Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Aulia Difatna_2004109010040

Melva Ariati_2004109010048

Alfian Hail Hafis_2004109010059

Rizki Ridha Maulana_2004109010036

Misbahul Ummy_2004109010005

Kasus-kasus kerusakan lingkungan

1. Kasus Karhutla, Korporasi Dijerat UU Lingkungan Hidup

Penegakan hukum yang tegas yang diharapkan menimbulkan efek jera dilakukan Polda
Kalimantan Selatan dalam menindak pelaku pembakaran lahan di area milik korporasi.

"Tersangka yang harus bertanggung jawab akan kami jerat Undang-Undang Lingkungan
Hidup dengan ancaman pidana maksimal sesuai hasil penyidikan dan gelar perkara
nantinya," terang Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel Kombes Pol Masrur di
Banjarmasin, Kamis.

"Untuk penerapan pasal dan ayatnya tergantung dari hasil penyidikan. Misal di ayat 2 dan 3
pada setiap pasal lebih berat lagi hukumannya. Contoh dari perusakan lingkungan
terbakarnya lahan mengakibatkan orang luka atau bahaya kesehatan manusia dari kabut
asap, semua nanti diputuskan dalam gelar perkara untuk penentuan tersangka," papar
Masrur.

Untuk penyidikan di lahan terbakar area perkebunan kelapa sawit di PT Monrad Intan
Barakat (MIB) dan PT Borneo Indo Tani (BIT), pria yang baru menjabat ini memastikan
dalam kasus korporasi ada sejumlah pihak yang dibidik.

"Jadi yang bertanggung jawab di korporasi itu bisa badan hukumnya, bisa pengurusnya atau
orang yang memerintah di lapangan. Semua tergantung dari alat bukti, keterangan saksi dan
ahli," jelas perwira berpangkat melati tiga yang sebelumnya Direktur Reserse Kriminal
Khusus Polda Maluku Utara itu.
Masrur kembali memperingatkan masyarakat agar budaya membakar lahan tidak lagi
dilakukan. Karena akibat yang ditimbulkan yaitu kabut asap sudah sangat meresahkan dan
merugikan semua orang. Bahkan dampaknya hingga ke nasional dan dunia internasional.

"Budaya lama yang salah ini tidak bisa kita biarkan terjadi terus menerus dan terulang
setiap tahun. Saatnya semua berupaya mencegah kebakaran lahan, dan polisi akan
menindak tegas setiap pelakunya baik secara sengaja ataupun akibat kelalaiannya
menyebabkan kebakaran lahan," tandasnya menekankan.

Sementara Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Kalsel AKBP Endang Agustina


menambahkan, area lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Sungai Batang, Kecamatan
Martapura Barat, Kabupaten Banjar yang sudah di-police line tersebut dilarang ada
kegiatan selama proses penyidikan.

"Kami cepat bergerak melakukan pemeriksaan saksi, regulator hingga ahli. Prof Bambang
Hero Saharjo sebagai Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan IPB sudah menyampaikan hasil
laboratorium dari sampel yang diambil 3 minggu keluar," pungkas Endang.

Diketahui jika Polda Kalsel telah melakukan police line di lahan perkebunan kelapa sawit
di PT Monrad Intan Barakat yang terbakar seluas 1.190 hektar. Kemudian lahan milik PT
Borneo Indo Tani yang berada di sampingnya seluas 92 hektar yang disegel untuk
kepentingan proses penyidikan.

2. Limbah sungai Cibeet

Pada April 2019, Sungai Cibeet di Desa Taman Mekar, Kecamatan Pangkalan, dipenuhi
limbah berbusa. Masyarakat kemudian melaporkan kasus tersebut ke Dinas Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (DLHK). Usut punya usut, limbah tersebut berasal dari PT Pindo Deli
Pulp and Paper Mills 3.

DLHK kemudian meminta bantuan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk menyegel
pabrik tersebut.

"Permohonan penindakan itu kami sampaikan ke Satpol PP melalui surat No.180/981/PPL


tertanggal 7 Mei 2019," ungkap Rosmalia Dewi, Sekretaris DLHK Karawang, Kamis 9 Mei
2019.
Lima bulan kemudian, pencemaran terjadi lagi dengan lokasi yang sama. Menindaklanjuti
kasuis tersebut, Unit Tipiter Satuan Reskrim Polres Karawang bergerak ke lokasi.
Pengecekan melibatkan Satgas Citarum Harum Sektor 18 dan Dinas Lingkungan Hidup
Karawang.

"Setelah dicek, ternyata benar ada kegiatan (pencemaran) tersebut," jelas Kapolres Karawang
yang ketika itu dijabat oleh Nuredy Irwansyah Putra.

Ia menjelaskan, pencemaran disebabkan oleh gagalnya pengolahan limbah cair. Limbah cair
dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) mengalami peluberan. Karena tak tertampung
IPAL, limbah cair itu meluap dan gagal ditampung bak penampung.

"Karena outlet-nya (bak penampung) sedang diperbaiki, limbah ditampung sementara dalam
empang. Karena empang tak dapat menampung seluruh limbah, akhirnya limbah cair limpas
dan mengalir ke sungai Cibeet," terang Nuredy ketika itu.

Limbah cair harus diolah sedemikian rupa untuk mengurangi residu zat berbahaya. Limbah
terseut harus dikelola melalui IPAL sebelum dibuang. Setelah itu, limbah cair umumnya
ditampung dalam bak khusus.

Undang-undang terkait lingkungan

1. UU No. 32 tahun 2009

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009


pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum. UU disahkan di Jakarta, 3 Oktober 2009 oleh Presiden
dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Andi Mattalatta.

Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan
pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media
lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab
XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang
berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

2. UU No 5 tahun 1990

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya

1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya
alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur
dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan pengaruh
mempengaruhi.

4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun
di air.

5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air,
dan/atau di udara.

3. UU No. 41 tahun 1999

Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa “setiap orang
dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa
memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.”

Pasal-pasal yang mengatur tentang masalah kasus kerusakan lingkungan


1. Kasus Karhutla

Adapun pasal yang digunakan penyidik dalam Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yaitu Pasal 98 dan atau Pasal 99.

Untuk Pasal 98 ayat 1 berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu
air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda
paling sedikit Rp3.000.000.000 dan paling banyak Rp10.000.000.000.

Sedangkan Pasal 99 ayat 1 berbunyi setiap orang yang karena kelalaiannya


mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000 dan paling banyak Rp3.000.000.000.

2. Kasus limbah sungai Cibeet

Pindo Deli 3 disangkakan UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup

Anda mungkin juga menyukai