Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM KEJAHATAN KORPORASI

TERKAIT LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN ASAS STRICT


LIABILITY
(STUDI KASUS PT. INDO BHARAT TERKAIT PEMBUANGAN LIMBAH BAHAN
BERACUN DAN BERBAHAYA)

TUGAS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum
Pidana

Oleh :
Firyal Ova Risnendi 5118500159
Kavita Savitri 5118500171
Rezike Nurul Ergiarti 5118500
Dwiky A 5118500
Siti Nur Firdasari 5118500

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2021
A. Latar Belakang Masalah
Negara erat kaitannya dengan penguasaan bumi dan isinya, seperti air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Di Negara Republik Indonesia
pengaturan mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Kemudian dijelaskan pada pasal ayat (3) dan (4) bahwa bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya itu dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.1 Penyelenggaraan perekonomian
nasional berdasarkan demokrasi ekonomi, yaitu dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dalam ayat 4
(empat) menjelaskan bahwa penggunaan bumi alam atau kekayaan sumber daya alam
tidak dieksploitasi secara berlebih lebihan. Salah satu cara yang dipergunakan
eksploitasi secara berlebih yakni dengan cara pengelolaan berbasis wawasan
lingkungan, dengan tujuan tidak merusak lingkungan. Pelestarian alam tersebut
diwujudkan demi kemakmuran rakyat dan demi generasi yang akan datang.
Pengaturan mengenai lingkungan hidup di Indonesia lebih khusus diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH). Dengan adanya UUPLH secara tegas menyatakan
perbuatan yang merusak lingkungan hidup merupakan kejahatan tindak pidana
lingkungan hidup, selain itu UUPLH dibuat sebagai perwujudan pertanggungjawaban
apabila muncul suatu permasalahan lingkungan hidup. Kejahatan lingkungan dalam
undang-undang memuat rumusan delik secara materil dan formil.2 Delik materil
adalah perbuatan yang telah selesai serta menimbulkan akibat yang dilarang dan
diancam oleh undang-undang. Sedangkan delik formil adalah perbuatan yang telah
selesai serta perbuatan yang dilakukan dilarang dan diancam dalam undang-undang.
Namun pada saat ini sangat disayangkan banyaknya kasus eksploitasi,
pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), serta penggunaan bumi air
dan kekayaan alam secara berlebihan, oleh sebagian pengusaha telah merusak alam,
sehingga kemakmuran rakyat tidak tercapai. Contohnya seperti pembuangan limbah
B3 yang dilakukan oleh PT Indo Bharat ke Rawa Kalimati. Perbuatan yang dilakukan

1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) dan (4)
2
Januari Siregar, Muaz Zul, Jurnal, Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Lingkungan
Hidup Di Indonesia, Mercatoria, Vol. 8, No.2, Desember 2015, hlm. 119
oleh PT Indo Bharat dinyatakan terbukti secara sah dan bersalah telah melakukan
tindak pidana lingkungan hidup. Perbuatan tersebut dikatakan kejahatan karena
bertentangan dengan Pasal 98 ayat 103 dan Pasal104 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP3. Atas insiden tersebut menimbulkan
berbagai dampak negatif yang merugikan kehidupan masyarakat sekitar PT Indo
Bharat. Dampak negatif terhadap komponen lingkungan yang dapat dirasakan berupa
gangguan terhadap kualitas air, udara, tanah, kenyamanan lingkungan dan sebagainya.

B. Pembahasan
a. Kronologi Singkat Kasus Pembuangan Limbah B3 oleh PT.Indo Bharat
Putusan tingkat pertama dengan No. perkara: 113/Pid.B/LH/2016/PN.Pwk terhadap terdakwa Sibnath
Agarwalla, Direktur Finance PT Indo Bharat Rayon. PT. Indo Bharat Rayon bergerak di
industri/Pabrik serat buatan rayon, sodium suIfat yang tidak berair, korban bi-suIfida dan asam
beIerang. Pada tanggal 4-5 maret 2013 diIakukan verifikasi dan ditemukan tumpukan yang diduga Fly
ash dan/atau batubara di rawa kaIimati yang menyatakan bahwa PT Indo Bharat Rayon teIah terbukti
melakukan pembuangan Fly Ash/Bottom Ash dan atau batubara di rawa kaIimati dan haI ini dilakukan
berulang-ulang dari kasus tersebut dijelaskan dalam Pertimbangan majelis hakim pada Putusan No.
111/Pid.B/LH/2016/PN.Pwk yakni:

Menimbang, Memperhatikan bahwa JPU mengirimkan terdakwa PT Indo Bharat Rayon ke


persidangan dengan cara penuntutan lain, yaitu pertama melanggar Pasal 116 (1) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, Pasal 119 dan " Pasal 64
(1) KUHP digunakan secara gabungan, atau melanggar Pasal 103 dan Pasal 116 (1), UU No. 119
tahun 2009 (tentang perlindungan dan pengelolaan), dan Pasal 64 (1) Pelanggaran Pasal 3 melanggar
Pasal 104 tahun 2009 dan Pasal 116 (1), Undang-Undang Nomor 119 tahun 2009 (Nomor 32) tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan, dan Pasal 64 (1) KUHP. Ketentuan.

Menimbang, Dan karena terdakwa PT Indo Bharat Rayon didakwa dengan dakwaan lain,
majelis hakim dapat langsung memilih dakwaan alternatif yang terbukti efektif dalam persidangan
terdakwa.Dalam hal ini majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa PT Gugatan Indo Bharat juga
terbukti. Serat buatan merupakan penuntutan alternatif kedua, yang melanggar Pasal 116 ayat (1)
tahun 2009 dan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 119 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, serta Pasal 64 (1) KUHP.

3
http://www.pn-purwakarta.go.id/pt-indo-bharat-rayon-dihukum-secara-kumulatip-berupa-
pidana-penjara-dan-pidana-denda-serta-pidana-tambahan-berupa-perbaikan-akibat-tindak-pidana-
karena-melakukan-tindak-pidana-lingkungan-hidup-(pasal-103-uupplh-jo.-pasal-64-ayat-(1)-kuh-
pidana.html
Menimbang, Pertanyaannya sekarang, siapa yang bertanggung jawab atas kejahatan
lingkungan yang dilakukan oleh PT Indo Bharat Rayon yang berbentuk badan usaha atau perusahaan
komersial (corporate liability).

Mengingat hal tersebut, Pasal 116 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 secara jelas mengatur hal
tersebut, yang berbunyi: “Tuntutan pidana dan sanksi pidana terhadap :

1. Badan usaha, dan/atau;


2. Orang yang mengeluarkan perintah untuk melakukan tindak pidana atau pemimpin tindak
pidana.
Artinya, terdakwa dalam kasus lingkungan hidup dapat diajukan secara terpisah oleh entitas
komersial, atau orang yang melakukan kejahatan dapat diperintahkan atau bertindak sebagai
pemimpin kejahatan untuk mengajukan gugatan tersendiri, atau dapat diajukan bersama.
Memperhatikan bahwa JPU meminta majelis hakim hanya menjatuhkan denda Rp1.000.000.000,00
(Rp1 miliar) kepada tergugat PT Indo Bharat Rayon sebagai badan usaha..
Secara keseluruhan, Pasal 118 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 secara jelas mengatur
hukuman bagi pelaku kejahatan lingkungan yang dituduhkan dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. : "Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada perusahaan yang diwakili oleh pengurus
yang berwenang bertindak sebagai wakil dari pelaku pengadilan di dalam dan di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Mengingat yang dimaksud dengan
"sanksi pidana" dalam hukum pidana lingkungan hidup adalah pidana penjara dan denda, dengan
mengacu pada ketentuan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diharapkan "sanksi
pidana" dapat diterapkan bagi mereka yang telah Tindak pidana badan usaha atau tergugat
perusahaan, baik yang merupakan tindak pidana lingkungan hidup yang melanggar Pasal 98, Pasal
103 atau Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, adalah jumlah pidana kurungan dan
denda, termasuk pidana penjara dan Pasal 116 ( 1) Denda sebagaimana dimaksud dalam huruf a huruf
a bukan merupakan bentuk alternatif, melainkan bersifat kumulatif. Anda bisa memahami mengapa
kumulatif dengan melihat ketentuan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan pasal 103:

“Pasal 103: Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 tahun, dan denda paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah). Pasal 104: Setiap
orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun,
dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), paling banyak Rp3.000.000.000
(tiga miliar rupiah)”
Menimbang bahwa karena pengertian “setiap orang” dalam ketiga pasal di atas, yang antara
lain termasuk “badan hukum”, berarti bahwa segala tuntutan lain yang diajukan oleh jaksa dalam
perkara ini dikenai pidana penjara kumulatif dan pidana denda. Oleh karena itu, menurut pendapat
JPU, terdakwa adalah badan usaha. Dalam hal ini PT Indo Bharat Rayon akan dikenakan sanksi
pidana denda yang cukup tanpa dipidana penjara. Hal ini tidak sesuai dan tidak sesuai dengan UU No
32 Tahun 2009. Ketentuan Pasal 118.
Oleh karena itu, mengingat sesuai dengan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tersebut di atas, tergugat “badan usaha” terbukti melakukan kejahatan lingkungan, termasuk
pelanggaran Pasal 98 atau Pasal 103 atau Pasal 104 undang-undang. Nomor 32 tahun 2009 harus
dipidana dengan pidana penjara dan denda kumulatif, bukan cara lain yang disebutkan oleh jaksa
dalam tuntutan pidana dalam kasus ini.
Memperhatikan, namun pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang dimaksud dengan “peserta
fungsional” dalam Pasal 118, Pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Definisi “peserta
fungsional” dapat dilihat pada tafsir Pasal 118 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, artinya
sebagai berikut: “Pengertian pejabat fungsional ini adalah badan usaha dan badan hukum; akibat
tindak pidana yang dilakukan oleh badan niaga dan badan hukum Merupakan kejahatan fungsional,
oleh karena itu tuntutan pidana dijatuhkan kepada pimpinan badan usaha dan badan hukum.Oleh
karena itu, sanksi dan sanksi dijatuhkan kepada mereka yang memiliki kuasa atas pelaku fisik dan
menerima perbuatan pelaku fisik. Terimalah pasal ini Yang dimaksud dengan litigasi termasuk
persetujuan, izin atau pengawasan yang tidak memadai atas tindakan pelaku alamiah, dan / atau
pengembangan kebijakan yang memungkinkan terjadinya kejahatan.
Menimbang, pada suatu artikel yang berjudul: “Perkembangan Hukum Lingkungan di
Indonesia” hakim ketua dan ahli hukum lingkungan, profesor. Takdir Rahmadi, Ph.D., LLM dan LLM
Takdir Rahmadi (Takdir Rahmadi) mengumakakan hukum lingkungan berupa bidan fungsional, yakni
bidang hukum meliputi (klausul) administrasi nasional, hukum pidana, dan hukum perdata; mengingat
pandangan di atas. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “peserta fungsional” dalam
Pasal 118 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah peserta badan hukum (perseroan) yang
dapat dihukum secara administratif, pidana atau perdata. Jika dikaitkan dengan Pasal 98, Pasal 103,
dan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, sanksi bagi badan usaha (perusahaan) yang
ditetapkan di dalamnya hanya terkait dengan norma (peraturan) sanksi pidana, dan tentu saja termasuk
Hukuman dan hukuman baik-baik saja.
Menimbang bahwa karena badan usaha (perusahaan) bukan orang maka tidak dapat dipidana
dengan pidana penjara.Oleh karena itu, apabila pidana badan usaha (perusahaan) dijalankan harus
diperoleh dari penafsiran Pasal 118 yang diuraikan dalam pasal (pasal). Perwakilan orang afirmatif
(perwakilan). Sebagaimana disebutkan di atas, pimpinan badan hukum, sehingga yang berhak
memiliki yurisdiksi atas pelanggar dan menerima perbuatan pelanggar akan dikenakan sanksi dan
sanksi. Pada saat yang sama, Yang berhak menerima perbuatan pelaku tindak pidana fisik adalah
pemberi persetujuan, memperbolehkan atau tidak mengawasi secara memadai perbuatan pelaku
pidana alam, dan atau merumuskan aturan yang dapat menjadikan tindak pidana yang dilakukan pada
tingkat direksi dan direktur utama, dalam hal ini: Pengelolaan.
Memperhatikan hal tersebut di atas maka jabatan Sibnath Agarwalla di PT Indo Bharat Rayon
adalah sebagai pengendali keuangan, dan pengangkatannya sebagai wakil tergugat PT Indo Bharat
Rayon didasarkan pada fakta bahwa Tuan Sungaikamat yang ditunjuk oleh direktur utama digantikan
oleh seorang pria berusia 29 tahun. Posisi direktur teknis. Chaplendu Kumar Dutta keluar dari
perusahaan pada tahun 2014 dan diangkat oleh Sibnath Agarwalla sebagai top director atau vice
president keuangan PT Indo Bharat Rayon. Ia bertanggung jawab penuh atas aktivitas PT Indo Bharat
Rayon (saksi fakta Edy Ruskaedi, general manager). Opini terkait. Ph.D. Alvi Syahrin, Master,
Master (Profesor, Sekolah Hukum Kriminal / Hukum Lingkungan, American University Medan),
menurut AD / ART, orang-orang yang ditunjuk oleh RUPS, atau orang-orang yang ditunjuk oleh
orang-orang yang berwenang untuk itu, seperti dewan redaksi, manajer, tingkat pengawas
(penanggung jawab lapangan atau biasa disebut mandor), yang kesemuanya termasuk dalam " Dalam
pengertian “manajemen”, atau Command Man, yaitu pernyataan Sibenas Agawala pada persidangan,
dia berpendapat jikalau dia menandatangi seluruh laporann kegiatan yang dikeluarkan oleh masing-
masing departemen (termasuk kegiatan pengangkutan limbah B3). Laporan tersebut) kepada
masyarakat Kementerian Kehidupan, sebenarnya mengukuhkan posisi Sibenas, pengurus PT Indo
Bharat Rayon adalah Agarwalla, dan ia adalah pengurus PT Indo Bharat Rayon. Dr. SH. Alvi Syahrin.
MH berkeyakinan bahwa pengurus adalah penanggung jawab acara, yang bertanggung jawab penuh
atas acara tersebut dan tidak dapat dipisahkan dari perusahaan, sehingga harus dihukum.
Menimbang bahwa karena status hukum resmi Sibnath Agarwalla dan jabatan chief financial
officer (ia juga diangkat sebagai orang tertinggi), maka PT Indo Bharat harus diwakili sebagaimana
mestinya di pengadilan sebagai tergugat (dalam hal ini Pengadilan Negeri Purwakarta) dan kemudian
dijatuhi hukuman penjara. Pembebanan selanjutnya kepada tergugat PT Indo Bharat Rayon adalah
perbuatan yang benar atas Sibnath Agarwalla, karena sebagai penanggung jawab tertinggi dan
bukannya meninggalkan jabatan direktur teknik PT Indo Bharat, dialah yang menyetujui,
mengizinkan atau tidak sepenuhnya mengawasi pemindahan tersebut. Pelanggar fisik, dan / atau
memiliki kebijakan yang memungkinkan kejahatan lingkungan terbukti di atas.
Menimbang bahwa walaupun Sibnath Agarwalla baru menjadi Direktur Keuangan PT Indo
Bharat Rayon pada tahun 2012, hal tersebut tidak membebaskannya dari tanggung jawab atas tindak
pidana lingkungan yang dilakukan oleh tergugat PT Indo Bharat Rayon sebelum tahun 2012 karena
beliau adalah guru besar pendapat ahli. Ph.D. Tan Kamelo, guru besar Jurusan Hukum Perdata
Fakultas Hukum University of South Carolina, dan guru besar Magister Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Medan berpendapat bahwa jika tindak pidana lingkungan terus dilaksanakan,
direktur yang baru diangkat tidak akan bisa lepas dari tanggung jawab. Dalam hal ini, Tergugat PT
Indo Bharat Rayon memperoleh sertifikasi hukum dan memastikan berlanjutnya pelaksanaan
Kejahatan Lingkungan 31 Pasal 103 UU No. 32 tahun 2009.
Memperhatikan semua pertimbangan di atas, maka majelis hakim sebagaimana yang
dikemukakan di awal putusan ini berpendapat bahwa di dalamnya terdapat semua unsur Pasal 103 jo.
Dalam penuntutan alternatif kedua, Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
dan Pasal 64 (1) KUHP dijatuhkan pada terdakwa PT Indo Bharat Rayon yang diwakili oleh Sibnath
Agarwalla. Terbukti dalam gugatannya, harus ditunjukkan bahwa PT Indo Bharat Rayon yang
diwakili oleh terdakwa Sibnath Agarwalla terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas kejahatan
lingkungan tersebut di atas. Harus dijatuhi hukuman penjara atau denda, lihat di bawah untuk
detailnya. Putusan Amar.
Denda pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa PT Indo Bharat Rayon tidak dibayarkan,
maka jaksa akan menyita harta kekayaan terdakwa PT Indo Bharat Rayon untuk dilelang guna
membayar denda pidana yang terkait dengan denda pidana tersebut. Bandingkan dengan putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia. 1405 K / Pid.Sus / 2013, tertanggal 20 Januari 2014, tergugat
PT Karawang Prima Sejahtera Steel (PT KPSS) yang diwakili oleh Wang Dongbing (Kepala Bagian
Umum) diidentifikasi secara sah dan terbukti secara meyakinkan terbukti melakukan pelanggaran
hukum. Pasal 104 UU Pidana No. 32 Tahun 2009: “membuang limbah ke media lingkungan tanpa
izin” dan menghukum terdakwa masing-masing dengan 10 (sepuluh) bulan penjara dan 500.000.000
rupiah (500 juta rupiah) Baik.
Menimbang bahwa dalam persidangan, majelis hakim tidak menemukan sesuatu yang dapat
menghilangkan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan maupun pembenaran, maka
terdakwa harus bertanggung jawab atas tindak pidana lingkungan hidup yang terbukti dilakukan,
dipidana, dan dipidana atas suatu tindak pidana; Tujuan hukuman tidak hanya untuk membalas
dendam terhadap terdakwa, tetapi juga untuk mengoreksi, mendidik, mencegah dan menekan.
Menimbang bahwa dalam persidangan, majelis hakim tidak menemukan sesuatu yang dapat
menghilangkan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan maupun pembenaran, maka
terdakwa harus bertanggung jawab atas kejahatan lingkungan yang terbukti telah dilakukan, dipidana,
dan dipidana; tujuan dari pidana tidak hanya Untuk membalas terhadap terdakwa, tetapi juga untuk
mengoreksi, mendidik, mencegah dan menekan.
Nam a L engkap : S IBNATH A GARWALLA
a a a a a

Tempat Lahir : Renga li Som belpur


a a

Tangga l Lahi r a a : 51 Tah un / 23 Ju ni 1 964


a a a

Jen is Kelami n
a a : Lak i-Lak i
a a

Ke warganegaraan
a : India
Temp at ti nggal : Pe rumahan P T In do B harat Ra yon, J alan Ra ya Cu rug K m. 1 0 D esa
a a a a a a a a a a a a a

Cil angkap Ke camatan Bab akan C ikao Kabup aten P urwakarta, Pro vinsi
a a a a a a a

Jaw a Ba rat.
a a
Agam a a : Hind u a

Pekerj aan a : D irektur Fi nance P T I ndo B harat Ra yon


a a a a a a

Pendid ikan a : S2 a

Berdasarkan tuntutan dan bukti JPU dan terd akwa, se rta pe rtimbangan ha kim, m ajelis ha kim a a a a a a

menunjukkan bahwa terd akwa P T In do Bh arat Ra yon y ang diw akili ole h Sib nath Aga rwalla s ecara
a a a a a a a a a a a

hukum persuasif d an dihukum karena “manufaktur”. Limbah B3 tanpa pengelolaan yang dijelaskan
a

dalam Pasal 59 "bentuk tindak pidana “, dan dijatuhi hukuman dengan alasan Sibnath Agarwalla
mewakili tergugat PT Indo Bharat Rayon, dengan syarat kecuali ia tidak harus menjabat nanti, maka
putusan hakim adalah terdakwa bersalah dan masa percobaannya 2 (dua tahun). Membuktikan secara
meyakinkan bahwa kejahatan itu dilakukan dan mengenakan denda sebesar 1,5 Miliar rupiah (satu
li ma Mi liar ru piah), d engan ket entuan d enda ter sebut t idak dibayarkan dan harta benda terdakwa
a a a a a a a a

disita P T I ndo Bha rat R ayon o leh Pe nuntut Um um u ntuk dij ual le lang m enutupi sejuml ah pi dana
a a a a a a a a a a a a a

de nda te rsebut.
a a

Setelah dilakukan analisis, putusan tersebut memiliki perbedaan dalam subjeknya. Atas
permintaan JPU, terdakwa (tergugat) adalah orang perseorangan Sibnath Agarwalla, yang merupakan
pengendali keuangan P T In do Bhar at Ray on. Namun dalam p utusan Pen gadilan Ne geri P urwakarta
a a a a a a a a

ditetapkan bahwa tergugat adalah PT Indo Bharat Rayon yang diwakili oleh chief financial officer-
nya, baik fakta yang sah maupun yang meyakinkan terbukti sebagai tinda k pid ana lingku ngan hi dup a a a a

yang berkelanjutan. Dalam teo ri pertan ggungjaw aban pi dana perusahaan pem bahasan su bjek huku m
a a a a a a a

sa ngat pen ting, ka rena secara alamiah su bjek hu kum ma nusia d an b adan h ukum ad alah ha l ya ng
a a a a a a a a a a a a

sama sekali berbe da. Agar normal kembali, hasil harus dilaporkan, dan anggaran ditanggung oleh PT
a

Indo Bharat Rayon, Hal ini menyebabkan Pengadilan Negeri Purwakarta mengambil keputusan untuk
fokus melakukan tindak pidana terhadap PT Indo Bharat Rayon, bukan hanya perorangan atas nama
perusahaan.

b. Kejahatan Korporasi Terkait Lingkungan Hidup Berdasarkan Asas Strict


Liability
Prinsip tanggung jawab mutlak (no fault liability or liability without fault) dalam
kepustakaan sering disebut dengan “absolute liability” atau “strict liability”.
Prinsip atau Asas strict liability ini merupakan pertanggungjawaban pidana dapat
dibebankan kepada pelaku tindak pidana yang bersangkutan dengan tidak perlu
dibuktikan adanya kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) pada pelakunya.
Dengan adanya asas tersebut, seseorang sudah dapat dipertanggungjawabkan
untuk tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang itu tidak ada kesalahan
(mens rea).
Secara singkat strict liability diartikan sebagai “liability without fault’
(pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan) (Muladi dan Priyatna, 1991: 88).
Dengan demikian, jika dalam hukum pidana berlaku asas “tiada pidana tanpa
kesalahan” atau “geen straft zonder schuld”, maka dalam perkembangannya dapat
pula dalam suatu tindak pidana kepada pelaku dibebankan pertanggungjawaban
meskipun tidak ada kesalahan. Hal itu cukup dibuktikan bahwa pelaku telah
melakukan suatu perbuatan pidana.
Suatu kejahatan korporasi yang dilarang itu merupakan suatu perbuatan (termasuk
pengabaian) dan yang diancam dengan pidana ialah orang yang melakukan
perbuatan atau pengabaian itu.Kasus kebakaran hutan di Desa Sei Majo Riau,
lahan milik PT Jatim Jaya Perkasa yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi
Pekanbaru dalam Putusan No 186/Pid.Sus/2015/Pt.Pbr.
Dalam Putusan nomor 186/Pid.Sus/2015/PT.Pbr, dinyatakan “Terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu ambien, baku
mutu air atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup” sesuai dengan Dakwaan
Primair : Pasal 98 ayat (1) Jo Pasal 116 ayat (1) huruf b UU PPLH.
Adapun Pasal 98 mengatur “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)”, merupakan rumusan undang-undang yang sudah lengkap menurut
Simon, karena meliputi:
1. Setiap orang : sebagai dipandang dapat bertanggungjawab
2. Dengan sengaja melakukan perbuatan: sebagai bertentangan dengan hukum
3. Yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air,
baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
4. Dipidana dengan : sebagai diancam pidana oleh hukum.

c. Analisis Penerapan Asas Liability Dalam Kasus Pembuangan Limbah B3


oleh PT.Indo Bharat
C. Kesimpulan
Daftar Pustkasa
Undang-Undang :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Buku :

Jurnal :
Januari Siregar, Muaz Zul, “Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Di
Indonesia”, Jurnal,Mercatoria, Vol. 8, No.2, Desember (2015)

Internet :
http://www.pn-purwakarta.go.id/pt-indo-bharat-rayon-dihukum-secara-kumulatip-berupa-
pidana-penjara-dan-pidana-denda-serta-pidana-tambahan-berupa-perbaikan-akibat-
tindak-pidana-karena-melakukan-tindak-pidana-lingkungan-hidup-(pasal-103-uupplh-
jo.-pasal-64-ayat-(1)-kuh-pidana.html

Anda mungkin juga menyukai