Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI

I. Judul Praktikum
Termokimia

II. Hari/Tanggal Praktikum


Rabu, 03 Oktober 2018

III. Tujuan Praktikum


1. Membuktikan bahwa setiap reaksi disertai penyerapan atau pelepasan
kalor.
2. Menghitung perubahan kalor yang terjadi dalam berbagai reaksi kimia.

IV. Dasar Teori


Termodinamika kimia dapat didefinisikan sebagai cabang kimia
yang menangani hubungan kalor, kerja dan bentuk lain energi, dengan
kesetimbangan dalam reaksi
dan dalam perubahan keadaan. Erat berkaitan dengan termodinamika
kimia adalah termokimia, yang menangani pengukuran dan penafsiran
perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan, dan
pembentukan larutan.
Dalam kimia, sumber perubahan kimia tambahan yang penting
berasal dari kalor yang diberikan atau diambil dari lintasannya suatu reaksi
kimia. Penelitian tentang pengaruh kalor ini disebut termokimia.
Setiap reaksi kimia salah disertai dengan perubahan energi dalam
bentuk kalor, yaitu dengan cara melepaskan sejumlah kalor (reaksi
eksoterm) atau menyerap kalor (reaksi endoterm). Termokimia
mempelajari perubahan kalor dalam suatu reaksi kimia. Jika suatu sistem
reaksi diberikan sejumlah energi dalam bentuk kalor (q), maka sistem akan
melakukan kerja yang maksimum (W = P ∆V). Setelah kerja sistem
menyimpan sejumlah energi yang disebut energi dalam (U). Secara
sistematis, perubahan energi dalam dirumuskan sebagai berikut :
∆U = ∆q ± ∆V
Jumlah kalor dari hasil reaksi kimia dapat diukur dengan suatu alat
yang disebut kalorimeter. Jumlah kalor yang diserap kalorimeter untuk
menaikkan suhu satu derajat disebut tetapan calorimeter, satuannya JK-1.
Dua metode termokimia eksperimen yang paling biasa disebut
kalorimetri pembakaran dan kalorimetri reaksi. Dalam metode pertama,
unsur atau senyawa dibakar, biasanya dalam oksigen, dan energi atau kalor
yang dibebaskan dalam reaksi itu diukur. Kalorimetri reaksi merujuk pada
penentuan kalor reaksi apa saja selain reaksi pembakaran. Metode terakhir
ini lebih umum digunakan dengan senyawa anorganik dan larutan
larutannya.
Banyaknya kalor yang dibebaskan ataupun diserap diperoleh
dengan menaruh suatu kuantitas yang ditimbang (dari) pereaksi-pereaksi
dalam wadah, membiarkan reaksi berlangsung, dan kemudian mencatat
perubahan temperature dalam air sekitarnya. Dari bobot bahan-bahan yang
terlibat (air, hasil reaksi, dan kalorimeter), perubahan temperaturnya,
kapasitas panas mereka, maka banyaknya perubahan kalor selama reaksi
dapat dihitung.
Bila perubahan panas dikaitkan dengan suatu reaksi kimia
dinyatakan dengan suatu reaksi pernyataan lengkapnya dirujuk sebagai
persamaan termokimia. Contoh :
C(s) + O2(g) → CO2(g) 393,52 kJ
Persamaan termokimia ini menunjukkan bila 1 mol (12,0 g) karbon padat
bersenyawa dengan 1 mol (32,0 g) oksigen untuk membentuk 1 mol (44.0
g) karbon dioksida gas dibebaskan kalor sebanyak 393,52 kJ ke sekitarnya.
Perubahan kalor dalam suatu reaksi kimia disebut perubahan
entalpi secara cermat istilah perubahan entalpi ∆H.Secara cermat, istilah
perubahan entalpi merujuk ke perubahan kalor selama ada proses yang
dilakukan pada suatu tekanan konstan. Jika energi itu harus dikhususkan
secara cermat, kondisi awal dan akhir dari tekanan dan temperatur
haruslah diketahui.
Perubahan entalpi, ∆H , dari suatu reaksi, sebagai
∆H = ƸH produk - ƸPereaksi
Bila entalpi pereaksi lebih besar daripada entalpi produk, reaksi itu adalah
eksoterm. Sebaliknya, jika entalpi produk lebih besar daripada pereaksi,
maka reaksi itu endoterem. Berkurangnya entalpi ditunjukkan dengan
memberikan tanda minus pada harga ∆H.
Perubahan entalpi untuk reaksi kimia bergantung pada keadaan zat-
zat yang terlibat. Pada harga-harga ∆H disepakati bahwa kalor kalor reaksi
merujuk ke reaksi-reaksi dengan unsur dan senyawa dalam keadaan
standar tertentu. Untuk suatu cairan atau zat padat, keadaan standar ialah
zat murni pada 1 atm; untuk gas, ialah gas ideal hipotesis pada tekanan
parsial 1 atm.
Lambang ∆Hr° merujuk ke ∆H untuk suatu reaksi dimana pereaksi
dan produk berada dalam keadaan standar pada suatu temperatur rujukan
yang ditetapkan. Meski pada ∆Hr° dapat ditentukan pada apa saja, kecuali
jika ditentukan secara lain, diandaikan bahwa temperatur rujukan yang
lazim adalah 25°C. Harga-harga ∆Hr° adalah untuk reaksi berimbang yang
ditulis, dengan mengendalikan terlibatnya kuantitas-kuantitas molar.
Misalnya, dalam reaksi berikut (pada 25°C)
H2(g) + 1/2O2(g) → H2O(l) ∆Hr° = -285,83 kJ
harga ∆Hr° adalah per mol pereaksi H2(g) atau pereaksi 1/2 mol O2(g) atau
per 1 mol produk H2O(l).
Hukum Hess adalah untuk suatu reaksi keseluruhan tertentu,
perubahan entalpi selalu sama, tak peduli apakah reaksi itu dilaksanakan
secara langsung ataukah secara tak langsung dan lewat tahap-tahap yang
berlainan.
Suatu hukum Hess berakibat yang berguna ialah persamaan
termokimia dapat dijumlahkan atau dikurangkan untuk menghasilkan data
yang sukar ditentukan secara eksperimen langsung. Misalnya, karbon dan
karbon monoksida merupakan bahan bakar komersial yang penting; oleh
karena itu untuk membandingkan banyaknya kalor yang dibebaskan bila
karbon terbakar menjadi karbon dioksida, dan karbon terbakar menjadi
karbon monoksida.
Perubahan entalpi yang kedua ini, atau kalor reaksi, sukar untuk
ditentukan, karena karbon monoksida lebih mudah terbakar daripada
karbon. Akibatnya, bila karbon dibakar dalam oksigen yang jumlahnya
secara teoritis diperlukan untuk membentuk karbon monoksida, yang
sebenarnya diperoleh ialah campuran karbon dioksida, karbon monoksida,
dan karbon yang tak terbakar. Tetapi, perubahan entalpi untuk pembakaran
karbon menjadi karbon monoksida dapat dihitung dari perubahan entalpi
untuk dua reaksi, yang mudah dilakukan. Kedua reaksi ini ialah
pembakaran karbon menjadi karbon dioksida dan karbon monoksida
menjadi karbondioksida.
C(s) + O2(g) CO2(g) - 393,52 kJ
CO2(g) + 1/2O2(g) CO2(g) - 283,0 kJ
Pada termokimia, kalorimetri, pengukuran perubahan kalor, akan
bergantung pada kalor jenis dan kapasitas kalor. Kalor jenis adalah jumlah
kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu satu gram zat sebesar satu
derajat celcius. Kapasitas kalor adalah jumlah kalor yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu sejumlah zat sebesar satu derajat celcius. Kalor
jenis merupakan sifat intensif, sedangkan kapasitas kalor merupakan sifat
ekstensif.

V. Alat dan Bahan


Alat-alat :
 Gelas kimia 2 buah
 Kalorimeter 1 buah
 Pipet tetes 3 buah
 Penjepit 1 buah
 Kaki tiga + kasa 1 buah
 Spatula 1 buah
 Pembakar Spirtus 1 buah
 Termometer 1 buah
Bahan :
 HCl 1M
 NaOH 1M
 Serbuk Zn 0,5 gram
 CuSO4 1M
VIII. Pembahasan

Pada percobaan pertama, bertujuan untuk menentukan ketetapan


tetapan kaorimetri dengan cara mencampurkan cairan H2O yang tidak
berwarna dan cairan H2O yang sudah dipanaskan. Pertama yang dilakukan
adalah memasukkan 15 ml cairan H2O yang tidak berwarna ke dalam
kalorimetri dan diukur suhunya, didapatkan suhunya 300 C. Lalu, di sisi
lain 15 ml cairan H2O tidak berwarna diukur suhunya, didapatkan suhu
T1=300 C setelah itu, dipanaskan hingga mengalami kenaikan suhu sebesar
10o C. Sehingga, didapatkan hasil suhu T2=40O C. Setelah itu, cairan H2O
yang sudah dipanaskan dicampurkan dengan cairan H2O dengan cara
memasukkan cairan H2O yang sudah dipanaskan ke dalam kalorimetri.
Kemudian, diaduk dan diukur suhunya sehingga didapatkan suhu
campuran sebesar ΔT=34⁰ C dan menghasilkan larutan tidak berwarna.
Kemudian dari data tersebut dapat dihitung q1, q2, q3 dan tetapan
kalorimeter (K) dengan rumus :

1. Kalor yang diserap air dingin (q1)

q1 = mair dingin x C x (ΔT-T1)

Dengan C = 4,2 J/gr 0C dan suhu Celcius

Dari rumus di atas, didapatkan hasil q1 = 252 Joule

2. Kalor yang dilepas air panas (q2)

q2 = mair panas x C x (T2-ΔT)

Dengan C = 4,2 J/gr 0C dan suhu Celcius

Dari rumus di atas, didapatkan hasil q2 = 378 Joule

3. Kalor yang diserap kalorimeter

q3 = q2 – q1
Dari rumus di atas, didapatkan hasil q3 = 126 Joule

4. Tetapan Kalorimeter(K)

q3
K = ( ΔT − T1) joule / K

(ΔT-T1)
Sehingga, didapatkan ketetapan tetapan kalorimeter , K = 31,5 Joule
/0 C

Setiap kalorimeter memiliki tetapan yang berbeda satu sama lain.


Oleh karena itu sebelum menentukan perubahan kalor dari suatu reaksi,
tetapan kalorimeter perlu dicari terlebih dahulu. Karena kalorimeter
berfungsi agar jika mengukur temperatur dan perubahan kalor dari suatu
reaksi tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti suhu ruangan,
tekanan luar dan lainnya. Oleh karena itu, kalorimeter bersifat sistem
tertutup. Untuk menentukan tetapan kalorimeter, H2O dingin direaksikan
dengan H2O panas. H2O digunakan sebagai media untuk menentukan
ketetapan kalori meter dikarenakan titik didih dan titik beku air lebih stabil
yaitu titik didih air 100o C dan titik beku air 00 C. Sedangkan jika
menggunakan larutan, titik didih dan titik bekunya tidak stabil karena titik
didih dan titik beku larutan dipengaruhi oleh zat terlarut dan pelarutnya.
Selain itu, titik didih suatu larutan lebih tinggi dari titik didih air. Selain
itu, kalor jenis air juga lebih konstan sehingga akan mempermudah
penentuan ketetapan kalorimeter dengan menggunakan media air
dibandingkan dengan menggunakan media yang lainnya. Saat
dicampurkan terjadi dua reaksi yaitu reaksi eksoterm dan endoterm.
Reaksi eksoterm terjadi ketika air panas yang suhunya lebih tinggi
melepaskan kalor sehingga terjadi penurunan suhu. Lalu, kalor yang
dilepaskan air panas diterima air dingin sehingga terjadi reaksi endoterm
dan terjadi kenaikan suhu. Dari ke dua reaksi tersebut didapatkan suhu
yang setimbang. Hal inilah yang dinamakan kesetimbangan termal. Yaitu
disaat kalor melepaskan kalor dan menerima kalor sehingga didapatkan
suhu yang setimbang. Air panas melepaskan kalor agar suhunya sama
dengan air dingin, sedangkan air dingin menerima kalor dari air panas dan
menyesuaikan suhunya dengan air panas. Dan ketika suhunya sama maka
keadaan itulah yang dinamakan setimbang. Ini berarti bahwa jika dua
sistem dalam kesetimbangan termal, suhu mereka sama.

Pada percobaan ke dua, bertujuan untuk menentukan kalor reaksi


dari Zn-CuSO4 dengan mencampurkan 15 ml larutan CuSO4 1M berwarna
biru dan 0,5 gram serbuk Zn warna abu-abu. Hal pertama yang dilakukan
adalah memasukkan 15 ml larutan CuSO4 berwarna biru ke dalam
kalorimeter dan diukur suhunya sebagai T3, didapatkan nilai suhu T3=310
C atau. Lalu, memasukkan 0,5 gram serbuk Zn berwarna abu-abu ke
dalam kalorimeter yang sudah yang ada larutan CuSO4 1M. Kemudian,
mengaduk dalam kalorimeter serta diukur suhunya sebagai T4. Setelah
dicampurkan, larutan CuSO4 1M mengalami kenaikan suhu sehingga
suhunya menjadi T4=340C. Setelah dicampur larutan CuSO4 1M yang
awalnya berwarna biru menjadi biru agak pudar terdapat endapan Cu
berwarna merah bata. Dari data yang didapatkan persamaan reaksi sebagai
berikut

CuSO4(aq) + Zn(s) → ZnSO4(aq) + Cu(s)


Dari persamaan dan data yang dihasilkan dapat dihitung kalor reaksi Zn-
CUSO4 (ΔHr) dengan rumus berikut :
1. Kalor yang diserap kalorimeter (q4)

q4 = K x (T4 – T3)

Dari rumus di atas didapatkan hasil q4 = 94,6 Joule

2. Kalor yang diserap larutan CuSO4 (q5)

q5 = massalarutan x Clarutan x (T4 – T3)


Dengan massa larutan yang digunakan adalah massa larutan CuSO4
dan nilai Clarutan = 3,52 Joule/ gr 0C. Dari rumus di atas didapatkan
hasil q5 = 163,152 Joule

3. Kalor yang dihasilkan sistem reaksi Zn-CuSO4 (q6)

q6 = - (q5 + q4)

Dari rumus di atas didapatkan hasil q6 = -257,652 Joule

4. Kalor reaksi yang dihasilkan dalam satu mol larutan (ΔHr)

q6
ΔHr = joule /mol
𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠

Mol pembatas didapatkan dari CuSO4 di persamaan reaksi, didapatkan


hasil mol pembatas yaitu 0,0076 mol dan kalor reaksi ΔHr = -33901,57
Joule/mol.

Pada percobaan ini didapatkan reaksi sebagai berikut

CuSO4(aq) + Zn(s) → ZnSO4(aq) + Cu(s)


Dan terdapat endapan Cu berwarna merah bata. Setelah
dicampurkan terdapat perubahan warna larutan CuSO4 dari yang berwarna
biru menjadi biru agak pudar ini dikarenakan ion Cu2+ dari larutan CuSO4
tereduksi menjadi menjadi Cu sehingga kandungan ion Cu2+ berkurang.
Pada percobaan ini terjadi reaksi eksoterm yaitu pelepasan kalor dari
sistem ke lingkungan. Sistem dalam reaksi ini adalah reaksi yang sedang
berlangsung. Lingkungan dari reaksi ini di luar dari semua sistem yang
bereaksi. Reaksi eksoterm dalam percobaan ini ditandai dengan adanya
kenaikan suhu pada larutan. Jadi, selama reaksi sistem melepaskan kalor
sehingga suhu lingkungan menjadi naik.
Pada percobaan ke tiga, bertujuan untuk menentukan kalor
penetralan HCl-NaOH. Penetralan dari asam kuat (HCl) dan basa kuat
(NaOH) yang menghasilkan garam (NaCl). Hal pertama yang dilakukan
adalah memasukkan 15 ml larutan HCL 1M tidak berwarna ke dalam
kalorimeter dan diukur suhunya, didapatkan suhu T5=310 C. Lalu, 15 ml
larutan NaOH 1M yang tidak berwarna diatur suhunya hingga sama
dengan suhu larutan HCl 1M. Setelah suhu larutan NaOH 1M sama
dengan larutan HCl 1M, larutan NaOH dimasukkan ke dalam kalorimeter.
Kemudian, mengaduk larutan dalam kalorimeter dan disertai dengan
mengukur suhunya. Sehingga didapatkan suhu campuran T6=360 C.
Pencampuran dari larutan HCl yang semula tidak berwarna dan NaOH
yang juga tidak berwarna menghasilkan larutan NaCl yang tidak berwarna
pula. Reaksi yang terjadi adalah :
HCl (aq) + NaOH(aq) → NaCL(aq) + H2O(l)
Dari data di atas dapat dihitung kalor penetralan HCl-NaOH (ΔHn) dengan
rumus:
1. Kalor yang diserap larutan (q7)

q7 = massalarutan x Clarutan x (T6 – T5)

Dari rumus di atas didapatkan q7 = 315 Joule

2. Kalor yang diserap kalorimeter (q8)

q8 = K x (T6 – T5)

Dari rumus di atas didapatkan q8 = 157,5 Joule

3. Kalor yang dihasilkan sistem reaksi (q9)

q9 = - (q7 + q8)

Dari rumus di atas didapatkan q9 = -472,5 Joule

4. Kalor penetralan yang dihasilkan dalam satu mol larutan (ΔHn)

q9
ΔHn = joule /mol
𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠
Mol pembatas didapatkan dari di persamaan reaksi adalah 0,015
mol. Sehingga, didapatkan kalor penetralan ΔHn = -31500
Joule/mol.

Pada percobaan ini didapatkan reaksi sebagai berikut

HCl (aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)


Pada percobaan ini terjadi reaksi eksoterm yaitu pelepasan kalor
dari sistem ke lingkungan. Sistem dalam reaksi ini adalah reaksi-reaksi
yang sedang berlangsung. Lingkungan dari reaksi ini di luar dari semua
sistem yang bereaksi. Reaksi eksoterm dalam percobaan ini ditandai
dengan adanya kenaikan suhu pada larutan. Jadi, selama reaksi sistem
melepaskan kalor sehingga suhu lingkungan menjadi naik. Dinamakan
kalor penetralan adalah untuk menetralkan asam kuat (HCl) dan basa kuat
(NaOH). Dari awal suhu larutan NaOH harus sama dengan larutan HCl itu
karena untuk mereaksikan suatu larutan agar netral maka kedua larutan
harus mempunyai suhu yang sama. Netral di dalam percobaan ini adalah
menghasilkan larutan NaCl.

IX. Kesimpulan
Pada percobaan pertama , terjadi reaksi endoterm dan eksoterm
sehingga terjadi kesetimbangan termal. Yaitu ketika suhu dalam larutan
menjadi setimbang. Pada percobaan kedua dan ketiga , terjadi reaksi
eksoterm Karena terjadi pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan
ditandai dengan adanya kenaikan suhu sama halnya dengan

Pada percobaan pertama didapatkan hasil nilai ketetapan dari


calorimeter yaitu sebesar 31,5 Joule/0C. Pada percobaan yang kedua,
didapatkan nilai ΔHr sebesar 33901,57 Joule/mol. Dan pada percobaan
yang ketiga, didapatkan nilai ΔHn sebesar -31500 Joule/mol.

X. Daftar Pustaka
Chang, Raymond.2004.Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga
Jilid 1.Jakarta:Erlangga

Keenan, Chark W, dkk.1984.Kimia untuk Universitas Edisi Keenam Jilid


1.Jakarta:Erlangga
Oxloby, David W., HP. P.Gillis, dan Norman H.Nachtrieb.2001.Prinsip-
Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1.Jakarta:Erlangga

Tim Kimia Dasar.2015.Petunjuk Praktikum Kimia


Umum.Surabaya:Jurusan Kimia Umum

XI. Lampiran
1. Perhitungan
 Tetapan Kalorimeter (K)
a. Kalor yang diserap air dingin, q1
q1 = massa air dingin x kalor jenis air x kenaikan suhu
= 15 g x 4,2 J/g0C x 40C
= 252 J
b. Kalor yang diserap air panas, q2
q2 = massa air panas x kalor jenis air x penurunan suhu
= 15 g x 4,2 J/g0C x 60C
= 378 J
c. Kalor yang diserap kalorimeter, q3
q3 = q2 – q1
= 378 J – 252 J
= 126 J
d. Tetapan kalorimeter, K
𝑞3
K =
∆𝑇−𝑇1
126 𝐽
= (34−30)
°C

126 𝐽
=
4°𝐶
= 31,5 J/0C
 Kalor reaksi Zn.CuSO4
a. Kalor yang diserap kalorimeter, q4
q4 = K x (T4 – T3)
= 31,5 J/0C x (340C – 310C)
= 31,5 J/0C x 30C
= 94,5 J
b. Kalor yang diserap larutan, q5
q5 = massa larutan x kalor jenis larutan x kenaikan suhu
= 15,45 g x 3,52 J/g0C x 30C
`= 163,152 J
c. Kalor yang dihasilkan sistem reaksi, q6
q6 = - ( q5 + q4)
= - (94,5 J + 163,152 J)
= - 257,652 J
d. Kalor reaksi yang dihasilkan dalam satu mol
q6 257,652 J
∆Hr = = = 33901,57 J/mol
0,0076 mol 0,0076 mol

reaksi pembatas
Zn(s) + CuSO4(aq) → ZnSO4(aq) +
Cu(s)
m 15 mmol 4,6 mmol

r 7,6 mmol 4,6 mmol 0,008 mmol

s 7,4 mmol - 7,6 mmol

 Kalor penetralan HCl.NaOH


a. Kalor yang diserap larutan, q7
q7 = massa larutan x kalor jenis larutan x kenaikan suhu
= 15 g x 4,2 J/g0C x 50C
= 315 J
b. Kalor yang diserap kalorimeter, q8
q8 = K x (T6 – T5)
= 31,5 J/0C x (360C – 31oC)
= 31,5 J/0C x 50C
= 157,5 J
c. Kalor yang dihasilkan sistem reaksi, q9
q9 = - ( q7 + q8)
= - ( 315 J + 157,5 J )
= - 472,5 J
d. Kalor penetralan yang dihasilkan dalam satu mol larutan
q9 −472,5J
∆Hn = = = -31500 J/mol
0,015 mol 0,015 mol

Reaksi pembatas
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) +
H₂O(l)

m 15 mmol 15 mmol

r - - 15 mmol

s 15 mmol 15 mmol 15 mmol

Anda mungkin juga menyukai