Melva Ariati_2004109010048
Misbahul Ummy_2004109010005
Penegakan hukum yang tegas yang diharapkan menimbulkan efek jera dilakukan Polda
Kalimantan Selatan dalam menindak pelaku pembakaran lahan di area milik korporasi.
"Tersangka yang harus bertanggung jawab akan kami jerat Undang-Undang Lingkungan
Hidup dengan ancaman pidana maksimal sesuai hasil penyidikan dan gelar perkara
nantinya," terang Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel Kombes Pol Masrur di
Banjarmasin, Kamis.
"Untuk penerapan pasal dan ayatnya tergantung dari hasil penyidikan. Misal di ayat 2 dan 3
pada setiap pasal lebih berat lagi hukumannya. Contoh dari perusakan lingkungan
terbakarnya lahan mengakibatkan orang luka atau bahaya kesehatan manusia dari kabut
asap, semua nanti diputuskan dalam gelar perkara untuk penentuan tersangka," papar
Masrur.
Untuk penyidikan di lahan terbakar area perkebunan kelapa sawit di PT Monrad Intan
Barakat (MIB) dan PT Borneo Indo Tani (BIT), pria yang baru menjabat ini memastikan
dalam kasus korporasi ada sejumlah pihak yang dibidik.
"Jadi yang bertanggung jawab di korporasi itu bisa badan hukumnya, bisa pengurusnya atau
orang yang memerintah di lapangan. Semua tergantung dari alat bukti, keterangan saksi dan
ahli," jelas perwira berpangkat melati tiga yang sebelumnya Direktur Reserse Kriminal
Khusus Polda Maluku Utara itu.
Masrur kembali memperingatkan masyarakat agar budaya membakar lahan tidak lagi
dilakukan. Karena akibat yang ditimbulkan yaitu kabut asap sudah sangat meresahkan dan
merugikan semua orang. Bahkan dampaknya hingga ke nasional dan dunia internasional.
"Budaya lama yang salah ini tidak bisa kita biarkan terjadi terus menerus dan terulang
setiap tahun. Saatnya semua berupaya mencegah kebakaran lahan, dan polisi akan
menindak tegas setiap pelakunya baik secara sengaja ataupun akibat kelalaiannya
menyebabkan kebakaran lahan," tandasnya menekankan.
"Kami cepat bergerak melakukan pemeriksaan saksi, regulator hingga ahli. Prof Bambang
Hero Saharjo sebagai Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan IPB sudah menyampaikan hasil
laboratorium dari sampel yang diambil 3 minggu keluar," pungkas Endang.
Diketahui jika Polda Kalsel telah melakukan police line di lahan perkebunan kelapa sawit
di PT Monrad Intan Barakat yang terbakar seluas 1.190 hektar. Kemudian lahan milik PT
Borneo Indo Tani yang berada di sampingnya seluas 92 hektar yang disegel untuk
kepentingan proses penyidikan.
Pada April 2019, Sungai Cibeet di Desa Taman Mekar, Kecamatan Pangkalan, dipenuhi
limbah berbusa. Masyarakat kemudian melaporkan kasus tersebut ke Dinas Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (DLHK). Usut punya usut, limbah tersebut berasal dari PT Pindo Deli
Pulp and Paper Mills 3.
DLHK kemudian meminta bantuan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk menyegel
pabrik tersebut.
"Setelah dicek, ternyata benar ada kegiatan (pencemaran) tersebut," jelas Kapolres Karawang
yang ketika itu dijabat oleh Nuredy Irwansyah Putra.
Ia menjelaskan, pencemaran disebabkan oleh gagalnya pengolahan limbah cair. Limbah cair
dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) mengalami peluberan. Karena tak tertampung
IPAL, limbah cair itu meluap dan gagal ditampung bak penampung.
"Karena outlet-nya (bak penampung) sedang diperbaiki, limbah ditampung sementara dalam
empang. Karena empang tak dapat menampung seluruh limbah, akhirnya limbah cair limpas
dan mengalir ke sungai Cibeet," terang Nuredy ketika itu.
Limbah cair harus diolah sedemikian rupa untuk mengurangi residu zat berbahaya. Limbah
terseut harus dikelola melalui IPAL sebelum dibuang. Setelah itu, limbah cair umumnya
ditampung dalam bak khusus.
Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan
pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media
lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab
XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang
berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2. UU No 5 tahun 1990
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya
alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur
dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan pengaruh
mempengaruhi.
4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun
di air.
5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air,
dan/atau di udara.
Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa “setiap orang
dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa
memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.”
Untuk Pasal 98 ayat 1 berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu
air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda
paling sedikit Rp3.000.000.000 dan paling banyak Rp10.000.000.000.