Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : EFNO JUNIANSON

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044267056

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4309/ Tindak Pidana Khusus

Kode/Nama UPBJJ : 48/ PALANGKARAYA

Masa Ujian : 2022/23.1(2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Nomor 1
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup juga terdapat larangan untuk membakar lahan Membuka lahan dengan cara membakar hutan
merupakan hal yang secara tegas dilarang dalam undang-undang, yakni diatur dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf h UU PPLH yang berbunyi:

“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan


cara membakar”

Namun, ketentuan pembukaan lahan dengan cara membakar ini memperhatikan dengan sungguh-
sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan local yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga
untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah
penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Ini artinya, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
Sehingga dengan keterangan yang telah diuraikan pada soal ketiga pelaku pembakaran tidak dapat di
jerat dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup karena pembakran tetap memperhatikan kearifan lokal dan lahan yang dibakar
tidak lebih dari 2 hektar serta telah dilakukan penyekatan yang dijaga oleh warga agar tidak
merambat ke wilayah lain dan sudah menjadi adat di daerah tersebut serta sedang tidak terjadi darurat
pembakaran lahan.

Nomor 2
Berdasarkan analisis saya, didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 dapat saya simpulkan tentang perbedaan larangan membakar bahwa pada
Pasal 69 ke-1 Huruf H Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang berbunyi “Setiap orang dilarang
melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;” sedangkan pada Pasal 50 ke-3 Huruf D
Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang berbunyi “ Setiap orang dilarang membakar hutan; “ sehingga
kita temukan perbedaan objek yang di bakar bahwa Hutan adalah kawasan yang ditumbuhi
pepohonan dan tumbuhan lainnya dengan lebat , sedangkan Lahan adalah permukaan bumi berupa
tanah, batuan, mineral dan kandungan cairan yang terkandung didalamnya.

Nomor 3
Pertambangan emas tanpa izin sudah jelas merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
Masyarakat yang terkena dampak berhak untuk mendapatkan hidup yang sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatann sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Undang-Undang PPLH) juga mengatur mengenai larangan pertambangan emas
tanpa izin (PETI). Pasal 3 Undang-Undang PPLH menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup bertujuan untuk melindungi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia, serta menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem. Pasal 3
tersebut juga mengatur bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk
menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan,
menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, Mewujudkan
pembangunan berkelanjutan, dan Mengantisipasi isu lingkungan global. Undang-Undang PPLH juga
mengatur ketentuan pidana bagi pelaku pencemaran lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
Pasal 98 yang menyatakan bahwa ancaman pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku air laut,
atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, adalah pidana penjara, paling singkat 3 tahun dan
paling lama 10 tahun, dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00. Ayat (2) pasal tersebut menerangkan bahwa apabila perbuatan tersebut
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, ancaman pidananya yaitu pidana
penjara, paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun, dan denda paling sedikit Rp.
4.000.000.000,00 dan paling banyak Rp.12.000.000.000,00. Apabila perbuatan tersebut
mengakibatkan orang luka berat atau mati, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling singkat
5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 dan paling banyak
Rp.15.000.000.000,00.”

Anda mungkin juga menyukai