Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA “PNEUMONIA” DI

POLI ANAK RSUD HAJI MAKASSAR

FERDIANUS LAI KELEN


21213039

Mengetahui :

CI LAHAN CI INSTITUSI

(………………………………..) (…………………………………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI
MAKASSAR
2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. Defenisi
Pneumonia adalah suatu infeksi pada jaringan paru-paru yang
ditandai dengan menumpuknya mikroorganisme, cairan dan sel-sel
inflamasi pada kantung udara di paru-paru sehingga menyebabkan paru-
paru tidak mampu bekerja dengan baik (National Clinical Guideline
Centre, 2017).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai
saluran pernapasan bawah ditandai dengan batuk dan sesak napas, hal ini
diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi), dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat (cairan) dan
konsolidasi (bercak berawan) pada paru-paru (Abdjul & Herlina, 2020).
2. Etiologi
Penyebab pneumonia biasanya disebabkan karena beberapa factor,
diantaranya adalah :
a. Bakteri (pneumokokus, streptococcus, stafilokokus, haemophilus
influenze, klebsiella, mycoplasma, legionella dan chlamydia
pneumoniae)
b. Virus (virus adena, virus parainfluenza dan virus influenza)
c. Jamur/fungi (histoplasma, capsulatum, koksidiodes)
d. Protozoa (pneumokistis karinti)
Bahan kimia (aspirasi makanan/susu/isi lambung)
keracunan hidrokarbon (minyak tanah dan bensin) (Wulandari &
Meira,2018).
3. Patofisiologi
Pneumonia bisa timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekundar dari viremia atau bakterimia. Dalam keadaan
normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit
terminal adalah steril. Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa
mekanisme termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga system
pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik
diantaranya adalah filtrasi partikel dihidung, pencegahan aspirasi dengan
reflek epiglotis,
ekspulsi benda asing melalui refleks batuk dan upaya menjaga kebersihan
jalan napas oleh lapisan mukosiliar.
Sistem pertahanan tubuh yang terlibat yaitu sekresi lokal oleh
imunoglobulin A, resons inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,
sitokin, imunoglobulin, alaveolar dan cell mediated immunity. Pneumonia
terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan yang
menjadikan kuman patogen bias mencapai saluran napas bagian bawah.
Inokulasi patogen penyebab di saluran napas akan menimbulkan respons
inflamasi akut yang berbeda sesuai patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran napas kecil dan alveoli, umumnya
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa
kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respons
inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa
dan perivaskuler. Sebagian sel polymorponukleus (PMN) akan didapatkan
dalam saluran napas kecil. Bila proses inflamasi meluas maka sel debris,
mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran napas kecil
akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respons inflamasi
didalam alveoli sama seperti yang terjadi dalam ruang interstisial yang
terdiri dari sel-sel monokuklear. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya pengelupasan epitel dan akan terbentuk aksudat
hemoragik. Inflamasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.
Pneumonia bakterial terjadi dikarenakan akibat inhalasi atau
aspirasi patogen, kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi
tidaknya proses pneumonia bergantung pada interaksi antara bakteri dan
sistem imunitas tubuh. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli, beberapa
mekanisme pertahanan tubuh akan ditangkap oleh lapisan cairan epitel
yang mengandung opsonin dan akan terbentuk antibodi imunoglobulin G
spesifik. Selanjutnya terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (alveolar
tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.
Mekanisme tersebut sangat penting terutama pada infeksi yang disebabkan
oleh bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae.
Ketika
mekanisme ini gagal merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN
dengan aktivitas fagositosis akan dibawa oleh sitokin sehingga muncul
respons inflamasi.
Proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular
dan edema edema yang luas, hal ini merupakan karakteristik pneumonia
yang disebakan oleh pneumococcus. Kuman akan dilapisis oleh cairan
edema yang berasal dari alveolus melalui pori-pori kohn. Area edema akan
membesar dan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat
purulen (fibrin, sel-sel leukosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara
histopatologi dinamakan hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan
fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri
dan pneumolisin melalui degredasi enzimatik akan meningkatkan respons
inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan
mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi
antikapsular timbul dan leukosit PMN meneruskan aktivitas fagositosisnya
dan sel-sel monosit akan membersihkan debris. Jika struktur retikular paru
masih utuh, parenkim paru akan kembali sempurna dan memperbaiki
epitel alveola terjadi setelah terapi berhasil. pembentukan jaringan perut
pada paru pun minimal.
Pada infeksi yang disebabkan oleh steptococcus aureus, kerusakan
jaringan disebabkan oleh beberapa enzim dan toksin yang dihasilkan oleh
kuman. Perlekatan staphylicoccus aureus pada sel mukosa melalui teichoid
acid yang terdapat pada dinding sel dan paparan di sel mukosa akan
meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibroonektinkolagen, dan protein
yang lain. Strain yang berbeda dari staphylicoccus aureus akan
menghasilkan faktor-faktor virulensi yang berbeda pula, faktor tersebut
mempunyai satu atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari
pertahanan tubuh penjamu, melokalisir infrksi, menyebabkan kerusakan
jaringan lokal dan bertindak sebagai toksin yang memengaruhi jaringan
yang tidak terinfeksi.
Perjalanan penyakit pneumonia dapat digambarkan dalam empat
fase yang terjadi secara berurutan yaitu:
a. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti) disebut hiperemia, mengacu
pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabbilitas kapiler tempat infeksi.
b. Stadium II (48 jam berikutnya) disebut hepatisasi merah terjadi seaktu
alveoli terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan
oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eitrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/hepatisasi kelabu (3-8 hari) yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi diseluruh darah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
arna merah menjadi pucat kelabu dan kapilr darah tidak lahi
mengalami kongesti
d. Stadium IV/resolusi (7-11 hari) yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan di absorbs
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
(Wulandari & Meira, 2018).
4. Manifesatsi klinis
a. Batuk
b. Sputum produktif
c. Demam
d. Leukositosis
e. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut
f. Sesak napas
g. Adanya bunyi nafas tambahan seperti ronchi dan wheezing dan ronchi
h. Nyeri dada ketika menarik napas atau batukKadang-kadang disertai
muntah dan diare
i. Lemas Selera makan menurun (Tim pokja SIKI PPNI 2018).
5. Komplikasi
Komplikasi pneumonia sebagai berikut :
a. Atelectasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi reflex batuk
hilang apabila penumpukan secret akibat berkurangnya daya kembang
paru-paru dan penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi bronkus
instrinsik.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah penumpukan pus dalam paru yang meradang
d. Endocarditis adalah peradangan pada katup endocardial
e. Meningitis adalah infeksi yang menyerang selaput otak dehidrasi
(Wulandari & Meira, 2018 )
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pulse oximetry, untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah
b. Rontgen dada, untuk memastikan kondisi paru-paru dan luas area paru
yang mengalami infeksi atau peradangan
c. CT scan, untuk melihat kondisi paru-paru secara lebih detail
d. Tes darah, untuk memastikan adanya infeksi dan menentukan
penyebab infeksi
e. Tes dahak atau sputum, untuk mendeteksi kuman penyebab infeksi
f. Kultur cairan pleura, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi
g. Bronkoskopi, untuk melihat kondisi saluran napas dengan bantuan alat
bronkoskop
h. Tes urine, untuk mengidentifikasi bakteri Streptococcus
pneumonia dan Legionella pneumophila yang bisa ada di urine (Padila,
2017).
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Menjaga kelancaran pernapasan
2) Kebutuhan istirahat
3) Kebutuhan nutrisi/cairan
4) Mengontrol suhu tubuh
5) Mencegah komplikasi
b. Penatalaksanaan medis
1) Memberikan oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang
tidak adekuat.
2) Untuk infeksi bakterial, memberikan antibiotik seperti macrolides
(azithomycin, clarithomicyn), fluoroquinolones (levofloxacin,
moxifloxacin), beta-lactams (amoxilin atau clavulanate,
cefotaxime, ceftriaxone, cefuroxime axetil, cefpodoxime,
ampicillin atau sulbactam), atau ketolide (telithromycin).
3) Memberikan antipyrethic jika demam agar klien lebih nyaman:
Acitaminophen, ibuprofen
4) Memberikan bronkodilator untuk menjaga jalur udara tetap
terbuka, memperkuat aliran udara jika perlu : Albuterol,
metaproteranol, levabuterol via nebulizer atau metered dose inhaler
5) Menambah asupan cairan untuk membantu menghilangkan sekresi
dan mencegah dehidrasi (Padila, 2017).

8. Prognosis
Prognosis pneumonia bergantung pada penyakit yang mendasari
terjadinya aspirasi, keparahan, ada tidaknya, komplikasi, dan riwayat
kesehatan pasien. Sebuah studi pada 112 penderita pneumonia
menunjukkan bahwa usia > 65 tahun, penggunaan obat inotropik, dan
penatalaksanaan awal yang inefektif merupakan prediktor prognosis buruk
pada pasien.
Studi lain berupa studi kohort prospektif pada 70 pasien rawat inap
dengan pneumonia menemukan bahwa usia lebih tua, kadar albumin
serumyang rendah, gambaran radiologi yang lebih buruk, dan
penataklaksanaan awal yang inefektif akan meningktkan mortalitas pasien
( Nurarif, A. H., & Kusuma, H et al., 2017).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengakjian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Pengkajian psiko, sosio dan spiritual
e. Pemeriksaan fisik meliputi : Kesadaran pasien, pemeriksaan 6B
(Breathing,blood, brain, bladder,bowel, dan bone)
f. Riwayat penyakit sekarang
g. Riwayat penyakit keluarga
h. Pengkajian aktivitas sehari-hari
i. Pemeriksaan diagnostic
j. Terapi (Smeltzer 2017).
2. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan
upaya napas
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Tim pokja SDKI
PPNI 2017).
3. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Jalan Napas :
efektif berhubungan 3 jam, maka Pola Napas meningkat Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan hambatan dengan kriteria hasil :
kedalaman, usaha napas)
upaya napas 1. Sesak
2. menurun 2. Monitor
3. Penggunaan otot bantu napas sputum (jumlah, warna, aroma)
menurun Terapeutik
4. Pernapasan cuping hidung 3. Posisikan semi fowler
menurun 4. Berikan
5. Frekuensi napas membaik oksigen, jika perlu
6. Kedalaman napas membaik Edukasi

5. Ajarkan teknik batuk efektif


Kolaborasi

6. Kolaborasi

2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Nyeri


Observasi
dengan agen pencedera 3 jam, maka Tingkat Nyeri
fisiologis menurun dengan kriteria hasil :
1. Identifikasi lokasi, karakterisitk, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Meringis menurun
2. Identifikasi skala nyeri
3. Pola napas membaik
Terapeutik

3. Berikan teknik nonfarmakologi untuk


mengurangi rasa nyeri
4. Fasilitasi
istrahat dan tidur
Edukasi
5. Jelaskan penyebab, periode dan
strategi untuk meredakan nyeri
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian analgetik

3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi selama Terapi Aktivitas :


berhubungan dengan 3 jam, maka Toleransi Observasi
kelemahan Aktivitas meningkat dengan kriteria
hasil : 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
1. Kemudahan melakukan aktivitas 2. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
sehari-hari meningkat Bekerja) dan waktu luang
2. Perasaan lemah menurun Terapeutik
3. Fasilitasi aktivitas
3. Frekuensi nadi membaik
fisik rutin (mis. Ambulasi, mobilisasi,
4. Tekanan darah membaik
dan perawatan diri), sesuai
5. Saturasi
6. oksigen membaik kebutuhan.
7. Frekuensi napas membaik Edukasi
4. Jelaskan
metode aktivitasfisik sehari-hari, jika
perlu
5. Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan terapis
4. Implementasi keperawatan
Implementasi atau tindakan adalah mengelola dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Ariga,2020)
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan bentuk tindakan keperawatan yang
terakhir setelah melakukan pengkajian hingga implementasi keperawatan,
dengan tujuan untuk mengevaluasi ataupun sebagai bentuk penilaian
terhadap proses keperawatan yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdjul, R. L., & Herlina, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dewasa Dengan Pneumonia : Study Kasus. Indonesian Jurnal of
Health Development, 2(2), 102–107.

National Clinical Guideline Centre. (2017). Pneumonia: Diagnosis and


Management of Community- and Hospital-Acquired Pneumonia
in Adults. In NICE Clinical Guideline.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2017). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Dianosa Medis & Nanda NIC-NOC (Jilid 3).
Mediaction.
Padila. (2017). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika.
Tim pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia Jakarta:

Wulandari, D., & Meira, E. (2018). Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka
Pelajar

Anda mungkin juga menyukai