Anda di halaman 1dari 20

MENYOAL PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PT IM2

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI


Kajian Putusan Nomor 787 K/PID.SUS/2014

QUESTIONING THE CRIMINAL LIABILITY OF PT IM2


IN THE CORRUPTION CASE
An Analysis of Court Decision Number 787 K/PID.SUS/2014

Vidya Prahassacitta
Fakultas Humaniora Jurusan Business Law Universitas Bina Nusantara
Kampus Kijang Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45 Palmerah, Jakarta 11480
E-mail: prahassacitta@gmail.com

Naskah diterima: 11 Februari 2015; revisi: 27 November 2015; disetujui: 1 Desember 2015

ABSTRAK negeri. Pada akhirnya pengungkapan perkara kejahatan


korporasi guna meminta pertanggungjawaban pidana
Putusan Mahkamah Agung Nomor 787 K/PID.
korporasi perlu didorong namun dengan memperhatikan
Sus/2014 merupakan putusan perkara tindak pidana
penggunaan undang-undang yang sesuai dengan tindak
korupsi yang menghukum PT IM2 dengan pidana
pidana yang dilakukan.
tambahan pembayaran ganti kerugian atas perbuatan
terdakwa IA selaku Direktur Utama PT IM2 yang kata kunci: kejahatan korporasi, pertanggungjawaban
melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) dan pidana korporasi, korupsi.
(3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ABSTRACT
ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Supreme Court Decision Number 787 K/PID.Sus/2014
Kejahatan korporasi ini berawal dari perjanjian kerja
issued a ruling on the corruption case of PT IM2
sama antara PT IM2 dengan PT I dalam penggunaan
with additional penalty payment of compensation for
pita frekuensi radio 2.1 GHz secara melawan hukum.
criminal offense committed by Defendant IA, President
Menarik untuk meneliti mengenai bagaimana sistem
Director of PT IM2, in violation of Article 2 paragraph
pertanggungjawaban pidana korporasi dalam perkara ini
(1) in conjunction with Article 18, paragraph (1) and (3)
terutama dihubungkan dengan penerapan Pasal 2 ayat
of Law Number 31 of 1999 on Corruption Eradication
(1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Melalui
in conjunction to Article 55 paragraph (1) item 1 of the
penelitian normatif hukum dengan studi kepustakaan
Criminal Code. The corporate crime stemmed from the
disimpulkan bahwa doktrin identifikasi dipergunakan
agreement between PT IM2 and PT I in an unlawful
untuk mengidentifikasi kesalahan dari terdakwa kepada
use of 2.1 GHz radio frequency band. How the system
korporasi guna meminta pertanggungjawaban pidana
of corporate criminal liability in the case, especially
baik pengurus maupun korporasi. Akan tetapi ditinjau
in relation to the application of Article 2 paragraph
dari penafsiran historis, penggunaan Pasal 2 ayat (1)
(1) of Law Number 31 of 1999 is an interesting issue
tersebut tidaklah tepat dalam perkara ini karena pasal
to question. Through a normative legal research by
tersebut merupakan delik propria khusus untuk pegawai
literature study it can be concluded that doctrine of

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 93

Jurnal isi.indd 93 7/19/2016 3:44:50 PM


identification is used to identify the defendant’s mens rea servants. At the end, the disclosure of corporate crime
towards corporation to ask for criminal liability either cases asking for criminal liability corporation should
to the board or corporation. However, from historical be encouraged by considering the most appropriate law
interpretation, the application of Article 2 paragraph (1) that corresponds to criminal offenses committed
is not appropriate in this case because the article is a
Keywords: corporate crimes, corporate criminal
delicta propria, which is specifically addressed to civil
liability, corruption.

I. PENDAHULUAN atau Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) dan
A. Latar Belakang (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP. Menariknya, dalam Putusan PN
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Jakarta Pusat Nomor 1 tersebut majelis hakim
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
tidak saja menyatakan terdakwa IA bersalah
(UU Nomor 31 Tahun 1999) sebagaimana telah
melakukan tindak pidana korupsi pada Pasal 2
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) dan (3) UU Nomor
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
dan menghukum terdakwa dengan hukuman
Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 20 Tahun
penjara dan denda tetapi juga menghukum PT
2001) telah menempatkan korporasi sebagai
IM2 sebagai korporasi dengan pidana membayar
subjek hukum pelaku tindak pidana korupsi.
uang pengganti. Berikut merupakan amar Putusan
Hal tersebut secara jelas terlihat pada ketentuan
PN Jakarta Pusat Nomor 1 tersebut:
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa unsur “setiap orang adalah MENGADILI
orang perseroangan atau termasuk korporasi.” Hal
1. Menyatakan terdakwa IA terbukti secara
ini merupakan lex specialis dari Kitab Undang- sah dan meyakinkan bersalah melakukan
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih tindak pidana “KORUPSI DILAKUKAN
menempatkan individu atau orang perseorangan SECARA BERSAMA-SAMA”;
sebagai pelaku tindak pidana. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa
tersebut dengan pidana penjara selama 4
Terkait dengan penempatan korporasi (empat) tahun dan menjatuhkan pidana
sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi denda sebesar Rp200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah) dan bila denda tersebut tidak
menarik untuk melihat Putusan Pengadilan dibayar diganti dengan pidana kurungan
Negeri Jakarta Pusat Nomor 01/PID.Sus/2013/ selama 3 (tiga) bulan;
PN.JKT.PST tanggal 8 Juli 2013 (Putusan PN 3. Menghukum PT IM2 membayar ganti rugi
Jakarta Pusat Nomor 1). Dalam dakwaan jaksa pengganti sebesar Rp1.358.343.346.674,-
(satu triliun tiga ratus lima puluh delapan
penuntut umum hanya menempatkan IA selaku
milyar tiga ratus empat puluh tiga juta tiga
Direktur Utama PT IM2 sebagai terdakwa yang ratus empat puluh enam ribu enam ratus
didakwa secara subsider melanggar Pasal 2 ayat tujuh puluh empat rupiah) …
(1) jo. Pasal 18 ayat (1) dan (3) UU Nomor 31
Dalam perkembangannya Putusan PN
Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/
Jakarta Pusat Nomor 1 tersebut telah diubah

94 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 94 7/19/2016 3:44:50 PM


melalui Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tiga ratus empat puluh enam ribu enam
Nomor 33/PID/TPK/2013/PT.DKI tanggal 12 ratus tujuh puluh empat rupiah) dengan
ketentuan apabila PT IM2 tidak membayar
Desember 2013 (Putusan PT DKI Jakarta Nomor uang pengganti tersebut paling lambat 1
33). Dalam Putusan PT DKI Jakarta Nomor 33 (satu) bulan sesudah putusan mempunyai
tersebut majelis hakim membatalkan hukuman kekuatan hukum tetap, maka harta benda
PT IM2 disita oleh jaksa dan dilelang untuk
pidana pengganti bagi PT IM2. Berikut Putusan membayar uang pengganti tersebut; …
PT DKI Jakarta Nomor 33:
Terhadap Putusan Kasasi Nomor 787
1. Menyatakan terdakwa IA terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tersebut telah diajukan permohonan peninjauan
tindak pidana “KORUPSI DILAKUKAN kembali ke Mahkamah Agung. Selanjutnya
SECARA BERSAMA-SAMA”; Putusan Peninjauan Kembali Nomor 77 PK/Pid.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sus/2015 tanggal 20 November 2015 (Putusan
tersebut dengan pidana penjara selama 8 PK Nomor 77) telah menolak permohonan
(delapan) tahun dan menjatuhkan pidana
denda sebesar Rp200.000.000,- (dua ratus peninjauan kembali yang diajukan oleh terdakwa
juta rupiah) dan bila denda tersebut tidak IA.
dibayar diganti dengan pidana kurungan
selama 3 (tiga) bulan;... Putusan Kasasi Nomor 787 tersebut
menarik untuk dianalisa lebih lanjut terutama
Terhadap putusan tersebut telah
mengenai subjek pelaku tindak korupsi yaitu
berkekuatan hukum tetap dengan dikeluarkannya
unsur “setiap orang” dalam Pasal 2 ayat (1) UU
Putusan Nomor 787 K/PID.Sus/2014 tanggal 10
Nomor 31 Tahun 1999. Baik kedudukan pribadi
Juli 2014 (Putusan Kasasi Nomor 787). Dalam
terdakwa IA maupun PT IM2 sebagai korporasi
putusan kasasi tersebut majelis Mahkamah
sangat menarik untuk dibahas, ditinjau dari
Agung menolak permohonan kasasi yang
konsep pertanggungjawaban pidana korporasi
diajukan terdakwa dan jaksa penuntut umum
dan dari sejarah pembentukan UU Nomor 31
dengan melakukan perbaikan atas Putusan PT
Tahun 1999.
DKI Jakarta Nomor 33 sehingga amar putusan
menjadi sebagai berikut:
B. Rumusan Masalah
1. Menyatakan terdakwa IA terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan Dari uraian di atas, tulisan ini akan
tindak pidana “KORUPSI DILAKUKAN melakukan kajian analitis atas Putusan Kasasi
SECARA BERSAMA-SAMA”;
Nomor 787 dengan rumusan pertanyaan sebagai
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berikut:
tersebut dengan pidana penjara selama 8
(delapan) tahun dan menjatuhkan pidana
1. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban
denda sebesar Rp300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah) dan bila denda tersebut tidak pidana korporasi dalam Putusan Kasasi
dibayar diganti pidana kurungan selama 6 Nomor 787 tersebut?
(enam) bulan;
3. Menghukum PT IM2 membayar uang 2. Bagaimana penafsiran mengenai unsur
pengganti sebesar Rp1.358.343.346.674,- “setiap orang” dalam Pasal 2 ayat (1) UU
(satu triliun tiga ratus lima puluh delapan Nomor 31 Tahun 1999 dikaitkan dengan
miliar tiga ratus empat puluh tiga juta
Putusan Kasasi Nomor 787?

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 95

Jurnal isi.indd 95 7/19/2016 3:44:50 PM


C. Tujuan dan Kegunaan diri sendiri dalam kaitannya dengan jabatannya
dan kejahatan-kejahatan lainnya oleh karyawan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah
yang merugikan majikannya. Lebih lanjut
sebagai berikut:
corporate crime atau kejahatan korporasi adalah
1. Untuk menjelaskan bagaimana kontruksi perilaku korporasi yang tidak sah dalam bentuk
bentuk dan sistem pertanggungjawaban pelanggaran hukum kolektif dengan tujuan
pidana korporasi dalam perkara tindak untuk mencapai tujuan organisasional (Clinard
pidana korupsi dalam Putusan Kasasi & Yeager, 2011: 18). Unsur-unsur kejahatan
Nomor 787. korporasi adalah (a) kejahatan; (b) yang dilakukan
oleh orang terpandang atau terhormat; (c) dari
2. Untuk menjelaskan penafsiran mengenai
status sosial yang tinggi; (d) dalam hubungan
unsur “setiap orang” sebagai subjek tindak
dengan pekerjaannya; (e) dengan melanggar
pidana korupsi dalam Pasal 2 ayat (1) UU
kepercayaan publik (Ali, 2013: 39).
Nomor 31 Tahun 1999 yang dikaitkan
dengan Putusan Kasasi Nomor 787. Dalam hukum pidana dikenal adanya
sistem pertanggungjawaban pidana korporasi.
Kegunaan yang diharapkan dalam
Menurut Reksodiputro terdapat tiga bentuk sistem
penulisan ini adalah dapat memberikan
pertanggungjawaban pidana sebagai berikut (Ali,
sumbangan pengetahuan di bidang hukum
2011: 254):
pidana khususnya dalam memberikan penafsiran
mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi 1. Pengurus sebagai pelaku tindak pidana dan
dalam perkara tindak pidana korupsi. pengurus korporasilah yang bertanggung
jawab secara pidana;
D. Studi Pustaka 2. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana
Kejahatan korporasi tidak dapat dipisahkan namun pengurus korporasilah yang
dari istilah white collar crime yang dikemukan bertanggung jawab secara pidana; dan
oleh Sutherland pada tahun 1939. White collar 3. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana
crime akar dari kejahatan korporasi. Sutherland maka korporasilah yang bertanggung jawab
menyatakan bahwa kejahatan white collar secara pidana.
crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh
orang-orang terhormat dan status sosial yang Sjahdeini kemudian menambahkan
tinggi dalam kaitan dengan okopasinya (Cliff & bentuk keempat sistem pertanggungjawaban
Desilets, 2014: 483). Dalam perkembangannya pidana korporasi yaitu pengurus dan korporasi
white collar crime ditafsirkan menjadi beberapasebagai pelaku tindak pidana maka keduanyalah
bentuk. Clinard & Yeager membagi white collar yang bertanggung jawab secara pidana.
crime menjadi occupational crime dan corporate Penambahan tersebut didasarkan pada tiga
crime. alasan. Pertama, jika hanya pengurus saja yang
dimintai pertanggungjawaban pidana maka akan
Occupational crime adalah kejahatan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat,
yang dilakukan oleh individu untuk kepentingan karena pengurus dalam melakukan perbuatannya

96 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 96 7/19/2016 3:44:50 PM


tersebut bertindak untuk dan atas nama korporasi kehendak bersama dari individu-individu yang
yang memberikan keuntungan baik finansial bertindak untuk dan atas nama korporasi (Hiariej,
maupun non finansial kepada korporasi. 2014: 124-125). Korporasi dalam hukum perdata
merupakan manusia yang diciptakan oleh hukum
Kedua, apabila korporasi yang hanya
yang terdiri dari kumpulan individu. Korporasi
dimintai pertanggungjawaban pidana maka
dapat melakukan tindakan melalui individu-
pengurus akan dengan mudahnya berlindung
individu tersebut yang bertindak untuk dan atas
di balik korporasi dengan mengatakan bahwa
nama korporasi.
semua perbuatan yang ia lakukan adalah untuk
dan atas nama korporasi dan bukan untuk Kemudian timbul pertanyaan kesalahan
kepentingan pribadi. Ketiga, pembebanan semua siapakah yang dapat dianggap sebagai kesalahan
pertanggungjawaban kepada korporasi hanya korporasi? Menurut Suprapto, van Bemmelen
dapat dilakukan secara vikarius dan segala dan Remmelink kesalahan yang dibebankan
perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia kepada korporasi merupakan kesalahan yang
dalam menjalankan kepengurusan korporasi dilakukan oleh para pengurus korporasi.
sehingga tidak seharusnya hanya korporasi Pandangan ini lahir dari pandangan hukum
saja yang dimintai pertanggungjawaban pidana perdata. Perkembangannya dalam hukum pidana
sedangkan pengurusnya dibebaskan maupun muncul pandangan yang menyatakan bukan
sebaliknya (Amirullah, 2012: 156). hanya kesalahan dari para pengurus saja yang
dianggap sebagai kesalahan dari korporasi namun
Untuk dapat meminta pertanggungjawaban
juga kesalahan yang dilakukan oleh karyawan
pidana dari suatu korporasi maka harus dapat
korporasi (Hiariej, 2014: 162). Lebih lanjut
dikonstruksikan dahulu unsur kesalahan dari
hendaklah kesalahan pelaku fungsionallah yang
korporasi tersebut sebagai syarat subjektif dalam
dapat dibebankan kepada korporasi (Amirullah,
memidana. Berangkat dari pengertian tindak
2012: 153).
pidana, Simon menyatakan bahwa “kelakuan
yang diancam dengan pidana, yang bersifat Untuk membebankan kesalahan dari
melawan hukum yang berhubungan kesalahan dan individu ke korporasi berkembang berbagai
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung ajaran pertanggungjawaban pidana korporasi,
jawab” (Hamzah, 2015: 88). di antaranya ajaran doktrin vikarius (vicarious
liability) dan doktrin identifikasi (doctrine
Van Hamel menyatakan bahwa tindak
identification). Dalam doktrin vikarius terjadi
pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan
pembebanan pertanggungjawaban pidana yang
dalam undang-undang, melawan hukum, yang
dilakukan yaitu seorang pemberi kerja dapat
patut dipidana, dan dilakukan dengan kesalahan
dibebankan pertanggungjawaban pidana apabila
(Hiariej, 2014: 124). Kemudian timbul pertanyaan
perbuatan yang dilakukan oleh pegawainya
bagaimana mengkonstruksikan unsur kesalahan
adalah dalam rangka tugas pegawainya
pada korporasi. Korporasi seperti halnya manusia
itu. Doktrin ini dapat dipergunakan dalam
memiliki kesalahan, akan tetapi kesalahan
meminta pertanggungjawaban pidana korporasi
tersebut adalah kesalahan yang bersifat kolektif.
sepanjang seseorang dalam rangka melakukan
Kesalahan tersebut dapat berupa pengetahuan dan
pekerjaannya telah melakukan tindak pidana

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 97

Jurnal isi.indd 97 7/19/2016 3:44:50 PM


maka korporasi tempat ia bekerja dapat dibebani dalam Pasal 20 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang
pertanggungjawaban pidana. dikutip sebagai berikut:

Ajaran doktrin identifikasi korporasi 1. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau
atas nama suatu korporasi, maka tuntutan
dipandang memilki unsur kesalahan dan dapat dan penjatuhan pidana dapat dilakukan
dimintai pertanggungjawaban pidananya, di mana terhadap korporasi dan atau pengurusnya.
korporasi dapat melakukan kesalahan melalui 2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh
individu-individu yang dipandang mempunyai korporasi apabila tindak pidana tersebut
hubungan yang erat dengan korporasi dan dapat dilakukan oleh orang-orang baik
berdasarkan hubungan kerja maupun
dipandang sebagai korporasi tersebut (Ali, berdasarkan hubungan lain, bertindak
2011: 251). Dalam hal ini kedudukan mereka dalam lingkungan korporasi tersebut baik
sendiri maupun bersama-sama.
sangatlah penting sehingga pikiran, kehendak,
dan perbuatan mereka dapat diindentifikasikan 3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan
terhadap suatu korporasi maka korporasi
sebagai perbuatan korporasi.
tersebut diwakili oleh pengurus.
UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana 4. Pengurus yang mewakili korporasi
telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat diwakili oleh orang lain.
merupakan lex specialis dari KUHP yang telah
menempatkan korporasi sebagai pelaku tindak 5. Hakim dapat memerintahkan supaya
pengurus korporasi menghadap sendiri di
pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 1 pengadilan dan dapat pula memerintahkan
UU Nomor 31 Tahun 1999 unsur “setiap orang supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang
adalah orang perseorangan atau termasuk pengadilan.
korporasi,” maka bentuk korporasi tidak dapat 6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan
dilepaskan dari konsep kumpulan orang atau terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan penyerahan surat panggilan
harta kekayaan badan hukum dan bukun badan tersebut disampaikan kepada pengurus di
hukum dalam hukum perdata. tempat tinggal pengurus atau di tempat
pengurus berkantor.
Dalam hukum perdata kumpulan orang
7. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan
atau harta kekayaan yang berbadan hukum antara terhadap korporasi hanya pidana denda,
lain perseroan, koperasi, yayasan, perusahaan dengan ketentuan maksimum pidana
daerah, perusahaan negara dan perusahaan ditambah 1/3 (satu per tiga).
persero, sedangkan kumpulan orang atau Lebih lanjut penjelasan Pasal 20 ayat
harta kekayaan yang bukan berbadan hukum (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 memberikan
antara lain maatschap, firma, dan perseroan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan
komanditer. Lebih lanjut menurut Prinst, partai pengurus korporasi sebagai berikut:
politik, organisasi masa, dan lembaga swadaya
Yang dimaksud dengan “pengurus”
masyakarat (LSM) dapat pula dikualifikasikan adalah organ korporasi yang menjalankan
sebagai korporasi sebagaimana dimaksud dalam kepengurusan korporasi yang
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 31 Tahun 1999. bersangkutan, sesuai dengan anggaran
dasar, termasuk mereka yang dalam
kenyataannya memiliki kewenangan dan
Lebih lanjut pengaturan mengenai
ikut memutuskan kewajiban korporasi
pertanggungjawaban pidana korporasi diatur

98 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 98 7/19/2016 3:44:50 PM


yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak tersebut direksi melakukan perbuatan atau
pidana korupsi. tindakan yang melanggar batas kewenangan atau
Perseroan terbatas (perseroan) merupakan sesuatu ketentuan yang telah ditetapkan dalam
badan hukum yang dibentuk berdasarkan perjanjian anggaran dasar, maka kepadanya dapat dimintai
dengan tujuan utama mencari keuntungan yang pertanggungjawaban.
sebesar-besarnya. Sebagai subjek hukum buatan Pertanggungjawaban penuh secara pribadi
manusia, dalam menjalankan kegiatan sehari- dapat dimintakan apabila perseroan mengalami
hari perseroan memerlukan organ. Tiga organ kerugian akibat kesalahan atau kelalaian direksi
dalam perseroan terdiri Rapat Umum Pemegang dalam menjalankan tugasnya. Pasal 97 ayat
Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. RUPS (5) UU Nomor 40 Tahun 2007 memberikan
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang pengeculian, apabila direksi dapat membuktikan
menentukan arah kebijakan perseroan. hal-hal sebagai berikut:
Direksi menjalankan pengurusan perseroan a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan
untuk kepentingan perseroan sesuai dengan atau kelalaiannya;
maksud dan tujuan perseroan sebagaimana yang
ditentukan oleh RUPS dan Anggaran Dasar b. Telah melakukan pengurusan dengan
Perseroan. Komisaris melakukan pengawasan iktikad baik dan kehati-hatian untuk
atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan kepentingan dan sesuai dengan maksud
pada perseroan umumnya termasuk usaha dan tujuan perseroan;
perseroan dan memberikan nasihat kepada
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan
direksi.
baik langsung maupun tidak langsung atas
Direksi bertindak untuk dan atas nama tindakan pengurusan yang mengakibatkan
perseroan, sehingga bertanggung jawab penuh kerugian; dan
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah
dan tujuan perseroan, dan sebagai wakil
timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
dari perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan anggaran dasar.
II. METODE
Direksi memiliki kedudukan dan kewenangan
sebagaimana telah ditentukan dalam anggaran Penelitian ini merupakan metode
dasar dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun penelitian hukum normatif dengan menggunakan
2007 tentang Perseroan Terbatas (UU Nomor 40 pendekatan historis dan pendekatan kasus.
Tahun 2007). Metode dipilih untuk dapat memberikan uraian
analisis terhadap pertimbangan hukum majelis
Dalam menjalankan tugas sebagai wakil
hakim dalam Putusan Nomor 787K/PID.
perseroan dan tugas pengurusan, direksi
Sus/2014 terkait penerapan pertanggungjawaban
perseroan harus melakukan tugas dan tanggung
pidana korporasi serta penggunaan UU Nomor
jawabnya dengan cara-cara yang baik, layak
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
dan beriktikad baik dan penuh tanggung jawab.
UU Nomor 20 Tahun 2001.
Seandainya dalam pengurusan perseroan

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 99

Jurnal isi.indd 99 7/19/2016 3:44:50 PM


Penelitian ini bersifat diskriptif analitis yang III. HASIL DAN PEMBAHASAN
akan memberikan gambaran secara keseluruhan A. Kejahatan Korporasi dalam Perjanjian
objek yang akan diteliti secara sistematis dengan Kerja Sama Penggunaan Pita Frekuensi
melakukan analitis atas data-data kepustakaan Radio 2.1 GHz antara PT IM2 dengan
yang diperoleh. Dalam penelitian ini digunakan PT I
bahan pustaka yang berupa data sekunder sebagai
Perkara tindak pidana korupsi ini berawal
sumber utamanya. Data sekunder mencakup:
dari adanya perjanjian kerja sama antara PT IM2
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan dengan PT I untuk mempergunakan frekuensi 3G
hukum yang mengikat, mulai dari Undang- milik PT I sehingga pelayanan akses internet PT
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang IM2 dapat lebih cepat, bergerak, dan mencapai
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi segmen pengguna residensial. Dalam perjanjian
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Nomor 224/E000-EA.A/MKT/006 dan Nomor
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang 0996/DU/IMM/XI/06 tanggal 24 November
Perubahan Undang-Undang Nomor 31 2006 yang ditandatangai oleh KBH selaku Wakil
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Direktur Utama PT I dan terdakwa IA selaku
Pidana Korupsi atas dan peraturan terkait Direktur Utama PT IM2 disepakati bahwa PT
lainnya; IM2 akan menggunakan frekuensi 2.1 GHz milik
PT I untuk penyediaan jasa akses internet yang
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang
diselenggarakan oleh PT IM2.
memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti buku, jurnal dan lain Adanya kerja sama ini maka pelanggan
sebagainya; dan akan diuntungkan karena tidak terkena biaya
roaming di jaringan GPRS PT I. Pada kerja
c. Bahan hukum tertier, yaitu yang
sama ini pula disepakati bagi hasil antara PT I
memberikan petunjuk bahan hukum primer
dengan PT IM2 adalah sebesar 66% dan 34%.
dan sekunder, seperti kamus, data internet
Amandemen atas perjanjian tersebut kemudian
dan lain sebagainya.
dilakukan pada tanggal 4 Juni 2007 demikian
Teknik pengumpulan data dilakukan pula dengan amandemen kedua pada tanggal
melalui studi kepustakaan, yang diperoleh 15 September 2008 dan ketiga pada tanggal
melalui penelusuran manual maupun elektronik 9 Juli 2010. Selanjutnya atas kerja sama yang
berupa putusan pengadilan, peraturan perundang- erat tersebut PT IM2 mendapatkan fasilitas
undangan, buku-buku, jurnal serta data internet menggunakan voucher isi ulang milik PT I
yang terkait dengan pertanggungjawaban pidana untuk layanan prabayar IM2 sebagaimana
korporasi. Putusan Nomor 787K/PID.Sus/2014 dimaksud dalam Perjanjian Kerja sama antara
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh PT I Nomor 225/E00-EA.A/MKT/006 dengan
dari penelusuran data internet. Seluruh data yang PT IM2 Nomor 0996/DU/IMM/XI/06 tanggal 24
berhasil dikumpulkan kemudian disortir, diolah, November 2004 yang ditandatangani oleh JSS
dan dianalisa dengan menggunakan metode dan HS masing-masing selaku Direktur Utama
penafsiran hukum untuk kemudian ditarik PT I dan terdakwa IA selaku Direktur Utama
kesimpulan dan diberikan saran. PT IM2 berikut amandemennya pada tanggal 18

100 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 100 7/19/2016 3:44:50 PM


Desember 2008. Atas kerja sama tersebut baik kewajiban tersebut sehingga negara dirugikan
PT IM2 maupun PT I memperoleh keuntungan sebesar Rp1.358.343.346.674,-
sebesar Rp1.483.991.195.970,-
Berdasarkan uraian mengenai duduk
Perjanjian kerja sama antara PT I dengan perkara yang diuraikan di atas, tampak bahwa
PT IM2 tersebut dipandang sebagai perbuatan rangkaian tindakan yang dilakukan bersama-
melawan hukum karena melanggar peraturan sama oleh IA, KBH, JSS, dan HS merupakan
perundang-undangan yang berlaku di bidang suatu bentuk kejahatan korporasi yang merupakan
telekomunikasi. PT IM2 selaku penyelenggara bagian dari bentuk white collar crime. Kejahatan
jasa dalam melaksanakan kegiatan hanya korporasi tersebut telah memenuhi definisi
dapat menggunakan jaringan tetap tertutup dan kelima unsur-unsur kejahatan korporasi.
sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 20 IA yang mewakili PT IM2 dengan PT I yang
Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan masing-masing ditandatangani oleh KBH, JSS,
Komunikasi tentang Penyelenggaraan Jaringan dan HS merupakan bentuk pelanggaran terhadap
Telekomunikasi. Sebagai penyelenggara jasa peraturan perundang-undangan di bidang
yang menggunakan jaringan jasa tertutup, PT IM2 telekomunikasi.
tidak dapat mengoptimalkan layanannya sehingga
Secara formal telah diatur dalam peraturan
melakukan kerja sama dengan PT I. Padahal
perundang-undangan di bidang telekomunikasi
PT I selaku pemegang seleksi penyelenggara
yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
jaringan bergerak selular IMT-2000 pada pita
tentang Telekomunikasi (UU No. 36 Tahun
frekuensi radio 2.1 GHz berdasarkan Surat
1999), Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun
Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi
2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi,
Nomor 102/KEP/M.KOMINFO/10/2006
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000
tentang Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak
tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
Selular tanggal 11 Oktober 2006 tidak dapat
dan Orbit Satelit, Keputusan Menteri Perhubungan
mengalihkan pita frekuensi radio 2.1 GHz
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
tersebut kepada pihak lain berdasarkan Pasal 25
Jaringan Telekomunikasi, Keputusan Menteri
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
Perhubungan Nomor 21 Tahun 2001 tentang
2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi
Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan Surat
Radio dan Orbit Satelit.
Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi
Atas penggunaan pita frekuensi radio Nomor 102/KEP/M.KOMINFO/10/2006
2.1 GHz tersebut PT I dikenakan kewajiban tentang Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak
pembayaran: (a) biaya tarif izin penggunaan Selular. Tujuan kerja sama tersebut adalah untuk
pita spektrum radio yang terdiri biaya nilai awal mengoptimalkan pelayanan jasa internet kepada
dan biaya hak penyelenggaraan pita spektrum pelanggan PT IM2 dengan cara menggunakan
frekuensi radio tahunan; (b) biaya-biaya hak pita frekuensi radio 2.1 GHz yang dipegang oleh
penyelenggaraan telekomunikasi; dan (c) biaya PT I tanpa membayarkan sejumlah kewajiban
kontribusi kewajiban pelayanan universal. kepada negara sehingga baik PT IM2 dan PT I
Dalam hal ini PT IM2 tidak melaksanakan semua sama-sama mendapatkan keuntungan. Lebih

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 101

Jurnal isi.indd 101 7/19/2016 3:44:50 PM


lanjut meskipun para pelanggan jasa internet tuntutan/requisitor yang meminta majelis hakim
diuntungkan akibat dari pelayanan di PT IM2 pada Pengadilan Negeri Jakarta pusat yang
yang lebih baik dan tidak dikenakan roaming memutus perkara tersebut untuk menghukum
karena penggunaan pita frekuensi radio 2.1 PT IM2 membayar uang pengganti atas tindakan
GHz tersebut terdapat kepercayaan publik yang terdakwa IA selaku Direktur Utama PT IM2 yang
dilanggar karena penggunaan pita frekuensi melakukan perjanjian kerja sama dengan PT I
radio 2.1 GHz tidak sesuai peruntukan dan tidak tersebut maka sistem pertanggungjawaban pidana
dibayarkannya sejumlah kewajiban kepada korporasi yang dipergunakan bukanlah pengurus
negara. yang melakukan tindak pidana dan menguruslah
yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana
B. Sistem Pertanggungjawaban Pidana korporasi sebagaimana selama ini diatur dalam
Korporasi yang Menempatkan PT IM2 Pasal 59 KUHP.
sebagai Pelaku Tindak Pidana melalui
Berdasarkan penafsiran Pasal 20 ayat
Ajaran Doktrin Identifikasi
(1) UU Nomor 31 Tahun 1999 terdapat tiga
Dalam perkara ini jaksa penuntut umum bentuk sistem pertanggungjawaban pidana
melakukan splitsing surat dakwaan dengan korporasi yang dipakai yaitu: (1) Korporasi
menempatkan IA sebagai terdakwa tunggal dalam sebagai pembuat maka korporasilah yang harus
tindak pidana korupsi dengan bentuk penyertaan dimintai pertanggungjawaban pidananya; (2)
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sedangkan Korporasi sebagai pembuat namun penguruslah
KBH, JSS, dan HS masing-masing dijadikan yang harus dimintai pertanggungjawaban
tersangka/terdakwa dalam perkara yang berbeda. pidana; dan (3) Korporasi sebagai pembuat maka
Dalam surat dakwaannya jaksa penuntut umum korporasi dan pengurus yang harus dimintai
mendakwakan “Terdakwa IA selaku Direktur pertanggungjawaban pidana. Lebih lanjut jika
Utama PT IM2” dengan dakwaan subsidiaritas melihat pada surat dakwaan dan tuntutan maka
atau berlapis Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat sistem pertanggungjawaban pidana korporasi
(1) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal dimaksud oleh jaksa penuntut umum adalah
55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 3 ayat (1) bentuk yang ketiga yaitu korporasi sebagai
jo. Pasal 18 ayat (1) dan (3) UU Nomor 31 Tahun pembuat, maka korporasi dan pengurus yang
1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. harus dimintai pertanggungjawaban pidana.

Melihat dari dakwaan tersebut Jika memang korporasi yang melakukan


timbul pertanyaan bagaimana sistem tindak pidana, kenapa korporasi dalam hal ini PT
pertanggungjawaban pidana korporasi yang IM2 tidak dijadikan terdakwa dalam perkara ini.
hendak disampaikan oleh jaksa penuntut umum Baik ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31
dalam dakwaannya. Memang dalam dakwaan Tahun 1999 hanya menempatkan unsur “setiap
yang disampaikan tersebut PT IM2 tidak secara orang” sebagai bestanddel delict. Sedangkan
implisit ditempatkan sebagai pelaku tindak pengertian yang menyatakan bahwa setiap
pidana namun jika melihat dari tuntutan yang orang merupakan orang perseorangan dan/atau
disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam korporasi dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UU
Nomor 31 Tahun 1999 yang bukan merupakan

102 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 102 7/19/2016 3:44:50 PM


bagian dari bestanddel delict dalam Pasal 2 dan adalah dalam kapasitas sebagai Direktur
Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 namun hanya Utama PT IM2, sehingga pidana tambahan
berupa uang pengganti sebagaimana telah
elemen delik. disebutkan di atas dapat dijatuhkan kepada
terdakwa dalam kapasitas dalam hal ini
Menurut Hamzah (2015: 89), hanya sebagai Direktur Utama PT IM2 dan atau
bestanddel delict saja yang harus termuat dalam terhadap korporasi PT IM2.
surat dakwaan. Sedangkan element delict tidak
Selanjutnya dalam kerangka hukum
perlu dimuat dalam surat dakwaan namun dalam
pidana adalah bagaimana untuk membuktikan
persidangan harus dibuktikan untuk kemudian
unsur kesalahan korporasi agar dapat dimintai
dimasukkan dalam tuntutan. Selain itu jaksa
pertanggungjawaban pidananya. Dalam
penuntut umum dalam surat dakwaannya yang
pertimbangan hukumnya majelis hakim (Putusan
menyebutkan “Terdakwa IA selaku Direktur
PN Jakarta Pusat Nomor 1 hlm. 273-274)
Utama PT IM2” mencerminkan bahwa terdakwa
menyatakan sebagai berikut:
IA dalam melakukan tindak pidana korupsi
bukan dalam kapasitasnya selaku pribadi namun Menimbang, bahwa “menurut ajaran
vikarius (vicarious liability) seseorang
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama dimungkinkan harus bertanggung jawab
PT IM2 sebagai korporasi sehingga penyebutan atas perbuatan orang lain. Apabila teori
ini diterapkan pada korporasi, berarti
tersebut secara gramatikal ditafsirkan sebagai
korporasi dimungkinkan harus bertanggung
korporasi yang didakwa melakukan tindak jawab atas perbuatan-perbuatan yang
pidana. dilakukan oleh para pegawainya, kuasanya
atau mandatarisnya, atau siapapun yang
Majelis hakim pada Pengadilan Negeri bertanggung jawab kepada korporasi ….
Jakarta Pusat Nomor 1 dalam pertimbangan Menimbang, bahwa dari fakta di
hukumnya (hlm. 272) juga memberikan persidangan terdakwa selaku Direktur
Utama PT IM2 telah menandatangani
pandangan yang serupa: perjanjian kerja sama antara PT I dengan
Menimbang, bahwa unsur “setiap orang” PT IM2 tentang akses Internet Broadband
dalam ketentuan pasal ini adalah bukan melalui jaringan 3G/HSDPA Indosat
merupakan delik inti atau bestanddel Nomor Indosat 224/E000-EA.A/MKT/006
delict, tapi merupakan element delict dan Nomor IM2 0996/DU/IMM/XI/06
yang merupakan subjek hukum yang tanggal 24 November 2006, amandemen
diduga atau yang melakukan tindak pidana pertama perjanjian kerja sama antara PT
yang pembuktiannya bergantung pada I dengan PT IM2 tentang akses Internet
pembuktian delik intinya. Broadband melalui jaringan 3G/HSDPA
Indosat Nomor Indosat 225/E000-EA.A/
MKT/006 dan Nomor IM2 0996/DU/IMM/
Demikian pula dengan pertimbangan XI/06 tanggal 4 Juni 2007, amandemen
hukum majelis kasasi dalam pertimbangan kedua perjanjian kerja sama antara PT
hukum Putusan Kasasi Nomor 787 (hlm. 175) I dengan PT IM2 tentang akses Internet
Broadband melalui jaringan 3G/HSDPA
yang memberikan pertimbangan hukum sebagai Indosat Nomor Indosat 225/E000-EA.A/
berikut: MKT/006 dan Nomor IM2 0996/DU/IMM/
XI/06 tanggal 15 September 2008 dan
… Oleh karenanya meskipun jaksa penuntut amandemen ketiga pertama perjanjian kerja
umum tidak melakukan penuntutan secara sama antara PT I dengan PT IM2 tentang
khusus terhadap korporasi (PT IM2), namun akses Internet Broadband melalui jaringan
peran terdakwa dalam surat dakwaan 3G/HSDPA Indosat Nomor Indosat 225/

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 103

Jurnal isi.indd 103 7/19/2016 3:44:50 PM


E000-EA.A/MKT/006 dan Nomor IM2 yang disebut sebagai high managerial agent
0996/DU/IMM/XI/06 tanggal 9 Juli 2010 (Brickey, 2011: 4). Dalam hal ini merekalah
dengan demikian berdasarkan ajaran
vicarious liability, PT IM2 bertanggung yang mengambil keputusan yang dilakukan oleh
jawab terhadap perbuatan terdakwa korporasi. Korporasi dapat disamakan dengan
menandatangani perjanjian kerja sama tubuh manusia di mana korporasi memiliki otak
tersebut di atas dan hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 3 dan Pasal 20 dan pusat syaraf yang mengendalikan organ tubuh
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 lainnya sesuai dengan kehendak korporasi. Para
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
direktur adalah yang mewakili kehendak yang
Pidana Korupsi.
menentukan dan mewakili korporasi tersebut.
Penggunaan ajaran doktrin vicarious
Kaitannya dengan badan hukum PT IM2
liability dalam pembebanan pertanggungjawaban
sebagai suatu perseroan terbatas, jabatan direktur
pidana dari pengurus korporasi kepada korporasi
utama merupakan jabatan penting. Menurut
sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
hukum di atas bisa diterima namun kurang tepat.
Perseroan Terbatas (UU Nomor 40 Tahun 2007)
Penggunaan ajaran doktrin identifikasi dipandang
dalam struktur perseroan terbatas terdapat tiga
lebih tepat. Dalam doktrin vikarius, pegawai
organ yaitu RUPS, direksi, dan komisaris. RUPS
yang melakukan tindak pidana yang kemudian
merupakan organ tertinggi dalam perseroan
dibebankan kepada korporasi sangatlah luas, bisa
yang memiliki segala kewenangan yang tidak
siapa saja dan tidak sehingga setiap perbuatan
dimiliki oleh direksi dan komisaris dalam
pegawai korporasi yang merugikan kepentingan
batasn UU Nomor 40 Tahun 2007 dan anggaran
publik dapat dibebankan sebagai kesalahan
dasar. Direksi bisa terdiri dari seorang maupun
korporasi. Sedangkan doktrin identifikasi lebih
sekumpulan orang yang dipimpin oleh seorang
sempit yaitu hanya ditujukan kepada kesalahan
direktur utama. Direktur memiliki tugas pokok
yang dilakukan oleh individu-individu yang
untuk melakukan pengurusan atas perseroan
dipandang mempunyai hubungan yang erat
sesuai dengan anggaran dasar dan hasil RUPS.
dengan korporasi dan dapat dipandang sebagai
Dalam melaksanakan tugas pengurusan perseroan
korporasi tersebut (Ali, 2011: 154).
dilakukan pengawasan oleh komisaris.
Doktrin identifikasi terceriman dalam frase
Sebagai Direktur Utama PT IM2, terdakwa
“apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh
IA memiliki posisi strategis dalam pengambilan
orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja
keputusaan di perseroan. Penandatanganan
maupun hubungan lain” pada Pasal 20 ayat
perjanjian kerja sama penggunaan frekuensi
(2) UU Nomor 19 Tahun 1999. Terkait dengan
3G milik PT I oleh PT IM2 tersebut, terdakwa
frase “orang-orang berdasarkan hubungan kerja
IA bukan saja menandatangani perjanjian kerja
maupun hubungan lain” haruslah mereka yang
sama untuk dan mewakili PT IM2 tetapi sebagai
dikategorikan sebagai individu-individu yang
pengambil keputusan perseroan untuk melakukan
memiliki posisi strategis dan berada di puncak
kerja sama tersebut yang sesuai dengan tujuan
dalam struktur pengurusan korporasi yang
perseroan yaitu untuk mencari keuntungan yang
dapat melakukan pengendalian atas kebijakan
sebesar-besarnya meskipun telah diketahui oleh
korporasi (Allen, 2015: 240-241). Merekalah
perjanjian tersebut sesungguhnya melanggar

104 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 104 7/19/2016 3:44:50 PM


perundang-undangan. Terdakwa IA selaku perseroan melalui organ RUPS yang merupakan
direktur utama tersebut adalah individu-individu organ tertinggi dalam perseroan.
yang disebut sebagai high managerial agent
PT IM2 mayoritas dimiliki oleh PT I
dalam ajaran doktrin identifikasi.
yaitu sebesar 95% dan sisanya 5% dimiliki
Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Koperasi Pegawai PT I. Dalam hal ini PT I
oleh terdakwa IA selaku Direktur Utama PT merupakan holding company (induk perusahaan)
IM2 juga tidak dapat dilepaskan dengan adanya dan PT IM2 merupakan subsidiary company
hubungan holding dan subsidiary company (anak perusahaan). Hal ini memungkinkan
dan antara PT I dengan PT IM2. Tumbuan, terjadinya pengendalian kebijakan dan
dalam makalah berjudul “Keberadaan dan pengambilan keputusan perusahaan PT IM2
Kemandirian Perseroan Terbatas sebagai Badan oleh PT I berdasarkan mekanisme kepemilikan
Usaha Tunggal dan sebagai Anggota Grup” yang saham mayoritas sehingga secara tidak langsung
disampaikan pada kuliah hukum perusahaan dan perjanjian kerja sama penggunaan frekuensi 3G
kepailitan pada Program Pascasarjana Fakultas milik PT I oleh PT IM2 tersebut terlaksana dengan
Hukum Universitas Indonesia, tanggal 16 lebih mudah yang memberikan keuntungan
September 2009, mengutip pendapat Giftis yang PT IM2 tetapi PT I. Bahkan lebih jauh dari itu
menyatakan bahwa holding company merupakan PT I lah yang pada akhirnya akan memperoleh
suatu perseroan yang memiliki kepemilikan keuntungan lebih besar, tidak saja dari pembagian
saham pada suatu perseroan lain sehingga dangan hasil perjanjian tersebut namun juga dari deviden
posisinya melakukan kontrol atau memberikan atas kepemilikan saham PT IM2.
pengaruh terhadap managemen perseroan
lainnya. Sedangkan subsidiary company adalah C. Pidana Tambahan Pembayaran Uang
perseroan yang berada di bawah pengendalian Pengganti oleh PT IM2 sebagai Bentuk
perseroan lainnya akibat dari kepemilikan saham Penerapan Ajaran Doktrin Identifikasi
(Garner, 2014: 274).
Pidana yang dijatuhkan kepada PT
Pada dasarnya baik holding company IM2 berupa pidana uang pengganti sebesar
dengan subsidiary company merupakan badan Rp1.358.343.346.674,- sebagaimana dinyatakan
hukum yang mandiri dan otonom, namun dalam amar Putusan PN Jakarta Pusat Nomor
kontrol maupun pengaruh dari holding company 1 dan Putusan Kasasi Nomor 787. Pidana
terhadap subsidiary company dapat terjadi uang pengganti merupakan pidana tambahan
apabila dalam menjalankan usahanya holding sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf
company menerapkan prinsip sentralisasi. a UU Nomor 31 Tahun 1999. Sebagai pidana
Dalam hal ini holding company terlibat langsung tambahan maka penjatuhan pidana tambahan
dalam kebijakan perseroan sehingga subsidiary tidak boleh dijatuhkan tanpa pidana pokok
company hanya menjalankan kebijakan- (Hiariej, 2014: 402). Pidana pokok sendiri diatur
kebijakan dari holding company. Hal tersebut dalam Pasal 10 KUHP.
terjadi melalui kepemilikan saham mayoritas dari
subsidiary company sehingga holding company Menarik untuk melihat pertimbangan
dapat melakukan pengendalian kebijakan hukum mengenai hal ini di setiap tingkatan

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 105

Jurnal isi.indd 105 7/19/2016 3:44:50 PM


pemeriksaan. Majelis hakim pada Pengadilan adalah dalam kapasitasnya selaku Direktur
Negeri Jakarta Pusat dalam pertimbangan Utama PT IM2 maka pidana tambahan uang
hukumnya menyatakan bahwa penjatuhan pidana pengganti dijatuhkan kepada terdakwa Indar
tambahan uang pengganti diberikan kepada PT Atmanto dalam kapasitasnya selaku Direktur
IM2 karena perbuatan terdakwa IA tidaklah Utama PT IM2 dan atau terhadap korporasi PT
memperkaya diri sendiri tetapi memperkaya IM2. Oleh karenanya dalam amar Putusan Kasasi
korporasi yaitu PT IM2. Akan tetapi majelis hakim Nomor 787, majelis kasasi kembali menghukum
pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengoreksi PT IM2 untuk membayar pidana uang pengganti
Putusan PN Jakarat Pusat Nomor 1 dengan sebesar Rp1.358.343.346.674,-
menghapuskan penjatuhan pidana pembayaran
Jika melihat pertimbangan hukum Majelis
uang ganti rugi kepada PT IM2 berdasarkan
Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut,
pertimbangan hukum sebagai berikut (Putusan
tampak bahwa majelis hakim berpandangan
PT DKI Jakarta Nomor 33 hlm. 82):
bahwa harus terdapat dua terdakwa yang berdiri
Bahwa, oleh karena incasu perkara ini sendiri dalam surat dakwaan jaksa penuntut
korporasi tidak masuk dalam dakwaan
sehingga tidak dapat dihukum untuk umum. Keduanya yaitu terdakwa IA selaku
membayar uang pengganti; pribadi yang menduduki jabatan sebagai Direktur
Bahwa, selain itu uang pengganti adalah Utama PT IM2 dan PT IM2 sendiri sebagai
merupakan pidana tambahan, maka pidana korporasi yang mana dalam persidangannya
tambahan itu harus selalu mengikuti pidana diwakili oleh IA selaku direktur utama. Lebih
pokok, yaitu kepada siapa pidana tersebut
dikenakan; lanjut majelis hakim masih menganut sistem
pertanggungjawaban pidana korporasi di mana
Bahwa, adalah tidak wajar atau melanggar
hukum apabila pidana pokoknya dikenakan pengurus sebagai pelaku tindak pidana, maka
pada subjek hukum yang lain dan pidana penguruslah yang bertanggung jawab atau
tambahan dikenakan pada subjek hukum
setidak-tidaknya korporasi sebagai pelaku tindak
yang lain atau dalam perkara ini subjek
hukum yang lain tersebut tidak didakwakan; pidana maka penguruslah yang harus bertanggung
jawab.
Menimbang, bahwa dengan demikian
uang pengganti dalam perkara ini tidak
dapat dibebankan kepada PT IM2 sebagai Hal ini berbeda dengan pandangan dari
korporasi. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
maupun majelis kasasi. Pada kedua tingkatan
Mahkamah Agung yang menolak pengadilan tersebut telah menerima pandangan
permohonan kasasi baik yang diajukan oleh sistem pertanggungjawaban pidana bentuk ketiga
terdakwa IA maupun oleh jaksa penuntut umum korporasi sebagai pembuat sehingga pembuat
dalam putusan kasasinya tetap memberikan maka korporasi dan pengurus yang harus dimintai
koreksi terhadap Putusan PT DKI Jakarta Nomor pertanggungjawaban pidana. Majelis kasasi
33 mengenai pembayaran uang pengganti yang dalam pertimbangannya menerima pandangan
pada pokoknya menyatakan: bahwa meskipun PT ajaran doktrin identifikasi dalam membebankan
IM2 sebagai korporasi tidak didakwakan sendiri pertanggungjawaban pidana sebagaimana
dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum dimaskud dalam kalimat berikut (Putusan Kasasi
namun peran terdakwa IA dalam surat dakwaan Nomor 787 hlm. 175):

106 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 106 7/19/2016 3:44:50 PM


Peran terdakwa dalam surat dakwaan dengan diterbitkannya Putusan Kasasi Nomor
adalah dalam kapasitas sebagai Direktur 787 ini merupakan putusan yang menarik,
Utama PT IM2, sehingga pidana tambahan
berupa uang pengganti sebagaimana telah karena merupakan putusan pertama yang
disebutkan di atas dapat dijatuhkan kepada dapat benar-benar mengkonstruksikan suatu
terdakwa dalam kapasitas dalam hal ini
kejahatan korporasi dalam suatu bentuk
sebagai Direktur Utama PT IM2 dan atau
terhadap korporasi PT IM2. pertanggungjawaban pidana korporasi dalam
praktik hukum pidana dengan mendasarkan pada
Dalam ajaran doktrin identifikasi perbuatan teori-teori yang selama ini berkembang.
terdakwa IA diidentifikasikan dan disamakan
dengan perbuatan PT IM3 sebagai korporasi. Meskipun demikian terdapat kritik
Akibatnya pidana yang dikenakan kepada mengenai putusan ini terutama mengenai
terdakwa IA dipandang juga dikenakan kepada ditempatkannya pihak swasta dalam hal ini
PT IM2 sebagai korporasi. Dalam Pasal 2 ayat terdakwa IA maupun PT IM2 sebagai subjek
(1) UU Nomor 31 Tahun 1999 pidana pokok tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 ayat (1)
yang dikenakan adalah pidana badan berupa UU Nomor 31 Tahun 1999. Hal tersebut kurang
pidana penjara dengan kumulasi berupa pidana tepat jika ditinjau dari sejarah pembentukan UU
denda sehingga tidak memungkinkan bagi PT Nomor 31 Tahun 1999 maupun aspek hukum
IM2 dikenakan pidana penjara namun juga tidak keuangan negara.
mungkin hanya dikenakan pidana denda saja
maka sudah tepat pandangan Majelis Pengadilan 1. Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun
Negeri Jakarta Pusat dan majelis kasasi yang 1999 adalah Delicta Propria yang Hanya
menjatuhkan pidana pokok berupa pidana penjara Ditujukan untuk Pegawai Negeri
dan pidana denda kepada terdakwa IA.
Salah satu aspek yang diatur dalam UU
Demikian pula dengan pidana tambahan Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
berupa pembayaran uang pengganti sudah tepat dirubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2000
pula dijatuhkan kepada PT IM2 karena yang adalah mengenai public official bribery yang
diuntungkan langsung dari perjanjian kerja sama dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
tersebut adalah PT IM2 dan bukan terdakwa IA Dalam public official bribery para pelakunya
secara pribadi maka yang dibebankan kewajiban adalah pegawai negeri (birokrat), baik sebagai
untuk membayar uang pengganti sebesar penerima suap maupun pemberi suap sedangkan
Rp1.358.343.346.674,- ialah PT IM2 selaku non pegawai negeri atau swasta (pengusaha)
korporasi. hanya dapat menjadi pemberi suap (Adji, 2012:
93).
D. Kritik terhadap Penempatan PT IM2
Menurut Adji, subjek tindak pidana korupsi
sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi
adalah pegawai negeri, sedangkan non pegawai
dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31
negeri hanya dapat menjadi subjek tindak pidana
Tahun 1999
suap yang juga diatur dalam Undang-Undang
Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 1 Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
sebagaimana telah berkekuatan hukum tetap Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 3 Tahun

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 107

Jurnal isi.indd 107 7/19/2016 3:44:50 PM


1971) (Hasibuan, 1985: 49). Dengan demikian and the abuse of Power. Dalam laporan tersebut
korporasi hanya dapat menjadi pelaku tindak digambarkan bahwa suatu tindak pidana ekonomi
pidana korupsi apabila korporasi tersebut merupakan faktor penyebab dan memberatkan
bertindak sebagai pemberi suap atau aktieve bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam proses
omkoping. pemerintahan dan dari jabatan. Tindak pidana
ekonomi dipisahkan dari tindak pidana ekonomi
Terkait dengan pasal yang dikenakan oleh
yang dilakukan oleh pegawai negeri, sehingga
majelis hakim untuk menghukum terdakwa
dalam hal ini jelas bahwa tindak pidana korupsi
IA, Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999
hanya dapat dilakukan oleh pegawai negeri
menyatakan sebagai berikut:
sedangkan tindak pidana ekonomi dilakukan oleh
Setiap orang yang secara melawan hukum setiap orang terutama pihak non pegawai negeri
melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi atau swsata (Adji, 2012: 240-241).
yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana Pertanyaan selanjutnya siapakah yang
penjara dengan penjara seumur hidup atau disebut sebagai pegawai negeri ini? Pasal 1 angka
pidana penjara paling singkat 4 (empat) 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah memberikan
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- definisi siapa yang disebut sebagai pegawai negeri
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak yaitu: (a) pegawai negeri sebagaimana dimaksud
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Kepegawaian (UU No. 43 Tahun 1999);
merupakan commune delict. Akan tetapi jika (b) pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam
dilihat dari sejarah pembentukan Pasal 2 ayat KUHP; (c) orang yang menerima gaji atau upah
(1) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang berasal dari dari keuangan negara atau daerah; (d) orang yang
ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf a UU Nomor 3 menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
Tahun 1971, Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun menerima bantuan dari keuangan negara atau
1999 bukanlah commune delict tetapi merupakan daerah; atau (e) orang yang menerima gaji atau
delicta propria. Apabila non pegawai negeri atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
swasta yang melakukan tindak pidana yang dapat modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
merugikan keuangan atau perekonomian negara
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 43 Tahun
akan dikenakan berbagai peraturan perundang-
1999 yang dimaksud dengan pegawai negeri ialah
undangan khusus yang menempatkan non
pegawai negeri sipil yaitu Pegawai Negeri Sipil
pegawai negeri atau swasta sebagai subjek tindak
Pusat dan Daerah, anggota Angkatan Bersenjata
pidana seperti Undang-Undang Tindak Pidana
Republik Indonesia dan anggota Kepolisan
Ekonomi (Hasibuan, 1985: 49).
yang diangkat oleh pejabat yang berwenang
Lebih lanjut dalam Laporan Kongres dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-6 mengenai atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji
Prevention of Crime and Treatment of Offenders berdasarkan peraturan perundang-undangan
di Caracas tahun 1980, korupsi disinggung dalam yang berlaku. Sedangkan pengertian pegawai
salah satu pokok bahasan terkait dengan Crime negeri menurut Pasal 92 KUHP adalah mereka
yang diangkat oleh kekuasaan umum menjadi

108 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 108 7/19/2016 3:44:50 PM


pejabat negara untuk menjalankan sebagian dari Negara, dalam kedudukannya pada BUMN
tugas pemerintahan termasuk di dalamnya adalah adalah badan hukum privat, yang tindakan dan
pegawai negeri sipil, anggota dewan rakyat (DPR, pengelolaannya dalam badan hukum privat.
DPRD, DPD, MPR). Ketika terjadi transformasi status hukum uang
negara dalam BUMN menjadi berstatus hukum
Apakah seorang terdakwa IA yang
privat.
merupakan Direktur Utama PT IM2 merupakan
seorang pegawai negeri sebagaimana dimaksud Negara dalam kedudukannya sebagai
dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 31 Tahun badan hukum publik menetapkan keputusan
1999? PT IM2 merupakan anak perusahaan atau memisahkan keuangan negaranya untuk menjadi
subsidiary company dari PT I yang sekarang telah modal pendirian BUMN. Selanjutnya ketika uang
berganti nama menjadi PT IO. Sebanyak 95% tersebut masuk ke dalam BUMN, kedudukan
saham PT IM2 dimiliki oleh PT I dan sisanya 5% negara tidak dapat dikatakan mewakili negara
dimiliki oleh Koperasi Pegawai PT I. sebagai badan hukum publik. Dengan demikian
terputus beban dan tanggung jawab negara
Sedangkan pada tahun 2009 sendiri
sebagai badan hukum publik di dalam BUMN
pemerintah memiliki saham di PT I sebanyak
(Sutedi, 2012: 12).
14,29%. Sekilas jika menggunakan penafsiran
gramatikal yang sempit dari Pasal 1 angka 2 huruf Negara melalui pemerintah Republik
e UU Nomor 31 Tahun 1999 maka kedudukan Indonesia memiliki saham pada PT I sebesar
terdakwa IA selaku Direktur Utama PT IM2 14,29%. PT I didirikan pada tahun 1967 sebagai
masuk dalam orang yang menerima gaji atau upah perusahaan penanaman modal asing. Pada tahun
dari korporasi lain yang mempergunakan modal 1980, menjadi BUMN di mana 100% sahamnya
dari negara, sehingga dapat dikategorikan sebagai
dimiliki oleh negara. Pada tahun 1994, PT I
pegawai negeri. Namun hal tersebut bertentangan menjadi perseroan (persero) terbuka dengan
dengan aspek hukum keuangan negara. kepemilikan saham publik sebesar 35% saham.
Sampai pada akhirnya pada tahun 2009, 65%
2. PT IM2 Tidak Menggunakan Modal saham PT I dimiliki oleh Ooredoo Asia Pte, Ltd;
dari Negara Karena telah Terjadi 14,29% milik Negara Republik Indonesia; dan
Transformasi Keuangan Negara 20,71% saham milik publik. PT IM2 merupakan
anak perusahaan dari PT I. Sebanyak 95% saham
Menurut Atmadja, negara atau lembaga PT IM2 dimiliki oleh PT I dan sisanya 5%
negara tidak memiliki kewenangan publik dalam dimiliki oleh Koperasi Pegawai PT I.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena
telah terjadi transformasi status kekayaan atau Jika melihat dari struktur kepemilikan
keuangan dari status uang negara menjadi uang saham pada PT IM2, memang negara memiliki
privat. Hal tersebut didasari pandangan bahwa penyertaan saham sehingga terdapat bagian dari
tata kelola dan tanggung jawab BUMN memiliki keuangan negara pada modal PT IM2. Meskipun
kapasitas hukum privat di mana ketentuan yang demikian tidak dapat dikatakan bahwa karyawan
mengaturnya adalah peraturan perundang- termasuk Direktur Utama PT IM2 yang menerima
undangan yang bersifat privat. gaji atau upah PT IM2 yang sebagian kecil modal

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 109

Jurnal isi.indd 109 7/19/2016 3:44:50 PM


berasal dari negara merupakan pegawai negeri korporasi dengan pidana tambahan pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 uang pengganti sebesar Rp1.358.343.346.674,-
huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999. Hal tersebut
karena telah terjadi transformasi keuangan negara IV. KESIMPULAN
dari status uang publik ke status uang privat pada
saat negara menjadikan PT I sebagai BUMN Berdasarkan analisa terhadap putusan
pada tahun 1967. Oleh karenanya ketika PT IM2 terhadap perkara tindak pidana korupsi atas nama
didirikan tidak ada aspek uang negara sama sekali terdakwa IA yang telah diadili dan diputus dalam
dalam permodalan PT IM2. Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 1 dan telah
berkekuatan hukum tetap sebagaimana telah
Berdasarkan analisis dari penafsiran dikeluarkan Putusan Kasasi Nomor 787 di atas,
historis dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor dapat disimpulkan sebagai berikut:
31 Tahun 1999 dan analisa dari aspek hukum
keuangan negara di atas, dalam pandangan 1. Putusan tersebut merupakan putusan pertama
penulis penggunaan UU Nomor 31 Tahun 1999 di Indonesia yang dapat mengkontruksikan
sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 suatu kejahatan korporasi dalam
Tahun 2001 tidaklah tepat dipergunakan untuk konstruksi hukum pidana. Dalam putusan
perkara tindak pidana ini. Seharusnya jaksa ini sistem pertanggungjawaban pidana
penuntut umum mempergunakan UU Nomor 36 korporasi yang dipakai adalah korporasi
Tahun 1999. sebagai pembuat tindak pidana sehingga
pengurus dan korporasilah yang keduanya
Dalam UU Nomor 36 Tahun 1999 terdapat harus bertanggung jawab. Pembebanan
ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal kesalahan korporasi diidentifikasikan
47 sampai dengan Pasal 59. Memang dalam UU pada kesalahan dari terdakwa IA yang
Nomor 36 Tahun 1999 tidak memiliki aturan merupakan Direktur Utama dari PT
lex specialis mengenai pidana tambahan. Selain IM2 sebagai high managerial agent dari
itu pidana pokok berupa pidana penjara dan korporasi. Konsekuensinya hukuman
pidana denda dalam UU Nomor 36 Tahun 1999 pidana dikenakan baik kepada pengurus
lebih ringan dari pada pidana penjara dan denda korporasi maupun kepada korporasi
yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 itu sendiri, dalam hal ini pidana pokok
sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 berupa pidana penjara dan pidana denda
Tahun 2001. dikenakan kepada terdakwa IA sedangkan
Diterapkannya undang-undang tindak pidana tambahan berupa pembayaran
pidana korupsi dalam perkara ini lebih ditujukan uang pengganti dijatuhkan kepada PT IM2
pada aspek pemasukan keuangan negara sebagai pihak yang menerima keuntungan
yang tidak dibayarkan oleh PT IM2 akibat langsung dari hasil tindak pidana.
dipergunakannya pita frekuensi radio 2.1 GHz 2. Unsur “setiap orang” pada Pasal 2 ayat (1)
secara melawan hukum. Oleh karenanya jaksa UU Nomor 31 Tahun 1999 dalam Putusan
penuntut umum dalam tuntutannya/requisitor MA Nomor 787 ditafsirkan sebagai
di muka persidangan menuntut PT IM2 selaku commune delicten yang berlaku umum.

110 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 110 7/19/2016 3:44:50 PM


Hal ini tidaklah tepat terutama jika ditinjau dikeluarkannya Putusan Kasasi Nomor
dari penafsiran historis akan subjek hukum 787 dapat dijadikan acuan untuk meminta
Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999. pertanggungjawaban pidana korporasi
Pasal tersebut merupakan delik propria yang dalam perkara perkara tindak pidana yang
pihak non pegawai negeri. Oleh karenanya merupakan bagian dari kejahatan korporasi.
tidaklah tepat jika Majelis Hakim Agung
2. Aparat penegak hukum khususnya
jika menerapkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor
jaksa penuntut umum harus tepat dalam
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
menerapkan undang-undang pidana
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 untuk
maupun undang-undang non pidana yang
memidana terdakwa IA selaku Direktur
memuat ketentuan pidana sesuai dengan
Utama PT IM2. Dalam hal ini UU Nomor
tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
tindak pidana. Hal ini untuk mencegah agar
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tidaklah
UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
tepat digunakan. Penggunaan UU Nomor
telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun
31 Tahun 1999 dalam perkara ini lebih
2001 tidak menjadi undang-undang “karet”
untuk ditujukan pada aspek pemasukan
yang selalu digunakan untuk menjerat
keuangan negara yang tidak dibayarkan
segala perbuatan pelaku tindak pidana
oleh PT IM2 akibat dipergunakannya pita
yang berhubungan dengan tindak pidana
frekuensi radio 2.1 GHz secara melawan
ekonomi meskipun terdapat undang-
hukum, di mana dalam UU Nomor 31
undang lain yang lebih tepat dipergunakan.
Tahun 1999 terdapat pidana tambahan
berupa pembayaran kerugian negara yang
tidak dimiliki oleh UU Nomor 36 Tahun
1999.
DAFTAR ACUAN

Adji, I.S. (2012). Korupsi dan permasalahannya.

V. SARAN Jakarta: Diadit Media.

Ali, M. (2011, April). Pertanggungjawaban pidana


Terhadap simpulan di atas, penulis
korporasi dalam pelanggaran hak asasi manusia
memberikan saran sebagai berikut:
berat. Jurnal Hukum, 2(18), 247-265.
1. Aparat penegak hukum khususnya, jaksa
_______. (2013). Asas-asas hukum pidana korporasi.
penuntut umum dan hakim harus lebih berani
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
untuk mengungkap berbagai kejahatan
korporasi untuk kemudian membawanya Allen, M.J. (2015). Textbook on criminal law13th
ke dalam proses peradilan hukum pidana edition. Oxford: University Press.
guna meminta pertanggungjawaban pidana
Amirullah. (2012, Oktober). Korporasi aalam perfektif
korporasi. Kontruksi hukum dalam Putusan hukum pidana. Al-Darulah Jurnal Hukum dan
PN Jakarta Pusat Nomor 1 sebagaimana Perundangan Islam, 2(2), 140-160.
telah berkuatan hukum tetap dengan

Menyoal Pertanggungjawaban Pidana PT IM2 (Vidya Prahassacitta) | 111

Jurnal isi.indd 111 7/19/2016 3:44:50 PM


Brickey, K.F. (2011) Corporation and white collar
crime cases and material. Boston: Little Brown
and Company.

Cliff, G., & Desilets, C. (2014, June). White collar


crime: What it is and where it’s going. Notre
Dame Journal of Law, Ethic and Public Policy,
28, 483.

Clinard, M.B., & Yeager, P.C. (2011). Corporate


crime. New Jersey: Transaction Publisher.

Garner, B.A. (2014). Black’s law dictionary. Ed. 10.


St. Paul: West Group.

Hamzah, A. (2015). Hukum pidana. Medan: PT


Sofmedia.

Hasibuan, A. (1985). Dua guru besar berbicara


tentang hukum. Bandung: Alumni.

Hiariej, E.O.S. (2014). Prinsip-prinsip hukum pidana.


Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka.

Sutedi, A. (2012). Hukum keuangan negara. Jakarta:


Sinar Grafika.

112 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 1 April 2016: 93 - 112

Jurnal isi.indd 112 7/19/2016 3:44:50 PM

Anda mungkin juga menyukai