Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

“Perlindungan dan Perawatan Bagi Petugas dan Caregiver, Kerjasama Tim Inter dan
Multidisiplin & Pemberdayaan Masyarakat”
Dosen Pengampu: Wa Ode Nurisnah, S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh
Kelompok 4 RB
Anggota :

Gustina R011191126 Nur Arda R011191136


Fadhilah Nurul Qalbi R011191150 Eluzai Megahyuni Sembe R011191128
Egi Trisnayanti Putri R011191122 Jusmiani R011191138
Wahyuni Liling R011191130 Sindi Setianingsih R011191148
Destasya Mallua R011191134 Jamila R011191146
Annida Rifai Nur R011191124 Sakinah Hardiyanti R011191140
Ardila Nurmadina R011191132

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
YANG KUMERAHKAN ITU MASUKKAN DI PPT
A. Perlindungan dan Perawatan Bagi Petugas dan Caregiver
1. Pengertian Caregiver
Pengertian caregiver adalah seorang Individu yang secara umum merawat dan
mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya merupakan caregiver
(Awad dan Voruganti, 2008 : 87). Caregiver mempunyai tugas sebagai
emotional support, merawat pasien (memandikan, memakaikan baju,
menyiapkan makan, mempersiapkan obat), mengatur keuangan, membuat
keputusan tentang perawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan
formal (Kung, 2003 : 3). Caregiver terdiri dari formal dan tidak formal.
Caregiver formal merupakan perawatan yang disediakan oleh rumah sakit,
psikiater, pusat perawatan ataupun tenaga profesional lainnya yang diberikan
dan melakukan pembayaran. Sedangkan caregiver yang tidak formal
merupakan perawatan yang dilakukan di rumah dan tidak profesional dan
tanpa melakukan pembayaran seperti keluarga penderita yaitu istri/suami,
anak perempuan/laki-laki, dan anggota keluarga lainnya (Sarafino, 2006 : 55 ).
Caregiver dan carder adalah istilah yang sering digunakan untuk
menggambarkan orang yang melakukan perawatan pada orang yang
mengalami keterbatasan. Caregiver pada masyarakat Indonesia umumnya
adalah keluarga, dalam hal ini adalah pasangan, anak, menantu, cucu atau
saudara yang tinggal satu rumah. Dalam hal ini dapat disimpulkan pengertian
caregiver tergantung pada penderita yang diasuh, penderita tersebut
mengalami sakit dan didiagnosa oleh dokter, dari diagnosa tersebut
pendampingan atau perawatan pada penderita akan disebut sebagai caregiver
tersebut.
Caregiver adalah individu yang memberikan bantuan kepada orang lain
yang mengalami disability atau ketidakmampuan dan memerlukan bantuan
dikarenakan penyakit dan keterbatasannya yang meliputi keterbatasan fisik
dan lingkungan (Widyastuti, 2009). Adapun yang menjadi fungsi caregiver
adalah memberikan bantuan dan perawatan terhadap orang-orang yang
membutuhkan bantuan, baik secara fisik, psikologis, spiritual, emosional,
sosial, dan finansial. Berbagai bentuk bantuan dan perawatan diberikan
caregiver untuk membantu keberfungsian sistem kehidupan korban bencana.
(Bates, 2007). Caregiver merupakan individu (yang meliputi: keluarga, teman,
volunteer atau tenaga profesional yang dibayar) yang mempunyai tanggung

1
jawab untuk memberikan perawatan pada seseorang yang sakit secara mental,
ketidakmampuan secara fisik atau kesehatannya terganggu karena sakit,
keterbatasan akibat bencana atau memasuki usia tua yang diderita. Tugas -
tugas caregiver antara lain :
- Physical Care/ Perawatan fisik, yaitu : merupakan tindakan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan fisik atau kebutuhan
sehari-hari seperti memberi makan, menggantikan pakaian, memotong
kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain
- Social Care/ Kepedulian sosial, antara lain: mengunjungi tempat-
tempat bencana atau pengungsian korban bencana sebagai penghibur
dan memberi hiburan, menjadi supir, bertindak sebagai sumber
informasi dari seluruh dunia di luar perawatan di rumah.
- Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih
sayang kepada pasien yang tidak selalu ditunjukkan maupun dikatakan
tetapi ditunjukkan melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan.
- Quality Care, yaitu : memantau meningkatkan tingkat perawatan,
standar pengobatan, dan indikasi kesehatan.
2. Definisi Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
3. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Petugas Pemadam Kebakaran Non-PNS
Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem
hubungan kerja tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada
pihak yang lemah. Untuk itu pengusaha atau instansi pemerintahan wajib
melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Secara yuridis dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu
memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang
layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik

2
sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan,
termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.
Menurut Zaeni Asyhadie bahwa jenis perlindungan tenaga kerja dibagi
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan
tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja
tidak mampu bekerja diluar kehendaknya, perlindungan sosial yaitu:
perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi, perlindungan teknis
yaitu: perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan
kerja.
Hubungan antara tenaga kerja antara Perusahaan/Instansi Pemerintahan
merupakan hubungan timbal-balik maka ketika salah satu pihak mengerjakan
kewajiban mereka maka hak pihak lainnya akan terpenuhi, begitu juga
sebaliknya oleh karena itu jika kewajiban-kewajibannya itu dilaksanakan
maka hak masing-masing akan terpenuhi.
Khusus dalam hal ini bagi pekerja Non-PNS yang bekerja di Instansi
Kelembagaan Pemerintah perlu diberikan perlindungan hukum sehubungan
dengan pekerjaannya, maka banyak bentuk perlindungan yang dikeluarkan
guna untuk meningkatkan harkat dan martabat para pekerja Non-PNS tersebut
terlebih lagi pekerja yang bekerja yang menantang resiko. Segi pemberian
upah, setiap tenaga kerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi
kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang layak pemerintah
menetapkan perlindungan dengan pengupahan bagi pekerja. Perwujudan
penghasilan yang layak dilakukan pemerintah melalui penetapan upah
minimum atas dasar kebutuhan yang layak. Pengaturan pengupahan ditetapkan
atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
Pengupahan termasuk salah satu aspek yang paling penting dalam
perlindungan pekerja atau buruh. Hal ini secara tegas dijelaskan dalam Pasal
88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7
Tahun 2013 Tentang Upah Minimum, upah minimum terdiri atas :

3
a) UMP (Upah Minimum Provinsi) atau UMK (Upah Minimum
Kabupaten/Kota )
b) UMSP (Upah Minimum Sektor Provinsi) atau UMSK (Upah Minimum
Sektor Kota/Kabupaten)
Adapun bentuk perlindungan dari jaminan sosial tenaga kerja di BPBD
a) Jaminan Kecelakaan kerja
b) Jaminan hari tua
c) Jaminan kematian
d) Jaminan perawatan kesehatan.
4. Perlunya perlindungan hukum untuk caregiver
Ada beberapa faktor yang mampu mendorong seseorang untuk bisa
terketuk hatinya dan kemudian terdorong untuk menjadi relawan sosial.
Misalnya karena seseorang tersebut pernah mengalami kejadian yang sama
sehingga mendorong dia untuk membantu, ataupun karena adanya ajaran
agama yang mengajarkan untuk berbuat kebaikan sehingga mendorong orang
tersebut untuk menjadi relawan yang sekaligus berupaya menciptakan
kehidupan yang harmonis.
Dalam melakukan aktivitasnya, para relawan perlu adanya perlindungan
hukum yang khusus dikarenakan sudah banyak pihak yang sudah tidak
memahami makna tentang ketulusan membantu orang lain, dan selain itu
relawan sering (disusupi) dengan kepentingan lain yang tidak berkaitan
dengan kemasyarakatan. Misalnya, dengan adanya kepentingan politik praktis
menunjukkan bahwa organisasi mereka memiliki rasa kepedulian, tetapi
sekaligus mempropagandakan bentuk ideologi ormas yang mereka anut.
Relawan selama ini membantu masyarakat umum, kebaikan selama ini
sangat berdampak positif bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi selama ini
keberadaan mereka kurang mendapat atensi dari masyarakat Indonesia,
padahal mereka melakukan pekerjaannya bukan berlatar belakangan pekerjaan
tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial. Di Indonesia
belum ada peraturan yang mengatur secara jelas tentang relawan. Sudah
banyak organisasi relawan yang ada di Indonesia tetapi mereka sudah
berbadan hukum. Berbeda dengan relawan seperti komunitas atau kelompok
yang dimana mereka melakukan kegiatannya berkaitan dengan kesehatan
lingkungan, lingkungan hidup dan pendidikan seperti mengajar pendidikan

4
kepada anak-anak jalanan. Perlu adanya perlindungan hukum yang cukup bagi
mereka untuk meminimalisir apabila suatu saat nanti mereka mendapat
masalah yang mengarah ke ranah hukum. Disamping itu perlindungan hukum
terhadap relawan sebagai bentuk apresiasi jiwa sosialnya yang telah
membantu masyarakat dengan ikhlas dan tanpa paksaan dari orang lain serta
mereka melakukan dengan sukarela. Perlunya perlindungan hukum terhadap
relawan supaya mereka dapat menjalankan kegiatannya sesuai prosedur dan
tidak lagi perlu waspada dengan kegiatan yang mereka lakukan. Sepantasnya
relawan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Indonesia. Segala
kegiatan yang dilakukan oleh relawan seharusnya dilindungi dalam suatu
peraturan yang jelas dan konkrit dalam bentuk undang-undang.
5. Bentuk Perlindungan Hukum bagi Caregiver
Pentingya payung hukum yang harus dimiliki oleh relawan sosial yang
semakin lama semakin banyak anggotanya dalam bentuk komunitas-
komunitas yang kebanyakan anggotanya pemuda dari berbagai daerah, dengan
adanya perlindungan hukum dapat menghindari penghambatan pelayanan
terhadap relawan sosial sendiri Karenanya relawan dalam masa sekarang ini
masih menggunakan UU warga sipil biasa, yaitu UU No.39 Tahun 2012 Pasal
9 tentang "Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial" Sehingga relawan perlu
Peraturan Pemerintah khusus yang membahas tentang kompetensi kinerja
relawan sosial agar diperhatikan upaya fasilitas penunjang kinerjanya. Adapun
beberapa pertimbangan akan hal tersebut ialah bahwa kinerja relawan sosial
sangatlah terpuji dan membantu kehidupan masyarakat sekaligus dalam
menjalankan kegiatannya mereka tidak terhambat fasilitas penunjangnya atau
bahkan menjadi korban. Korban disini kita sampaikan seperti hal yang terjadi
di Aceh waktu lalu. Sehingga tidak akan terjadi akan hal yang sedemikian
rupa.
Tujuan disahkannya Peraturan Pemerintah atau undang-undang
perlindungan relawan adalah untuk mengefektifkan kerja para relawan dan
penting untuk melindungi relawan agar tidak menjadi korban saat melakukan
pertolongan di lapangan. Contoh, kejadian di Aceh dimana ada dua relawan
dari PMI harus ditahan karena kasus dugaan salah transfusi darah untuk
pasien. Pentingnya payung hukum yang harus dimiliki oleh relawan mungkin
dengan ini dapat disahkannya undang-undang kepalangmerahan sebagai upaya

5
untuk melindungi relawan pada khususnya. Perlunya sikap pemerintah dalam
hal ini menyikapi relawan yang semakin lama semakin banyak yang ingin
membantu masyarakat, mereka yang berorganisasi ataupun komunitas-
komunitas serta badan SAR yang ada di Indonesia. Dalamnya terkait dengan
tunjangan kinerja relawan sosial sekarang ini, karena menurut kami
keberadaan relawan sosial melaksanakan kegiatanya dengan hati yang ikhlas
tanpa ada paksaan dari orang lain serta tidak mengharapkan imbalan dari
pemerintah atau masyarakat dalam bentuk apapun itu. Relawan sangat
membantu masyarakat dan secara tidak langsung membantu pemerintah.
Relawan yang berbentuk komunitas perlu perlu diperhatikan untuk menunjang
ke arah indonesia yang lebih maju di berbagai bidang misal di bidang sosial
pendidikan ada program Indonesia mengajar, komunitas jendela di bidang
sosial keharmonisan lingkungan ada program bersih lingkungan yang
seharusnya sudah ada di lingkungan daerah untuk pendirian pabrik daur ulang
sampah anorganik, dan masih banyak lagi bidang lain yang didalamnya
banyak relawan sosial yang menginginkan lancarnya sebuah kegiatan yang
mereka lakukan. Dengan demikian pentingnya payung hukum terhadap
relawan di indonesia untuk menunjang mereka dalam melaksanakan
kegiatannya serta untuk menghindari agar relawan tidak menjadi korban pada
saat melaksanakan kegiatanya. Dalam hal ini pemerintah pusat harus
menetapkan suatu Peraturan Pemerintah secara konkrit yang mengatur tentang
Perlindungan Hukum Terhadap Relawan sosial di Indonesia.
B. Kerjasama tim inter dan multidisiplin
1. Tim Interdisiplin dalam Keperawatan Bencana
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin terdiri dari sekelompok
profesional yang berbeda keahlian, kombinasi dari berbagai disiplin ilmu
dalam pemecahan suatu masalah kesehatan yang akan saling bekerjasama
melalui Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani
tumpang tindihnya peran para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan
masalah pasien.
Menurut Ingham et al (Ingham et al., 2012) manajemen bencana akan
lebih bagus dengan menggunakan pendekatan interdisiplin yang tidak hanya
meningkatkan pengembangan pengelolaan bencana tetapi juga dapat
mentransfer pengetahuan dari konsep kepada kebijakan dan praktek-praktek

6
yang dikembangkan untuk tujuan pencegahan, tanggap darurat dan pasca
bencana.

Ciri-Ciri Interdisiplin
1) Peran dan tanggung jawab tidak kaku, dapat beralih sesuai dengan
perkembangan.
2) Menyadari adanya tumpang tindih kompetensi dan menerapkan dalam
praktek sehari-hari.
3) Menemui dan mengenali keunikan peran berbagai disiplin yang tidak
bisa diabaikan dan merupakan modal bersama.
4) Ranah perluasan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki dan akan
diterapkan merupakan yang paling komprehensif, terdapat keinginan
untuk memikul beban berat bersama, hasrat untuk saling berbagi
pengalaman dan pengetahuan.
5) Interdisiplin dimulai dari disiplin, setelah itu mengembangkan
permasalahan seputar disiplin tersebut.

Peran dan fungsi dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
yaitu :
1) BMKG mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND), dipimpin oleh seorang Kepala Badan.
2) BMKG mempunyai tugas : melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Badan Meteorologi


Klimatologi dan Geofisika menyelenggarakan fungsi :
1) Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang
meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
2) Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
3) Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang
meteorologi, klimatologi, dan geofisika;

7
4) Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan
data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
5) Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
6) Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta
masyarakat berkenaan dengan perubahan iklim;
7) Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak
terkait serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena faktor
meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
8) Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
9) Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang
meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
10) Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi,
dan jaringan komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
11) Koordinasi dan kerjasama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan
komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
12) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen
pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
13) Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
14) Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
15) Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di
lingkungan BMKG;
16) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab BMKG;
17) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;
18) Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BMKG dikoordinasikan oleh
Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.

8
2. Kerjasama Multidisiplin dalam Keperawatan Bencana
Menurut Wywialowski (2004), multidisiplin atau multidisipliner mengacu
pada tim dimana sejumlah orang atau individu dari berbagai disiplin ilmu
terlibat dalam suatu proyek namun masing-masing individu bekerja secara
mandiri. Setiap individu dalam tim multidisiplin memiliki keterampilan dan
keahlian yang berbeda namun saling melengkapi satu sama lain. Pengalaman
yang dimiliki masing-masing individu memberikan kontribusi yang besar bagi
keseluruhan upaya yang dilakukan. Tim multidisiplin adalah sebuah kelompok
pekerja kesehatan atau pekerja medis yang terdiri dari anggota – anggota
dengan latar belakang ilmu profesi yang berbeda dan masing.
Ciri-ciri multidisiplin:
1. Setiap bagian ikut berperan cukup besar, melakukan perencanaan pengelolaan
bersama.
2. Setiap bagian beraktivitas berdasarkan batasan ilmunya.
3. Konseptual dan operasional : terpisah-pisah.
4. Dalam pelayanan kesehatan, berbagai bidang ilmu berupaya mengintegrasikan
pelayanan untuk kepentingan pasien. Namun setiap disiplin membatasi diri secara
‘tegas’ untuk tidak memasukan ranah ilmu lain.

Komunikasi Multidisiplin
1. Menciptakan hubungan interpersonal yang baik
Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah penting dalam upaya penanganan
dan perawatan pasien. Hasil studi menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan baik antara
pasien dan anggota tim memberikan dampak positif pada kepuasan pasien, pengetahuan dan
pemahaman, kepatuhan terhadap program pengobatan, dan hasil kesehatan yang terukur.
2. Bertukar informasi
Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi dari pasien agar
dapat mendiagnosa dengan tepat jenis penyakit yang diderita pasien dan merumuskan
rencana penanganan dan perawatan. Bagi pasien, pasien perlu mengetahui, memahami,
merasa dikenal, dan dipahami oleh anggota tim. Untuk itu, kedua belah pihak sangat perlu
melakukan komunikasi dua arah sebagai upaya untuk saling bertukar informasi.
3. Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian
Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian adalah salah satu penyebab keberhasilan
dalam komunikasi. Perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab dalam memberikan

9
perhatian dan memobilisasi semua indera untuk mempersepsi semua pesan verbal maupun
pesan nonverbal yang diberikan oleh pasien. Dengan mendengarkan secara aktif dan penuh
perhatian, perawat dapat menilai situasi dan masalah yang dialami pasien. Selain itu perawat
juga dapat meningkatkan harga diri pasien dan mengintegrasikan diagnosa keperawatan dan
proses perawatan.
4. Penggunaan bahasa yang tepat
Informasi yang diberikan selama proses konsultasi, penanganan, dan perawatan pasien perlu
dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pasien dan anggota pasien.
Bahasa sebagai alat komunikasi dalam proses konsultasi, penanganan, dan perawatan pasien
hendaknya tidak menggunakan jargon dan istilah teknis kesehatan kecuali dijelaskan secara
komprehensif. Yang harus dihindari juga adalah penggunaan eufemisme karena dapat
mengarah pada ambigu.
5. Bahasa tubuh dan penampilan
Bahasa tubuh dalam komunikasi dan penampilan juga hendaknya menjadi bahan
pertimbangan dan perlu diperhatikan dengan baik. Berbagai komunikasi nonverbal yang
ditampilkan seperti postur tubuh, gaya, dan perilaku dapat berdampak pada kemajuan dan
hasil konsultasi antara pasien dan anggota tim. Untuk itu, bahasa tubuh yang ditampilkan
selama proses konsultasi harus ditampilkan secara lengkap dan fokus pada pasien.
6. Bersikap jujur Bersikap jujur merupakan salah satu konsep moral dalam komunikasi
keperawatan. Anggota tim seperti perawat harus bersikap jujur agar diskusi kesalahpahaman.
Jika ada kebutuhan untuk diskusi yang terpisah dengan anggota keluarga pasien maka harus
dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik seperti hati – hati
memperhatikan tempat diskusi, dan waktu yang tepat.
7. Memperhatikan kebutuhan pasien Anggota tim seperti pasien perlu mengetahui apa
yang menjadi kebutuhan komunikasi pasien. Beberapa orang pasien hanya ingin
didengar tanpa banyak penjelasan dan beberapa pasien lainnya ingin mengetahui
penjelasan yang lengkap tentang penyakit yang diderita. Perawat harus dapat
mendeteksi setiap apa yang diinginkan pasien.
8. Mengembangkan sikap empati Empati merupakan salah satu karakteristik komunikasi
terapeutik. Yang dimaksud dengan empati adalah perawat dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh pasien. Dalam artian, perawat hendaknya dapat memposisikan dirinya
pada posisi pasien.

10
Anggota Tim Multidisiplin:
1. Dokter
a. Dokter merupakan salah satu praktisi kesehatan yang diperlukan dalam
keadaan bencana, peran dokter tersebut antaranya:
● Melakukan penanganan kasus kegawatdaruratan trauma
maupun non trauma seperti PPGD-GELS, ATLS, ACLS)
● Melakukan pemeriksaan umum terhadap korban bencana.
● Mendiagnosa keadaan korban bencana dan ikut menentukan
status korban triage.
● Menetapkan diagnosa terhadap pasien kegawat daruratan dan
mencegah terjadinya kecacatan pada pasien.
● Memberikan pelayanan pengobatan darurat
● Melakukan tindakan medis yang dapat dilakukan di posko
tanggap bencana.
● Memberikan rekomendasi rujukan ke rumah sakit apabila
memerlukan penanganan lebih lanjut
● Melakukan pelayanan kesehatan rehabilitatif
b. Tenaga dokter dalam tim penanggulangan krisis
Dalam keadaan bencana diadakannya mobilisasi SDM kesehatan,
diantaranya dokter, yang tergabung dalam suatu tim penanggulangan kritis
yang meliput tim gerak cepat, tim penilaian cepat kesehatan (Tim RHA), dan
tim bantuan kesehatan berikut kebutuhan minimal tenaga dokter untuk
masing-masing tim tersebut:
● Tim gerak cepat : Merupakan tim yang bergerak dalam waktu
0-24 jam setelah adanya kejadian bencana. Tenaga dokter yang
dibutuhkan terdiri dari dokter umum/BSB 1 orang, dokter
spesialis bedah 1 orang, dan dokter spesialis anastesi 1 orang.
● Tim RHA: Merupakan tim yang bisa diberangkatkan bersama
dengan tim gerak cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari
24 jam. Pada tim ini, tenaga dokter umum minimal 1 orang
dikirikan.
● Tim bencana kesehatan: Merupakan tim yang diberangkatkan
berdasarkan kebutuhan setelah tim gerak cepat dan tim RHA
kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka di lapangan.

11
2. Perawat
a. Fase pra bencana
● Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk
setiap fasenya.
● Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat.
● Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
yang meliputi hal – hal berikut: Usaha pengobatan diri sendiri
(pada masyarakat tersebut), Pelatihan pertolongan pertama
pada keluarga seperti menolong anggota keluarga yang lain.

b. Fase bencana
● Bertindak cepat
● Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti,
dengan takut memberikan harapan yang besar pada para korban
selamat.
● Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
● Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.

c. Fase Pasca Bencana


● Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik,
sosial, dan psikologis korban.
● Stress psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga
terjadi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang merupakan
sindrom dengan tiga kriteria utama. Pertama, gejala trauma
pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala
ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa –
peristiwa yang memacunya. Ketiga, individu akan
menunjukkan gangguan fisik. Selain itu individu dengan PTSD

12
dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan
gangguan memori.
● Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang
terkait bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani
masalah kesehatan masyarakat pasca bencana.
3. Ahli Gizi
Kegiatan penanganan dan tugas ahli gizi pada situasi bencana perlu efisien dan
efektif antara lain, sebagai berikut:
● Menyusun menu bagi sekelompok masyarakat korban bencana
alam.
● Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan
sampai pendistribusian.
● Pengawasan logistik bantuan bahan makanan dan minuman.
● Memantau keadaan gizi pengungsian khusus balita dan ibu
hamil.
● Pelaksanaan konseling gizi gratis yang disediakan untuk
masyarakat korban bencana alam.
● Pemberian suplemen zat gizi makro (kapsul vitamin A, untuk
balita dan tablet besi untuk ibu hamil).

4. Fisioterapi
a. Fisioterapi harus mampu membina hubungan baik secara intense dengan instansi
yang diakui secara internasional / LSM untuk memastikan bahwa layanan
professional dikoordinasikan dan dimasukkan sebagai bagian dari program
perencanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan dalam kerangka manajemen
bencana.
b. Mitigasi dan kesiapan adalah cara utama untuk mengurangi dampak bencana dan
mitigasi dan kesiapsiagaan berbasis masyarakat/manajemen harus menjadi praktek
manajemen fisioterapi.
c. Korban bencana yang mengalami luka fisik dapat di fase awal dapat mendapat
perawatan di rumah sakit terdekat, atau pada langkah sementara di lokasi dengan
bantuan medis oleh tim bantuan bencana local secara organisasi bantuan
internasional. Namun kembali ke rumah mereka untuk membangun kembali
kehidupan mereka adalah kepentingan utama bagi para korban.

13
5. Pekerja Sosial
Profesi pekerja sosial memiliki peran penting dalam penanggulangan bencana baik
pada saat pra bencana, tanggap darurat maupun pasca bencana pada saat pra bencana,
kontribusi pekerja sosial berfokus pada upaya pengurangan risiko bencana, antara lain
melalui kegiatan , peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dan mitigasi dalam menghadapi
kemungkinan terjadinya bencana, pemetaan kapasitas masyarakat, dan melakukan advokasi
ke berbagai pihak terkait kebijakan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat,
pekerja sosial membantu pemulihan kondisi fisik dan penanganan psikososial dasar bagi
korban bencana. Pada saat pasca bencana, pekerja sosial melakukan upaya pemulihan kondisi
psikologis korban bencana, khususnya mengatasi trauma dan pemulihan kondisi sosial, serta
pengembangan kemandirian korban bencana.

6. POLRI
a. Meningkatkan pembinaan masyarakat melalui kegiatan community policing sehingga
masyarakat diharapkan mampu mencegah dan menghindari terjadinya tindakan
kejahatan yang akan menimpa dirinya mampu kelompoknya.
b. Melaksanakan sosialisasi antisipasi terhadap bencana melalui pelatihan penyelamatan
saat terjadinya bencana serta terbentuknya sistem deteksi dini adanya bencana yang
dapat dimengerti oleh masyarakat.
c. Meningkatkan kepatuhan hukum dari masyarakat agar tidak melakukan tindakan yang
melanggar hukum pada saat terjadinya bencana penyuluhan dan pengorganisasian
kelompok masyarakat sadar hukum.
d. Melakukan kegiatan kepolisian dalam rangka memberikan jaminan rasa aman kepada
masyarakat baik jiwa maupun harta melalui kegiatan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan masyarakat serta penegakan hukum yang profesional dengan menjunjung
tinggi HAM.
e. Melakukan pembenahan dan peningkatan internasional organisasi polri melalui
peningkatan kuantitas dan kualitas personil mendasari paradigma baru polri,
meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, menciptakan sistem dan
metode serta anggaran yang mampu mendukung operasional polri dalam
penanggulangan bencana.

7. Tim SAR

14
Dalam hal kejadian bencana alam, peranan SAR adalah yang paling mengemuka
karena harus bertindak paling awal pada setiap bencana alam yang terjadi, sehingga SAR
menjadi titik pandang bagi masyarakat yang tertimpa musibah.

C. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan (empowerment) merupakan penekanan pada aspek pendelegasian
kekuasaan, memberi wewenang, atau pengalihan kekuasaan kepada individu atau
masyarakat sehingga mampu mengatur diri dan lingkungannya sesuai dengan
keinginan, potensi, dan kemampuan yang dimilikinya. Pemberdayaan tidak sekedar
memberikan kewenangan atau kekuasaan kepada pihak yang lemah saja. Dalam
pemberdayaan terkandung makna proses pendidikan dalam meningkatkan kualitas
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mampu berdaya, memiliki daya saing,
serta mampu hidup mandiri. Tujuan utama pemberdayaan adalah meningkatkan
kemandirian masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidak
berdayaan, baik kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena
kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil), sebagai
tujuan, maka pemberdayaan menuju pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial; yaitu mereka yang berdaya,mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi,
maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai
mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupan. Adapun tahapan-tahapan pemberdayaan
masyarakat dalam mitigasi bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) antara lain :
1. Penyadaran yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan
masyarakat tentang “keberadaannya”, baik keberadaannya sebagai individu
dan anggota masyarakat, maupun kondisi lingkungan yang menyangkut
lingkungan fisik atau teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Melalui
sosialisasi akan membantu meningkatkan pemahaman masyarakat dan pihak
terkait tentang program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah
direncanakan.
2. Penguatan yaitu memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.

15
3. Pendayaan yaitu proses pemberian daya atau kekuatan, kekuasaan, otoritas
atau peluang yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki sehingga
target sasaran dapat menjalankan kekuasaan yang diberikan dan mampu
membawa perubahan lebih baik.
Tugas Unsur Pelaksana BPBD adalah melaksanakan penanggulangan bencana secara
terintegrasi yang meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.
Sedangkan fungsi Unsur Pelaksana BPBD adalah melakukan pengkoordinasian,
pengkomandoan dan pelaksana. Unsur Pelaksana BPBD ini dapat membentuk Satuan
Tugas. Adapun program pemberdayaan masyarakat yang dapat dilakukan, antara lain :
1. Sosialisasi Bencana Banjir
Pada tahap ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
melakukan sosialisasi tentang bencana banjir kepada masyarakat tentang
bencana banjir maupun tsunami, pendirian bangunan harus memiliki pondasi
kira-kira setinggi 1 meter, pengenalan EWS (Earthquake Warning System) alat
pendeteksi dini bencana tsunami yang akan berbunyi ketika akan terjadi
bencana tsunami, bersama-sama menggambar daerah rawan bencana, dan
pengenalan tanda tanda jalur evakuasi. Output dari program sosialisasi ini
adalah agar masyarakat mengetahui pendidikan dan manajemen bencana, agar
masyarakat tanggap dan tangguh terhadap bencana banjir maupun tsunami.
Upaya penanganan bencana pada saat ini, mengalami perubahan paradigma
maupun tindakan, yaitu dengan menitikberatkan pada partisipasi masyarakat
dalam penanggulangan bencana. Jadi masyarakat bukan hanya sekedar
menjadi korban atau objek dari bencana namun juga sebagai pelaku dari
penanggulangan bencana
2. Simulasi Bencana
Pada tahap ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan
staf bersama masyarakat melakukan kegiatan simulasi bencana. Simulasi
dibuat semirip mungkin dengan saat terjadi bencana dan memanfaatkan alat
penyelamatan yang mirip pula. Beberapa simulasi atau praktek penyelamatan
dilakukan para tim yang sudah dilatih dalam penanganan bencana seperti
banjir maupun tsunami, pertolongan pertama pada korban, dan pembidaian
atau pertolongan pada korban yang mengalami patah tulang. Output dari
simulasi bencana yaitu masyarakat dapat memahami dan dapat mengambil

16
tindakan yang cepat dan tepat pada saat bencana terjadi serta meningkatkan
keterampilan masyarakat dalam hal kebencanaan.
3. Pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana)
Desa tangguh bencana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri
untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri
dengan segera dari dampak bencana yang merugikan. Kemampuan mandiri
berarti serangkaian upaya yang dilakukan sendiri dengan memberdayakan dan
memobilisasi sumber daya yang dimiliki masyarakat desa untuk mengenali
ancaman dan risiko bencana yang dihadapi, meliputi juga evaluasi dan
monitoring kapasitas yang dimilikinya. Dalam desa tangguh bencana
masyarakat berperan aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani,
memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di
wilayah mereka dan BPBD bertugas sebagai petugas pendampingan. Adapun
tujuan dari pembentukan Desa Tangguh Bencana adalah meningkatkan peran
serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber
daya untuk mengurangi risiko bencana, meningkatkan kerja sama antara para
pemangku kepentingan (pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat).

17
Daftar Pustaka

Sucipto, A. 2019. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Melalui Badan


Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung Di Kelurahan Kota
Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung. Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung.
Ingham, V., Hicks, J., Islam, M. R., Manock, I., & Sappey, R. (2012). An
interdisciplinary approach to disaster management, incorporating economics and
social psychology. International Journal of Interdisciplinary Social Sciences, 6(5), 93–
106. https://doi.org/10.18848/1833-1882/CGP/v06i05/52074
Muslim, A., H, A. 2018. Keperawatan Bencana. Jombang : Icme Press.

18

Anda mungkin juga menyukai