Anda di halaman 1dari 7

A.

Judul Percobaan
Penentuan Kalor Reaksi

B. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan Kalor Pelarutan Integral CuSO4
dan CuSO4.5H2O dengan menggunakan kalorimeter sederhana.

C. Landasan Teori

Kalor (heat) adalah energi yang ditransfer antara suatu sistem dan
sekelilingnya sebagai akibat dari perbedaan suhu. Energi, sebagai kalor bergerak
dari benda yang lebih hangat (dengan suhu lebih tinggi) ke benda yang lebih
dingin (dengan suhu lebih rendah). Pada tingkat molekul, molekul-molekul pada
benda yang lebih hangat, melalui benturan, kehilangan energi kinetik dan
mengalihknnya ke benda yang lebih dingin. Energi termal ditransfer atau kalor
mengalir sampai energi kinetik setra molekul di antara kedua benda menjadi
sama, sampai suhu menjadi sama. Kalor, seperti halnya kerja menjelaskan energi
yang berpindah antara suatu sistem dan sekelilingnya (Petruci, 2007:224).
Kalor biasanya dilambangkan dengan q atau Q yang merupakan salah satu
bentuk energi yang dapat dipertukarkan oleh sistem dan lingkungan karena
adanya perbedaan suhu. Untuk memudahkan pemahaman maka penggunan nilai
kalor yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan harus konsisten. Buku ini
mengikuti perjanjian bahwa Q bernilai positif (+) apabila sistem menerima kalor
dari lingkungan sebaliknya, Q bernilai negatif (-) apabila sistem melepaskan kalor
ke lingkungan. Perubahan kalor sistem yang terjadi diberi tanda dQ yang
menandakan bahwa perubahan kalor bergantung pada jalannya sistem sehingga
kalor bukan fungsi keadaan (Rohman, 2003:41).
Menurut sejarah, kuantitas kalor yang diperlukan untuk mengubah suhu
satu gram air sebesar satu derajat celcius (1⁰C) disebut kalori (kal). Dapat
diartikan kalori adalah energi yang kecil dan satuan kilokalori (kkal) juga
digunakan secara luas. Satuan SI untuk kalor adalah satuan SI untuk energi yaitu
joule (J).
1 kal = 4,184 J
Meskipun joule hampir selalu digunakan namun kalori banyak dijumpai. Di
Amerika Serikat, kilokalori lazim digunakan untuk mengukur kadar energi dalam
makanan. Kuantitas kalor yang diperlukan untuk mengubh suhu suatu sistem
sebesar satu derajat disebut kapasitas kalor sistem tersebut (Petruci, 2007:224).
Kalor yang diserap sistem untuk menaikkan suhunya sebesar satu derajat
disebut kapasitas kalor, biasanya disimbolkan dengan C secara matematika
dirumuskan dengan persamaan

Kapasitas kalor untuk setiap mol zat bisa disebut kapasitas kalor molar C
sedangkan kapasitas kalor untuk setiap gram atau setiap kilogram biasa disebut
kalor spesifik c (JK-1g-1). Hubungan antara ketiganya dinyatakan dalam
persamaan berikut:
C = nC = mc
Dengan n adalah jumlah mol zat, m adalah jumlah massa (Rohman, 2003:41-42).
Hampir semua reaksi kimia menyerap atau menghasilkan (melepas
energi), umumnya dalam bentuk kalor. Penting bagi kita untuk memahami
perbedaan antara energi termal dan kalor. Kalor (heat) adalah perpindahan energi
termal antara dua benda yang suhunya berbeda. Walaupun kalor itu sendiri
mengandung arti perpindahan energi, kita biasanya menyebut kalor dibebaskan
ketika menggambarkan perubahan energi yang terjadi selama proses tersebut.
Ilmu yang mempelajari perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia disebut
termokimia. Untuk menganalisis perubahan energi yang berkaitan dengan reaksi
kimia pertama-tama harus mendefinisikan sistem atau bagian tertentu dari alam
yang menjadi perhatian para ilmuwan, terdapat 3 jenis sistem yaitu sistem
terbuka, sistem tertutup dan sistem terisolasi (Chang, 2004:161).
Jika sistem adalah satu mol zat digunakan istilah kapasitas kalor molar.
Jika sistem adalah satu gram zat istilah yang digunakan adalah kapasitas kalor
spesifik atau lebih lazim disebut kalor spesifik (spesific heat). Kalor spesifik suatu
zat bergantung pada suhu. Pada kisaran 0 sampai 100⁰C, kalor spesifik air setara
sekitar.
Sistem adalah bagian dari semesta yang dipilih untuk dikaji dan sistem dapat
sebesar semua samudra di bumi atau sekecil isis gelas piala. Sebagian besar
sistem yang akan kita kaji adalah yang kecil dan kita melihat terutama pada
transfer energi (sebagai kalor dan kerja) dan transfer materi antara sistem dan
sekelilingnya (Petruci, 2007: 222-224).
Kalor jenis suatu zat adalah jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu satu gram zat sebesar satu derajat celcius. Kapasitas kalor suatu
zat adalah jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sejumlah zat
sebesar satu derajat celcius. Kalor jenis merupakan sifat intensif, sedangkan
kapasitas kalor merupakan sifat ekstensif. Hubungan antara kapasitas kalor dan
kalor jenis suatu zat adalah C = ms. Kalor jenis mempunyai satuan J/g, sedangkan
kapasitas kalor mempunyai satuan J/⁰C. Maka jumlah kalor (q) yang telah diserap
atau dilepaskan pada suatu proses dapat diketahui berdasarkan perubahan suhu
sampel (∆t) (Chang, 2004:172-173).
Jika kerja dilakukan sistem hanya dipandang sebagai kerja tekanan dan
volume, kalor reaksi yang diukur pada tekanan tetap dinyatakan dengan
perubahan entalpi, ΔH, sementara itu kalor reaksi yang diukur pada volume tetap
dinyatakan dengan perubahan energi dalam ΔU. Hubungan kedua besaran tersebut
pada tekanan tetap dinyatakan dengan:
ΔH = ΔU + P ΔV
dan untuk reaksi yang berkaitan dengan perubahan jumlah mol gas dengan asumsi
gas ideal, persamaan menjadi:
ΔH = ΔU + Δn RT
(Tim Dosen Kimia Fisik, 2021:1).
Tahap I ialah pemisahan molekul pelarut dan tahap II adalah pemisahan molekul
zat terlarut. Kedua tahap ini memerlukan input energi untuk memutuskan tarik-
menarik antar molekul dengan demikian tahap ini adalah tahap endotermik.
Pada tahap 3 molekul pelarut dan molekul zat terlarut bercampur. Tahap ini dapat
bersifat eksotermik atau endotermik, kalor pelarutan ∆Hlarutan mengikuti rumus :
∆Hlarutan = ∆H1 + ∆H2 + ∆H3
Jika tarik menarik zat terlarut-pelarut lebih kuat dibandingkan tarik-menarik
pelrut-pelarut dan tarik-menarik zat terlarut-zat terlarut, maka proses pelarutanlah
yang akan berlangsung dengan kata lain proses eksotermik. Jika interaksi zat
terlarut-pelarut lebih lemah dibandingkan interaksi pelarut-pelarut dan interaksi
zat terlarut-zat terlarut maka prosesnya endotermik (Chang, 2005:5).
Pada proses pelarutan suatu zat di dalam pelarutnya atau penambahan zat
terlarut ke dalam zat pelarut. Ada dua jenis kalor pelarutan yaitu kalor pelarutan
integral dan kalor pelarutan differensial. Kalor pelarutan integral kalor yang
dilepaskan atau diserap ketika satu mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut.
Sedangkan, kalor pelarutan differensial adalah kalor yang dilepaskan atau diserap
ketika satu mol zat dilarutkan dalam satu mol pelarut. Dalam percobaan ini akan
ditentukan kalor pelarutan integral CuSO4 dan CuSO4.5H2O. Berdasarkan data
kalor tersebut dapat ditentukan pula kalor pelarutan CuSO4 menjadi CuSO4.5H2O
dengan menggunakan hukum hess (Tim Dosen Kimia Fisik, 2021:1-2).
Analisis konsep kritis dan Proses keterampilan kalorimeter bom
menganalisis dengan mengoptimalkan percobaan kalorimeter bom. Namun,
prinsip dasar dari kalorimeter bom adalah untuk mengukur panas pada volume
konstan. Panas yang diukur dengan menggunakan alat ini adalah panas dari
pembakaran karena reaksi adalah reaksi pembakaran. Selain itu, karena panas
diukur pada konstan volume, dengan kata lain panas diukur adalah perubahan
energi internal (ΔE = qv). Analisis dari jumlah O 2 tekanan gas yang digunakan
dalam percobaan. Jumlah tekanan gas berhubungan dengan pembakaran yang
terjadi seperti pembakaran sempurna atau pembakaran tidak sempurna.
pembakaran yang sempurna terjadi ketika menggunakan berlebihan O2 gas
sementara pembakaran tidak sempurna terjadi ketika menggunakan terbatas O2
gas. Oleh karena itu, dalam bom percobaan kalorimeter harus menghasilkan
pembakaran yang sempurna. Peristiwa yang terjadi sebelum pembakaran adalah
adaptasi suhu air dengan suhu lingkungan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa tiga fenomena ini mengikuti prinsip hitam dengan rumus
Qmelepaskan = Qmenyerap (Kurniati, 2018:2-3).
Ketika asam dan basa dicampur bersama-sama faktanya adalah bahwa
peningkatan suhu larutan mengakibatkan reaksi eksotermis dari larutan reaksi
asam-basa. Sebagai reaksi selesai dan dihentikan, suhu larutan menjadi konstan
untuk 43,5 °C. Konsistensi suhu menunjukkan bahwa itu adalah suhu mengakhiri
reaksi asam-basa hal ini menyimpulkan bahwa ketika reaksi asam-basa
melanjutkan suhu larutan berubah dari maksimum ke minimum. Suhu maksimum
adalah 53 °C. Persamaan Termodinamika Panas spesifik diterapkan, dan semua
nilai yang tercatat dimasukkan dalam persamaan dan ditentukan Heat Spesifik
Solusi Asam-Basa Reaksi. Kisaran suhu yang konsisten dihentikan reaksi. Grafik
tersebut juga menunjukkan hasil ini, kurva yang pertama mencapai nilai
puncaknya kemudian berbalik secara bertahap untuk minimum dan nilai yang
konsisten, menunjukkan penyelesaian dan penghentian reaksi asam-basa terjadi di
dalam cangkir buatan tangan kalorimeter (Rahman,2017:2-3).
Kasus-kasus ΔH°f dapat ditentukan dengan cara pendekatan tidak lansung
yang didasarkan pada hukum penjumlahan kalor (hukum hess). Hukum Hess
dapat dinyatakan yakni bila reaktan diubah menjadi produk, perubahan entalpinya
sama terlepas apakah reaksi berlangsung dalam satu tahap atau dalam beberapa
tahap. Dengan kata lain, jika kita dapat membagi reaksi menjadi beberapa tahap
reaksi dimana ΔH° reaksi dapat diukur, dapat menghitung ΔH° reaksi untuk
keseluruhan reaksi. Hukum Hess didasarkan pada fakta bahwa karena H adalah
fungsi keadaan. ΔH hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir
(yaitu hanya pada saat dari reaktan dan produk). Perubahan entalpi akan sama
apakah reaksi keseluruhan berlangsung dalam satu tahap atau banyak tahap
entalpi potensial gravitasi (Chang, 2004:179).
Clapeyron Model signifikasi diprediksi data diukur untuk panas integral
dari adsorpsi. Di ff selisih antara hasil yang diperoleh dengan Clausius - Model
Clapeyron dan modi fi Model ed Clapeyron sepenuhnya karena asumsi dalam
model mantan perilaku gas ideal daripada perilaku gas nyata. Penggunaan
perilaku gas nyata mengarah ke jangka panas laten di eq 11 menjadi modifikasi
oleh suhu kelompok berdimensi tergantung. Untuk adsorbat/pasang adsorben
yang disajikan di sini, kelompok berdimensi ini menyebabkan prediksi nilai yang
lebih tinggi untuk memanaskan adsorpsi untuk modifikasi Model ed Clapeyron
dari pada di Clausius-Model Clapeyron dari 5% sampai 20%. Ini dieksplorasi
secara lebih mendalam dalam nformasi Pendukung. dapun mengapa Untuk
Model fungsi panas potensial telah mengungguli kedua dari dua model lain,
ilmuwan percaya itu karena di dalam FFI untuk mengintegralkan penurunan kalor
tersebut (Whittaker, 2018:8354-8356).
Nilai kalor yang didapat pada pengujian menggunakan kalorimeter bom
adalah 42,67 MJ/Kg untuk campuran bahan bakar cengkeh dengan konsentrasi
campuran 15% dan 42,13 MJ/Kg untuk campuran bahan bakar sawit dengan
konsentrasi campuran 15%, sedangkan pada pengujian menggunakan metode
sederhana nilai kalor yang di dapat adalah 0,3455 MJ/Kg untuk bahan bakar
campuran cengkeh dengan konsentrasi campuran 15% dan 0,3389 MJ/Kg untuk
bahan bakar campuran sawit dengan konsentrasi campuran 15%. Nilai yang
didapat menggunakan kalorimeter bom lebih besar daripada dengan menggunakan
metode sederhana. Dikarenakan pada pengujian dengan kalorimeter bom
menggunakan sistem terisolasi maka tidak ada energi maupun materi yang keluar
ke lingkungan sehingga kalor yang dihasilkan akan lebih optimal, sedangkan
pengujian dengan metode sederhana menggunakan sistem terbuka dimana terjadi
pertukaran energi dan juga materi kelingkungan sehingga kalor yang dihasilkan
tidak maksimal karena ada kalor yang terbuang ke lingkungan dan juga ada
pengaruh dari lingkungan ke sistem. Akan tetapi baik pengujian sederhana
maupun menggunakan kalorimeter bom, menunjukan trend yang sama untuk nilai
kalornya (Darmaningsih,2019:1374).
Perlakuan penjernihan, spesific gravity oli bekas menjadi lebih rendah,
sehingga nilai kalornya meningkat. Sementara itu titik nyala, viskositas kinematik,
kandungan CCR dan endapan turun. Hal ini disebabkan kotoran pada oli bekas
dapat diikat oleh asam sulfat dan memisah dari oli bekas.. Dari semua perlakuan
TEA diperoleh hasil perlakuan yang paling optimum adalah pada perbandingan
1:40 dengan nilai kalor yang paling tinggi, viskositas kinematik dan CCR paling
rendah serta titik nyala yang rendah (Raharjo,2017:183).

Anda mungkin juga menyukai