Anda di halaman 1dari 26

TUGAS ETIKA DOKTER HEWAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

“Sirkus Lumba-Lumba”

Nama Anggota Kelompok 2 :


1. Stefany Eloidia 062023143116
2. Firda Shafa Salsabila 062023143117
3. Abihilal Zikra Taim 062023143118
4. Yustisiane Ruth Rahadi 062023143119
5. Annas Ma’ruf 062113143001
6. Nurin Nafisah Himmah 062113143002
7. Naomi Lan Noviana T. 062113143003
8. Niken Ayu Agustin 062113143004
9. Diana Nawang Betari 062113143005
10. Annisa Suci Alifia 062113143006
11. M. Nur Iman 062113143007
12. Ghifati Lutfi Fauzi 062113143008
13. Gregorius Agung S.W. 062113143009
14. Alvyan Lantang A. 062113143010
15. Elena Rizki Dwi C. 062113143011
16. Atikah Rachmawati 062113143012
17. Joehan Melvien D.S. 062113143013
18. Bitari Ajeng Cahyani 062113143014

PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai bentuk geografis yang

berbeda-beda dari Sabang hingga Merauke. Indoneisa memiliki kombinasi iklim tropis,

17.504 pulau, tujuh lokasi di Indonesia titetapkan oleh UNESCO masuk dalam daftar Situs

Warisan Dunia.Mulai dari hutan tropisnya yang luas, pegunungan hingga laut membentang

yang luas. Begitu banyak wilayah yang bisa dijadikan tujuan wisata. Pusat destinasi wisata

dengan hiburan yang menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Diperkirakan

sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia,

walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia merupakan negara

nomor satu dalam hal kekayaan mamalia (515 jenis) dan menjadi habitat dari sekitar 1.539

jenis burung dan 45% jenis ikan di dunia. Potensi tersebut merupakan aset yang tak ternilai

sehingga perlu dilakukan perlindungan hukum untuk keanekaragaman hayati di Indonesia.

Dewasa ini, banyak terjadi pemanfaatan satwa liar dilindungi sebagai objek peragaan.

Peragaan adalah salah satu bentuk pemanfaatan satwa liar dan tumbuhan yang dikenali di

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis

Tumbuhan Dan Satwa Liar, selanjutnya disebut PP 8/1999. Peragaan satwa liar hanya dapat

dilakukan oleh pemegang izin peragaan.

Peragaan satwa liar dilindungi sering ditemukan dalam bentuk atraksi. Padahal dalam

pengaturan UU Konservasi Hayati hingga Peraturan Pemerintah-Peraturan Pemerintah

dibawahnya tidak dikenali bentuk pertunjukan atraksi dalam pemanfaatan satwa liar,

khususnya peragaan satwa. Sirkus satwa liar baru disebut secara eksplisit pada definisi

peragaan satwa liar dilindungi pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P.52/Menhut-II/2006 Tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi, yang

selanjutnya disebut Permenhut Peragaan, dengan kata “atraksi”.5 Tidak ada pengaturan lebih

lanjut terkait atraksi atau sirkus satwa liar. Padahal atraksi satwa liar dilindungi merupakan

bentuk eksploitasi berlebihan satwa. Maka perlu adanya pengaturan lebih lanjut terkait atraksi
satwa liar dilindungi agar menjaga hak-hak dasar yang dimiliki satwa liar dilindungi. Dengan

meningkatnya kebutuhan liburan dan hiburan, dari wisatawan domestik maupun

mancanegara, setiap pengusaha bersaing untuk membuat usaha hiburan mereka lebih menarik

daripada dengan tempat yang lainnya. Salah satunya adalah Hotel dan Resort yang ada di Bali

menyediakan dolphin pool yang membuat para wisatawan tertarik pada Hotel dan Resort

tersebut.

Peragaan Satwa liar dilindungi menjadi tontonan menarik bagi pengunjung. Atas

nama edukasi, satwa liar dilindungi yang biasa hidup di alam bebas harus berada dalam

kandang yang sempit demi menjadi hiburan masyarakat. Tidak jarang dalam peragaan satwa

pada lembaga konservasi seperti kebun binatang dan taman safari memaksa satwa liar untuk

berperilaku tidak semestinya sebagaimana dilakukan satwa pada habitat aslinya, sebagai

contoh lumba-lumba di resort Bali ini ditempatkan di kolam renang yang tidak begitu luas

dan kolam yang berada tidak jauh dari pantai sendiri, tempat asli dimana seharusnya mereka

berada. Penempatan Kolam yang ditempati mereka hanya sebesar 10 meter x 20 meter,

sedangkan di dalam kolam itu terdapat lebih dari dua ekor lumba-lumba. Lumba-lumba dapat

berenang hingga ratusan kilometer di laut bebas tetapi di dalam kolam ruang gerak mereka

menjadi sangat terbatas. Stress yang dihasilkan dari ketakutan, kecemasan, frustrasi, dan

penangkapan, serta kebosanan dan isolasi, dapat menyebabkan penurunan psikologis dan

perubahan fisik yang dapat menyebabkan penyakit berkepanjangan dan kematian. Lumba-

lumba sendiri merupakan satwa mamalia yang di lindungi. Di dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 7 Tahun 1999 di dalam lampirannya tertulis dalam bagian mamalia, lumba-lumba air

laut semua jenis dari family Ziphiidae. Maka perawatan dan pengawasannya haruslah dengan

baik dan ketat.

Maraknya ekploitasi satwa liar dilindungi berkedok atraksi oleh para lembaga

konservasi ini menciderai semangat pelestarian jenis tumbuhan dan satwa dilindungi yang

diselenggarakan pemerintah. Eksploitasi tersebut juga berimplikasi adanya tindak pidana

berupa penyiksaan satwa liar dilindungi. Hal ini sangatlah bertentangan dengan semangat

pelestarian satwa mengingat jumlah individu satwa liar dilindungi setiap harinya semakin
sedikit yang seharusnya diutamakan upaya pelestarian dan memperbanyak jumlah

populasinya. Masyarakat perlu tahu dan ikut dalam menegakkan perlindungan terhadap

hewan-hewan mengenai kesejahteraannya. Bukan hanya masyarakat saja, tetapi pemerintah

juga ikut turut serta dalam penegakkan ini karena upaya masyarakat saja tidak cukup. Peran

serta masyarakat memerlukan penyaluran informasi kepada masyarakat dengan cara yang

berhasil guna dan berdaya guna. Butuh pengembangan dan pendidikan akan kepedulian ini,

seperti yang kita tahu masyarakat Indonesia masih kurang peduli dan kurang mengetahui

pentingnya kesejahteraan hewan itu sendiri.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan, permasalahan yang dapat di formulasikan a


dalah

1) Bagaimana sejarah perkembangan eksploitasi sirkus lumba-lumba yang terjadi


di Indonesia?
2) Bagaimana keterkaitan antara sirkus lumba-lumba dengan resiko penyakit zoo
nosisnya?
3) Bagaimana dasar hukum yang dilanggar dalam penyelanggaraan sirkus lumba-
lumba?
4) Bagaimana tindakan yang tepat untuk merehabilitasi lumba-lumba untuk dilep
as kembali ke habitatnya?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah

1) Untuk mengetahui sejarah perkembangan eksploitasi sirkus lumba-lumba di In


donesia.
2) Untuk mengetahui keterkaitan antara sirkus lumba-lumba dengan resiko penya
kit zoonosisnya.
3) Untuk mengetahui dasar hukum yang dilanggar dalam penyelenggaraan sirkus
lumba-lumba.
4) Untuk mengetahui Tindakan yang tepat untuk merehabilitasi lumba-lumba unt
uk dilepas Kembali ke habitatnya.
1.4 Manfaat

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi sarana penyediaan informasi tentang eks
ploitasi yang terjadi terhadap lumba-lumba dalam penyelenggaraan sirkus dan dapat
memberikan pemahaman mengenai natural habitat lumba-lumba yang seharusnya sert
a dapat menjadi sarana informasi empiris dan ilmiah.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sirkus Lumba-Lumba

2.1.1 Pengertian Umum

Lumba-lumba merupakan mamalia laut. Meskipun sepenuhnya hidup di dalam


laut namun lumba-lumba masuk ke dalam kelas mamalia. Lumba-lumba bernafas den
gan paru-paru sehingga setiap beberapa menit perlu naik ke permukaan untuk mengga
mbil nafas. Lumba-lumba mengalami bunting 8 - 14 bulan dan anak yang dilahirkan h
anya 1 ekor. Mereka hidup secara berkelompok, dalam satu kelompok ada 20 sampai
ratusan lumba-lumba tergantung spesiesnya. Lumba-lumba berkomunikasi mengguna
kan sonar. Selain digunakan untuk berkomunikasi, sonar juga digunakan sebagai petu
njuk arah saat migrasi dan mencari makanan (ikan, cumi-cumi, udang, gurita) hidup.
Persebaran lumba-lumba hampir diseluruh dunia. Lumba-lumba bisa hidup 40 – 50 ta
hun di habitatnya (Lasmani dkk., 2019). Bila membahas lumba-lumba pasti kita mem
bayangkan pertunjukan sirkus lumba-lumba.
Sirkus berasal dari bahasa latin circus atau circulus yang berarti lingkaran. Kat
a ini mengacu pada pertunjukan hiburan di arena berbentuk lingkaran. Sirkus merupak
an pertunjukan hiburan yang menonjolkan atraksi-atraksi berbahaya yang dilakukan o
leh artis-artis panggung serba bisa dan pertunjukan menarik yang dilakukan oleh hew
an-hewan terlatih, salah satunya yaitu lumba-lumba. Lumba-lumba dikenal sebagai m
amalia laut yang sangat cerdas. Karena kecerdasannya itu, lumba-lumba ditangkap dar
i laut lepas kemudian dimanfaatkan sebagai hewan sirkus. Lumba-lumba sirkus hidup
hanya 2 tahun karena tingkat stresnya yang tinggi (Lasmani dkk., 2019).
Menurut Wangi (2018) lumba-lumba sirkus adalah lumba-lumba yang
ditangkap dari laut lepas yang kemudian dilatih untuk melakukan pertunjukan hiburan
bagi masyarakat. Mereka dipaksa melakukan sebuah atraksi, kemudian mereka diberi
rewards berupa ikan kecil yang sudah mati. Lumba-lumba sirkus hidup dalam kolam
yang berisi air laut buatan dan kaporit yang bisa merusak penglihatann lumba-lumba.
Mereka hidup secara individu atau dengan satu lumba-lumba lain. Padahal di habitat
aslinya mereka hidup berkelompok dan berenang bebas berkilo-kilo meter setiap
harinya. Lumba-lumba sirkus mengalami stres karena mereka tidak bisa hidup secara
alamiah seperti di habitatnya karena mereka mengalami eksploitasi.
2.1.2 Sejarah Sirkus Lumba-Lumba
Pemanfaatan hewan sebagai sarana hiburan manusia telah dilakukan sejak
lama. Beberapa hewan seperti anjing, kuda dan hewan peliharaan lainnya
bermunculan diberbagai acara televisi. Melihat respon penonton yang baik pada akhir
abad 19 pertunjukan menggunakan hewan tidak hanya dilakukan ditelevisi saja
namun mulai menggunakan panggung untuk atraksi atau biasanya dikenal dengan
sebutan sirkus, namun pada tahun 1920 popularitas sirkus mulai turun tergantikan
oleh tempat hiburan dan aquarium dengan hewan hewan eksotis.

Lumba-lumba pertama kali dipelihara untuk hiburan berbayar di Marine


Studio Dolphinarum yang didirikan pada tahun 1938 di Floridina. Fakta mengenai
lumba- lumba dapat dilatih untuk melakukan atraksi mulai disadari. Keberhasilan
pertunjukan yang dilakukan oleh Marine Studio mulai diikuti oleh beberapa orang.
Pemeliharaan lumba-lumba untuk tujuan hiburan semakin diminati pada tahun 1960
an. Penanyangan film Flipper pada tahun 1963 meningkatkan popularitas lumba-
lumba. Hal ini menyebabkan banyak bermunculan dolphinarium dan sirkus lumba-
lumba di seluruh dunia.

Salah satu negara yang mendirikan dolphinarium ialah Indonesia. Berdasarkan


website resmi Ancol dijelaskan Ocean Dream Samudra yang diresmikan pada Juni
1974 ini merupakan edutaiment them park bernuansa konservasi alam yang
memberikan pengalaman untuk lebih dekat dan menyayangi aneka satwa. Selain itu
Ocean Dream Samudra menjadi pusat studi konservasi ex-situ lumba-lumba karena
memiliki konsep manajemen lumba-lumba yang paling lengkap. Sejak saat itu mulai
bermunculan konservasi dan pertunjukan yang berkaitan dengan lumba-lumba. Salah
satunya ialah PT Wersut Seguni Indonesia didirikan pada tahun 1999 yang bergerak
dibidang penangkaran lumba-lumba, namun seiring perkembangannya dibuka untuk
umum sebagai tujuan wisata. Dilihat dari minat masyarakat yang tinggi terhadap
sirkus lumba-lumba namun terhalang oleh lokasi memberikan peluang terciptanya
sirkus lumba-lumba keliling di Indonesia.

Penyelenggaraan sirkus lumba-lumba keliling di Indonesia mulai


menimbulkan banyak protes dan penolakan, hal ini dikarena pada tahun 2009 di
Bekasi terdapat kematian lumba-lumba sirkus yang mana sirkus ini diselenggarakan
oleh salah satu perusahaan yang bergerak dibidang konservasi. Pada tahun 2020
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara resmi tidak memperpanjang
izin pertunjukan sirkus lumba-lumba keliling.

2.1.3 Kekerasan dan Eksploitasi pada Lumba-Lumba

Lumba-lumba (Cetacea: Odontoceti: Delphinidae) tersebar luas di perairan sa


mudera, pulau, dan perairan hangat di seluruh dunia. Lumba – lumba memiliki keunik
an perilaku dalam mencari makanan, bermigrasi dan bereproduksi. Kematian lumba –
lumba banyak disebabkan oleh polusi dan terperangkap dalam alat tangkap, akan tetap
i masih banyak kasus kekerasan dan ekspoitasi yang menyebabkan kematian.

Lumba-lumba masih dikonsumsi di beberapa daerah oleh perikanan rakyat (bi


asanya secara ilegal) untuk diambil daging, gigi, dan minyaknya Lumba-lumba juga d
igunakan sebagai hewan sirkus oleh masyarakat dibeberapa daerah. Eksploitasi oportu
nistik atau sporadis dari hewan yang ditombak, dijebak dan terdampar adalah pola pen
ggunaan budaya tertentu yang masih terjadi (Cooke et al, 2016). Jumlah perburuan lu
mba-lumba semakin tinggi, sehingga saat ini spesies dalam keadaan terancam menuru
t Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) (Faizah dkk. 2006).

Tidak sedikit wahana hiburan, seperti sirkus, yang memanfaatkan lumba-lumb


a demi kepentingan beberapa kalangan. Lumba-lumba dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, dijadikan sebagai bisnis. Penempatan lumba – lumba di kolam, b
ukan pada habitat aslinya menjadikan satwa kehilangan fungsinya. Selain tindakan me
nggunakan lumba – lumba sebagai sirkus melanggar animal welfare, hal ini juga men
yebabkan kemampuan sonar yang dihasilkan oleh organ yang bernama Melon menjad
i rusak, yang kemudian menyebabkan satwa mengalami stres.

2.1.4 Bahaya Zoonosis

Zoonosis pada ikan perlu mendapatkan perhatian lebih dalam kaitannya denga
n penularan penyakit zoonosis. Zoonosis juga melibatkan penularan penyakit dan inan
g yang memproduksi biotoxin dari ikan ke manusia. Masih banyak pula organisme me
miliki potensi untuk menginfeksi dan membahayakan manusia yang hidup pada ikan
namun belum dilaporkan. Status dari sistem kekebalan tubuh manusia turut menentuk
an tingkat keparahan infeksi penyakit

Interaksi antara manusia dan patogen di air sangat kompleks karena terdapat b
anyak rute transmisi ditambah dengan kenyataan bahwa banyak patogen zoonosis tida
k menyebabkan penyakit pada organisme akuatik. Dengan demikian, sebagai carrier y
ang tidak terpengaruh, ikan yang sehat memiliki potensi untuk menularkan patogen ke
manusia. Penularan penyakit zoonosis dari hewan terutama melalui kontak langsung,
kontak langsung dengan vektor dan media yang terkontaminasi, serta konsumsi.

Penanganan dan manajemen yang buruk dapat meningkatkan potensi infeksi p


enyakit zoonosis. Luka dan cedera selama penanganan ikan memberikan potensi trans
misi organisme penyebab penyakit sehingga manusia juga dapat terjangkit. Beberapa
penyakit zoonosis memiliki efek yang sangat berbahaya bagi manusia, menyerang sist
em saraf pusat dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Lumba-lumba adalah satwa liar yang dilindungi dan dapat menjadi pembawa a
gen penyakit dari alam yang dapat menular kepada manusia (zoonosis) sehingga diper
lukan adanya kewaspadaan terhadap timbulnya wabah emerging zoonosis. Salah satu
nya adalah penyakit brucellosis yang disebabkan oleh bakteri Brucella ceti dan penya
kit parasitik seperti anisakiasis yang disebabkan oleh cacing Anisakis sp.
Brucellosis merupakan penyakit menular yang bersifat zoonosis akibat mengk
onsumsi susu yang tidak terpasteurisasi, daging dari hewan yang terinfeksi ataupun ko
ntak langsung dengan sekreta ataupun cairan aborsi. Penyakit ini selain menyerang he
wan domestic juga menyerang manusia dengan gejala pada hewan menunjukkan adan
ya kejadian aborsi dan steril, sedangkan pada manusia menyebabkan demam (undulan
t fever’s) ataupun Malta Fever (Corbel, 2006). Brucella sp. merupakan bakteri gram n
egatif, non motil, tidak berspora, berbentuk coccobacilli dan bersifat fakultatif intra se
l. Distribusi brucellosis pada mamalia laut telah tersebar di Samudra Atlantik Utara, la
ut Mediterania dan Arktik termasuk Laut Barents, selain itu ditemukan juda pada lum
ba-lumba yang hidup bebas di laut Peru, Costa Rica dan Florida. Tachibana et al. (200
6) melaporkan bahwa lumba-lumba infopasific yang terdapat di pulau Solomon juga t
elah terinfeksi oleh Brucella sp, demikian juga pada lumba lumba yang ada di tempat
penangkaran di USA dan Rusia. Indrawati dan Affif (2012) melaporkan bahwa ditem
ukan satu sampel positif terinfeksi Bricella sp. dari total 23 sampel lumba-lumba hidu
ng botol Indo pasifik.
Anisakiasis adalah penyakit gastrointestinal akut yang disebabkan oleh infeksi
dengan baik cacing herring (spesies Anisakis) atau cacing cod (Pseudoterranova deci
piens). Cacing ini merupakan parasit alami pada mamalia air seperti paus dan lumba-l
umba (Adams et al., 1997). Larva cacing berada pada otot dan organ visceral ikan lau
t, dengan intensitas infeksi bervariasi antara spesies ikan. Infeksi pada manusia terjadi
melalui konsumsi ikan mentah atau setengah matang. Larva biasanya menembus dindi
ng lambung menyebabkan nyeri akut pada perut, mual, dan muntah dalam beberapa m
enit sampai beberapa jam (anisakiasis lambung). Parasit ini tidak dapat hidup terlalu l
ama di tubuh manusia. Infeksi anisakis banyak ditemukan di Jepang, Belanda dan beb
erapa Amerika Utara (Darmawan dan Rohaendi, 2014).
Erysipeloid dianggap sebagai zoonosis kerja yang disebabkan oleh kontak den
gan hewan yang terkontaminasi, terutama saat menangani ikan, produk, limbah atau ta
nah. Erysipelothrix rhusiopathiae adalah spesies pathogen dari genus Erysipelothrix.
Bakteri ini termasuk anaerob fakultatif, nonspore, non-acid-fast, kecil, gram positif, b
atang bacillus (rod-shapped bacillus). Spesies yang menyerang pada lumba-lumba yai
tu E. Insidioae. Bakteri ini dapat bertahan lama dalam waktu lama di lingkungan, term
asuk di laut. Bakteri ini telah diisolasi dari lendir kulit ikan segar dan air laut, dan dap
at bertahan pada serangga, moluska dan krustasea (Wang et al., 2010). Terdapat tiga b
entuk penyakit yang disebabkan Erysipelothrix rhusiopathiae dijelaskan pada manusi
a: bentuk kutaneous local, bentuk kutaneous umum dan bentuk septikemik yang terkai
t dengan endokartitis. Bentuk septicemia dermatologis dan akut telah dilaporkan di cet
acean salah satunya lumba-lumba hidung botol (Tursiops trucantus). Jika bentuk septi
kemik tidak diobati dapat mengakibatkan kematian pada hewan. Sumber infeksi pada
lumba-lumba hidung botol yang hidup bebas dilautan yaitu lender kulit ikan segar (se
bagai mangsanya) dan air laut yang terkontaminasi bakteri Erysipelothrix rhusiopathi
ae yang pathogen. Tanda patognomonik erysipelas pada kebanyakan spesies adalah a
danya lesi kulit berbentuk berlian (diamond skin). Pada cetacean (Tursiops trucantus),
lesi tanpa abu-abu peningkatan plak rhomboid yang dengan tepi yang terdefinisi
dengan baik yang terjadi di seluruh tubuh. Erysipelas jarang ditemui pada pinniped
dan tidak dianggap sebagai masalah klinis, sedangkan pada cetacea adalah mamalia
laut yang paling rentan terhadap penyakit ini (Suer & Vedros, 1988).

2.2 Dasar Hukum

2.2.1 Hubungan dengan Konsep Animal Welfare

Konsep animal welfare dalam lima kebebasan hewan (The Five Freedoms) dit
etapkan pada akhir 1960-an. Pada periode itu, pemerintah Inggris Raya mendirikan ko
misi untuk menginvestagasi bagaimana hewan diperlakukan di pertanian setempat. Ko
misi itu menarik kesimpulan bahwa ada kebutuhan untuk menetapkan garis kebijaksa
naan tentang bagaimana hewan seharusnya diperlakukan. Pada permulaannya, garis k
ebijaksanaan itu hanya sederhana dan memfokuskan pada perilaku terhadap hewan di
pertanian. Akhirnya, garis-garisnya menjadi lebih lengkap dan sekarang mempunyai j
angkauan yang lebih luas dan telah dikenal sebagai The Five Freedoms di seluruh dun
ia (Agustina, 2017).

Lima kebebasan hewan adalah metode sederhana untuk mengevaluasi dan me


nganalisa kesejahteraan hewan dan termasuk langkah yang tepat untuk meningkatkan
kualitas hidup hewan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa walaupun Lima kebebasan hewa
n dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua hewan, pada khusu
snya langkah ini berguna untuk menjamin hewan atau satwa yang dipelihara tidak aka
n mengalami penganiayaan (Agustina, 2017).

Konsep kesejahteraan hewan dibuktikan dengan terpenuhinya lima aspek kebe


basan hewan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua hewan yang dipelihara at
au hidup di alam yang terdiri dari freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lap
ar dan haus), freedom from discomfort (bebas dari rasa panas dan tidak nyaman), free
dom from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan sakit), freedom fro
m fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan), dan freedom to express no
rmal behavior (bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami) (Huda, 2013).

Penyiksaan lumba – lumba untuk pertunjukan sirkus telah menjadi sorotan, dal
am kondisi lapar lumba – lumba diharuskan tampil dalam pertunjukan yang merupaka
n trik agar patuh perintah pelatih dan akan diberi imbalan berupa ikan untuk tetap bert
ahan hidup. Dalam hal ini aspek bebas dari rasa lapar dan haus tidak dapat dilakukan,
pemberian pakan minum dan kemudahan lumba – lumba dalam mengakses pakan dan
minum kapanpun tidak dapat dikehendaki (Yovanda, 2017).

Prayitno (2021), kolam untuk pertunjukan sirkus lumba – lumba berukuran ku


rang luas untuk seekor lumba – lumba dikarenakan di alam lumba – lumba berenang b
ebas dengan kecepatan tinggi, karena hanya bisa berenang di area terbatas lumba – lu
mba akan stress. Berdasarkan studi yang dilakukan di tahun 2012 dan diutarakan oleh 
Jakarta Animal Aid Network (JAAN), menemukan bahwa kolam lumba-lumba menga
ndung kadar klorin delapan kali lebih banyak daripada yang bisa ditoleransi oleh mam
alia. Ini bisa berakibat fatal dan menyebabkan kerusakan kulit, kebutaan, infeksi, hing
ga penurunan kesehatan yang drastis. Hal ini jauh dari aspek bebas rasa tidak nyaman
yang kurang memperhatikan kebutuhan hewan terhadap tempat tinggal yang sesuai. H
al lain juga jauh dari aspek bebas dari rasa takut dan stress dengan menghindari prose
dur atau teknik yang menyebabkan rasa takut dan stres pada hewan dan memberikan
masa transisi dan adaptasi (Agustina, 2017).

Kematian dari lumba-lumba yang mengakibatkan kebutaan dan stress juga lan
gsung digantikan dengan lumba-lumba lainnya yang diambil langsung maupun diberi
kan pengganti yang baru. Dengan dalih penangkaran, pihak yang berdalih sebagai pen
angkar ini mengirim lumbalumba baru untuk menggantikan yang sakit maupun menga
mbil langsung dari laut lalu dijual kembali kepada pihak pengusaha. Lumba-lumba ya
ng sakit selanjutnya ditukarkan dan diserahkan ke pihak penangkaran. Hal ini sangat b
ertentangan dengan kesejahteraan hewan aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyak
it (Fanny, 2018).

Dalam hal aspek animal welfare dengan bebas mengekspresikan tingkah-laku


alamiah dapat tidak dapat diperhatikan dalam pertunjukan sirkus lumba – lumba. Di al
am liar, lumba – lumba hidup bersama kawanan yang terdiri dari 12 individu atau lebi
h, dalam kondisi pertunjukan sirkus lumba – lumba dipisahkan dari kawanannya yang
membuat hewan tersebut berperilaku agresif dan depresi. Lumba – lumba dalam sirku
s memiliki umur yang tidak bertahan lama, penyebabnya selain kesepian lumba – lum
ba dipaksa menghabiskan waktu yang cukup lama di luar air yang menyebabkan masa
lah pernapasan, dehidrasi, dan berdampak negative pada kulit (Prayitno, 2021).

2.2.2 Dasar Undang-Undang yang Mengatur

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kese


hatan Hewan, kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan ke
adaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu ditera
pkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak l
ayak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

Dalam pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaa


tan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, mengatakan bahwa lembaga, badan atau orang y
ang melakukan peragaan tumbuhan dan satwa liar bertanggungjawab atas kesehatan d
an keamanan tumbuhan dan satwa liar yang diperagakan dengan aturan dan standar ke
sehatan dan keamanan yang diberikan oleh menteri.

Peraturan mengenai kesejahteraan hewan juga diatur dalam Undang Undang N


omor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada bagian kedua d
alam undang-undang ini mengatur mengenai kesejahteraan hewan. Dalam pasal 66 (2)
ketentuan mengenai kesejahteraan hewan perlakuan untuk kepentingan kesejahteraan
hewan dilakukan secara manusiawi meliputi:
a. Penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentua
n peraturan perundang-undangan di bidang konservasi
b. Penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memu
nkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya
c. Pemeliharaan, pengamanan, perawatan dan pengayoman hewan dilakukan denga
n sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penga
niayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan serta bebas dari pengan
iayaan.
*Penganiayaan yang dimaksudkan disini adalah tindakan untuk memperoleh kepu
asan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan di luar batas
kemampuan biologis dan fisiologis hewan. *Penyalahgunaan adalah tindakan unt
uk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dengan memerlakukan hewan sec
ara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan untuk kegunaan hewan t
ersebut, misalnya pencabutan gigi lumba-lumba.
d. Pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan terbebas
dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan
e. Penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan
f. Pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan, dan penyalahg
unaan
g. Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyal
ahgunaan.

Lumba-lumba merupakan satwa mamalia yang di lindungi. Di dalam Peratura


n Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 di dalam lampirannya tertulis dalam bagian mama
lia, lumba-lumba air laut semua jenis dari family Ziphiidae. Maka perawatan dan peng
awasannya haruslah dengan baik dan ketat.

Di dalam Peraturan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Ala


m Nomor : P.16/IV-SET/2014 tentang Pedoman Peragaan Lumba-Lumba menjelaska
n Sumber air laut yang berasal dari air laut atau air tawar yang dicampur garam tanpa
sodium. Pemeliharaan kolam juga dipantau dengan baik dari berbagai aspeknya. Salah
satu syarat yang harus dipenuhi yaitu, penempatan kandang dari satwa harus menyesu
aikan dari bentuk tubuh dan perilaku dari satwa itu sendiri. Apabila satwa itu membut
uhkan tempat yang luas maka harus dibuatkan tempat yang luas dimana ia ditempatka
n. Menurut pasal 16 Peraturan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi A
lam Nomor : P.09/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di L
embaga Konservasi, Tempat tinggal satwa dan kelengkapannya harus dirancang sesua
i dengan kebutuhan biologis, fisik dan perilaku satwa sehingga dapat membuat satwa
merasa nyaman dan aman

Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konse
rvasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengatakan bahwa setiap orang d
ilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, mengangkut,
dan memperniagakan satwa yang dilindungi. Hal ini sudah sangat jelas dilarang untuk
melakukan hal-hal tersebut. Pengecualian untuk aturan ini diperbolehkan apabila dilak
ukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis satw
a yang bersangkutan.

Izin peragaan lumba-lumba (Pasal 9 Peraturan Menteri Kehutanan Republik In


donesia Nomor : P.40/Menhut-II/2012 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa L
iar Dilindungi) bahkan diperpanjang kembali, setelah sebelumnya JAAN ada mengiku
ti rapat dengan seketariat negara terkait hal ini. Sebelumnya pemerintah menjanjikan
untuk menghentikan perijinan peragaan lumba-lumba, sehingga hal ini menjadi sebua
h pertanyaan besar kepada pemerintah terkait mengapa kesepakatan yang sudah disetu
jui diawal berubah tiba-tiba

Undang – undang yang mengatur lumba – lumba yang sudah dijadikan alat atr
aksi sendiri akan dimasukkan terlebih dahulu di dalam penangkaran seperti yang tertu
lis di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 ayat 1 tentang Peman
faatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (yang selanjutnya disebut PP Pemanfaatan Jen
is Tumbuhan dan Satwa Liar) yang berbunyi;

1. Pengembangbiakan satwa dan perbanyakan tumbuhan dan


2. Penetasan telur atau pembesaran anakan yang diambil dari alam.

Lalu diatur juga dalam pasal 16 Peraturan Pemerintahan 7 Tahun 1990 menge
nai Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa merupakan pengelolaan di luar habitat un
tuk pembembangan populasi di alam agar tidak punah. Hal ini bertujuan agar lumba –
lumb ayang sudha dijadikan alat atraksi sebelumnya bisa mendapatkan rehabilitas dan
juga penanganan yang maksimal agar tidak lagi dijadikan alat atraksi.

2.2.3 Pendapat Organisasi Pemerhati Hewan

Di Kompleks Perumahan Medan Metropolitan Trade Center (MMTC), Jalan


Willem Iskandar, Deliserdang ada atraksi atau sirkus lumba-lumba. Para pecinta satw
a ini mendesak, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSD
A Sumut), menghentikan kegiatan itu, karena peragaan lumba-lumba ini tak mencerm
inkan edukasi melainkan lebih kental eksploitasi dan penyiksaan.

“Peragaan lumba-lumba berkedok edukasi adalah penyiksaan. Bisnis dan penyiksaan


bukanlah edukasi,” kata Anita Santa, koordinator umum stop sirkus lumba-lumba di
Medan.

Aksi mereka, katanya, untuk penyadartahuan kepada masyarakat tentang ekspl


oitasi terhadap lumba-lumba berkedok edukasi. Harapannya, masyarakat bisa sadar, b
ahwa sirkus lumba-lumba itu bagian dari penyiksaan, jauh dari edukasi. Mereka meno
lak atraksi kejam ini.

“Targetnya, sirkus lumba-lumba di Medan dan seluruh dunia ditutup. Masyarakat bera
ni mengatakan tidak untuk menonton sirkus lumba-lumba,” katanya.

Dia bilang, menyedihkan sekali ketika satwa laut ini dipaksa bekerja untuk me
muaskan penonton. Ia melompat dan bermain gelang dan tali.

Belum lagi perlakuan terhadap lumba-lumba saat mereka dipindahkan dari sua
tu tempat ke tempat lain. Mereka dalam kandang sempit, tanpa air laut seperti di habit
at asli, hanya diolesi mentega dan pond pelembab yang dibalutkan di tubuh. Makan se
adanya, cenderung kurang, diterbangkan dari satu lokasi ke lokasi lain. Bentuk seperti
ini, katanya, penyiksaan langsung lumba-lumba.

Ketika masuk dalam kolam pun, air bukan air laut melainkan air tawar dicamp
ur clorin dan dimasukkan garam sebanyak-banyaknya.

“Ini bentuk penyiksaan langsung terhadap lumba-lumba. Ini satwa dilindungi dan tera
ncam punah,” kata Sinta.

“Di sini buat aku tertawa terhadap KLHK. Izin dikeluarkan dengan alasan sebagai edu
kasi. Padahal, sama sekali tak ada edukasi selain unsur penyiksaan dan eksploitasi. Ka
mi mendesak tidak lagi memberikan izin atraksi lumba-lumba dan mendesak segera m
enutup sirkus lumba lumba,” katanya.

Benvika, Direktur Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Kamis siang (27/7/1
9) kepada Mongabay mengatakan, JAAN sendiri fokus menangani kampanye lumba-l
umba sejak 2009. Berbagai hal mereka lakukan, mulai MoU dengan KLHK, dan Tam
an Nasional Karimunn Jawa untuk membuat fasilitas rehabilitasi lumba-lumba.

“Sirkus lumba-lumba sebenarnya bukan edukasi konservasi melainkan pembodohan p


ublik. Karena perlakuan mereka jauh dari kesejahteraan satwa,” katanya.

Indonesia, satu-satunya di dunia yang masih mengeksploitasi lumba-lumba, m


elalui sirkus modus edukasi.

Secara administrasi, katanya, penyelenggara sirkus lumba lumba ini legal kare
na mendapatkan izin. Namun, katanya, penekanan di sini bukan masalah legal atau ile
gal, tetapi masalah kesejahteraan satwa.

“Bagaimana hewan itu sejahtera, kalau mulai dari pengangkutan, pengadaan atraksi d
an lain-lain jauh dari kesejahteraan satwa.”

Hasil investigasi JAAN, ditemukan modus pengadaan lumba-lumba untuk sirk


us keliling dengan membayar nelayan memburu, kemudian membawa ke suatu tempat
atau ke muara. Pemesan melapor ada temuan lumba-lumba terluka. Otoritas mengelua
rkan surat berita acara penitipan, dan akhirnya lumba-lumba masuk kolam, berakhir ja
di pemain sirkus keliling.
Anita Santa, koordinator umum stop sirkus lumba-lumba di Medan membubuhkan tan
da tangan menolak eksploitasi lumba-lumba. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indo
nesia

JAAN sempat mendesak kepada KLHK agar memasang chip kepada lumba-lu


mba yang dititipkan ke sejumlah lembaga konservasi. Ternyata, lembaga yang menda
patkan izin itu menolak. “Ini fakta yang terjadi sampai sekarang.”

“Lumba lumba tidak akan bisa bertahan hidup lama di dalam kolam. Mereka stres dan
cepat mati. Jadi, jika mati mereka mencari lagi yang baru dengan nama sama dengan
yang mati. Itu tidak akan diketahui karena tidak ada pemasangan chip atau tanda khus
us terhadap setiap lumba-lumba yang dititipkan ke lembaga konservasi.”

Benvika mengatakan, ketika pentas lumba-lumba di Bekasi, sekitar 2009-2010


ditemukan ada yang mati. Sejak saat itu setiap ada lumba-lumba mati, akan ditutup ra
pat-rapat.

KLHK berdasarkan perjanjian dengan pihak yang mengantongi izin, sudah me


nyepakati bahwa, 2020 seluruh sirkus lumba-lumba akan setop total.

Meski demikian, JAAN akan terus menggelar aksi dan penolakan untuk pena
mpilan dan eksploitasi lumba-lumba. “Itu akan terus dilakukan sampai sirkus lumba-l
umba berhenti total.”

Ada tiga pihak mengantongi izin konservasi lumba-lumba jadi sirkus keliling.
Ketiganya, Taman Safari, Ancol, dan WSI. Taman Safari, dua tahun ini sudah mengh
entikan sirkus keliling dan lumba-lumba yang ada dititipkan ke lembaga konservasi di
Batang, Jawa Tengah, untuk rehabilitasi dan habituasi.
Sedang dua lembaga lagi, Ancol dan WSI, sampai sekarang masih terus adaka
n atraksi lumba-lumba.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK) secara resmi ta


k memperpanjang izin pertunjukan sirkus lumba-lumba keliling. Larangan pertu
njukan tersebut berlaku mulai 5 Februari 2020. Surat keputusan KLHK berisi la
rangan sirkus lumba-lumba itu beredar luas di media sosial. Salah satu akun Tw
itter @indiratendi mengunggah surat keputusan tersebut. Indira sendiri
merupakan aktivis konservasi dan Master student in Animal Biology.
Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem Indra Exploitasia. Dalam surat tersebut tertulis pertu
njukan lumba-lumba hanya boleh dilakukan di lembaga konservasi.
"Izin sirkus lumba-lumba keliling berakhir tanggal 5 Februari 2020. Mu
lai besok kalau ada sirkus lumba di kotamu berarti itu ilegal ya tweeps ," tulis a
kun itu.

Akun tersebut juga mengunggah hasil notulensi rapat pembahasan kegiat


an pertunjukan sirkus lumba-lumba keliling pada 12 Juli 2018. Dari hasil rapat,
diputuskan pertunjukan di PT Taman Impian Jaya Ancol berakhir pada 23 Okto
ber 2019 dan PT Wersut Seguni Indonesia berakhir pada 5 Februari 2020.
PT Wersut Seguni Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam per
dagangan lumba-lumba liar yang memasok satwa mamalia ini untuk keperluan
hiburan. Pertunjukan sirkus lumba-lumba keliling selama ini menuai kecaman d
ari banyak pihak. Sebab, lumba-lumba tersebut dieksploitasi demi kepentingan
manusia.

"Lumba-lumba diambil dari alam untuk dipaksa hidup dalam akuarium


berklorin. Pengangkutan hanya pakai handuk basah, tanpa air ," ungkap Indi.

“Selain itu, pertunjukan sirkus lumba-lumba keliling juga tidak menamp


ilkan nilai edukasi. Pertunjukan semata hanya demi kepuasan hiburan tanpa m
emperhatikan hewan,”
"Pertunjukan lumba-lumba bukan edukasi tapi eksploitasi. Giginya dipo
tong, matanya rusak, tubuhnya lecet tergores pinggiran kolam karena sering di
suruh naik (termasuk buat cium pipi kalian)," tuturnya.
Ia meminta kepada masyarakat untuk melaporkan ke Balai Konservasi S
umber Daya Alam (BKSDA) setempat bila menemukan pertunjukan sirkus lum
ba-lumba keliling.

"Mari kita kawal agar izin tidak dilanjutkan," tutupnya.

2.2.4 Rehabilitasi Lumba-Lumba

Segala peraturan yang ada dan mengatur terkait lumba-lumba sebagai satwa di
lindungi dan sebagai peragaan sudah diatur oleh pemerintah, tetapi masih ada celah da
n kelalaian oleh pemegang lumba-lumba. Seharusnya segala bentuk hiburan peragaan
lumba-lumba ditiadakan karena hal ini murni hanya sebatas bisnis. Alasan pendidikan
mengenai lumba-lumba dan pengobatan hanya sebuah kedok dari bisnis ini. Karena hi
buran ini memberikan masukan pendapatan juga kepada negara, hingga saat ini masih
tetap berjalan. Sebuah pentas lumba-lumba bisa mengasilkan hinggal Rp8.000.000,- s
ebuah angka yang cukup besar. Dalam hiburan lebih menitik beratkan sisi ekonominy
a disbanding sisi kemanusiaan terhadap kehewanan.

Pemeliharaan dan perawatan hewan haruslah dilakukan dengan baik dan sesua
i dengan aturan yang berlaku. Sirkus atau pertujukan lumba-lumba merupakan salah s
atu penyebab atas penderitaan yang dialami oleh mamalia laut yang menakjubkan, pin
tar dan sosial ini. Wahana semacam ini adalah bentuk pariwisata yang sangat tidak ber
tanggungjawab, karena mendukung satwa untuk dieksploitasi hingga sakit dan mati.
Manusia dianggap tidak memiliki hak untuk membuat satwa menderita dan sudah sela
yaknya meningkatkan derajat kesejahteraannya dengan perlakuan yang lebih manusia
wi. (John Webster, 1995). Perlindungan keragaman hayati juga terkait dengan masala
h pencegahan, sebab mencegah kepunahan jenis dan keberagaman hayati diperlukan p
encegahan dini (Syamsuharya Bethan, 2008).

Menurut pasal 16 Peraturan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konserv


asi Alam Nomor : P.09/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satw
a di Lembaga Konservasi, Tempat tinggal satwa dan kelengkapannya harus dirancang
sesuai dengan kebutuhan biologis, fisik dan perilaku satwa sehingga dapat membuat s
atwa merasa nyaman dan aman. Tempat tinggal satwa dan kelengkapannya harus me
mperhatikan :
1. Luas tempat tinggal;
2. Bahan/materi tempat tinggal;
3. Kenyamanan tempat tinggal dan kebutuhan dasar satwa
4. Peralatan tempat tinggal, kurungan, akuarium, kolam; dan
5. Pencegahan stres atau penganiayaan satwa.

Lumba-lumba sendiri berenang hingga ratusan kilometer di laut bebas sedangk


an di dalam kolam mereka hanya dapat bergerak memutar di kolam buatan. Keterbata
san ruang di dalam kolam selain membatasi pergerakan lumba-lumba juga menggang
gu sonar yang digunakan oleh lumba-lumba, hal ini merupakan aspek yang paling mer
usak dalam pempatan lumba-lumba. Sonar ini digunakan lumba-lumba saat mencari
mangsa maupun mendeteksi halangan di lautan, tetapi di dalam kolam sonar itu terus
memantul kembali pada dirinya saat berhadapan dengan dinding-dinding kolam.

Pada pelaksanaan peragaan lumba-lumba, hewan tersebut seringkali mengala


mi kerusakan penglihatan hingga buta dari dampak air kolam yang tidak sesuai denga
n standar. Tingginya kadar klorin dapat merusak mata dari lumba-lumba, air kimia ya
ng terkandung pada air campuran dalam kolam. Kelebihan kadar klorin juga dapat me
ngakibatkan gangguan kulit dan penurunan kesehatan. Sumber air kriteria kolam bera
sal dari air laut atau air tawar yang ditambahkan garam tanpa yodium, air ini harus dis
aring dengan filter, untuk menjaga kualitas air seperti kejernihan dan mengurangi mat
erial organik di dalam air. Kualitas air di alam tentu berbeda dengan air yang ada pada
kolam penempatan. Perbedaan kualitas air juga berefek kepada lumba-lumba itu sendi
ri. Lumba-lumba tentu tidak dapat menolak atau bereaksi langsung terhadap air yang
ada di kolam tempat dia ditempatkan.

Salah satu wilayah yang digunakan sebagai lokasi untuk rehabilitasi lumba-lu
mba adalahdi Kemujen, Karimun Jawa. Pusat rehabilitasi tersebut sebagai jawaban ata
s kebutuhan akan penegakan hukum yang efektif atas pelarangan terhadap penangkap
an lumba-lumba liar di Indonesia. Lokasi ini dipilih karena berada di dekat lokasi ala
miah tempat lumba-lumba tinggal. Lumba-lumba akan kembali dilepaskan kealam liar
setelah menjalani rehabilitasi namun jika lumba-lumba dianggap tidak dapat dilepaska
n, mereka akan tetap dirawat di pusat rehabilitasi di mana akan terjamin keamanan te
mpat tinggalnya selama proses penyembuhan.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan rangkaian makalah diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai beriku
t:
1. Sirkus lumba-lumba berkedok edukasi adalah bentuk penyiksaan dan eksploita
si satwa serta meningkatkan perburuan dan menjadikannya terancam punah.
2. Pertunjukan yang menampilkan lumba-lumba di Indonesia banyak melanggar k
onsep kesejahteraan hewan.
3. Interaksi dengan manusia dalam sirkus meningkatkan potensi penyebaran peny
akit zoonosis seperti Malta Fever oleh Brucella ceti dan anisakiasis oleh cacing
Anisakis sp.
4. Beberapa undang – undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan lainn
ya dalam upaya pemerintah dalam regulasi mengenai satwa liar termasuk lumb
a – lumba.
5. Rehabilitasi pada lumba – lumba menjadi salah satu cara tepat yang dapat dilak
ukan dalam upaya dalam mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh sirkus s
ehingga dapat dikembalikan ke habitatnya dalam kondisi yang baik.
3.2 Saran
Perlu dilakukan penyadaran kepada masyarakat tentang sisi lain yang mengeri
kan dalam pertunjukan terhadap satwa liar serta pemberian tindakan tegas terhadap pe
langgaran dalam eksploitasi lumba – lumba.
DAFTAR PUSTAKA
Adams A.M, K.D. Murrell, and J.H. Cross. 1997. Parasites of Fisf And Risks To Publ
ic Health. Rev sci tech off int epiz 16(2):652-660.
Agustina, K.K. 2017. Kesejahteraan Hewan Laboratorium. Diktat kuliah. Universitas
Udayana. 8 – 9.
Andri Wibisana, ‘Laporan Akhir Tim Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Konserva
si Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem’, Pusat Penelitian dan Pengembang
an Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrisn Huk
um dan Ham RI, 2015, 3.
Audrian, N. (2019). Makna Pengalaman Pelatih Berinteraksi Dengan Lumba-Lumba
Dalam Pertunjukan “Dolphin Show” Ocean Dream Samudra. Jurnal Common, 3
(01), 81-93.
Ayat S Karokaro 2019. Aksi menolak eksploitasi lumba-lumba jadi sirkus oleh
komunitas pencinta satwa di Medan.
Bhayangkara, S, C & Gunadha, R. (2020). Sirkus Lumba-Lumba Keliling Resmi Dila
rang di Indonesia, https://www.suara.com/news/2020/02/07/131724/sirkus-lumb
a-lumba-keliling-resmi-dilarang-di-indonesia?page=all, diakses pada 2 Desember
2021 pukul 19.43.
Cooke, R. G., Wake, T. A., Martínez-Polanco, M. F., Jiménez-Acosta, M., Bustamant
e, F., Holst, I., Lara-Kraudy, A., Martín, J. G., & Redwood, S. (2016). Exploitatio
n of dolphins (cetacea: Delphinidae) at a 6000 yr old preceramic site in the Pearl
Island Archipelago, Panama. Journal of Archaeological Science: Reports, 6, 733
–756. https://doi.org/10.1016/j.jasrep.2015.12.001
Corbel, M.J. (2006) Brucellosis in Humans and Animal. World Health Organization.
Darmawan, B. D. dan O.E. Rohaendi. 2014. Zoonosis : Infeksi penyakit ikan terhadap
manusia akibat kesalahan manajemen dan penanganan ikan maupun produk olaha
nnya. Journal of Aquatropica Asia. 1: 1-9.
Faizah, R., Dharmadi, F.S.Purnomo. 2006. Distribusi dan Kepadatan Lumba-Lumba S
tenella longirostris di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penelitian Perika
nan Indonesia. Vol.12 No.3. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta:175-181.
Fanny, Vivian. 2018. Perlindungan Lumba – Lumba sebagai Satwa Langka yang Dili
ndungi dari Tidakan Penempatan dan Atraksi Hiburan yang Tidak Sesuai. J
urnal Hukum Adigama. 1(1): 1086.
Gunadha, Reza dan Bhayangkara, C.S. 2020. Sirkus Lumba-Lumba Keliling Resmi
Dilarang di Indonesia.
Huda, M.N. 2013. Peran animals asia dalam penanggulangan penyiksaan hewan di Ci
na. eJournal Ilmu Hubungan Internasional. 1(3) : 741 - 752.
Ika, I. (2011, March 21). Lumba-lumba Rentan Eksploitasi. Liputan Berita Universita
s Gadjah Mada.
Indrawati, A. dan U. Affif. 2012. Brucella ceti : Ancaman Emerging Zoonosis pada L
umba-Lumba Hidung Botol Indo Pacific (Tursiops aduncus). JSV. 30 (2): 27-34
John Webster, Animal Welfare A Cool Eye Towards Eden, (Willey-Blackwel, 1995),
hal. 3
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Loka Pengelolaan Sd Pesisir & Laut Sorong
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.
Lasmani, S., K. Nawawi, dan E. Sudarti. 2019. Penegakan Hukum Pidana Atas Perlak
uan Tidak Wajar Terhadap Satwa yang Dilindungi Menurut Undang-Undang No
mor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jurnal Inovatif 7
(1).
Nick Carter, “effect of psycho-psychological stress on captive dolphins”, The Human
e Society Institute for Science and Policy Anial Studies Repository, Edisi No. 3 T
ahun 1982, hal. 194
Peraturan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : P.09/I
V-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konse
rvasi.
Peraturan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.16/I
V-SET/2014 tentang Pedoman Peragaan Lumba-Lumba.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.40/MenhutII/2012 tentan
g Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.40/Menhut-II/2012
tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.52/Menhut-II/2006 Tenta
ng Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi Menteri Kehutanan. Ps
1 angka 7.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan da
n Satwa Liar.
Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 mengenai Kesehatan Masyarakat Veteri
ner dan Kesejahteraan Hewan.
Peraturan Pemerintahan 7 Tahun 1990 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa.
Prayitno, N.A. 2021. 7 Alasan Kamu Perlu Berhenti Menonton Sirkus Lumba – Lumb
a. www.popbela.com. [1 Desember 2021].
Stefue, N. (2006). Fish & Fishing. Multimedia Publishing.
Suer LD, Vedros NA (1988) Erysipelothrix rhusiopathiae. I. Isolatiom and
characterization from pinnipeds and bite/abrasion wounds in humans. Dia aquat
Org 5: 1-5
Syamsuharya Bethan, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungn Hidup
dalam Aktivitas Industri Nasional, (Jakarta: PT Alumni, 2008), hal. 99.
Tachibana et al. (2006) Antibodies to Brucella spp. In Pacific bottlenose dolphins fro
m the Solomon Islands. J. Wild Dis. 42: 412-414.
Undang Undang No. 6 Tahun 1967 Tentang : Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan
Dan Kesehatan Hewan.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosis
temnya.
Wangi, B. S. 2018. Penciptaan Perhiasan Logam Sebagai Representasi Visual Penolak
an Eksploitasi Lumba-Lumba Sirkus. Jurnal Karya Seni.
Wang Q, Chang BJ, Riley TV (2010) Erysipelothrix rhusiopathiae. Vet. Microbiol
149:405-41.
Yovanda. 2017. Resahnya Aktivis lingkungan pada Pertunjukan Sirkus Lumba – Lum
ba. www.mongabay.co.id. [1 Desember 2021].

Anda mungkin juga menyukai