SEKOLAH FARMASI
2016
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
PEMERINTAHAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Penandaan obat
Jenis Obat Definisi Penandaan
Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter
disebut obat OTC (Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan
obat bebas terbatas. Obat bebas dapat dijual bebas di warung
kelontong, toko obat berizin, supermarket serta apotek. Obat
golongan ini relatif aman sehingga pemakaiannya tidak
memerlukan pengawasan khusus tenaga medis selama diminum
sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat.
Jadi sebaiknya golongan obat ini tetap dibeli bersama kemasannya.
Obat bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-
terbatas obatan ke
dalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian
obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada
pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. CUMA DIJUAL DALAM BUNGKUSAN ASLI DARI
PABRIKNYA.
2. DI KEMASANNYA HARUS ADA TANDA
PERINGATAN
Obat Keras (1) Di kemasan luar oleh si pembuat disebutkan bahwa hanya
boleh diserahkan dengan resep dokter.
(2) Dipergunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan
maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek
rangkaian aslii dari jaringan.
(3) Semua obat baru, kecuali jika Depkes sudah berstatement
bahwa obat tersebut tidak berbahaya
(4) Obat baru semua obat yang tidak tercantum dalam
Pharmacope Indonesia dan Daftar Obat Keras atau obat
yang hingga saat dikeluarkannya Surat Keputusan ini secara
resmi belum pernah diimport atau digunakan di
Indonesia.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Narkotika zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis,yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.
Gol 1 opium, kokain, DMHP, MDMA
Gol 2 fenil, metaon, morfin
Gol 3 etilmorfin, kodein
Psikotropika Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan prilaku.
BPJS dibagi menjadi 2, yaitu BPJS kesehatan (menyelenggarakan program jaminan kesehatan) dan BPJS
ketenagakerjaan (menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian)
Yang menjadi peserta program JKN tersebut adalah wajib bagi seluruh warga Indonesia, termasuk warga
negara asing yang telah berkerja minimal 6 bulan dan telah membayar iuran. Peserta program
JKN dikelompokkan menjadi 2, yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peserta non PBI.
Paling lambat tahun 2019, seluruh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS kesehatan yang dilakukan
secara bertahap.
Landasan hukum program JKN:
UU 40/2004 tentang SJSN
UU 24/2011 tentang BPJS
UU 36/2009 tentang Kesehatan
Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan
PP 101/2012 tentang PBI
BPJS
Jawaban:
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) merupakan suatu badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggara sistem jaminan sosial nasional (SJSN) untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Dalam penyelenggaraannya, BPJS menganut prinsip:
Kegotongroyongan
Nirlaba
Keterbukaan
Kehati-hatian
Akuntabilitas
Mortabilitas
Kepesertaan bersifat wajib
Dana amanat
Hasil pengelolaan dana dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-
besarnya kepentingan peserta
BPJS dibagi menjadi 2, yaitu BPJS kesehatan (yang menyelenggarakan jaminan kesehatan) dan BPJS
ketenagakerjaan (menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun,
jaminan kematian).
Yang menjadi peserta BPJS adalah wajib bagi seluruh warga Indonesia, termasuk warga negara asing yang
telah berkerja minimal 6 bulan dan telah membayar iuran. Peserta program JKN dikelompokkan menjadi 2,
yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peserta non PBI.
Persyaratan suatu pbf dapat melayani Pesanan Apotek atau Toko Obat
Jawaban:
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus diberikan kepada pelanggan yang memiliki izin sesuai dengan
perUU.
o Melayani obat narkotik dan psikotropika
Surat pesanan dengan format khusus.
Asli, tidak fotokopi dan tidak dalam bentuk faksimile.
Surat pesanan lengkap meliputi nama & alamat PJ sarana pemesan; Nama narkotika /
psikotropika, jenis & kekuatan sediaan, isi kemasan & jumlah dalam bentuk angka & huruf;
Nomor surat pesanan; Nama, alamat dan izin sarana pemesanan.
Keabsahan SP meliputi tanda tangan dan nama jelas PJ; nomor SIKA/SIPA PJ
Stempel fasilitas distribusi atau sarana pelayanan kefarmasian
Surat pesanan narkotik / psikotropika yang dapat dilayani, disahkan oleh PJ fasilitas
distribusi dengan memberi ttd atau paraf atau sistem lain yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Dokumen pengiriman: surat jalan &/atau faktur penjualan &/atau surat pengiriman barang
yang ditandatangani oleh kepala gudang dan PJ PBF.
Obat narkotik / psikotropika yang telah diterima pemesan dibuktikan dengan telah
ditandatanganinya surat pengantar atau pengiriman barang pemesan (PJ sarana pemesan
diserta dengan nama jelas, nomor SIKA/SIPA, ttd, tanggal penerimaan, dan stempel sarana.
Bila pada saat pengiriman terjadi kerusakan atau kehilangan, harus dicatat dalam berita
acara dan dilaporkan segera ke PJ PBF dan selanjutnya dilaporkan kepada BPOM.
Pelaporan kegiatan pengiriman setiap 1 bulan sekali sesuai dengan ketentuan.
Pengiriman obat dengan alat transportasi yang memadai dan ditangani sedemikian rupa agar terjaga mutu
dan identitas obat tidak rusak.
Dalam pengiriman harus disertai dengan dokumen pengiriman berupa surat jalan &/atau faktur penjualan
&/atau surat pengiriman barang. PBF bertanggung jawab atas pengiriman hingga diterima oleh pemesan
yang dibuktikan dengan ditandatanganinya dokumen pengiriman (nama jelas penerima, ttd, no
SIKA/SIPA/SIKTTK, tanggal penerima, stempel sarana).
PBF yang menyalurkan bahan obat harus memiliki laboratorium untuk menguji bahan obat yang diedarkan
dan memiliki gudang khusus penyimpanan bahan obat yang terpisah dari ruangan lain.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Perizinan PBF
4. Jelasin Balai besar dan Badan POM. Bedanya? Kalo sama dinkes prov apa bedanya?
Jawaban:
Perbedaan Badan POM dengan Balai Besar POM:
Balai besar POM merupakan perpanjangan tangan BPOM yang terdapat di daerah-daerah. Balai Besar POM
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM.
Balai Besar POM diketuai oleh Kepala Balai yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Badan POM. Sedangkan Badan POM diketuai oleh Kepala Badan POM dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Dalam pelaksanaan tugasnya, secara teknis Balai Besar POM dibina oleh para Deputi Badan POM dan secara
administrasi dibina oleh Sekeretaris Utama Badan POM.
Tugas utama BPOM adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan makanan sesuai
ketentuan PerUU yang berlaku.
Tugas utama Balai Besar POM yaitu melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang
meliputi pengawasan atas produk terapeutik, NAPZA, OT, kosmetik, produk komplemen, serta pengawasan atas
keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
pencegahan penyakit, serta sumber daya kesehatan. Jadi, berbeda pada BBPOM yang berfokus pada produk
obat dan makanan, DinKes berfokus pada manusia agar berada pada taraf kesehatan yang baik.
Balai Besar POM dan BPOM memberikan izin terhadap produk obat dan makanan, sedangkan DinKes dan
DepKes memberikan izin terhadap berdirinya rumah sakit, klinik, apotek, dst.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
SIPA
- SIPA untuk yg bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian
- Sebagai penanggung jawa hanya berlaku untuk 1 tempat fasilitas kefarmasian. Sebagai apoteker
pendamping dapat diberikan untuk maksimal 3 tempat fasilitas kefarmasian. Apoteker PJ dapat
bekerja sebagai Apoteker pendamping di luar jam kerja.
- Mengajukan permohonan dengan menggunakan formulir tertentu kepada kepala dinkes kab/kota
dengan melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir KFN
b. Surat pernyataan memiliki tempat praktek profesi surat keterangan dari pimpinan fasilitas
pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau dari distribusi/penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi
d. Pasfoto 4x6 & 3x4 @2 lembar
- Dinkes kab/kota paling lambat 20 hari kerja harus menerbitkan SIPA/SIKA
- SIPA/SIKA masih tetap berlaku sepanjang :
a. STRA atau STRTTK masih berlaku
b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA/SIKA.
Izin apotek
Jawaban:
Perizinan apotek diatur dalam KMK 1332 tahun 2002 yang merupakan pembaharuan dari PMK 922 tahun 1993
tentang “Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek”.
Izin Apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan. MenKes melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada
Kepala Dinkes Kab/Kot. Kepala Dinkes Kab/Kot wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan
izin, dan pencabutan izin setiap 1 thn sekali kepada Menkes dengan tembusan Kepala Dinkes Provinsi.
KFN
KFN merupakan unit non struktural yang dibentuk oleh menteri dengan tujuan meningkatkan dan
menjamin mutu tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. KFN bertanggung jawab
kepada menteri melalui DirJen.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Tugas: Sertifikat & registrasi, Pendidikan & pelatihan berkelanjutan, Pembinaan dan pengawasan
Terdiri atas 3 divisi:
o Divisi Sertifikat & Registrasi. Bertugas menyiapkan rancangan blueprint sertifikasi dan
registrasi; menyusun pedoman tata laksana sertifikasi & registrasi; melaksanakan registrasi.
o Divisi Pendidikan & Pelatihan. Bertugas menyusun blueprint pengembangan & pendidikan
berkelanjutan; menyusun pedoman pengembangan dan pendidikan berkelanjutan; menetapkan
angka SKP pada pelaksanaan pengembangan & pendidikan berkelanjutan.
o Divisi Pembinaan dan pengawasan. Bertugas melaksanakan pembinaan & pengawasan terhadap
tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
Keanggotaan terdiri atas 9 orang. Ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan Dirjen. Masa bakti
selama 3 tahun. Anggota terdiri dari unsur-unsur yang berasal dari: Kemenkes (2 orang); BPOM (1
orang); Organisasi profesi (3 orang); Organisasi yang menghimpun TTK (1 orang); Perhimpunan dari
perguruan tinggi farmasi (1 orang); Kementerian Pendidikan Nasional (1 orang).
Ketua KFN harus apoteker dan ditetapkan oleh menteri.
6. IAI
Jawaban:
IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) merupakan organisasi profesi yang menaungi Apoteker di Indonesia. Nama IAI
ditetapkan pada Kongres Nasional ISFI XVIII pada tanggal 8 Des 2009 di Jakarta yang merupakan kelanjutan
dari nama ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia).
Visi IAI:
Terwujudnya profesi apoteker yang paripurna, sehingga mampu mewujudkan kualitas hidup sehat bak
setiap manusia
Misi IAI:
Menyiapkan apoteker yang berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi, dan inovatif,
serta berorientasi ke masa depan
Membina, menjaga dan meningkatkan profesionalisme Apoteker sehingga mampu menjalankan praktek
kefarmasian secara bertanggung jawab
Memperjuangkan dan melindungi kepentingan anggota dalam menjalankan praktek profesinya
Mengembangkan kerja sama dengan organisasi profesi lainnya baik nasional maupun internasional
IAI mempunyai fungsi:
Sebagai wadah berhimpun para Apoteker Indonesia
Menampung, memadukan, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi Apoteker Indonesia
Membina para anggota dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan Profesi Farmasi dan IPTEK
Kefarmasian
IAI mempunyai tugas pokok:
Meningkatkan motivasi anggota dalam upaya pelayanan kefarmasian, upaya penggalian, penelitian,
pengujian pengembangan dan produksi obat-obatan dan OT
Meningkatkan kemampuan dan mutu pelayanan anggota dalam bidang kefarmasian kpd masyarakat luas
Mengadakan dan membina hubungan & kerja sama dan organisasi nasional & internasional yang berkaitan
dgn kefarmasian, kedokteran, dan organisasi internasional serupa
Mengadakan serta menyelenggarakan program kegiatan melalui pertemuan/ seminar ilmiah yang bersifat
lokal, nasional, dan internasional
Memantapkan peran anggota dalam usaha:
o Melindungi masyarakat terhadap pencemaran profesi, bahaya narkotika dan penyalahgunaan obat
o Pengawasan kesehatan lingkungan, pemanfaatan dan penganan obat, makanan, minuman, kosmetika
dan obat tradisional
Memberikan advokasi kepada anggota berkaitan dengan masalah yurisprudensi
Mengadakan berbagai kegiatan lain yang dipandang perlu untuk mencapai visi dan misi organisasi
Keanggotaan IAI:
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Anggota IAI adalah Apoteker WNI lulusan Perguruan Tinggi dalam atau luar negeri yang ijazahnya diakui
oleh Dept. Pendidikan Nasional, dan cara mengajukan permintaan menjadi anggota serta memenuhi syarat
yg ditentukan dalam ART & Peraturan Organisasi.
Anggota muda IAI adalah Sarjana Farmasi WNI lulusan Perguruan Tinggi dalam atau luar negeri yang
ijazahnya diakui oleh Dept. Pendidikan Nasional, dan cara mengajukan permintaan menjadi anggota serta
memenuhi syarat yg ditentukan dalam ART & Peraturan Organisasi.
Anggota luar biasa IAI adalah Apoteker WNA yang diangkat oleh pengurus pusat IAI karena berasa dalam
perkembangan IPTEK Farmasi atau profesi kefarmasian di Indonesia
Anggota kehormatan IAI adalah WNI bukan Apoteker atau Sarjana farmasi yang diangkat oleh pengurus
pusat IAI karena berasa dalam perkembangan IPTEK Farmasi atau profesi kefarmasian di Indonesia
(pustaka: www.ikatanapotekerindonesia.net”)
Organisasi profesi apoteker luar negeri adalah International Pharmaceutical Federation (FIP)
7. Peran BPOM
Jawaban:
Melindungi kesehatan masyarakat dari risiko peredaran produk terapeutik, alat kesehatan, obat tradisional,
produk komplemen dan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keimanan dan khasiat, serta
produk pangan yang tidak aman dan tidak layak konsumsi.
Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan yang salah satu dari produk obat, narkotik,
psikotropika, dan zat adiktif serta risiko akibat penggunaan produk dan bahan berbahaya.
Mengembangkan obat asli Indonesia dengan mutu, khasiat, keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah dan dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Memperluas akses obat bagi masyarakat luas dengan mutu yang tinggi dan harga yang terjangkau.
IZIN EDAR
Suatu obat dapat memperoleh ijin edar setelah melakukan prareg dan reg (bisa elektronik ataupun tertulis,
dengan persyaratan disusun sesuai format ACTD – ASEAN Common Technical Dossier)
Dokumen yang diserahkan: administrasi, informasi produk dan penandaan, dokumen mutu, non klinis serta
klinis.
Ijin edar diberikan kepada pendaftar yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis (eval efikasi,
keamanan, mutu, kemanfaatan dan penandaan). Berlaku selama 5 tahun, selama memenuhi ketentuan yang
berlaku, dapat diperpanjang. Jika tidak diperpanjang, obat tidak memiliki NIE.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
9. Manajemen pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan alat medis habis pakai
Rumah Sakit (PMK 58 2014) Apotek (PMK 35 2014) Puskesmas (PMK 30 2014)
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
G : untuk nama Generik
Digit 2 membedakan golongan obat.
N : obat Narkotika
P : obat Psikotropika
K : obat Keras
T : Obat Bebas Terbatas
B : Obat Bebas
H : Obat Hewan
Digit 3 membedakan jenis produksi
I : obat jadi Impor
E : obat jadi Ekspor
L : obat jadi Lokal
X : obat jadi untuk keperluan khusus
Digit 4, 5 membedakan tahun pendaftaran
Digit 6, 7, 8 menunjukkan nomor urut pabrik
Digit 9, 10, 11 menunjukkan nomor urut obat jadi disetujui untuk masing-masing pabrik
Digit 12, 13 menunjukkan bentuk sediaan obat jadi
Tambahan:
kalau ditanya buku cokelat itu berarti buku tata laksana registrasi obat (BPOM). Yang sekarang
yang dipakai yang tahun 2011.
Intinya sih kalo apoteker mau kerja di Alkes setidaknya mengetahui berbagai regulasi terkait ALkes, mulai dari
produksi dan CDOB Alkes serta juga mempunyai wawasan mengenai berbagai jenis Alkes dan persyaratan
tentang Alkes yang dapat release di pasaran seperti apa.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
o Pelayanan obat atas resep dokter
o Pelayanan informasi obat
o Pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
14. Jenis fasilitas kefarmasian dari hulu ke hilir menurut PP No. 51 tahun 2009
Jawaban:
Jenis fasilitas/sarana kefarmasian berdasarkan PP No. 51 tahun 2009, yaitu:
o Fasilitas Produksi sediaan farmasi industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat
tradisional, pabrik kosmetika
o Fasilitas Distribusi sediaan farmasi pedagang besar farmasi, penyalur alkes, instalasi sediaan farmasi
milik pemerintah, pemda provinsi, pemda kabupaten/kota
o Fasilitas Pelayanan kefarmasian apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan
praktek bersama
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang
melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, promotif,
preventif, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat FKRTL adalah fasilitas
kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus.
- Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Faskes I): pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh
puskesmas, klinik atau dokter umum. Disebut juga Faskes Primer.
- Fasilitas Kesehatan Tingkat Kedua (Faskes II): pelayanan kesehatan spesialistik oleh dokter spesialis
atau dokter gigi spesialis.
- Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKRTL): 1. Klinik utama atau yang setara, 2. Rumah Sakit
Umum, 3. Rumah Sakit Khusus.
15. DOWA
OWA: OK yang dapat diserahkan oleh Apoteker kpd pasien di apotek tanpa resep dokter. Dalam pelayanan
kepada pasien tersebut, apoteker diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan,
memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, KI, ES, dll yang perlu diperhatikan pasien
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
16. Wewenang TTK dan Apoteker
Menurut UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, posisi Asisten apoteker berubah. Asisten
Apoteker tidak lagi disebut Tenaga Kesehatan tetapi masuk sebagai Asisten Tenaga Kesehatan. Asisten
apoteker tidak dimasukkan tenaga kesehatan karena pendidikannya di bawah D3.
Karena bukan Tenaga Kesehatan konsekuensinya Asisten Apoteker tidak dapat memperoleh Surat Tanda
Registrasi (STR) Tenaga Kesehatan. Penjelasan pasal 11 ayat 6 Draft UU Tenaga Kesehatan
menyebutTenaga Teknis Kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, dan analis
farmasi. Karena tidak termasuk Tenaga Teknis Kefarmasian, asisten apoteker tidak perlu lagi mengurus
STRTTK dan SIKTTK apabila bekerja di apotek.
Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar, gigi, dan rongga mulut) untuk membersihkan, menambah daya
tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak
dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit.
(permenkes no 445 tahun 1998 tentang bahan, zat warna, substratum, zat pengawet dan tabir surya
pada kosmetika)
Bahan obat adalah bahan penyususn obat yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, dibuat oleh
industri farmasi yang memiliki izin dari menteri kesehatan.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Perbedaan:
Bahan obat : bahan penyusun obat
Obat : bahan atau paduan bahan yang dapat berfungsi untuk penyembuhan, pemulihan
kesehatan
Kosmetik : sediaan atau paduan bahan yang tidak dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit.
19. Kalau anda sudah jadi apoteker, ada sejawat anda yang ingin anda menggantikan dia jadi
apoteker penanggung jawab di apoteknya, boleh ngga? pertimbangan apa saja yang anda harus
perhatikan?
Boleh.
Pertimbangan yang harus diperhatikan:
- penggantian ini apakah bersifat sementara atau selamanya
- jika bersifat sementara, maka status saya adalah sebagai apoteker pengganti
apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan apoteker pengelola apotek selama apoteker
pengelola apoteker tersebut tidak berada di tempat > 3 bulan secara terus menerus.
Syarat menjadi apoteker pengganti adalah telah memiliki SIPA dan tidak bertindak sebagai apoteker
pengelola apotek di apotek lain.
Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada kepala dinkes kab/kota dengan tembusan kepada kepala
dinkes prov setempat.
Jika APA sebelumnya berhalangan tugas selama > 2 tahun maka SIA atas nama apoteker tersebut dicabut.
- Jika penggantian tidak bersifat sementara, maka hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Kejelasan pertanggung jawaban obat-obatan, khususnya narkotika, psikotropika oleh apoteker
Sebelumnya
b. Tugas dan wewenang antara PSA dan apoteker jelas da nada bukti tertulis
21. Apakah PBF sudah wajib punya CDOB? Berupa sertifikat atau berupa apa?
Permenkes No. 1148 tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 15 ayat 1:
‘PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.’
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
RUMAH SAKIT
1. Peraturan standar pelayanan RS? yang lama dan baru & perbedaannya?
Jawaban:
Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit diatur dalam PMK no 58 thn 2014 tentang” Standar Pelayanan
Kefarmasian”, yang merupakan pembaharuan dari KMK no 1197 thn 2004 tentang” Standar Pelayanan
Kefarmasian”.
Perbedaan peraturan yang baru dengan yang lama adalah sebagai berikut:
KMK No 1197 thn 2004 PMK No 58 thn 2014
Tidak terdapat peraturan sistem satu pintu Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan
BMHP dilakukan oleh IFRS sistem satu
pintu yaitu pengelolaan merupakan
tanggung jawab IFRS sehingga tidak ada
pengelolaan yang dilaksanakan selain oleh
IFRS.
Hanya tertuliskan kebutuhan apoteker ideal Terdapat perhitungan kebutuhan apoteker
di ruang rawat inap yaitu 1 apoteker : 30 berdasarkan beban kerja ideal yaitu 1
tempat tidur apoteker : 30 pasien untuk pelayanan rawat
inap dan 1 apoteker : 50 pasien untuk
pelayanan rawat jalan, serta diperlukan 1
apoteker masing-masing untuk di ruang
tertentu yaitu UGD;
ICU/ICCU/NICU/PICU; dan untuk PIO
Sandar pelayanan kefarmasian tidak dibagi Sandar pelayanan kefarmasian dibagi
secara gamblang, namun terdapat kegiatan menjadi 2 kegiatan yaitu:
sbb: manajerial (pengelolaan sediaan
Pengelolaan perbekalan farmasi farmasi, alkes, dan BMHP). Terdiri
o Pemilihan atas:
o Perencanaan o Pemilihan
o Pengadaan o Perencanaan
o Produksi o Pengadaan
o Penerimaan o Penerimaan
o Penyimpanan o Penyimpanan
o Pendistribusian o Pendistribusian
Pelayanan kefarmasian dalam o Pemusnahan dan penarikan
penggunaan obat dan Alkes o Pengendalian
o Pengkajian resep o Administrasi
o Dispensing Pelayanan farmasi klinis
o Pemantauan dan pelaporan ESO o Pengkajian dan pelayanan resep
o PIO o Penelusuran riwayat penggunaan
o Konseling obat
Kriteria pasien tidak menyebutkan o Rekonsiliasi obat
pasien gangguan ginjal, hati, ibu o PIO
hamil, dan ibu menyusui o Konseling
o PKOD o Visite
o Visite o PTO
o Pengkajian Penggunaan Obat o MESO
o EPO (Eval. Penggunaan Obat)
o Dispensing sed. Steril
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
o PKOD
Resep permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun
electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
Pemusnahan Resep
Untuk resep yang telah disimpan leih dari 5 (lima) tahun. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan
lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Skrining resep
Jawaban:
Skrining resep memiliki 3 aspek yaitu:
Persyaratan administratif, meliputi:
Nama Dokter, SIP, alamat dan nomor telp., dan paraf dokter
Tanggal penulisan resep
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, BB/TB pasien
Tanggal penulisan resep
Kesesuaian farmasetik
Nama obat, bentuk sediaan, kekuatan sediaan
Jumlah obat
Aturan, cara penggunaan, dan lama penggunaan
Kesesuaian farmakologi
Tepat indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
Alergi obat
Interaksi obat
Efek samping obat
Kontraindikasi
ROTD
Pelayanan Informasi Obat kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat oleh apoteker.
Harus akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif dari apoteker ke pasien atau tenaga professional kesehatan
lainnya PENGGUNAAN OBAT SUPAYA RASIONAL DAN EFEK YANG DIHARAPKAN
TERCAPAI.
Biasanya yang disampaikan : nama obat, untuk indikasi penyakit apa, aturan pemakaiannya (berapa kali sehari,
waktu penggunaan siang atau malam, setelah atau sebelum makan,terus missal kalo antibiotic ditegaskan untuk
digunakan teratur sampai obat habis)
2. Peran apoteker di RS
Jawaban:
Berperan dalam manajemen perbekalan sediaan farmasi Pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan & penarikan, pengendalian, administrasi.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Berperan dalam pelayanan farmasi klinis konseling, visite, pengkajian dan pelayanan resep, evaluasi
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat, monitoring efek
samping obat, pemantauan kadar obat dalam darah.
Berperan dalam Panitia Farmasi dan Terapi dalam perumusan kebijakan prosedur berkaitan dengan
obat dan terapi, perumusan formularium.
Berperan dalam Manajemen Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menyusun prosedur tetap, mengelola
sumber daya (manusia, obat, peralatan, dan fasilitas) secara efektif dan efisien.
Berperan dalam pendidikan dan penelitian memberikan pembinaan dan edukasi SDM yang terlibat
dalam pelayanan, menyusun program orientasi staf baru, dan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk
SDM, melakukan penelitian secara mandiri atau berkontribusi dalam tim penelitian, sebagai fasilitator
pendidikan bagi anak PKL.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Kepada perawat, informasi yang disampaikan meliputi nama obat, dosis dan aturan pakai, cara
penggunaan obat yang khusus, waktu pemberian, efek samping dan reaksi merugikan yang mungkin
muncul dan penanganannya, cara penyimpanan, cara mendeteksi obat yang sudah rusak.
Nah, kalo perawat kan pekerjaannya lebih kea rah pemberian obat kepada pasien, maka penekanan
informasinya lebih kea rahcara penggunaan obat dan handling dari obat tersebut, seperti cara
penyiapan dan penyimpanan obat di Unit-unit pelayanan.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
6. Saat sedang melakukan PTO, data apa saja yang dilihat pada rekam medik?
Jawab:
Rekam medik berisi data demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat
keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan fisik dan laboratorium, diagnosis, terapi, catatan terintegrasi mengenai
perkembangan pasien dan tindakan/saran, catatan/kartu pengobatan saat ini, dokumen status pasien seperti:
tanggal masuk/keluar RS, keterangan kondisi pasien saat keluar dari RS, status pembayaran (umum/BPJS), dll.
Data yang dilihat untuk melakukan PTO antara lain diagnosis, keluhan, riwayat penggunaan obat, catatan/kartu
penggunaan obat saat ini, catatan terintegrasi tentang perkembangan pasien (kalau di RSHS, bagian ini diisi
bareng oleh dokter, apoteker, perawat, nutrisionis. Bentuknya SOAP), data laboratorium dan hasil pemeriksaan
fisik, status pembayaran.
7. Swamedikasi
Yaitu pengobatan yang dilakukan sendiri oleh pasien. Swamedikasi dilakukan untuk mengatasi penyakit
ringan yang sering dialami oleh masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, flu, maag, cacingan, diare,
penyakit kulit. Obat yang relatif aman digunakan untuk swamedikasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, dan
obat keras yang masuk ke dalam DOWA (harus diserahkan oleh apoteker di apotek).
Pasien perlu diberikan informasi tentang obat2an yang digunakan dalam swamedikasi oleh apoteker. Hal ini
dilakukan karena swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan akibat keterbatasan
pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Apoteker dituntut untuk dapat memberikan informasi
obat yang tepat kepada masyarakat agar masyarakat terhindar dari drug abuse dan salah pengunaan obat.
8. Konseling
Perbedaan dengan PIO adalah konseling dilakukan terhadap pasien yang perlu diberikan konseling (penyakit
kronis, cara penggunaan khusus, pasien khusus), dan PIO diberikan setiap pemberian obat kepada pasien.
Informasi yang diberikan yaitu nama, indikasi, aturan pakai, ES yang mungkin terjadi, dan cara penyimpanan.
Langkah2 Konseling:
1) Perkenalan dan identifikasi pasien
2) Izin dan beritahukan tujuan konseling
3) Ases data pasien
4) Tanyakan 3 prime question (Obat yang diberikan, cara penggunaan, harapan)
5) Diskusi informasi yang diperlukan
6) Eval Pemahaman
7) Akhiri Konseling
3 Prime Question:
Apa yang Anda ketahui tentang obat tsb dan alasan peresepan (nama, indikasi)?
Bagaimana Anda mengonsumsi obat tsb? (dosis, frekuensi, lama terapi, penyimpanan, yg harus dihindari)
Apa yang Anda harapkan dari obat tsb? (manfaat, ES, onset kerja)
10. Dispensing
Dispensing obat proses kegiatan yg terdiri dari menerima dan memvalidasi resep obat, mengerti dan
menginterpretasikan maksud resep yang dibuat dokter, membahas solusi masalah yang terdapat dalam resep
bersama-sama dengan dokter penulis resep, mengisi Profil Pengobatan Penderita (P-3), menyediakan atau
meracik obat, memberi wadah dan etiket yang sesuai dengan kondisi obat, merekam semua tindakan,
mendistribusikan obat kepada Penderita Rawat Jalan (PRJ) atau Penderita Rawat Tinggal (PRT), memberikan
informasi yang dibutuhkan kepada penderita dan perawat.
Publik Privat dikelola Rumah Sakit Rumah Sakit Rumah Sakit Rumah Sakit
oleh badan Umum Khusus
dikelola oleh Pendidikan Non
hukum dengan
pemerintah tujuan profit Pendidikan Kelas A, B, C Kelas A, B dan
dalam bentuk PT
dan D C
12. Medication error adalah setiap peristiwa yang dapat menyebabkan penggunaan obat tidak tepat
atau membahayakan pasien saat pengobatan berada dalam kontrol profesional kesehatan, pasien,
atau konsumen. Peristiwa tersebut mungkin terkait dengan praktek profesional, produk perawatan
kesehatan, prosedur, dan sistem, termasuk peresepan; komunikasi; label produk, kemasan; peracikan;
distribusi; administrasi; edukasi; monitoring; dan menggunakan.
Contoh: Pembuatan/penyiapan yg keliru (LASA), Teknik pemberian keliru (Suppositoria tanpa
informasi yg tepat), dll.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Error, No Harm B Ada kesalahan, tapi obat belum (tidak) sampai ke pasien
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
INDUSTRI
1. Cara pembuatan obat, kelas-kelas ruangan pembuatan obat (nimbang dmn, filling dmn?)
Jawab:
Tergantung sediaan dan metode pembuatannya.
Kelas A, B, C, D kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril
Kelas E kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril
Kelas F ruang pengemasan sekunder
Kelas G gudang
Untuk produk sterilisasi akhir penyiapan bahan awal di kelas D, penyiapan produk dengan risiko
kontaminasi tinggi di kelas C, pengisian di kelas C, pengisian produk dengan risiko kontaminasi
tinggi di kelas A/C
Untuk produk aseptik penanganan bahan awal setelah pencucian di kelas D (jika bahan awal dan
komponennya disterilkan di awal kelas A/B), pembuatan larutan di kelas C (yang akan
disterilisasi filtrasi) atau di kelas A/B (untuk larutan, jika tidak dilakukan filtrasi), penanganan dan
pengisian di kelas A/B untuk produk yang dibuat aseptik atau berupa salep/krim/suspensi/emulsi
steril yang tidak dilakukan penyaringan.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Tambahan Kegiatan QC antara lain: kegiatan analisis di laboratorium, termasuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga
mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi,
penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode
pengujiaannya.
Peran Apoteker sebagai penanggung jawab Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Bertanggung jawab terhadap memastikan bahwa seluruh pelaksanaan proses produksi, pemenuhan sarana
penunjang produksi dan pelulusan obat jadi serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi mutu obat
seperti personal , sanitasi dan higiene, bangunan, sarana penunjang, dll memenuhi persyaratan dan spesifikasi
yang ditetapkan.
Memastikan mutu produk sesuai standar acuan nasional/internasional (BPOM, WHO)
Mengendalikan proses pembuatan obat guna mencegah pelulusan produk yang tidak sesuai
Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan mutu produk
PENTING
QMS-QA-GMP-QC
Manajemen kualitas adalah “sebuah sistem manajemen strategis terpadu yang melibatkan semua staf dan
menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk terus meningkatkan proses-proses di dalam
organisasi demi memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan pelanggan”. QMS diperlukan dalam
suatu industri untuk mengatur atau mengelola seluruh komponen atau sumber daya yang ada di dalam industri
farmasi agar tujuan mutu, yaitu jaminan terhadap khasiat,keamanan dan kualitas produk dapat tercapai.
QA (Quality Assurance) : tugasnya memahami specification customer dan standard yang berhubungan
dengan produk, kemudian membuat / menentukan cara inspectionnya (berupa prosedur) dan mendokumentasi
hasil inspectionnya (manufacturing data report). QA lebih banyak paper work, umumnya memiliki skill
inspection yang baik dan skill menulis procedure dan familiar dengan engineering & industrial standards.
QC (Quality Control) : tugasnya melakukan inspection berdasarkan prosedur yang dibuat dan disahkan oleh
QA. QC lebih banyak melakukan inspection pada process manufacturing dan membuat laporannya
H13 (99,95%)
Bila
menggunakan
sistem
resirkulasi
ditambah
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
make up air
(10-20% fresh
air)
E Umum 20 - Maks. F8 (75%) atau 5 - 20 Ruang pengolahan dan
27 70 90% pengemasan primer obat
ASHRRAE nonsteril, pembuatan
52/76. Bila salep kecuali salep mata
menggunakan
single pass
(100% fresh
air)
H13 (99,95%)
Bila
menggunakan
sistem
resirkulasi
ditambah
make up air
(10-20% fresh
air)
E Khusus 20 - Maks. F8 (75%) atau 5 - 20 Pengolahan bahan
27 40 90% higroskopis
ASHRRAE
52/76. Bila
menggunakan
single pass
(100% fresh
air)
H13 (99,95%)
Bila
menggunakan
sistem
resirkulasi
ditambah
make up air
(10-20% fresh
air)
F Pengemasan 20 - TD TD TD
sekunder 28
Ket:
TD Tidak diklasifikasikan
* untuk produk tertentu, kelembaban ruangan dapat memepengaruh material flow pada waktu pengisian
bubuk steril sehingga memerlukan kelembabab nisbi < 40%
6. Pengemasan
Jawaban:
Bahan Pengemas
Bahan pengemas primer, bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain disimpan di ruang dengan kondisi
keamanan yang memadai. Bahan label disimpan di tempat terkunci.
Bahan pengemas primer, bahan pengemas cetak, atau label yang tidak terlalu lagi dimusnahkan dan
pemusnahannya dicatat. Bahan yang hendak dimusnahkan di letakkan di tempat terpisah dari sistem
persediaan dan diberi label “ditolak” agar menghindari kesalahan pengambilan bahan kemas.
Yang boleh dimasukkan ke dalam ruang kodifikasi pada saat yang sama hanya bahan pengemas cetak atau
bahan cetak yang akan dipakai untuk satu bets dari satu sediaan dan dari satu produk yang bersangkutan untuk
menghindari kecampurbauran.
Kegiatan pengemasan:
Kegiatan pengemasan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan
mutu produk akhir yang dikemas. Pada proses pengemasan, produk yang berbeda tidak boleh dikemas
berdekatan kecuali ada pemisahan dengan memberi sekat minimal 1.5m dari lantai.
Sebelum melakukan pengemasan “Line Clearance” = dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa area
kerja, peralatan, dokumen (yg tidak diperlukan) telah bersih serta bebas dari produk lain. Kesiapan jalur
pengemasan dilaksanakan sesuai daftar periksa yang tepat.
Setiap menerima produk ruah, bahan pengemas dan bahan cetak lain diperiksa dan diverifikasi kebenarannya
terhadap PPI atau instruksi terlebih dahulu.
Diakhir proses pengemasan dilakukan proses rekonsiliasi. Bila selama rekonsiliasi ditemukan perbedaan yang
signifikan atau tidak normal antara jumlah produk ruahan dan bahan pengemas cetak dibandingkan terhadap
jumlah unit yang diproduksi, maka sebelum diluluskan hendaklah dilakukan investigasi dan
pertanggungjawaban secara memuaskan terlebih dahulu.
Setelah rekonsiliasi disetujui, produk jadi hendaklah ditempatkan di area karantina produk jadi sambil
menunggu pelulusan dari kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
7. Expire Date
Jawaban:
Masa kadaluwarsa obat dapat ditentukan dari beberapa aspek, antara lain stabilitas obat, Expirate Date dari
zat aktif yang digunakan, produk kompetitor, dan literatur standar.
Indikator stabilitas obat sendiri merupakan aspek utama pembuktian untuk penentuan masa kadaluwarsa suatu
produk obat yang dihasilkan. Dalam stabilitas obat, item pengamatan yang menjadi standar dalam penelitian
obat adalah warna, bau, bentuk, rupa, kadar zat aktif/potensi, waktu hancur obat, kelembaban, dan disolusi obat.
Obat dikatakan kadaluwarsa jika salah satu atau keseluruhan dari item test tersebut diluar dari batas yang telah
ditetapkan.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
8. Terkait pelaporan efek samping ditangani siapa di industri, proses pengkajiannya seperti apa,
apabila dilaporkan sediaan kita menimbulkan efek parah pada suatu pasien tindakan yg
dilakukan oleh industri apa?
Jawaban:
Yang menangani terkait pelaporan efek samping obat dapat dilakukan oleh bagian Pemastian mutu atau bagian
lain yang ditunjuk bertanggungjawab untuk menangani keluhan dan memberikan tindakan. Atau yang menerima
keluhan adalah bagian pemasaran namun penanganan dan memberi tindakan bagian pemastian mutu.
Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek
samping atau masalah lainnya terkait penggunaan obat.
Kegiatan ini dilakukan untuk memantau aspek keamanan obat pasca pemasaran sehingga dapat mengetahui
efektivitas dan keamanan penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata atau praktek klinis yang sebenarnya.
Apabila IF menemukan obat hasil produksi nya TMS keamanan, khasiat, dan mutu, maka IF wajib melaporkan
hal tersebut kepada kepala BPOM.
Jenis pelaporan pada penerapan farmakovigilans:
Pelaporan spontan
Pelaporan berkala pasca pemasaran
Pelaporan studi keamanan pasca pemasaran
Pelaporan publikasi/literatur ilmiah
Pelaporan tindak lanjut regulator badan otoritas negara lain
Pelaporan tindak lanjut pemegang izin edar di negara lain
Pelaporan dari perencanaan manajemen risiko
12. Disolusi
Jawaban:
Disolusi adalah pelepasan senyawa obat dari sediaan dan melarut dalam media pelarut
Laju disolusi adalah jumlah zat aktif yang dapat larut dalam waktu tertentu pada kondisi antar permukaan
cair-padat, suhu, & komposisi media yang dibakukan.
Larutan adalah zat yang terdispersi secara molekuler
Uji disolusi bertujuan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam
masing-massing monografi untuk sediaan yang digunakan secara oral
Alat Disolusi, di FI ada 4 jenis. Yaitu:
o Alat 1: tipe keranjang
o Alat 2: tipe dayung
o Alat 3: Silinder kaca olak balik
o Alat 4: sel yang dapat dialiri
Alat uji yang umum digunakan adalah jenis 1 dan 2.
13. Jenis-jenis suhu penyimpanan obat
Jawab: (FI V)
- Lemari pembeku -20 s/d -10ᵒ C
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
- Dingin/Lemari pendingin tidak > 8ᵒC 2-8ᵒ C
- Sejuk 8-15ᵒ C
- Suhu ruang tidak > 30ᵒ C
- Suhu ruang terkendali 20-25ᵒ C, dengan toleransi penyimpangan antara 15 dan 30ᵒ C
Syarat wfi
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
17. LAF
Laminar Air Flow adalah meja kerja steril untuk melakukan kegiatan inokulasi/ penanaman.
18. KCKT
Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari
alat HPLC adalah ketika suatu sampel yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut
kemudian akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan perbedaan
afinitasnya. Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi oleh detector (spektrofotometer UV, fluorometer
atau indeks bias) pada panjang gelombang tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat
oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau menggunakan personal computer
(PC) yang terhubung online dengan alat HPLC tersebut.
Parameter KCKT; jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepataan alir fase gerak, suhu kolom,
dan ukuran sampel.
Hasil sistem KCKT dan optimasinya sangat tergantung pada beberapa hal, antara lain :
a. Temperatur
b. Tekanan
c. Diameter partikel fase diam
d. Viskositas
e. Panjang kolom
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
direkomendasikan koridor bertekanan udara negatif relatif terhadap ruang produksi demi perlindungan
pada proses kritis yang sensitif terhadap kontaminan mikroorganisme.
HET (Harga Eceran Tertinggi) diatur dalam Permenkes No. 98 Tahun 2015 tentang Pemberian Informasi
Harga Eceran Tertinggi Obat. Berdasarkan peraturan tersebut, Harga Eceran Tertinggi obat (HET) adalah harga
jual tertinggi obat di apotek, toko obat, dam instalasi farmasi RS/klinik. Industri farmasi wajib memberikan
informasi HET dengan mencantumkan pada label obat. Pencantuman HET pada kemasan obat memiliki fungsi
untuk meminimalkan variasi harga obat yang beredar di pasaran. Selain itu, untuk memberikan informasi
harga obat yang benar dan transparan bagi masyarakat.
Uji stabilitas jangka pendek dilakukan selama 6 bulan dengan kondisi ekstrim (suhu 40±20C dan Rh 75% ±
5%).Interval pengujian dilakukan pada bulan ke – 3 dan ke-6.
Uji stabilitas jangka panjang dilakukan sampai dengan waktu kadaluwarsa produk seperti yang tertera
pada kemasan.Pengujiannya dilakukan setiap 3 bulan sekali pada tahun pertama dan setiap 6 bulan sekali
pada tahun kedua. Pada tahun ketiga dan seterusnya, pengujian dilakukan setahun sekali. Misalkan untuk
produk yang memiliki ED hingga 3 tahun pengujian dialkukan pada bulan ke-3, 6, 9, 12, 18, 24 dan 36.
Sedangkan produk yang memiliki ED selama 20 bulan akan diuji pada bulan ke-3, 6, 9, 12, 18 dan 20.Untuk uji
stabilitas jangka panjang, sampel disimpan pada kondisi:
Ruangan dengan suhu 30+-20C dan Rh 75+-5% untuk menyimpan produk-produk dengan klaim penyimpanan
pada suhu kamar.
Ruangan dengan suhu 25+-20C dan Rh 75+-5% untuk menyimpan produk-produk dengan klaim penyimpanan
pada suhu sejuk.
Pengamatan pada perubahan fisika :pemerian sediaan, keseragaman sediaan, kejernihan sediaan ,kemasan
Sampel per tinggal berguna untuk melakukan uji stabilitas dan juga untuk apabila terjadi kejadian efek
samping atau toksik yang bersifat parahpada obat terkait maka industry terkait dapat melakukan pengujian pada
sampel per tinggal.
26. Waktu ipc homogenitas udah oke, tb2 diakhir ga memenuhi kadar kenapaa?
Kalau sediannya tablet maka kemungkinan terkait kelarutan zat aktif yang jelek sehingga mempengaruhi
uji disolusi. Uji disolusi yang jelek membuat sediaan tidak memenuhi kadar yang ditentukan
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
27. Green pharmacy ada ga di CPOB?
PERINDUSTRIAN – UU No. 3/2014
Industri hijau : Industri yang proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektifitas penggunaan
sumber daya secara berkelanjutan mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
28. UDT
Penggunaan uji disolusi terbanding:
Uji disolusi terbanding sebagai data pelengkap uji bioekivalensi pengawasan mutu produksi
rutin
Uji disolusi terbanding yang diharuskan sebagai pengganti uji bioekivalensi (biowaiver)
Uji disolusi terbanding sebagai pendekatan/pengembangan formulasi untuk mendapatkan produk
copy yang bioekivalen
Melihat konsistensi bets per bets produk uji maupun produk pembanding (dasar untuk pemilihan bets
untuk uji BE)
30. Uji ekivalensi? UDT dan BE? Kapan UDT kapan BE?
Per KBPOM No. HK.03.1.23.12.11.110217 tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi
Uji ekivalensi adalah uji in vivo dan/atau in vitro untuk menentukan ekivalensi antara obat uji (obat copy)
dengan obat komparator.
Uji Ekivalensi in vivo yang selanjutnya disebut Uji Bioekivalensi adalah uji bioavailabilitas atau
farmakodinamik komparatif yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara obat uji (obat
copy) dengan obat inovator/komparator.
Uji Ekivalensi in vitro yang selanjutnya disebut Uji Disolusi Terbanding adalah uji disolusi komparatif
yang dilakukan untuk menunjukkan similaritas profil disolusi antara obat uji dengan obat
inovator/komparator.
Uji disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi berhubungan
dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh (Banakar,1992). Uji disolusi bertujuan untuk memprediksi
korelasi bioavailabilitas in vivo dari produk obat. Uji disolusi penting sebagai (1) petunjuk untuk
pengembangan formulasi dan produk obat, (2) kontrol kualitas selama proses produksi (3) memastikan
kualitas bioekivalen in vitro antar batch dan (4) regulasi pemasaran produk obat (Allen dkk., 2005).
Per KaBPOM No. HK.00.05.3.1818 tahun 2005 tentang Pedoman Uji Bioekivalen
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
c. Terbukti ada masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan obat yang bersangkutanatau obat-
obat dengan struktur kimia atau formulasi yang mirip (tidak berhubungan dengan masalah disolusi,)
misal:
absorpsi bervariasi atau tidak lengkap;
eliminasi presistemik yang tinggi;
farmakokinetik nonlinear;
sifat-sifat fisiokimia yang tidak menguntungkan (misal: kelarutan rendah, permeabilitas rendah,
tidak stabil, dsb.)
d. eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi bioekivalensi
2.) Produk obat non-oral dan non –parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik, misal : sediaan
transdermal, supositoria, permen nikotin, gel testosteron dan kontraseptif bawah kulit
3.) Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik.
4.) Produk kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan
studi in vivo.
5.) Produk obat bukan larutan bukan untuk penggunaan non sistemik (oral nasal, okular, dermal, rektal,
vaginal, dsb), dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk diabsorpsi sistemik). Untuk produk
demikian, bioekivalensi harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik,
dermatofarmakokinetik komparatif dan / atau studi in vitro. Pada kasus-kasus tertentu, pengukuran
kadar obat dalam darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat adanya absorpsi yang
tidak diinginkan.
Poin1-4, pengukuran kadar obat dalam plasma versus waktu biasanya cukup untuk membuktikan efikasi dan
keamanan. Jika tidak, studi klinik atau farmakodinamik dapat digunakan untuk membuktikan ekivalensi.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
Produk obat memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip dengan produk
pembanding.
b. Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi tetapi permeabilitas dalam usus yang rendah
(BCS kelas 3) serta:
Produk obat memiliki profil disolusi yang cepat pada pH 6.8, dan;
Produk obat memiliki profil disolusi yang mirip dengan produk pembanding (juga berlaku jika
disolusi < 10 % pada salah satu pH).
Catatan:
BCS dari zat aktif
o kelas 1: kelarutan dalam air tinggi, permeabilitas dalam usus tinggi;
o kelas 2: kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus tinggi;
o kelas 3 : kelarutan dalam air tinggi, permeabilitas dalam usus rendah);
o kelas 4 : kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus rendah.
Kelarutan dalam air tinggi (dari zat aktif): Jika dosis tertinggi yang direkomendasi WHO (jika
terdapat dalam Daftar Obat Esensial WHO) atau kekuatan dosis tertinggi ( yang ada di pasar)
dari produk obat larut dalam < 250 ml media air pada kisaran pH 1.2 s/d 6.8 pada suhu 37 + 1
*
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
APOTEK
Berdasarkan Permenpan no. 8 tahun 2008, tugas pokok asisten apoteker adalah melaksanakan penyiapan
pekerjaan kefarmasian yang meliputi penyiapan rencana kerja kefarmasian , penyiapan pengelolaan
perbekalan farmasi dan penyiapan pelayanan farmasi klinik. asisten apoteker berkedudukan sebagai pelaksana
teknis fungsional penyiapan pekerjaan kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Permenpan no. 07 tahun 2008, wewenang apoteker adalah melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di unit pelayanan kesehatan meliputi penyiapan rencana kerja kefarmasian , pengelolaan
perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik, dan pelayanan farmasi khusus. apoteker berkedudukan sebagai
pelaksana teknis fungsional pekerjaan kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan
.
3. Apotek – uji feasibilitas
Atau dikenal juga dengan uji kelayakan merupakan uji yang pertama kali dilakukan sebelum memulai suatu
usaha. Uji kelayakan ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan apakah usaha yang akan dijalankan layak,
dengan mempertimbangkan lokasi, lalulintas di sekitar lokasi, kompetitor, survey pasar (atau target market),
termasuk kecenderungan masyarakat di sekitar lokasi.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015
5. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan PBF
i. Legal (terdaftar secara resmi), misalnya izin resmi, Certificate of Original, dan Certificate of Analysis.
ii. Mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
iii. Memberikan potongan harga yang besar.
iv. Kontinuitas dan kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu.
v. Cara pembayaran (TOP=Term Of Payment).
vi. Adanya perjanjian antara Apotek dengan PBF tersebut.
Created by : Agil, Afifah, Ali, Anas, Andriani, Auliya, Bagus, Deka, Desi, Disas, Endah, Ericka, Fatima, Fikria, Hanni,
Imandyah, Intan, Irma, Marizka, Meutia, Weni,Widyaning – Apoteker 2015