuela, V. (2015). Human development and tourism
specialization.Evidence from a panel of developed and developing
countries.Research Institute of Applied Economics, Universitat de Barcelona.
Diakses dari www.ub.edu/irea/working_papers/2015/222015.pdf
Eder, F.W. & Patzak, M. (2004). Geoparks – geological attractions: A tool for
public education, recreation and sustainable economic development.
Episodes, 27(3). 162 – 164.
Farsani, N.T., Coelho, C., Costa, C. (2011). Geotourism and geoparks as novel
strategies for socio-economic development in rural areas.International
Journal of Tourism Research, 13. 68 – 81.
Hose, T.A. (2012). 3G’s for modern geotourism. Geoheritage, 4.7 – 24.
Newsome, D. & Dowling, R.K. (2006).The scope and nature of geotourism. In:
Newsome, D. & Dowling, R. (eds.), Geotourism: Sustainability, Impacts and
Management. Butterworth-Heinneman, Oxford: 3 – 25.
Poch, J. & Llordés, J.P., (2011). The Basque Coast geopark: support for good
practices in geotourism. GeoJournal of Tourism and Geosites 2(8). 272 – 280.
Ren, F., Simonson, L., Pan, Z., (2013).Interpretation of geoheritage for geotourism –
a comparison of Chinese geoparks and national parks in the United
States.Czech Journal of Tourism, 006.105 – 125.
Rivera, M.A., Hara, T., Kock, G. (2008). Economic impact of cultural events: the
case of the Zora!Festival.Journal of Heritage Tourism, 3(2). 121 – 137.
Rodrigues, M.L., Machado, C.R. & Freire, E. (2011). Geotourism routes in urban
areas: a preliminary approach to the Lisbon geoheritage survey. GeoJournal
of Tourism and Geosites 2(8). 281–294.
Zaei, M.E. & Zaei, M.E. (2013). The impacts of tourism industry on host
community.European Journal of Tourism Hospitality and Research, 1(2). 12
– 21.